Berita mengenai dirinya semakin ramai diperbincangkan, sudah tiga hari lamanya berita palsu mengenai dirinya bergentayangan di Perusahaan tersebut. Tatapan hingga perkataan yang tidak mengenakan kerap kali ia rasakan dan dengar dari Karyawan baru. Bahkan hingga saat ini Karyawan baru tidak ada yang tau posisinya di Perusahaan itu.
"Kami tidak ada yang percaya dengan berita itu, tapi kenapa kamu tidak mengatakan apapun kepada kami Mazaya?" Kata Giono - Direktur Pemasaran.Ya, saat ini ia tengah berada disebuah Ruangan dengan meja oval untuk bertemu para petinggi di Perusahaan tersebut. Termasuk Irawan tidak luput dari pertemuan itu."Karena tidak ada yang perlu saya jelaskan.""Kami tau Mazaya, tapi kalau kamu diam seperti ini bukan kah justru memperkeruh suasana? Apalagi saya dengar kamu sengaja tidak memberitahu posisi kamu disini sama Karyawan Baru. Apa itu bentuk penyamaran kamu?" Tutik - Direktur Keuangan ikut membuka suaranya."SayaSetelah mendapat ultimatum dari sang Ayah, Daffa tampak memikirkan suatu hal. Ya apalagi kalau bukan mengenai Mazaya. Pasalnya pria itu belum mendapat kalrifikasi atau jawaban dari sang Wanita mengenai rumor yang dikatakan oleh Giana saat itu. Salah dia sendiri karena terlalu sibuk dengan pekerjaan dan tidak ingin membahas hal itu saat berkomunikasi dengan Wanitanya. Saat ini ia tengah berada didalam Ruangan tempat ia bekerja di Rumah Sakit, pesan yang ia kirimkan untuk Mazaya belum juga mendapat balasan dari wanita itu. Bahkan panggilannya pun sempat dialihkan dan kemudian nomor ponsel wanita itu tidak aktif. Hingga akhirnya benda pipih diatas meja kerjanya bergetar dan menampilkan sebuah pesan teks. [Mazaya : Pulang kerja aja jemput aku, aku gak bawa mobil.] Lega rasanya membaca pesan itu, tidak bertemu saat jam istirahat tidak masalah. Yang penting hari ini ia bertemu dengan pujaan hati dan memperjelas rumor yang ia dengar tempo hari. **
Flashback.. “Kamu gak berat apa bawa – bawa raket begitu?” “Enggak, kan Zaya langsung naik ojol dari sini. Jadi gak perlu ikut Bunda ke Parkiran dulu, gak apa – apa kan? Efisien waktu Bunda.” Katanya sembari memilih wortel manis untuk persediaan di Rumah. “Yasudah iya, apa sih yang enggak buat si bungsu.” Disaat Farida dan Mbok Darmi tengah memilih sayur, ada kegaduhan didekat mereka. Sontak membuat Farida memutar tubuhnya untuk melihat apa yang terjadi, ia menatap seorang pria tengah berlari sembari membawa dompet wanita. Sontak membuatnya mengayunkan kaki kanan dan terjegal lah pria itu. Sedangkan Mazaya sendiri merasakan ada yang tidak beres dengan tindakan sang Ibu, ia ayunkan raket tenis yang sedari tadi ia gendong dipunggungnya kearah pria itu. Karena melihat aksi heroik Ibu dan Anak tersebut, para pedagang pria segera mengamankan pria yang diduga copet hingga petugas keamanan datang. “Nama saya Yunita Mahardika, saya pemilik
“Jadi Giana cari masalah sama Manajer Personalia di Kantor itu?” Kata Maryam saat sang Putra sulung menceritakan semuanya kepada kedua Orang tuanya. “Iya Umi.” “Tapi kenapa Giana sampai segitunya sama Mazaya Daf?” “Entah Bi, Mazaya tidak menceritakan masalah itu sama Daffa. Tapi dia Cuma bilang ada wanita yang dari awal bertemu tatapannya tidak bersahabat, sempat mengatakan bahwa Mazaya cacat. Dan wanita itu Giana, wanita yang pernah Abi kenalkan sama Daffa.” “Iya maafkan Abi, Abi sudah memperkenalkan wanita yang Abi sendiri tidak mengenalnya. Tapi apa benar Mazaya cacat?” “Enggak Bi! Mazaya wanita shaleha, Cantik, Sehat wal'afiat “ Kata Maryam membanggakan. “Tapi kata Giana, wanita itu cacat, maksudnya gimana?” “Mazaya sempat kesleo saat main tenis sama Daffa, ia diharuskan mengenakan alat bantu untuk jalan.” “Kamu main tenis sama dia?” “Hmm.. Itu awal perkenalan kami. Disana ada Ayah
Siang berganti malam, hiruk pikuk Ibu Kota tak kunjung surut oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Seorang pria menatap dinding kaca berpemandangan gemerlap lampu Kota. Secangkir coklat hangat ia nikmati sembari sesekali melirik ponsel diatas meja.Tangan besar menjulur dan mendarat tepat diatas lengan kirinya, ia tersentak dan tersadar dari lamunannya."Astaghfirullah..""Kaget? Sorry.""Assalamu'alaikum Bang Daf." Seorang wanita cantik mengembangkan senyum manisnya."Wa'alaikum salam Aziza." Daffa membalas salam dari wanita yang masih berdiri didekatnya."Kalian berdua ngedate?" Kemudian pria itu mengalihkan pandangan kepada pria disebelah Aziza."Maunya gitu, tapi gak sengaja liat ada cowok galau." Aziza hanya tersenyum sembari bergeleng melihat interaksi suami dan sahabatnya."Duduk sini. Coklat panasnya enak, makanya gue kesini.""Elo disini cuma mau minum coklat panas doang?" Zafir menarik du
Didalam kediaman milik Keluarga Burhan, Mazaya tengah bersiap untuk Tenis di lapangan komplek bersama Zafir. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, belum siang untuk melakukan kegiatan tersebut."Zay, gak mau dijemput sama Zafir aja?""Naik motor aja kenapa sih Bun? Orang cuma di Lapangan komplek doang.""Iya tapi gak tau kenapa perasaan Bunda gak enak begini ya? Apa kamu gak usah Tenis aja?""Emang anak Bunda cuma Zaya doang? Coba tuh hubungi anak laki - laki kesayangan Bunda, atau Mafaza tuh.""Apa lo nyebut nama gue?""Nyokap lo perasaannya gak enak katanya, gue suruh hubungi Mas Eran sama elo.""Yailah, tinggal ketok pintu doang ngapa sih? Kayak gue jauh aja dihubungi.""Siapa tau aja Bunda mager buat ketok pintu.""Udah - udah, kenapa kalian ribut pagi - pagi.""Zaya pergi dulu ya Bun, Assalamu'alaikum." Mazaya memeluk serta mencium kedua pipi sang Ibu, tak lupa mencium tangannya.
"Aw...." Tiba - tiba saja Mafaza mengaduh saat berjalan ke Ruang tengah menghampiri kedua orang tua, Kakak serta Kakak iparnya."Ada apa Za?" Tanya Burhan."Gak tau nih Yah, kepala Faza tiba - tiba sakit. Kayak dijedotin gitu, jantung juga deg - deg an gitu.""Kenapa Sayang?" Liam yang saat itu hendak menyusul ke Ruang Keluarga justru dikejutkan dengan adanya keluhan sang istri."Gak tau nih tiba - tiba aja kayak orang abis maraton gini jantung aku.""Ke Rumah Sakit aja Za, Liam buruan siapin mobil kita bawa Faza ke Rumah Sakit.""Enggak - enggak, Faza gak penyakitan. Asli ini beda Bun, perasaan Faza gak enak banget. Tiba - tiba aja kepikiran Zaya.""Iya ya, udah jam segini kok Zaya belum pulang juga." Kata Liam.Eran mencoba menghubungi adik bungsunya, namun tidak ada jawaban dari si pemilik ponsel. Rasa khawatir mencuat di Keluarga Burhan, pria paruh baya yang terbiasa dengan pembawaan tenang seperti air namun
Ketiga pria muda tampak kelimpungan mencari Mazaya, hingga tibalah mereka disebuah Gang sepi yang pernah Mazaya ceritakan. Gang penghubung pemukiman kampung yang kebetulan portal Perumahan terbuka lebar."Itu motor Zaya." Seru Liam, sedangkan Eran dan Zafir saling melempar pandangan satu sama lain dan bergegas menghampiri obyek perhatian mereka bertiga."Ini ponsel Zaya." Eran meraih sebuah ponsel yang tergeletak tak jauh dari motor hitam itu."Astaga kemana itu anak." Gumam Liam."Liam mundur tiga langkah, jangan maju sedikitpun." Kata Zafir."Ada apa Bang?" Liam berjalan mundur sesuai arahan Zafir dan menatap Pria itu yang tengah berjongkok didepannya."Darah." Lirihnya."Darah Bang?" Liam dan Eran kompak, kemudian mendapat anggukan dari Zafir.Dua orang security berbadan tegap menghampiri ketiganya, mereka tengah berkeliling untuk memastikan keamanan komplek dan mendapati ketiga pria yang keduanya ia kenal se
Potongan puzzle telah ia susun, namun sayangnya hanya mengingat sampai ia terjatuh dari motor. Tiba - tiba sekarang ia berada ditempat ini, entah tempat apa ini. Gelap dan pengap, terlebih ada sepasang manusia didepannya dengan tatapan tak bersahabat."Kamu --""Ya ini gue, inget sama gue? Orang yang udah lo depak dari Perusahaan raksasa itu.""Jadi benar kamu salah satu dari ketiga wanita itu?""Ya itu gue!""Lalu untuk apa kamu menyekap saya disini?""Masih nanya lagi lo! Gara - gara elo, gue ditolak beberapa Perusahaan! Dan lo tau akibatnya? Gue jadi ngutang sana sini karena butuh uang! Terus elo? Elo enak - enakan main Tenis ketawa ketawa.""Itu semua memang salah kamu! Kenapa harus menyalahkan saya? Coba kalau kamu patuh sama aturan Perusahaan, hal itu pasti tidak terjadi sama kamu."PLAK...Tamparan keras mendarat tepat dikedua pipi Mazaya. Panas! Hanya itu yang ia rasakan saat ini, belum lagi dar
Note untuk semua pembacaku : Hai semuanya, maaf banget ya uda ber bulan-bulan aku g update. Nenek tercinta aku meninggal dibulan Maret 2024 tepatnya beberapa hari sebelum puasa, disitu aku bener - bener down banget. Setelahnya aku repot banget karena Ade Ipar lahiran, fokus puasa juga, lebaran kedua orang tuaku pulang ke Jawa Timur. Jadinya selama orang tuaku di Jawa Timur, waktuku bener - bener buat mereka. Setelah lebaran aku sibuk urus ini itu buat pendaftaran sekola TK anak semata wayang aku dan disibukkan lagi sama lomba kontes fotogenic anak aku (Alhamdulillah masuk 5 besar, meskipun bakal sibuk sama Grand Final se Jawa Timur dan pekerjaan utamaku yg super duper sibuk banget tp In shaa Allah aku tetep usahakan mulai update bab baru.) do'ain ya semua, semoga kalian mengerti. **** Satu Minggu kemudian Kepulangan Mazaya dan kembali nya wanita itu di Kantor tempat ia bekerja disambut hangat oleh para Direksi dan Karyawan lainnya. Bahkan tak segan untuk melakukan syukuran kar
Daffa meletakkan ponselnya diatas nakas setelah ia memutuskan panggilan dari sang Ayah dan kembali berbaring disebelah Mazaya."Ada apa Mas?""Orang tua almarhumah datang kerumah.""Ngapain?" "Minta tolong Mas buat bantu usut kejanggalan peristiwa yang dialami Almarhumah.""Hah? Kok bisa?""Erika sepupu Almarhumah satu - satunya saksi di Tempat itu, setelah sekian lama mengalami trauma akhirnya dia bangkit dan membuka suara. Disitu lah Pak Zaenal ingin mengusut tuntas kejadian tersebut.""Hmmm.. Aku jadi ada ide."***Waktu masih menunjukkan pukul dua pagi, udara diluar sana tampak dingin meski berada dibilangan Ibu Kota. seorang pria berjalan sempoyongan bersama wanita berambut pendek, didepan pintu wanita itu menekan bel rumah dan tak lama seorang paruh baya membukakannya."Astaga Wibi." Begitu kata paruh baya itu saat mendapati Putra bungsunya dalam keadaan mabuk berat. Ia membantu memapah sang Putra dan mengalihkan pandangannya pada wanita muda didepannya."Terima kasih sudah men
Beberapa bulan kemudianBandar Udara Internasional Soekarno - HattaHiruk pikuk suasana Bandara di Sore hari membuat area kedatangan dari Luar Negeri tampak padat. Banyak wanita muda berkerumun didekat pintu keluar dan beberapa wartawan berada disana."Nduk.. Mazaya..." Seorang wanita paruh baya memecah belah kerumunan itu saat sang Putri terlihat batang hidungnya."Bunda." Serunya sembari berlari kecil dan memeluk sang Ibu."Jangan disini, ada yang lagi nunggu idola nya dateng tapi malah elo yang keluar." Kata Mafaza sembari memeluk saudara kembarnya.Ketiga wanita beda generasi itu menyingkir dari kerumunan dan memilih untuk menepi. Daffa tampak tersenyum saat mendapati wanita yang selama ini ia rindukan disetiap harinya.Mazaya menghampiri sang Suami, Ayah serta Kakak Iparnya dengan hati membuncah. Rasa rindu tak tertahankan kini tumpah ruah tak terbendung lagi."Seharusnya cium tangan suamimu dulu baru Ayah Nduk. Karena sekarang kamu sudah memiliki suami.""Lupa kalo udah punya su
Apartement Lee Garden"Hari ini IGD gila - gilaan ya?" Ungkap salah seorang wanita berprofesi sebagai perawat yang tengah bersama dua rekan wanita seprofesinya."Hhh bener banget, tadi juga ada Ibu Hamil yang diharuskan operasi darurat karena Kecelakaan itu.""Iya iya, untung Dokter Daffa gercep sampai Rumah Sakitnya.""Eh ngomong - ngomong, kalo bahas Dokter Daffa kenapa dia nikahnya buru - buru ya? Apa jangan - jangan si cewek itu hamil duluan?""Hus sembarangan lo kalo ngomong. Dokter Daffa di Yayasan bokapnya dijuluki Ustad.""Apa hubungannya? Siapa tau si cewek itu yang ngebet terus jebak Dokter Daffa.""Kalo gak tau apa - apa mending diem, asumsi lo jatuhnya fitnah. Mereka udah punya hubungan yang sempat kandas karena Dokter Daffa dijodohin orang tuanya. Sekarang mereka bersatu lagi setelah si cewek dan Dokter Daffa ditinggal tunangan masing - masing. Si cewek gak ada waktu kalo harus lakuin hal rendahan kayak yang
Bandar Udara Internasional Baiyun Guangzhou - TiongkokWaktu menunjukkan pukul sebelas malam, Daffa tengah berada di Bandara Guangzhou. Setelah pagi hari mengucap Ijab Qabul dihadapan Burhan, sore hari ia berangkat ke Negeri Tirai Bambu tanpa sepengetahuan Mazaya. Ia ingin memberi kejutan untuk sang Istri di Negara itu.Tiga puluh menit ia tempuh untuk sampai di Kediaman Ranggana dan Lin Jin Gouw. Tidak ada kemacetan di Kota ini, karena pemerintah memberikan beberapa pilihan transportasi umum untuk bepergian guna menekan kemacetan di Kota tersebut. Jadi hal itu membuat Daffa memilih menggunakan Taksi agar cepat sampai ditempat Mazaya berada.Sepasang paruh baya tengah menunggunya didepan Gerbang saat ia sampai di Kediaman itu. Senyuma hangat tercetak jelas pada bibir Yunita. "Selamat atas pernikahan kalian berdua." Itu lah kata sambutan yang lolos dari Yunita."Terima kasih Bu.""Jaga Mazaya seperti kamu menjaga dirimu sendiri."
Satu Bulan KemudianHingga lah dihari yang ditunggu - tunggu oleh Daffa dan Mazaya. Setelah kedua Keluarga menyelesaikan pemberkasan persyaratan pernikahan untuk putra putrinya, hari ini Daffa tengah berada di Ruang Keluarga Kediaman Burhan dengan dekorasi bunga segar minimalis dan Panggilan Video tergambar jelas pada proyektor. Mazaya tampak berada disuatu Rumah yang tak asing bagi Daffa, Ruang Keluarga penuh kehangatan dengan unsur China yang sangat kental. Wanita muda itu sekarang berada di Kediaman Ranggana Prasetyo dan Lin Jin Gouw - Ayah dan Ibu Yunita. Mazaya tampil cantik dan anggun dengan balutan kebaya berwarna putih dan make up tipis menghiasi wajah cantiknya. "Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Ananda Daffa Khafid Irsyad bin Efendi Mufid Mu'tashim dengan anak saya yang bernama Mazaya Eiliya Syakib dengan maskawinnya berupa Satu Unit Rumah, Emas Logam mulia seberat dua puluh gram, tunai." Burhan mengucapkan Ijab Kabul dengan suara bergetar
"Pak Burhan, Bu Farida. Saya Daffa Khafid Irsyad ingin meminta izin Bapak dan Ibu untuk meminang Mazaya Eiliya Syakib menjadi Istri dunia akhirat saya. Apa Bapak dan Ibu berkenan?" Daffa mengatakannya dengan bersungguh - sungguh, dan pastinya ia menatap kearah Mazaya dengan tatapan teduh.[Abi : Nak Daffa, jawabannya saya serahkan ke Mazaya. Tapi hanya satu permintaan saya ke Nak Daffa kalau Mazaya menerimanya. Tolong jaga dan bahagiakan dia seperti kami menjaganya selama ini.]"Baik Pak, In shaa Allah akan saya penuhi permintaan Bapak.""Mas aku belum jawab loh." Kata Mazaya."Jawabanmu apa Zay?""Bismillah.. Karena aku pernah nazar buat nerima seseorang yang ajak aku nikah, jadi aku gak akan nolak kamu kalau memang kamu sungguh - sungguh sama aku Mas. Aku harap memang kamu laki - laki yang sudah Allah tetapkan buat aku, anggap kedua orang tuaku seperti orang tuamu sendiri. Begitu juga sebaliknya, aku akan anggap Abi dan Umi sebagai kedua orang tuaku." Jawab Mazaya dengan kemantapan
"Beliau mengubah sudut pandangnya tentang kamu sekarang. Kamu percaya kalau kebaikan akan membawa keberkahan buat diri kita?""He em.. Kenapa emang?""Ada kebaikan yang kamu lakukan dan buat Abi mengubah sudut pandangnya tentang kamu.""Ih maksudnya gimana sih?""Zay, waktu kamu pulang umrah. Ada Bapak - Bapak yang kamu tolong.""Bapak - Bapak? Ah ya inget, Mas tau darimana?""Bapak - Bapak itu Abi saya Zay.""Pak Mufid?""Hmm.. Bahkan kamu ingat namanya.""Iya ingat. Aku tau suatu kebaikan akan membawa berkah, tapi dalam konteks pembahasan kita ini berkah yang kayak gimana?""Abi minta saya buat ngejar kamu, Abi gak nuntut saya lagi buat nikah sama orang - orang yang beliau jodohkan. Zay, saya serius sama kamu. Kamu mau melanjutkan hubungan kita yang sempat terhenti?""Tapi Mas --""Kamu bisa pikir - pikir dulu." Daffa berdiri hendak meninggalkan unit Mazaya, namun dengan cepat wanita muda itu menahan pergelangan tangan Daffa. Tatapan sendu wanita itu membuat Daffa mengurungkan niatn
Setelah pulang bekerja dan kembali ke Apartement, Mazaya dikejutkan dengan keberadaan beberapa orang tengah mengobrol menggunakan bahasa. Bahkan saat berada di Elevator pun ia menjumpai sekelompok orang dengan koper dan ransel menuju lantai yang sama.Beberapa dari mereka terlihat menyapanya meski hanya menganggukkan kepala dan tersenyum ramah. Elevator pun berhenti dilantai unit miliknya, ia keluar dari benda kotak itu dan masuk ke dalam unit.Sedangkan sekelompok orang itu bertemu dengan seorang pria berbadan tegap dan berwajah tampan yang baru saja keluar unit."Dokter Daffa, saya tadi liat wanita berhijab cantik banget. Apa jangan - jangan orang Indonesia juga ya? Atau orang Malaysia?" Kata seorang pria yang berprofesi sebagai perawat dengan antusias."Sama kayak kita." Jawabnya singkat."Wah beneran? Tapi Dokter kok bisa tau?""Ini kunci kalian, masing - masing unit diisi tiga orang. Terserah siapa mau satu kamar sama siapa." Setelah memberikan kunci kepada rekan tim medis, Daffa