Ia pun segera bertanya pada Mira saat mereka berdua di kamar Baby Adam. "Mir, gue minta maaf ya. Karena besok gue dapet Cumlaude, harus ada yang maju ke depan 2 orang. Jadi, nggak papa kan kalau Papi sama Mami gue yang maju?" tanya Dea terlihat ragu. Mira pun terkekeh melihat ekspresi khawatir Dea. "Ya Allah, Dea. Kamu santai aja kali, memang udah seharusnya Papi sama Mami kamu yang maju." Dea jadi merasa bersalah karena mengira bahwa Mira akan iri pada sang ibu. Padahal ia tahu, Mira bukan orang seperti itu. "Eh... maafin gue ya. Gue kira...." "Haha! Nggak apa-apa Dea, kamu santai aja! Kamu kayak nggak tahu aku aja deh, nggak usah nggak enak gitu! Biasa aja, toh aku juga malu kalau maju ke depan." "Kan kemarin lu juga maju ke depan." "Iya, tapi kan karena aku yang punya acara. Maksudnya aku yang wisuda, kalau kamu ... yang wisuda itu kamu dan posisi ada Papi sama Mami kamu. Lagian ya kalo gak ada Mami kamu, pasti aku bakal dorong Juna atau Oma Opa buat mendampingimu. A
Setelah dari kampus, seperti biasa tradisi keluarga makan-makan di restoran mewah. Kini Mira jadi tahu, apa yang sebenarnya terjadi di sana. Sejak Dea mengatakan bahwa Miralah yang menginspirasi kesukaannya terhadap bunga Lily, pandangan Julia padanya semakin tajam. Ia tidak boleh menjadi batu sandung hubungan Dea dengan sang ibu, Dea mengutamakan ibu kandungnya daripada dirinya. Mira tidak ingin Julia merasa tidak dihargai disini, karena secara teknis ia sendiri. Julia sudah menjadi mantan keluarga Victorius, bahkan Oma dan Opa pun terlihat dingin padanya. Apalagi Aron, ia tak menganggapnya ada. Setelah semuanya beres, Mira pun pamit pada Dea, tapi sebelumnya ia mengajak Dea untuk bicara berdua. Ia berhenti di pintu masuk mobil yang sudah disiapkan oleh Aron untuknya. Aron pergi ke kantor terlebih dahulu seperti biasa, ia memiliki jadwal yang padat. Oma dan Opa juga sudah pulang ke Mansion Victorius. "Dea, aku nggak mau mikir macam-macam sih, cuman aku jadi ngerti s
"Maksudnya, Mami merasa nggak nyaman sama Mira dalam artian karena dia pasangan dari mantannya Mami. Eh... tapi aku paham kok kalau Mami ngerasain hal itu, karena itu kecemburuan yang wajar." Julia terlihat diam saja, seolah ingin menghindari percakapan dengan menatap ke luar jendela yang memperlihatkan taman samping Mansion. "Masalahnya kalau Mami takut aku lebih condong pada Mira, itu salah besar. Karena aku akan selalu menempatkan Mami di tempat utama, sementara Mira meskipun Ia sekarang ibu tiri aku, dia tetaplah sahabat aku. Setidaknya itu yang aku lihat, di mata aku dia adalah sahabatku. Jadi Nami nggak perlu khawatir tentang itu," ujar Dea meyakinkan. Julia masih diam, tapi kali ini terlihat mengangguk pelan. "Hem... coba deh Mami kenali Mira lebih jauh lagi. Dia asik kok orangnya," lanjut Dea meyakinkan sang ibu. Julia pun mengangguk saja tanpa mengatakan apa-apa. Dea pun mengerti, mungkin Julia sedang memikirkan atau mempertimbangkan apa yang ia sarankan. . Sem
Malam harinya tiba, Aron menagih apa yang ditanyakan pada istrinya tadi siang. "Sayang, sekarang kamu udah mau cerita kan apa yang tadi aku tanyain ke kamu?" tanyanya. Mira yang baru naik ke ranjang dan bergabung di satu selimut yang sama dengan suaminya pun menghela napas. Ia seolah mempersiapkan semuanya untuk menjelaskan pada suaminya. Mempertimbangkan reaksinya atau akibat dari apa yang ingin ia sampaikan. "Gini..." Aron sebenarnya merasa gemas dengan istrinya yang seolah tarik ulur, tetapi ia paham bahwa ia juga butuh waktu untuk siap, jadi ia sabar menunggu. "Aku... liat waktu itu, kamu sama Maminya Dea ciuman di ruang tamu pas aku baru pulang dari rumah Dea." Deg! Wajah Aron langsung pias, seoolah baru saja ketahuan melakukan kesalahan yang ia sembunyikan, setidaknya itu yang Mira pikirkan. Ia sempat merasa khawatir kalau ternyata itu benar, akan tetapi Aron kemudian langsung berkata. "Maaf, itu salahku. Aku kira kamu gak tau?" tanya Mira langsung. Ia tak bisa men
Masalah antara Aron dan Mira tentu saja belum selesai, mereka masih saling diam tapi, Oppa kemudian bicara pada Aron. Mereka bicara di taman belakang, sambil ngopi dan menikmati sore yang tenang. Hari itu, Aron memang pulang lebih awal seperti biasa, ia tak tenang pergi ke kantor ketika istrinya marah padanya. Ia merasa dihantui rasa bersalah, dan merasa tak berguna. Ia merindukan Mira meski ia bisa melihatnya tiap hari, tapi tak bisa menyentuhnya, memeluknya dan menatapnya dati dekat. Mira selalu menjaga jarak, mengabaikannya dan mencoba mengurangi interaksi. Ini adalah siksaan terbesar untuknya. "Ini tidak boleh diteruskan, Aron," ujarnya. "Aku tau, hanya saja Mira tidak mau bicara padaku Yah," keluh Aron merasa frustasi sendiri. "Aku menerti, kamu kan bisa cari cara agar Mira bisa mendengarkan penjelasanmu. Bukan malah membiarkan dia menghindarimu seperti itu, perempuan memang punya ego sendiri, seperti kita parah laki-laki, sama. Tapi memang, mereka harus dibujuk deng
Mira begadang semalaman, dan memikirkan apa yang dikatakan Dea. "Masuk akal...." gumamnya. Apakah mungkin aktivitas yang dilakukan Aron dan mantan istrinya itu, dilatarbelakangi dari kebutuhan batinnya yang tidak terpenuhi dari istrinya sendiri? Itu bisa sejalan sih, tapi Mira tidak yakin kalau Aron orang yang seperti itu. Jika memang Aron ternyata orang seperti itu, dan ia tidak tahu aslinya. Ia akan sangat hancur. Ia merasa bodoh, atau bisa jadi Aron terbiasa dengan itu dan tidak bisa sembuh. Suaminya bisa saja terbiasa melampiaskan kebutuhannya itu, pada para pelacur atau orang-orang random yang mau berhubungan badan dengannya, yang sama-sama terbiasa dengan aktivitas seperti itu. Ditambah lagi, Aron punya modal fisik yang sulit ditolak. Sangat langka untuk ukuran pria yang tampan tapi tidak doyan selingkuh, presentasenya sekitar 1 banding 10? Mira tidak tau. Biasanya perilaku playboy itu tidak bisa sembuh. Lalu, karena mereka sudah menikah, bisa saja seumur hid
Mira akan tetap berada di sendiri aja bahwa suaminya harus berusaha membuktikan bahwa ia tidak bersalah Ia merasakan trust issue dengan orang kaya seperti suaminya. Awalnya ia berharap bahwa ada titik terang, tapi ternyata Aaron juga berpotensi untuk menuju ke arah suami tidak setia. Lagian wajar sih, banyak cewek di luaran sana yang tertarim dengan Aron, tertarik untuk menikmati uang atau bahkan tubuhnya. Ia pernah diberitahu Dea, bahwa ayahnya pernah hampir diperkosa, ada juga yang terang-terangan meminta disetubuhi oleh suaminya secara gratis. Ia jadi merasa tambahsesak ketika mengingat fakta itu, ingin rasanya menangis. Ia tidak rela kalau harus membayangkan suaminya bercinta dengan perempuan lain, bayangkan kalau tangannya menyentuh entah bagian tubuh perempuan yang mana, atau perempuan mana saja yang ia sentuh. Ia tidak rela, dan terus merasa frustasi dengan itu. ••• Hari ini katanya Aron akan bertemu dengan Julia, sementara dirinya memilih pergi ke tempat Dea
Mira merasa hatinya mulai mengeras, ia sulit percaya pada suaminya lagi. Ia takut, bahwa cintanya juga akan pudar. Ia mengirimkan pesan pada suaminya karena ingin menginap di Mansion milik Dea. Mira || Mas, ijin nginep di tempat Dea ya Aron || Kenapa? Aku mau ngobrol loh Sayang Mira || Besok aja, sekarang aku mau sama Baby Adam Menunggu cukup lama selama 5 menit, baru Aron membalas lagi. Aron || Ya udah gak papa, semoga mimpi indah Mira mendengus, "Manis banget kamu Mas," gumamnya kecewa. Ia masih kecewa dengan keadaan ini, di mana ia bahkan tidak bisa membayangkan kalau suaminya memang berselingkuh dengan Julia. Dea menatap Mira dengan prihatin, "Papi bilang apa?" "Dia mau ngobrol sama ku, tapi aku mau sama Baby Adam dulu." Dea pun mengangguk-angguk saja. Ia tak ingin membuat mood Mira turun. Ia yakin Mira dalam kondisi yang tidak membutuhkan nasihat, ia hanya butuh jeda jntuk bertemu Aron sebelum menghadapinya lagi. Menghadaoi orang yang membuat kita kecewa
"Mami!" teriak Dea pada sang ibu. Namun yang dipanggil, malah sedang asyik berenang dengan bikininya. "Apa sih Sayang?" tanya Julia dengan santai setelah menepi. Dea pun melihat ibunya dengan tatapan geram. Ia membawa Baby Adam dan langsung menyerahkannya pada sang pengasuh. "Mami apa-apaan sih?!" tanya Dea kesal. "Ke mana Papi sama Mama?!""Oh jadi kamu udah manggil dia Mama?" tanya Julia.Ia bukannya fokus pada apa yang dibahas Dea, malah fokus pada panggilan Dea pada Mira."Mereka lagi pergi," kata Julia santai.Ia duduk di pinggiran kolam sambil memainkan air di kakinya.Dea ingat betul kalau hobi sang ibu adalah berenang, dan kolam renang itu jarang dipakai sejak sang ibu pergi. Hanya Dea yang memakai, dengan mood yang sering tidak singkron."Mami tadi bilang, Mora di sini sama Mami.""Nggak... nggak... Mami cuma alasan doang buat godain kamu. Mami juga nggak ekspek kamu bakal ke sini beneran, Mama kira kamu cuma mengancam doang."Dea tidak mengerto jalan pikiran sang
"Sejak awal jiwanya sudah terluka, yang harusnya disembuhkan malah dibiarkan. Bahkan difasilitasi untuk berpikir buruk pada orang lain. Ia mendendam dan terus seperti itu, sampai akhirnya perasaan itu menumpuk dan menjadi sebuah penyakit jiwa."Dea dan Juna mendengarkan penjelasan dokter yang menangani Rani dengan seksama.Lalu, Dea merespon, berharap itu menjadi pendukung data tentang Rani untuk sang dokter."Hem... tapi Rani belum pernah ke dokter atau ke psikiater," ujarnya.Sang dokter tersennyum tipis, "Ya... orang-orang yang akhirnya menjadi gila awalnya karena deni dengan dirinya sendiri atas tekanan psikologos yang ia hadapi. Sejak awal mereka merasa sok kuat menghadapi masalahnya sendiri, padahal mereka tak sekuat itu. Merasa mampu untuk bertahan sendiri, tapi aslinya... mereka adalah manusia biasa yang perlu disembuhkan juga, perlu ditemani dan didengadkan. Mereka perlu sembuh dulu, sebelum menghadapi dunia ini yang keras ini," jelas sang dokter.Dea merenung, benar apa yang
"Aaaaaa!" Bug! Mira diangkat dan ditidurkan di atas kasur empuk di kamar mereka. Hal itu membuat Aron senang, istrinya akhirnya menatapnya dengan benar. Sejak tadi misuh dan melengos, ia jadi tidak bisa melihatnya. "Tolong berikan aku kesempatan untuk menebusnya, Sayang," rayu Aron dengan suara yang lembut.Mira pun menggeleng dan mencoba untuk lepas dari kungkungan suaminya."Ah ggak mau.""Kalau nggak mau, ya udah, aku mending mengunjungi Dede bayi aja," ujar Aron. Mira yang sudah tahu dengan istilah itu pun langsung terkejut dan mencoba untuk mendorongnya, bahkan menendang suaminya tapi, Mira lupa kalau suaminya jauh lebih besar daripada dirinya, dan ototnya juga jauh lebih kuat. Akhirnya, Aron benar-benar melancarkan aksinya untuk mengunjungi Dede Bayi dengan cara bersenggama.Namun hal itu, tentu saja tidak bertujuan untuk menyakiti Mira, itu pure untuk menghentikan penolakan Mira dan memperbaiki hubungan.Sehingga, pasca kejadian itu Mira jadi mau mendengarkannya dan Aron
"Aku gak bermaksud gitu Sayang." "Tapi kamu begitu... hiks." "Oke-oke, aku minta maaf. Maafin ya." Mira tetap fokus memasukkan barangnya ke dalam tas, ia tak mau lagi tinggal satu atap dengan Julia. Ia tidak ingin menahan diri terus, ia cemburu. "Sayang...." panggil Aron lagi. Mira tetap diam saja, sementara tangannya terus memasukkan barang-barangnya ke tasnya. "Sayang dengerin aku...." Mira tak menjawab, ia benar-benar kesal. Aron juga bingung, ia tak bisa menyalahkan istrinya, tapi situasinya berbeda dari biasanya. "Sayang, ayo bicara dulu," ajak Aron. Namun, Mira tetap diam tak bersuara, ia terus mengabaikan suaminya. Hingga akhirnya, Aron mendekat dan memeluknya tiba-tiba dari belakang. Mira kaget dan secara otomatis berhenti memasukkan barang ke tasnya. "Oh, Sayang, maafin aku ya." Mira mencoba melepaskan, tapi Aron terus saja memeluknya dan malah semakin erat. Hal itu membuat Mira sesak, "Lepaaaas, kegencet Dedenya!" protes Mira. "Hah?! Sakit?!
"Tuh kan...." bisik Dea pada Juna. "Apa?" tanya Juna. Mereka sedang makan malam bersama di Mansion Dea dan Juna. "Kamu sih nyuruh Papi buat jemput Mami, kan Mira jadi cemburu!" jawab Dea kesal. "Kulihat, Mora diem aja tuh," ujar Juna santai. "Ya iya diem, kamu tuh sama Papi emang sama aja ya, nggak peka banget! Dia jelas diamlah, orang dia karakternya begitu, diem. Lihat deh, dia kayak nggak nafsu makan gitu." "Bukannya ibu hamil emang sering gak nafsu makan gitu?" "No, dia nggak mungkin mau jujur kalau nggak ditanya." "Ya kenapa nggak jujur? Ribet amat," ujar Juna. Dea pun mulai kesal dengan suaminya, tapi kemudian Juna berkata sebelum emosi istrinya meledak. "Ya udah ita, aku minta maaf. Nggak lagi-lagi kayak gitu deh." Dea diam saja berusaha mengendalikan emsoinya. Ukuran meja memang besar, jadi jaraknya agak jauh sehingga jika bisik-bisik, mereka tidak dengar. "Tapi... Mami kamu kok kayak masih suka sama Papi kamu?" "Ya emang iya, makanya aku ngomelin ka
"Tapi itu berbahaya, Sayang," ujar Dea memperingatkan saminya. Ia khawatit suaminya kenapa-napa. "Iya, tapi penjahat tetaplah penjahat, Sayang. Mereka harus dihukum sebagaimana harusnya! Jika ada yang melawan, aku nggak segan-segan mengeluarkan kekuatanku yang sebenarnya." "Hem... kamu yakin?" Juna mengangguk, "Ya, Sayang. Percayalah sama aku." Dea pun menyetujuinya. Meskipun ia memiliki kekhawatiran, itu wajar tapi, sungguh ia mempercayai suaminya. Ia percaya kalau Juna bisa mengatasi semuanya. ••• Keesokan harinya, tiba-tiba saja ada seorang pembantu yang berteriak. "Aaaaaaaa!" Hal itu membuat kepala pembantu terkejut dan langsung bertanya. "Ada apa sih teriak-teriak?!" tanyanya menggeram. Hampir mengomel, tetapi ia langsung melihat ke arah objek yang membuat pembantu itu berteriak. "Apa-apaan ini?" gumamnya. Pembantu bernama Dila itu menerima paket dan langsung ia ambil dan ia taruh di dapur. Ia kira, itu paket pesanannya karena ia berbelanja online. Di
"Rani ketahuan akan bunuh diri, tapi segera digagalkan oleh Tim.""Lalu di mana suami Mamiku?""Pergi. Kami menemukan celah ketika ia pergi, dan kami kemudian menemukan Rani yang ingin bunuh diri di sebuah kamar di rumah yang ada di pedesaan." "Hah?! Bagaimana bisa kejadiannya seperti itu? Padahal, Rani adalah sosok yang sangat kuat selama ini. Dia bahkan selalu menentang orang-orang yang bunuh diri, karena kakaknya pernah mengalami hal itu. Dan sudah meninggal," ujar Dea tak menyangka. Sosok yang selalu menjadi penguatnya ternyata punya masalah jauh lebih banyak."Ya seperti yang dia ceritakan ke kamu, kakaknya benar-benar meninggal karena bunuh diri. Lalu Rani, dia menganggap bahwa aku adalah sumber masalah dari kakaknya, sehingga kakaknya mengakhiri hidupnya. Dia menganggap juga, kalau akulah yang membuat hidup keluarganya hancur!""Bisa-bisanya," gumam Dea tak habis pikir."Rani sangat menyayangi kakaknya, sampai ketika kehilangannya, ia menjadi depresi dan mengalami gangguan me
"Aku udah berhasil ngamankan Mami kamu. Tapi sayangnya, Rani sepertinya dibawa kabur atau disembunyikan oleh ayah tiri kamu." "Serius, terus gimana?!" tanya Dea kaget. "Aku masih mencari, dan sayangnya karena mereka di luar negeri agak susah, tapi tenang aja... aku punya banyak koneksi di sana. Jadi masih bisa diatur, tinggal nunggu hasilnya." "Aku harap dia secepatnya ditangkap," ujar Dea. Ia sama sekali tidak merasa kasihan, ia sudah menumpuk amarah pada temannya itu. Sudahlah hampir membunuhnya dan anaknya, Rani juga menghancurkan rumah tangga ibunya. Setelah pembicaraannya dengan Juna selesai, Dea pun makan sesuatu bersama Mira dan Angel. Kemudian Angel pun pulang, karena sudah dicari ibunya. Untung saja Dea juga sangat akrab dengan orang tua Angel, sehingga kedua orang tua Angel mengizinkan anaknya untuk menghibur temannya itu. Kejadian-kejadian itu kemudian diupload ke media sosial Da, agar orang-orang tidak menyalahkan ia dan Juna terus, terhadap kejadian anak
"Tentu saja itu sangat mengejutkan dan menjijikan sekaligus," ujar Dea. "Jadi apa yang harus aku lakukan? Rani dilindungi olehnya kan?" "Betul Mami diancam oleh suami Mami, hiks...""Diancem apa Mami?""Diancem, kalau lapor sama kamu mungkin dia akan melakukan hal yang buruk ke Mami!""Oh my God! Mami! Lebih baik Mami pulang ke Indonesia, Mami bisa tinggal sama aku. Juna akan ngelindungin kita!""Tapi...""Dea nggak mau Mami harus mengalami semua ini, dan bertahan sama pria brengsek yang sakit jiwa itu!""Bukan gitu Sayang, tapi Mami ....""Apa yang kamu bicarakan dengan anakmu?" tanya sebuah suara.Itu suara pria dan..."Ah!"Julia teriakan kencang, suaranya berasal dari seberang sana. Hal itu membuat Dea langsung terkejut, itu jelas suara suami Julia dan Julia berteriak karena sebuah tindakan yang sayangnya tidak Dea ketahui."Mami!!!" panggil Dea panik.Akan tetapi, tidak ada jawaban. Ia berkali-kali memanggilnya, dan sambungannya pun terputus."Apa yang harus aku lakukan sekaran