Dea pun membalas pesan ibu kandungnya, sementara Mira masih bertanya-tanya seperti ibu kandung Dea. Ia tidak pernah bertemu secara langsung dengannya, karena saat dulu ia bersahabat dengan Dea, Ibunya sudah di luar negeri bersama suaminya. Setelah Dea membalas pesan sama ibu. Dia berkata, "Mami aku mau pulang, katanya mau lihat aku akad dua hari lagi. Terus dia katanya emang lagi cuti sebulan dan tinggal di Indonesia selama sebulan itu." "Oh ya? Aku bisa ketemu dong sama dia?" ujar Mira antusias. "Iya dong, besok kalian kenalan aja kalo ketemu." Mira merasa penasaran dengan sosoknya, kata Dea, ia sosok yang sangat cantik dan sosial butterfly, jadi mungkin tidak ada yang bermasalah dengannya. Sekarang ini, ia tidak memiliki rasa cemburu untuknya, karena ia tahu bahwa Mami kandung Dea adalah masa lalu dari suaminya bukan masa depannya. Jadi, ia tidak perlu minder padanya. Setelah itu, mereka pun mulai menyiapkan untuk acara akad besok. Gaun akad milik Dea sudah seles
"Mas?!" Aron menoleh dan langsung mendekati Mira yang terpaku di pintu masuk Mansion. Ia kemudian merangkulnya dan mengajaknya menemui wanita yang tadi habis berciuman dengannya. Mira melihat Aron berciuman dengan wanita cantik itu, bukan pipi yang biasa dilakukan oleh teman yang sangat akrab, tapi ciuman bibir dan Mira merasa bahwa ia telah dikhianati. Akan tetapi bagaimana lagi, Aron sekarang malah menunjukkan bahwa itu bukan hal yang besar atau simpelnya, itu hal yang bisa mereka lakukan dan tidak bisa dipermasalahkan. Mira sebagai istri, wajar kan cemburu? Aaron menatap wanita itu bergantian dengan Mira. Wanita itu pun tersenyum dengan lebar dan mengulurkan tangan pada Mira, yang kemudian disambut dengan agak gugup dari Mira. Ia sebenarnya tidak ingin bersalaman dengannya, setelah apa yang ia saksikan tadi. Namun, ia harus tetap ramah pada siapapun itu. Kalaupun iti perselingkuhan, yang salah bukan hanya perempuan itu, tapi juga suaminya. "Hai, kenalin aku Julia. Ak
"Ya karena dia yang minta ke Yohan, aku aja gak tau kalo dia dateng. Kalo aku tau, mana mungkin aku biarin dia dateng, ganggu suasana aja." "Oh!" Dea terlanjur bad mood, ia mengabaikan Juna dan kenatap Melka di kejauhan sana. Kemudian kekesalannya itu ke-distract karena kedatangan Baby Adam yang merengek dan minta disusui. Kalai tidak dituruti, tangisannya akan menggelegar di seantero ruangan. Agak kesulitan sih, karena ia memakai kebaya. Akan tetapi, untunglah desainernya menyadari posisi Dea dan kebaya itu bisa dibuka di bagian dada, sehingga ia bisa menyusui Baby Adam dengan leluasa. Juna juga mencoba membantu Dea untuk menidurkan baby Adam agar tidak mengganggu suasana, tapi malah seperti diajak senang-senang, ia excited banget ketika ayahnya mengajakna bicara, meskipun hanya membalas dengan ocehan ala bayi. Kemudian di tengah kegiatan yang sedang menyusui Baby Adam, Dea melihat Mira sedang berinteraksi dengan sangat ibu. Namun, ekspresi Mira terlihat tidak nyaman. Oa
Saat Aron mengecek di luar, ternyata salah satu tamu yang menginap juga. Ia merupakan kerabat dekat Juna tak sengaja memecahkan gelas. Hal itu, membuat Aron pun akhirnya berkenalan dengannya. Namanya Gun, ia seorang Dosen di Universitas yang ada di Australia, salah satu paman Juna yang ikut andil dalam kesuksesannya. Ia juga memiliki istri orang asli Australia, mereka bertemu saat ia bekerja di sana. Akan tetapi, istrinya tidak ikut karena harus mendampingi anak-anaknya yang sekolah. Seperti biasa, Aron adalah orang yang gampang akrab dengan siapapun. Mungkin karena sifat laki-laki seperti itu, hanya saja keahlian Araon dalam memikat hati orang lain sangat bagus, sehingga ia bisa mendapat kepercayaan banyak orang untuk berinvestasi padanya. Sementara orang-orang yang di luar bisnis, menurut Aron bisa menjadi salah satu advokat atau setidaknya relasi sosialnya. Ia memang terlihat di luar seperti orang yang cuek, padahal kalau sudah kenal, ia sangat supel. Jika suatu hari
Keesokan harinya, Mira terkejut karena suaminya dan baby Adam tengah tertidur sambil pelukan. Hal itu membuatnya langsung tersenyum, posisi mereka sangat lucu seperti ayah dan anak. Jadi ia memotret mereka, dan akan menjadikannya sebagai hiburan saat ia sedih nanti. Ia baru ingat kalau di Mansion milik Juna ini, tidak hanya ia dan Aron yang menginap tetapi juga ibu kandung Dea, dan suaminya juga Paman Juna dan dua kerabat Juna lain yang tidak ia kenali kemarin. Ia sudah berkenalan tetapi tidak ingat siapa nama mereka, yang pasti mereka cukup dekat dengan Juna. Meskipun mereka bukan keluarga inti dari Juna. Ibu Juna sendiri kemarin hanya menghadiri akadnya saja, tetapi tidak ikut di acara syukurannya. Mira agak prihatin dengan itu, karena mungkin Ibu Juna belum bisa menerima situasinya. Dea sangat cantik untung saja, ia juga memiliki pribadi yang kuat sehingga tidak mudah tertindas atau merasa insecure. Maka situasi ini, tidak mengerikan baginya. Hal ini membuat Mira jadi
Sementara itu, di dalam kamar Aron langsung menatap wajah istrinya yang terlihat baik-baik saja, tetapi dengan kata-kata tadi sepertinya Aron harus mengkonfirmasi lagi apa yang Julia katakan pada istrinya. "Apa yang Julia katakan, apakah dia mengganggumu?" Mira terkejut dengan pertanyaan itu, ia kira Aron akan melupakannya dan membiarkan semuanya berlalu begitu saja. Ia berpikir sejenak, sebelum menjawab suaminya. "Dia nggak ganggu kok," jawabnya. "Hem... yakin?" Ia ingin memastikan kalau Mira tidak diganggu oleh Julia yang kadang rese. Mira mengangguk dengan ragu, "tuh kan... bahkan tanpa kamu menjawab pun, semuanya sudah jelas. Tolong biasakan untuk jujur sama aku. Aku nggak akan nyalahin kamu. Aku kan udah bilang, kali aku selalu akan menjadi perisai kamu." Mira menunduk dengan tatapan sedih, ia sungguh tidak ingin ini jadi panjang. Lalu, ia mendongak menatap Aron dan Baby Adam bergantian. Baby Adam sedang sibuk dengan tangannya yang dimasukkan ke dalam mulut, ya
"Mami kenapa?" tanya Dea melihat Julia. Wajah ibu kandungnya itu ditekuk. Julia kemudian tersenyum karena menyadari sang Putri memperhatikannya. "Mami cuma kepikiran sesuatu." "Mami beneran nggak papa kan?" "Emang kenapa, Sayang? Coba sini Mami gendong anak kamu," ujar Julia hampir saja menggendong Baby Adam. Akan tetapi sang bayi menghindar dan merengek tidak mau. "Sorry, Mi. Sepertinya Baby Adam belum terbiasa sama Mami," ujar Dea meringis. Ia lalu melihat ke arah Baby Adam yang cemberut. "Ayo dong, Sayang, cucu Oma tersayang. Ayo sama Oma," ajak Julia lagi belum menyerah. Namun sayang, sang cucu menghindar lagi dan sekarang malah menangis. "Huwaaaaaaa!" Dea pun kaget dan menenangkannya, ketika ia memeluknya, ia langsung tenang. Alhasil Julia menyerah dan membiarkan Baby Adam bersama dengan ibunya. Padahal ia melihat bahwa Baby Adam sangat akrab dengan Mira, bahkan sangat menempel dan lebih memilih bersama Mira daripada bersama Dea ketika mereka bersama.
Ia pun segera bertanya pada Mira saat mereka berdua di kamar Baby Adam. "Mir, gue minta maaf ya. Karena besok gue dapet Cumlaude, harus ada yang maju ke depan 2 orang. Jadi, nggak papa kan kalau Papi sama Mami gue yang maju?" tanya Dea terlihat ragu. Mira pun terkekeh melihat ekspresi khawatir Dea. "Ya Allah, Dea. Kamu santai aja kali, memang udah seharusnya Papi sama Mami kamu yang maju." Dea jadi merasa bersalah karena mengira bahwa Mira akan iri pada sang ibu. Padahal ia tahu, Mira bukan orang seperti itu. "Eh... maafin gue ya. Gue kira...." "Haha! Nggak apa-apa Dea, kamu santai aja! Kamu kayak nggak tahu aku aja deh, nggak usah nggak enak gitu! Biasa aja, toh aku juga malu kalau maju ke depan." "Kan kemarin lu juga maju ke depan." "Iya, tapi kan karena aku yang punya acara. Maksudnya aku yang wisuda, kalau kamu ... yang wisuda itu kamu dan posisi ada Papi sama Mami kamu. Lagian ya kalo gak ada Mami kamu, pasti aku bakal dorong Juna atau Oma Opa buat mendampingimu. A
"Mami!" teriak Dea pada sang ibu. Namun yang dipanggil, malah sedang asyik berenang dengan bikininya. "Apa sih Sayang?" tanya Julia dengan santai setelah menepi. Dea pun melihat ibunya dengan tatapan geram. Ia membawa Baby Adam dan langsung menyerahkannya pada sang pengasuh. "Mami apa-apaan sih?!" tanya Dea kesal. "Ke mana Papi sama Mama?!""Oh jadi kamu udah manggil dia Mama?" tanya Julia.Ia bukannya fokus pada apa yang dibahas Dea, malah fokus pada panggilan Dea pada Mira."Mereka lagi pergi," kata Julia santai.Ia duduk di pinggiran kolam sambil memainkan air di kakinya.Dea ingat betul kalau hobi sang ibu adalah berenang, dan kolam renang itu jarang dipakai sejak sang ibu pergi. Hanya Dea yang memakai, dengan mood yang sering tidak singkron."Mami tadi bilang, Mora di sini sama Mami.""Nggak... nggak... Mami cuma alasan doang buat godain kamu. Mami juga nggak ekspek kamu bakal ke sini beneran, Mama kira kamu cuma mengancam doang."Dea tidak mengerto jalan pikiran sang
"Sejak awal jiwanya sudah terluka, yang harusnya disembuhkan malah dibiarkan. Bahkan difasilitasi untuk berpikir buruk pada orang lain. Ia mendendam dan terus seperti itu, sampai akhirnya perasaan itu menumpuk dan menjadi sebuah penyakit jiwa."Dea dan Juna mendengarkan penjelasan dokter yang menangani Rani dengan seksama.Lalu, Dea merespon, berharap itu menjadi pendukung data tentang Rani untuk sang dokter."Hem... tapi Rani belum pernah ke dokter atau ke psikiater," ujarnya.Sang dokter tersennyum tipis, "Ya... orang-orang yang akhirnya menjadi gila awalnya karena deni dengan dirinya sendiri atas tekanan psikologos yang ia hadapi. Sejak awal mereka merasa sok kuat menghadapi masalahnya sendiri, padahal mereka tak sekuat itu. Merasa mampu untuk bertahan sendiri, tapi aslinya... mereka adalah manusia biasa yang perlu disembuhkan juga, perlu ditemani dan didengadkan. Mereka perlu sembuh dulu, sebelum menghadapi dunia ini yang keras ini," jelas sang dokter.Dea merenung, benar apa yang
"Aaaaaa!" Bug! Mira diangkat dan ditidurkan di atas kasur empuk di kamar mereka. Hal itu membuat Aron senang, istrinya akhirnya menatapnya dengan benar. Sejak tadi misuh dan melengos, ia jadi tidak bisa melihatnya. "Tolong berikan aku kesempatan untuk menebusnya, Sayang," rayu Aron dengan suara yang lembut.Mira pun menggeleng dan mencoba untuk lepas dari kungkungan suaminya."Ah ggak mau.""Kalau nggak mau, ya udah, aku mending mengunjungi Dede bayi aja," ujar Aron. Mira yang sudah tahu dengan istilah itu pun langsung terkejut dan mencoba untuk mendorongnya, bahkan menendang suaminya tapi, Mira lupa kalau suaminya jauh lebih besar daripada dirinya, dan ototnya juga jauh lebih kuat. Akhirnya, Aron benar-benar melancarkan aksinya untuk mengunjungi Dede Bayi dengan cara bersenggama.Namun hal itu, tentu saja tidak bertujuan untuk menyakiti Mira, itu pure untuk menghentikan penolakan Mira dan memperbaiki hubungan.Sehingga, pasca kejadian itu Mira jadi mau mendengarkannya dan Aron
"Aku gak bermaksud gitu Sayang." "Tapi kamu begitu... hiks." "Oke-oke, aku minta maaf. Maafin ya." Mira tetap fokus memasukkan barangnya ke dalam tas, ia tak mau lagi tinggal satu atap dengan Julia. Ia tidak ingin menahan diri terus, ia cemburu. "Sayang...." panggil Aron lagi. Mira tetap diam saja, sementara tangannya terus memasukkan barang-barangnya ke tasnya. "Sayang dengerin aku...." Mira tak menjawab, ia benar-benar kesal. Aron juga bingung, ia tak bisa menyalahkan istrinya, tapi situasinya berbeda dari biasanya. "Sayang, ayo bicara dulu," ajak Aron. Namun, Mira tetap diam tak bersuara, ia terus mengabaikan suaminya. Hingga akhirnya, Aron mendekat dan memeluknya tiba-tiba dari belakang. Mira kaget dan secara otomatis berhenti memasukkan barang ke tasnya. "Oh, Sayang, maafin aku ya." Mira mencoba melepaskan, tapi Aron terus saja memeluknya dan malah semakin erat. Hal itu membuat Mira sesak, "Lepaaaas, kegencet Dedenya!" protes Mira. "Hah?! Sakit?!
"Tuh kan...." bisik Dea pada Juna. "Apa?" tanya Juna. Mereka sedang makan malam bersama di Mansion Dea dan Juna. "Kamu sih nyuruh Papi buat jemput Mami, kan Mira jadi cemburu!" jawab Dea kesal. "Kulihat, Mora diem aja tuh," ujar Juna santai. "Ya iya diem, kamu tuh sama Papi emang sama aja ya, nggak peka banget! Dia jelas diamlah, orang dia karakternya begitu, diem. Lihat deh, dia kayak nggak nafsu makan gitu." "Bukannya ibu hamil emang sering gak nafsu makan gitu?" "No, dia nggak mungkin mau jujur kalau nggak ditanya." "Ya kenapa nggak jujur? Ribet amat," ujar Juna. Dea pun mulai kesal dengan suaminya, tapi kemudian Juna berkata sebelum emosi istrinya meledak. "Ya udah ita, aku minta maaf. Nggak lagi-lagi kayak gitu deh." Dea diam saja berusaha mengendalikan emsoinya. Ukuran meja memang besar, jadi jaraknya agak jauh sehingga jika bisik-bisik, mereka tidak dengar. "Tapi... Mami kamu kok kayak masih suka sama Papi kamu?" "Ya emang iya, makanya aku ngomelin ka
"Tapi itu berbahaya, Sayang," ujar Dea memperingatkan saminya. Ia khawatit suaminya kenapa-napa. "Iya, tapi penjahat tetaplah penjahat, Sayang. Mereka harus dihukum sebagaimana harusnya! Jika ada yang melawan, aku nggak segan-segan mengeluarkan kekuatanku yang sebenarnya." "Hem... kamu yakin?" Juna mengangguk, "Ya, Sayang. Percayalah sama aku." Dea pun menyetujuinya. Meskipun ia memiliki kekhawatiran, itu wajar tapi, sungguh ia mempercayai suaminya. Ia percaya kalau Juna bisa mengatasi semuanya. ••• Keesokan harinya, tiba-tiba saja ada seorang pembantu yang berteriak. "Aaaaaaaa!" Hal itu membuat kepala pembantu terkejut dan langsung bertanya. "Ada apa sih teriak-teriak?!" tanyanya menggeram. Hampir mengomel, tetapi ia langsung melihat ke arah objek yang membuat pembantu itu berteriak. "Apa-apaan ini?" gumamnya. Pembantu bernama Dila itu menerima paket dan langsung ia ambil dan ia taruh di dapur. Ia kira, itu paket pesanannya karena ia berbelanja online. Di
"Rani ketahuan akan bunuh diri, tapi segera digagalkan oleh Tim.""Lalu di mana suami Mamiku?""Pergi. Kami menemukan celah ketika ia pergi, dan kami kemudian menemukan Rani yang ingin bunuh diri di sebuah kamar di rumah yang ada di pedesaan." "Hah?! Bagaimana bisa kejadiannya seperti itu? Padahal, Rani adalah sosok yang sangat kuat selama ini. Dia bahkan selalu menentang orang-orang yang bunuh diri, karena kakaknya pernah mengalami hal itu. Dan sudah meninggal," ujar Dea tak menyangka. Sosok yang selalu menjadi penguatnya ternyata punya masalah jauh lebih banyak."Ya seperti yang dia ceritakan ke kamu, kakaknya benar-benar meninggal karena bunuh diri. Lalu Rani, dia menganggap bahwa aku adalah sumber masalah dari kakaknya, sehingga kakaknya mengakhiri hidupnya. Dia menganggap juga, kalau akulah yang membuat hidup keluarganya hancur!""Bisa-bisanya," gumam Dea tak habis pikir."Rani sangat menyayangi kakaknya, sampai ketika kehilangannya, ia menjadi depresi dan mengalami gangguan me
"Aku udah berhasil ngamankan Mami kamu. Tapi sayangnya, Rani sepertinya dibawa kabur atau disembunyikan oleh ayah tiri kamu." "Serius, terus gimana?!" tanya Dea kaget. "Aku masih mencari, dan sayangnya karena mereka di luar negeri agak susah, tapi tenang aja... aku punya banyak koneksi di sana. Jadi masih bisa diatur, tinggal nunggu hasilnya." "Aku harap dia secepatnya ditangkap," ujar Dea. Ia sama sekali tidak merasa kasihan, ia sudah menumpuk amarah pada temannya itu. Sudahlah hampir membunuhnya dan anaknya, Rani juga menghancurkan rumah tangga ibunya. Setelah pembicaraannya dengan Juna selesai, Dea pun makan sesuatu bersama Mira dan Angel. Kemudian Angel pun pulang, karena sudah dicari ibunya. Untung saja Dea juga sangat akrab dengan orang tua Angel, sehingga kedua orang tua Angel mengizinkan anaknya untuk menghibur temannya itu. Kejadian-kejadian itu kemudian diupload ke media sosial Da, agar orang-orang tidak menyalahkan ia dan Juna terus, terhadap kejadian anak
"Tentu saja itu sangat mengejutkan dan menjijikan sekaligus," ujar Dea. "Jadi apa yang harus aku lakukan? Rani dilindungi olehnya kan?" "Betul Mami diancam oleh suami Mami, hiks...""Diancem apa Mami?""Diancem, kalau lapor sama kamu mungkin dia akan melakukan hal yang buruk ke Mami!""Oh my God! Mami! Lebih baik Mami pulang ke Indonesia, Mami bisa tinggal sama aku. Juna akan ngelindungin kita!""Tapi...""Dea nggak mau Mami harus mengalami semua ini, dan bertahan sama pria brengsek yang sakit jiwa itu!""Bukan gitu Sayang, tapi Mami ....""Apa yang kamu bicarakan dengan anakmu?" tanya sebuah suara.Itu suara pria dan..."Ah!"Julia teriakan kencang, suaranya berasal dari seberang sana. Hal itu membuat Dea langsung terkejut, itu jelas suara suami Julia dan Julia berteriak karena sebuah tindakan yang sayangnya tidak Dea ketahui."Mami!!!" panggil Dea panik.Akan tetapi, tidak ada jawaban. Ia berkali-kali memanggilnya, dan sambungannya pun terputus."Apa yang harus aku lakukan sekaran