Satu pasien telah ia atasi, hanya pria itu lah yang memiliki janji konsultasi dengannya. Selebihnya tidak ada, karena setiap hari Senin, Sabtu dan Minggu ia tidak mengisi Praktek di Rumah Sakit tersebut. Waktu luangnya ia gunakan untuk membantu Yayasan milik Kedua Orang Tuanya dan mengajar Mengaji setiap sorenya serta melakukan pengecekan Manajemen saja.
Drrrrttt...Ponsel diatas meja bergetar, ia melirik siapa yang mengirim pesan untuknya. Waktu masih menunjukkan pukul sembilan pagi, masih belum terlalu terik untuk mengiyakan ajakan si pengirim pesan tersebut. Ia melepas Jas putih kebanggaannya, kemudian meninggalkan Rumah Sakit tempat ia bekerja.Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai karena jalanan cukup senggang, mungkin karena hari libur dan masih terbilang pagi. Sehingga sebagian orang memilih untuk berdiam diri dengan aktivitas mereka masing - masing didalam Rumah."Akhirnya datang juga Atlet kita." Seru seorang pria berusia diatasnya dan menyambut kedatangannya."Apa kabar?" Tanya nya pada pria itu - Zafir. Begitu sapaan akrab para sahabatnya."Alhamdulillah kayak yang lo liat didepan lo ini.""Alhamdulillah.. Minta gue buat kesini emangnya ada lawan yang sepadan sama gue?" Sombongnya."Cih! Sombong." Balasnya sambil berdecih dan diikuti kekehan pria didepannya."Lo liat itu cewek? Permainannya bagus, dari kecil udah dicekoki Tenis sama Bokapnya. Dia Putri sahabat Almarhum Bokap gue.""Hmmm.. Lumayan oke juga permainannya. Terus maksud lo gue harus lawan cewek? Sorry bukan level gue kalo harus lawan cewek.""Sekali - kali, lo harus lawan dia. Permainannya gak jauh beda dari lo, dan yang pasti elo gak boleh ngalah. Dia bakal kecewa banget sama lawannya kalo si lawan pura - pura lemah.""Emangnya kenapa harus gue? Enggak lo aja atau yang lain?""Disini gak ada lawan seimbang, tuh Bokapnya aja uda kualahan.""Ck..ck..ck.. Gue udah kaku, lama gak main.""Tadi nyombong, sekarang merendah." Sarkasnya."Neng! Kasian Ayah, Abang punya lawan sepadan buat Neng." Teriaknya pada seorang wanita yang tengah bermain dengan Pria paruh baya. Sontak Ayah dan Anak itu menghentikan permainan dan menoleh kearah suara.Deg..Entah perasaan apa ini, setiap kali Daffa bertemu dengan wanita itu yang ia rasakan aliran darahnya seakan berdesir. Jantungnya tiba - tiba berdetak tidak beraturan, sehingga mengharuskan ia menghitung denyut nadi dipergelangan tangannya."Apa ini sebuah kebetulan? Kenapa beberapa hari ini aku sering bertemu dengannya? Jika memang dia jodohku, kenapa harus Istri orang ya Allah." Batinnya menjerit."Heh! Ngalamun wae. Tersepona sama kecantikannya ya? Bisa kali --""Hus, Udah - udah. Omonganmu ngalor ngidul." Daffa mengajak Sahabatnya kearah Lapangan.Pria paruh baya seusia sang Ayah menghampiri kedua pemuda itu dan bersalaman dengannya."Ini sahabat yang kamu ceritakan tadi Fir?" Kata Burhan sembari menunjuk Daffa dengan dagu."Iya Om. Dia lawan seimbang si Neng.""Syukur lah kamu cepat datang, Saya sudah tidak kuat. Salah saya juga karena menerima tantangan putri bungsu saya." Katanya dengan suara ngos - ngosan dan menepuk pundak Daffa."Tapi saya tidak pernah melawan perempuan Pak.""Tenang saja, Casing nya perempuan. Tapi tenaganya kayak laki - laki. Anggap saja lawanmu itu seorang pria." Kekeh Pria paruh baya itu."Ayah lama banget sih." Wanita itu mengayunkan kaki jenjangnya kearah sang Ayah."Nduk, pria muda ini bakal jadi lawan sepadanmu.""Jadi Ayah cari Joki buat lawan aku? Cih katanya sanggup." Mazaya berdecih.Ya, Anak dan Ayah itu adalah Burhan beserta Putri bungsunya - Mazaya. Setelah pulang dari pasar, ia bergegas mengganti pakaian dan menagih janji sang Ayah untuk melawannya bermain Tenis."Lagian kamu ada - ada aja Neng, masa Ayah disuruh lawan kamu.""Ayah juga sih yang rese tadi shubuh.""Kamu masih aja gak berubah Neng - Neng." Zafir mengusap puncak kepala wanita didepan sahabat Almarhum Ayahnya. Persahabatan sang Ayah dengan Burhan berlangsung lama, tepatnya sejak sekolah menengah atas hingga ajal menjemput Toni - Ayah Zafir.Burhan menganggap Zafir seperti putranya sendiri, ia memperlakukan Zafir seperti Ketiga Putra Putrinya. Bahkan Eran, Mafaza dan Mazaya sudah menganggap seperti Kakak baginya."Gimana? Masih mau main gak? Lawannya sepadan nih.""Hmm.. Boleh deh. Tapi jangan pura - pura lemah dan ngalah ya." Peringatnya."Baik lah." Daffa mengiyakan.Keduanya bermain seri, sedangkan kedua pria dipinggir lapangan hanya berdecak kagum dengan permainan pria dan wanita ditengah lapangan tersebut."Bisa kali Om dijodohin." Ucap Zafir."Adikmu satu itu susah Fir. Kalau memang bisa ya gak apa - apa dijodohkan, tapi Zaya diajak nikah sama Wibi aja gak mau. Padahal mereka berpacaran kurang lebih dua tahun lamanya.""Zafir sangat mengenal Zaya Om, dia pasti benar - benar mencari jawaban pada Tuhannya. Dia tidak ingin salah langkah, terlebih yang lagi ramai saat ini adalah meningkatnya persentase perceraian di Pengadilan Agama. Bukan hanya pasangan Muda, tapi pasangan berusia paruh baya pun tidak sedikit yang mengajukan perceraian. Bahkan kemarin ada yang pernikahannya baru satu bulan, sang wanita sudah mengajukan perceraian karena KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).""Yah, Om membenarkan perkataanmu. Kalau feeling Om sepertinya ada yang disembunyikan oleh Zaya, dan Om yakin itu lah alasan Zaya menolak ajakan Wibi untuk menikah.""Yah, who knows." Zafir menggedikkan bahu.Bugh..."Aaaaaawwww..."Kedua pria beda generasi itu menghentikan obrolannya dan mencari arah suara tersebut. Ya, mereka melihat Mazaya sudah tersungkur diatas lapangan dengan Daffa yang tengah berlari menghampiri wanita itu. Sontak hal tersebut membuat mereka berdua berlari ke tengah lapangan guna mengecek kondisi wanita muda tersebut."Kamu kenapa tiduran disini Nduk? Panas lho, mending tiduran di Rumah aja lebih adem.""Ih Ayah, anaknya jatoh. Mana kaki sakit banget, gak bisa digerakin." Rengeknya."Oh jatoh. Ayah gak kuat angkat kamu Nduk, biar Zafir aja yang gendong kamu buat ke tepi.""Sebentar Pak, boleh saya cek terlebih dahulu? Takutnya ada keretakan pada tulang Putri Bapak. Dan hal itu tidak bisa dipindahkan begitu saja.""Tenang Om, dia Dokter. Meskipun spesialis kejiwaan." Kekeh Zafir."Ah ya silahkan dicek saja, mau bagaimana pun Ilmu Kedokteran masih melekat pada sahabatmu." Daffa mengangguk setelah mendapat persetujuan."Maaf, saya buka sepatu kamu." Daffa membuka sepatu berwarna putih pink itu dengan sangat berhati - hati. Sedangkan Mazaya meringis menahan sakit."Hanya keseleo, dan kakinya mulai membengkak. Kita bawa langsung ke Rumah Sakit agar tidak semakin parah.""Yauda bawa aja si Neng sama lo, gue nyusul bawa mobil masing - masing sama Om Burhan." Usul Zafir."Gak usah protes!" Peringat Burhan saat Mazaya hendak melakukan protes. Sontak membuat wanita itu mengerucutkan bibirnya sembari menahan sakit dipergelangan kaki kirinya.Didalam Sebuah Rumah berlantai dua bergaya modern dengan cat berwarna putih dipadukan coklat serta cream menambah kesan mewah meski tidak masuk kategori rumah mewah pada umumnya. Seorang wanita paruh baya tampak cemas ketika sang Suami dan Putri Bungsunya belum juga pulang kerumah, padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Tidak seperti biasanya mereka pulang terlambat dan tidak memberikan kabar sama sekali, bahkan ponsel milik sang Suami dan Putri bungsunya tidak dapat dihubungi. Lebih tepatnya tidak memberikan jawaban pada panggilannya.Saat ini wanita paruh baya tersebut tengah berada di Rumah hanya bersama dua Asisten Rumah Tangga dan Sopir merangkap tukang kebun di Rumah tersebut. Sedangkan Mafaza beserta Suami dan Anak semata wayangnya berada di Cabang Restaurant yang belum lama mereka dirikan. Ponsel berdering nyaring, tertulis nama "ERAN" pada layar ponsel tersebut. Sedikit kecewa rasanya ketika membaca nama Putra sulungnya, bukan Eran yang ia harapkan untuk meng
2 Hari kemudian..Acara pernikahan mewah nan megah dengan dekorasi serba putih menghiasi Ballroom Hotel bintang lima. Banyaknya tamu undangan berlalu lalang, memberi ucapan, hingga menyantap hidangann yang telah disediakan. Tertulis pada papan berhias bunga segar "Welcome To Our Wedding Wibisana Dan Sahila" Kedua mempelai saling bertukar senyum menawan, bahkan pengantin wanita sangat anggun dengan Ball Gown berwarna putih yang ia kenakan."Om.. Tante.. Terima kasih sudah bersedia hadir di Acara pernikahan kami. Maafkan saya jika banyak salah sama kalian dan Zaya.""Kami yang seharusnya berterima kasih karena bersedia mengajak kami menikmati moment bahagia kalian. Semoga jadi Keluarga Sakinah Mawaddah dan Warahmah, serta memberikan keberkahan pada ibadah terpanjang kalian." Ujar Burhan, yang saat ini tengah hadir ke acara pernikahan mantan dari putri bungsunya."Aamiin.. Terima kasih banyak atas do'a yang diberikan." Kemudian menjawab anggukan pelan dari kedua pasangan paruh baya itu
Hari ini Mazaya hanya diantar oleh Sopir pribadi sang Ayah untuk melakukan kontrol di Rumah Sakit. Ia menggunakan kursi roda yang disediakan oleh pihak Rumah Sakit dan didorong oleh Pak Kamim. Sesampainya di Loby, ia bertemu dengan Daffa. Jelas saja mereka bertemu, karena pria itu ada praktek hari ini. Daffa menghampiri Mazaya yang tengah mendaftar untuk pemeriksaan. Ia menawarkan diri untuk membantu melakukan pendaftaran dan pengambilan nomor."Apa Pak Dokter sibuk?" Tanya Pak Kamim."Tidak, saya hanya perlu menunggu satu pasien lagi. Ada apa Pak?""Bisa tolong temani Si Non dulu Pak? Perut saya mules." Katanya kemudian."Ah iya, toilet disebelah sana. Saya akan bantu melakukan pendaftaran dulu.""Baik Pak Dokter, Terima kasih.""Ada data diri atau apapun?""Saya pakai Asuransi, dan ini identitas saya." Katanya ditengah bergelutnya pemikiran Mazaya mengenai identitas."Ah ya Rumah Sakit ini milik Peru
Daffa menatap kearah jalan raya, ia menemukan sosok yang tidak asing baginya. Seorang wanita dewasa tengah membantu anak Anak laki - laki berusia empat tahun untuk turun dari Kendaraan roda empat.Wanita itu berjalan beriringan dengan anak laki - laki yang bersamanya, ia hanya menyapa Daffa sekedarnya. Meski hal itu membuat pria tersebut tampak sedikit terkejut, pasalnya wanita dewasa yang ia kenal dengan nama Mazaya bersikap seolah mereka tidak saling kenal. Dan ah ia baru saja ingat, bahwa Mazaya memiliki saudara kembar."Apa dia saudara kembar Zaya? Sepertinya memang benar wanita itu saudara Zaya." Batinnya sembari menatap Wanita tersebut."Istri orang lho Daf." Suara itu sontak memecahkan pikiran yang tengah berperang."Assalamu'alaikum Umi. Kenapa gak salam sih Mi?""Wa'alaikum salam.. Umi sudah salam tapi kamu asik merhatiin Istri orang, dosa lho Daf.""Bukan yang itu Mi, tapi saudara kembarnya.""Saudara kembarnya
Setelah menyelesaikan Pertemuan Tim dan mengemukakan keinginan atasannya, Mazaya saat ini tengah berada didepan Restaurant milik saudara kembarnya diantar oleh Pak Kamim."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikum salam, Bu Faza ada diatas Ruang VIP Bu." Kata salah satu waiters di Restaurant tersebut."Terima kasih Jia." "Sama - sama Bu."Mazaya memasuki elevator kapsul di Restaurant itu, memang Restaurant di Pusat terdiri tiga lantai dengan rooftop dilantai paling atas."Menyusahkan, kenapa lantai dua sih." Gerutunya."Kan bisa pakai elevator." Kata seorang pria disebelahnya. Sontak membuatnya terjingkat kaget saat mendengar suara yang pernah ia kenali."Pak Ustad?""Assalamu'alaikum..""Wa'alaikum salam.""Silahkan masuk." Katanya saat pintu elevator terbuka."Lantai?""Oh saya dua.""Sama kalau begitu.""Hmmm.." "Bagaimana keadaan kaki kamu?""Seperti yang Pak Ustad lihat.""Sudah tidak bengkak lagi, jangan terlalu sering buat jalan dulu. Takutnya bengkak lagi." Sarannya."Terima kasih, saya
Satu Minggu kemudianPekerjaan menumpuk karena ia sempat tidak masuk satu minggu lamanya. Bahkan sekarang ia harus memilih kandidat yang tepat untuk program training setiap tiga tahun sekali yang diadakan oleh Perusahaan tempat ia bekerja. Sebagai Manajer Personalia ia harus extra membantu para timnya dalam melakukan perekrutan. Meski Mazaya berjalan dengan bantuan tongkat, hal itu tidak menyulitkan pekerjaannya."Sudah ditentukan hasilnya?" Tanya Mazaya pada salah seorang dibagian rekrutmen.."Sudah Bu, ada dua puluh lima kandidat. Dan pihak manajemen minta sepuluh diantaranya.""Kita lakukan tes uji kelayakan dan segera diskualifikasi yang tidak mematuhi aturan kita.""Baik Bu. Maaf Bu, apa Ibu juga akan melakukan Uji kelayakan bersama kami?""Ya, saya akan turun langsung. Dan jangan lupakan Interview terakhir dengan para petinggi, saya juga akan andil dalam interview tersebut.""Baik, bisa kita mulai sekarang Bu?""Ya, jangan buang waktu."Tim perekrutan bersiap untuk melakukan Tes
Ada bahagia..Ada Kepedihan..Itu yang dinamakan kehidupan, tidak melulu tentang kebahagiaan atau kesedihan. Keduanya akan seimbang seiring berjalannya waktu, layaknya sepasang kekasih yang saling melengkapi.Meski langit terlihat gelap karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, namun cahaya dan kerlip lampu kota dibawah sana tampak cantik.Empat puluh lima menit Pesawat berwarna hijau putih mendarat di Juanda International Airport yang terletak di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Setelah mengurus ini dan itu, Keluarga Burhan berjalan tergesa - gesa dan menuju ke Kendaraan roda empat yang telah disediakan oleh pihak Keluarga Farida.Kendaraan yang mereka tumpangi melaju pesat menembus gelapnya malam, jarak tempuh Juanda ke Kota Kediri hanya memakan waktu kurang lebih dua jam lamanya hingga akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan. Tepatnya disalah satu Rumah Sakit terbaik di Kota Tahu tersebut.Diluar Ruang ICU mereka telah disambut oleh beberapa Keluarga, tangis kepedihan berh
Manusia lekat dengan peristiwa Kehidupan dan KematianKeduanya tidak akan pernah terpisahkan meski bertolak belakang..Tapi apakah ada cinta abadi yang dibawa sampai mati?Ada..Yaitu Cinta kepada Sang Pencipta, Kepada Orang Tua, serta Keluarga..Pagi menjelang, para pelayat mulai berdatangan. Karangan bunga bela sungkawa memenuhi pekarangan dan jalanan Kediaman Kedua orang tua Farida. Panca - Ayah Farida dengan setia duduk disamping Sang Istri yang telah terbujur kaku berbungkuskan kain kafan berwarna putih. Wajah cantik dan seulas senyum dibibir pucat Padma - Ibu Farida menjadi saksi bisu semasa hidup wanita senja berusia delapan puluh dua tahun tersebut.Sedangkan Mazaya, wanita muda berpakaian serba putih itu tengah membaca surat yasin untuk sang Nenek sembari mengusap kaki Padma. Beberapa kali ia mengusap air matanya, hingga ia tak sadar ada Zafir yang tengah memotretnya dalam diam dan mengirimkan pada seseorang."Sudah saatnya Bu Padma diantar ke Rumah terakhirnya." Ucap salah s
Note untuk semua pembacaku : Hai semuanya, maaf banget ya uda ber bulan-bulan aku g update. Nenek tercinta aku meninggal dibulan Maret 2024 tepatnya beberapa hari sebelum puasa, disitu aku bener - bener down banget. Setelahnya aku repot banget karena Ade Ipar lahiran, fokus puasa juga, lebaran kedua orang tuaku pulang ke Jawa Timur. Jadinya selama orang tuaku di Jawa Timur, waktuku bener - bener buat mereka. Setelah lebaran aku sibuk urus ini itu buat pendaftaran sekola TK anak semata wayang aku dan disibukkan lagi sama lomba kontes fotogenic anak aku (Alhamdulillah masuk 5 besar, meskipun bakal sibuk sama Grand Final se Jawa Timur dan pekerjaan utamaku yg super duper sibuk banget tp In shaa Allah aku tetep usahakan mulai update bab baru.) do'ain ya semua, semoga kalian mengerti. **** Satu Minggu kemudian Kepulangan Mazaya dan kembali nya wanita itu di Kantor tempat ia bekerja disambut hangat oleh para Direksi dan Karyawan lainnya. Bahkan tak segan untuk melakukan syukuran kar
Daffa meletakkan ponselnya diatas nakas setelah ia memutuskan panggilan dari sang Ayah dan kembali berbaring disebelah Mazaya."Ada apa Mas?""Orang tua almarhumah datang kerumah.""Ngapain?" "Minta tolong Mas buat bantu usut kejanggalan peristiwa yang dialami Almarhumah.""Hah? Kok bisa?""Erika sepupu Almarhumah satu - satunya saksi di Tempat itu, setelah sekian lama mengalami trauma akhirnya dia bangkit dan membuka suara. Disitu lah Pak Zaenal ingin mengusut tuntas kejadian tersebut.""Hmmm.. Aku jadi ada ide."***Waktu masih menunjukkan pukul dua pagi, udara diluar sana tampak dingin meski berada dibilangan Ibu Kota. seorang pria berjalan sempoyongan bersama wanita berambut pendek, didepan pintu wanita itu menekan bel rumah dan tak lama seorang paruh baya membukakannya."Astaga Wibi." Begitu kata paruh baya itu saat mendapati Putra bungsunya dalam keadaan mabuk berat. Ia membantu memapah sang Putra dan mengalihkan pandangannya pada wanita muda didepannya."Terima kasih sudah men
Beberapa bulan kemudianBandar Udara Internasional Soekarno - HattaHiruk pikuk suasana Bandara di Sore hari membuat area kedatangan dari Luar Negeri tampak padat. Banyak wanita muda berkerumun didekat pintu keluar dan beberapa wartawan berada disana."Nduk.. Mazaya..." Seorang wanita paruh baya memecah belah kerumunan itu saat sang Putri terlihat batang hidungnya."Bunda." Serunya sembari berlari kecil dan memeluk sang Ibu."Jangan disini, ada yang lagi nunggu idola nya dateng tapi malah elo yang keluar." Kata Mafaza sembari memeluk saudara kembarnya.Ketiga wanita beda generasi itu menyingkir dari kerumunan dan memilih untuk menepi. Daffa tampak tersenyum saat mendapati wanita yang selama ini ia rindukan disetiap harinya.Mazaya menghampiri sang Suami, Ayah serta Kakak Iparnya dengan hati membuncah. Rasa rindu tak tertahankan kini tumpah ruah tak terbendung lagi."Seharusnya cium tangan suamimu dulu baru Ayah Nduk. Karena sekarang kamu sudah memiliki suami.""Lupa kalo udah punya su
Apartement Lee Garden"Hari ini IGD gila - gilaan ya?" Ungkap salah seorang wanita berprofesi sebagai perawat yang tengah bersama dua rekan wanita seprofesinya."Hhh bener banget, tadi juga ada Ibu Hamil yang diharuskan operasi darurat karena Kecelakaan itu.""Iya iya, untung Dokter Daffa gercep sampai Rumah Sakitnya.""Eh ngomong - ngomong, kalo bahas Dokter Daffa kenapa dia nikahnya buru - buru ya? Apa jangan - jangan si cewek itu hamil duluan?""Hus sembarangan lo kalo ngomong. Dokter Daffa di Yayasan bokapnya dijuluki Ustad.""Apa hubungannya? Siapa tau si cewek itu yang ngebet terus jebak Dokter Daffa.""Kalo gak tau apa - apa mending diem, asumsi lo jatuhnya fitnah. Mereka udah punya hubungan yang sempat kandas karena Dokter Daffa dijodohin orang tuanya. Sekarang mereka bersatu lagi setelah si cewek dan Dokter Daffa ditinggal tunangan masing - masing. Si cewek gak ada waktu kalo harus lakuin hal rendahan kayak yang
Bandar Udara Internasional Baiyun Guangzhou - TiongkokWaktu menunjukkan pukul sebelas malam, Daffa tengah berada di Bandara Guangzhou. Setelah pagi hari mengucap Ijab Qabul dihadapan Burhan, sore hari ia berangkat ke Negeri Tirai Bambu tanpa sepengetahuan Mazaya. Ia ingin memberi kejutan untuk sang Istri di Negara itu.Tiga puluh menit ia tempuh untuk sampai di Kediaman Ranggana dan Lin Jin Gouw. Tidak ada kemacetan di Kota ini, karena pemerintah memberikan beberapa pilihan transportasi umum untuk bepergian guna menekan kemacetan di Kota tersebut. Jadi hal itu membuat Daffa memilih menggunakan Taksi agar cepat sampai ditempat Mazaya berada.Sepasang paruh baya tengah menunggunya didepan Gerbang saat ia sampai di Kediaman itu. Senyuma hangat tercetak jelas pada bibir Yunita. "Selamat atas pernikahan kalian berdua." Itu lah kata sambutan yang lolos dari Yunita."Terima kasih Bu.""Jaga Mazaya seperti kamu menjaga dirimu sendiri."
Satu Bulan KemudianHingga lah dihari yang ditunggu - tunggu oleh Daffa dan Mazaya. Setelah kedua Keluarga menyelesaikan pemberkasan persyaratan pernikahan untuk putra putrinya, hari ini Daffa tengah berada di Ruang Keluarga Kediaman Burhan dengan dekorasi bunga segar minimalis dan Panggilan Video tergambar jelas pada proyektor. Mazaya tampak berada disuatu Rumah yang tak asing bagi Daffa, Ruang Keluarga penuh kehangatan dengan unsur China yang sangat kental. Wanita muda itu sekarang berada di Kediaman Ranggana Prasetyo dan Lin Jin Gouw - Ayah dan Ibu Yunita. Mazaya tampil cantik dan anggun dengan balutan kebaya berwarna putih dan make up tipis menghiasi wajah cantiknya. "Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Ananda Daffa Khafid Irsyad bin Efendi Mufid Mu'tashim dengan anak saya yang bernama Mazaya Eiliya Syakib dengan maskawinnya berupa Satu Unit Rumah, Emas Logam mulia seberat dua puluh gram, tunai." Burhan mengucapkan Ijab Kabul dengan suara bergetar
"Pak Burhan, Bu Farida. Saya Daffa Khafid Irsyad ingin meminta izin Bapak dan Ibu untuk meminang Mazaya Eiliya Syakib menjadi Istri dunia akhirat saya. Apa Bapak dan Ibu berkenan?" Daffa mengatakannya dengan bersungguh - sungguh, dan pastinya ia menatap kearah Mazaya dengan tatapan teduh.[Abi : Nak Daffa, jawabannya saya serahkan ke Mazaya. Tapi hanya satu permintaan saya ke Nak Daffa kalau Mazaya menerimanya. Tolong jaga dan bahagiakan dia seperti kami menjaganya selama ini.]"Baik Pak, In shaa Allah akan saya penuhi permintaan Bapak.""Mas aku belum jawab loh." Kata Mazaya."Jawabanmu apa Zay?""Bismillah.. Karena aku pernah nazar buat nerima seseorang yang ajak aku nikah, jadi aku gak akan nolak kamu kalau memang kamu sungguh - sungguh sama aku Mas. Aku harap memang kamu laki - laki yang sudah Allah tetapkan buat aku, anggap kedua orang tuaku seperti orang tuamu sendiri. Begitu juga sebaliknya, aku akan anggap Abi dan Umi sebagai kedua orang tuaku." Jawab Mazaya dengan kemantapan
"Beliau mengubah sudut pandangnya tentang kamu sekarang. Kamu percaya kalau kebaikan akan membawa keberkahan buat diri kita?""He em.. Kenapa emang?""Ada kebaikan yang kamu lakukan dan buat Abi mengubah sudut pandangnya tentang kamu.""Ih maksudnya gimana sih?""Zay, waktu kamu pulang umrah. Ada Bapak - Bapak yang kamu tolong.""Bapak - Bapak? Ah ya inget, Mas tau darimana?""Bapak - Bapak itu Abi saya Zay.""Pak Mufid?""Hmm.. Bahkan kamu ingat namanya.""Iya ingat. Aku tau suatu kebaikan akan membawa berkah, tapi dalam konteks pembahasan kita ini berkah yang kayak gimana?""Abi minta saya buat ngejar kamu, Abi gak nuntut saya lagi buat nikah sama orang - orang yang beliau jodohkan. Zay, saya serius sama kamu. Kamu mau melanjutkan hubungan kita yang sempat terhenti?""Tapi Mas --""Kamu bisa pikir - pikir dulu." Daffa berdiri hendak meninggalkan unit Mazaya, namun dengan cepat wanita muda itu menahan pergelangan tangan Daffa. Tatapan sendu wanita itu membuat Daffa mengurungkan niatn
Setelah pulang bekerja dan kembali ke Apartement, Mazaya dikejutkan dengan keberadaan beberapa orang tengah mengobrol menggunakan bahasa. Bahkan saat berada di Elevator pun ia menjumpai sekelompok orang dengan koper dan ransel menuju lantai yang sama.Beberapa dari mereka terlihat menyapanya meski hanya menganggukkan kepala dan tersenyum ramah. Elevator pun berhenti dilantai unit miliknya, ia keluar dari benda kotak itu dan masuk ke dalam unit.Sedangkan sekelompok orang itu bertemu dengan seorang pria berbadan tegap dan berwajah tampan yang baru saja keluar unit."Dokter Daffa, saya tadi liat wanita berhijab cantik banget. Apa jangan - jangan orang Indonesia juga ya? Atau orang Malaysia?" Kata seorang pria yang berprofesi sebagai perawat dengan antusias."Sama kayak kita." Jawabnya singkat."Wah beneran? Tapi Dokter kok bisa tau?""Ini kunci kalian, masing - masing unit diisi tiga orang. Terserah siapa mau satu kamar sama siapa." Setelah memberikan kunci kepada rekan tim medis, Daffa