āDan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.ā (Qs. Ar-Ruum: 21)šøšøšøāKak Haikal, sayang banget lho sama Kak Haira. Salsa mau nggak jadi adik Kak Haikal?ā Salsabila mengangguk tanpa berkedip. Haikal tertawa dibuatnya. "Oh iya, HARA itu nama kalian berdua?" "Iya, Tante. HA dari Haikal dan Ra Haira.""Kalau boleh tau, kapan Hara berdiri?" tanya Salwa. "Kata almarhum Papa, setelah Haira lahir. Makanya diberi nama Hara. Papa bilang kedua anaknya membawa keberkahan baginya.""Masya Allah. Kalian memang anak-anak yang beruntung. Menjadi cahaya mata bagi orang tua.""Sayangnya, Papa tidak lama menemani kami." Seketika wajah Salwa berubah. "Maaf," sesal Salwa.Haikal terkekeh. "Tidak apa, Tante. Itu sudah lam
Salwa menggeleng. āPalingan juga karena maag. Biasanya cukup minum madu dan jahe, in sya Allah,ā ucapnya sambil meletakkan tangan di atas dahi. Kepalanya pun kita terasa berat. āTapi lihat, kamu keringatan gini.āāIn sya Allah, akan pulih setelah istirahat. Jangan khawatir.āāAssalamu āalaikum, Umi.ā Salsabila muncul dengan pakaian seragam sekolah. Ia mengulurkan tangannya kepada ibunya. āYang saleh di sekolah, ya. Ingat, Allah selalu melihat kita!ā nasihat Salwa setelah menjawab salam putrinya. āIn Sya Allah, Umi.āāKalau begitu, aku mengantar Salsa dulu, ya. Nanti aku balik lagi ke sini. In Sya Allah,ā ucap Salman.Salwa mengangguk. āHati-hati di jalan.ā Ia memejamkan mata. Nyeri di kepalanya benar-benar tidak tertahankan. *** āAbi ga kerja?ā tanya Salwa setelah menyadari Salman berada di sisinya. Salman menggeleng. Ia memiringkan badannya, lalu menyentuh dahi Salwa yang terasa sangat dingin. āBagaimana sekarang perasaan Umi? Sudah agak baikan? Tidur Umi nyenyak sekali.āSal
āKamu ingat Aditya? Yang waktu bertemu di taman Siringan.āHaira menengadah. Sesaat kemudian ia mengangguk. Salwa menyandarkan punggungnya ke dinding.āDia sahabat aku dari kecil. Rumahnya berseberangan dengan rumahku. Jadi kami sering menghabiskan waktu bersama. Bermain, belajar, ke mana-mana sampai kami sudah seperti saudara kembar. Ketika SMP kami sering jalan-jalan meski hanya seputar kota. Taman-taman atau tempat rekreasi kota. Sudah SMA baru diizinkan menyambangi tempat rekreasi yang sedikit menantang seperti mendaki gunung atau mendatangi air terjun.āHaira menyipitkan matanya. Berusaha mencerna cerita Salwa dan mencocokkan dengan penglihatan sesaatnya tentang laki-laki yang diceritakan Salwa. āTapi mau ke mana pun kami pergi, mau ke kota, gunung, atau pantai, oleh-oleh yang kami buru adalah aksesoris.ā Salwa terkekeh. Pandangannya ke depan, tetapi ingatan melayang jauh ke belakang. Betapa ia sangat merindukan hal itu.āJadi aksesoris atau gelang ini sejenis simbol persahabata
āMau, tapi Salsa mau menemani Umi saja. Kasihan Ummi, sering ditinggal Abi. Kalau Abi ga ada di rumah, Umi sendirian dong,ā oceh Salsa.Salwa meraih kepalanya lalu menghadiahi sebuah ciuman. āUmi senang dengarnya, tetapi Umi lebih senang lagi kalau Salsa jadi anak yang bermanfaat buat agama dan negara. Umi hadiahkan Salsa untuk Allah.ā Spontan Salman dan Salsabila menoleh ke arah Salwa. āUmi tidak sayang sama Salsa?ā āKenapa Salsa bertanya begitu? Di dunia ini, Salsa orang yang paling Umi cintai. Karena cinta itulah, Umi harap Salsa bahagia, selalu dalam naungan Allah dan menjadi pejuang agama Allah. Tapi untuk mendapatkan semua ini, Salsa harus belajar agama sejak dini.ā āBukannya Umi sudah ngajarin di rumah? Salsa sering dapat pujian ibu guru dan di antara teman-teman hafalan Salsa yang paling banyak,ā sahut Salsa dengan wajah sedikit manyun. Salman terkekeh. Sebelah tangannya meraih pundak Salsabila. āIya, anak Abi paling pintar, Umi juga paling sayang sama Salsa. Umi cuma mem
āSungguh manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah. Dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir.ā (Qs. Al-Maarij: 22)šøšøšøšøāAstaghfirullah, Ibu. Kenapa ibu tega bicara begitu? Bagaimana pun Salwa ibu dari anakku. Coba Ibu pikirkan bagaimana Salsa besar tanpa didampingi ibunya.āāKamu bisa lihat Mona. Anaknya baik-baik saja orang tuanya pisah. Yang penting ibunya bisa merawat anak dengan baik, dan ayah tetap memberinya nafkah.āSalman menggelengkan kepalanya. āAku tidak tau mengapa ibu jadi mengentengkan masalah ini. Sadar, Bu. Jangan sampai uang menggelapkan hati nurani.āMunajah naik pitam. Ia menarik kakinya. āKamu mulai berani menceramahi Ibu?! Ingat, Man. Surgamu di telapak kaki ibu.āāTapi bukan begini caranya. Aku tidak mengerti, sampai sekarang mengapa Ibu tidak menyukai Salwa, padahal kurang baik apa dia pada Ibu? Dia yang melahirkan Salsa, cucu Ibu.āāDari awal Ibu tidak menyukainya dan sampai kapan pun.ā āAstag
Salwa melepaskan pegangan Haira. āAku mohon, jangan temui aku lagi.āāUstadzah.ā Haira menggelengkan kepalanya. Bibirnya kelu. Hatinya remuk, melihat tatapan dingin wanita yang dikaguminya. Ia hanya bisa pasrah menatap punggung Salwa yang menjauh. āUSTADZAH,ā teriak Haira. Kembali ia ingin segera mengejar Salwa, tetapi badannya dipegang Jamilah. Haira langsung menampik tangan ibunya. Mata merahnya semakin nanar. āHAIRA!ā bentak Jamilah. āDemi dia kamu berani menatap Mama seperti itu?!āāINI SEMUA KARENA MAMA,ā teriak Haira. āAKU BENCI MAMA!ā āHaira, tenangkan dirimu. Tak baik dilihat orang.ā Haikal mengingatkan.Haira mengedarkan pandangannya. Dua santri terpaku, menatap mereka. Dua santriwati itu menjauh, begitu menyadari Haira balik menatap.āMasuklah! Nanti sehari dua hari kamu bisa meminta maaf kepadanya. Ini bukan kesalahanmu. Aku yakin, jika emosi dia reda, dia tidak akan menyalahkanmu.āHaira menggeleng. Wajahnya tertunduk lesu. Air mata masih saja mengalir. āBagaimana aku
āSetiap kali (kilat itu) menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan apabila gelap menerpa mereka, mereka berhenti.ā (Qs. Al-Baqarah: 20)šøšøšøSalman menoleh. Menatap wajah anaknya yang menyimpan seribu tanya. Hatinya merasa tercubit. Ternyata masih ada sekat antara dia dengan Salsa. Ia tidak tahu seberapa tebal sekat itu? Yang ia tidak habis mengerti, mengapa Salsa tidak menyukai rumah ibunya?Ia teringat obrolan mereka dalam mobil sewaktu menuju rumah ibunya. āJika Salsa benar-benar ke pondok, Umi nggak takut nanti kesepian?ā tanya Salsabila waktu itu.āMmm ...ā Salwa memasang wajah berpikir. āMungkin Umi akan mondok lagi, jika Abi tidak ada.āāBagaimana kalau Umi ke pondok Salsa saja?ā usul Salsabila.āNgapain?ā tanya Salwa.āNgajarlah! Masa Umi sekolah juga,ā sahut Salsabila dengan nada candanya.āBoleh juga,ā goda Salwa.āLo, kok kompak mau ninggalin Abi? Kalau Umi ke pondok, bagaimana dengan Abi?ā tanya Salman dengan memasang wajah cemas.āBiarin,ā sahut Salsa
āOm, bagaimana keadaan Tante?ā tanya Haikal sambil berjalan. āDia lagi di rumah sakit. Keadaan Haira bagaimana?ā tanya Salman di seberang sana. āDia lagi syok, tapi Om jangan khawatir. Di sini ada aku. Om jaga Tante saja. Maaf Om, atas kekacauan ini.āSaat berbalik, ibunya telah berada di depannya dengan tatapan nanar. Secepat kilat tamparan melesat di pipinya. Spontan tangannya menyentuh pipinya yang terasa pedas. āApa hak kamu mencampuri urusan Mama?āāApa hakku? Mama ibu kandungku. Aku tolol jika terus membiarkan Mama begini. Mama tidak lihat, Haira telah berubah banyak berkat Tante, tapi apa yang Mama lakukan? Bukannya berterima kasih, malah memfitnahnya." Haikal mendekati ibunya, "sekali lagi Mama berani mengganggu Tante, aku tidak akan tinggal diam.ā Seketika terdengar benda jatuh dan hancur di lantai. Mata Jamilah membesar melihat ponsel merek buah telah hancur. Sementara Haikal berlalu tanpa menoleh ke benda tak berdosa itu.āHAIKAL!!!ā teriak Jamilah sambil berbalik. Sek
āMemang Sanad nggak punya cinta? Dia sudah punya istri,ā bantah Salwa.āKalau orang memerhatikan, Sanad itu pria dingin banget," ucap Anita.āDi perusahaan, semua orang tahu, kalau hubungan suami istri mereka hanya seperti ikatan profesionalisme saja,ā imbuh Bayu.āMalah aku melihat tatapan Sanad lebih berwarna ke Tera dan putranya dibanding Hayati.ā Anita menimpali.Ā āAku tidak memerhatikan itu. Tapi kalau dilihat kondisi Evan, wajarlah jika Sanad menaruh perhatian pada Tera," sambung Salwa.āDi perusahaan Sanad itu seperti apa, Bayu?ā tanya Aditya ke Bayu.Ā āSecara persen saham punyaku lebih tinggi, tapi dia cukup berpengaruh. Tidak ada yang bisa mengabaikan atau membantah pendapatnya kecuali aku. Itu pun karena sahamku lebih tinggi. Coba saja kalau tinggi dia sedikit saja, habislah aku.āSeketika di ruangan itu tertawa.Ā āTapi jangan khawatir, aku sa
Kalau memang jodoh, langkah sejauh apapun akan bertemu kembali.***āOps.ā Bayu datang bersama Anita. Aditya menarik diri. Salwa tak kuasa mencegah wajahnya untuk tidak merona. āKalau masuk ketuk dulu, atau salam kek,ā gerutu Aditya, sambil duduk ke sofa.Bayu hanya memasang wajah nyengir. Ia meletakkan kantong kertas, lalu duduk di samping Aditya. Anita menyerahkan buket bunga kepada Salwa. āSelamat ya.ā"Terima kasih, Nit."āSama-sama. Bagaimana keadaanmu sekarang?ā tanya Anita sambil menduduki kursi di samping ranjang Salwa. āAlhamdulillah. Terima kasih, Nit,ā ucap Salwa sambil menciumi aroma bunga. āKenapa terlihat kaku sekali?ā protes Anita. Salwa tertawa. āBukan begitu. Kalau diberi, harus berterima kasih, meski kepada orang terdekat.āAnita tersenyum tipis. āKalian sudah mengalami hari-hari berat. Refreshinglah. Apa perlu kita liburan bareng?ā Anita memutar badannya ke arah Bayu dan Aditya. āKalian ada usul. Ke mana?
Seketika tubuhnya limbung.Ā ***Ā āBagaimana keadaan Haikal?āĀ Aditya mencubit pipinya geram, sampai meringis. āAku sangat mengkhawatirkanmu, tapi Haikal yang pertama kali kamu tanyakan setelah sadar!āāBagaimana keadaan Haikal?ā desak Salwa.Ā Aditya mengembuskan napasnya. Ia memasang wajah kecewa. Namun, Salwa semakin panik dibuatnya.āBagaimana keadaannya?āTanpa suara ia mengambil ponselnya di atas nakas. Ia menyentuh ikon aplikasi warna hijau dan melakukan panggilan video di sebuah nama. Ia menyerahkan ponsel itu ke Salwa.Mata Salwa membelalak. Penuh tanya, tapi Aditya enggan menjawab.Ā āAssalamu āalaikum. Hallo, Tante!āĀ Wajah Haira menghiasi layar ponsel.āWa alaikum salam warahmatullah. Haira, bagaimana keadaan Haikal?āĀ āAlhamdulillah baik, Tante.ā Haira mengalihkan ponselnya hingga muncul wajah Haik
Zaid mengangguk. āIya, kan?! Kamu juga pasti ingin selalu bersamanya sampai di akhirat kelak?!ā***Dari start setelah subuh sampai zuhur, Salwa memperoleh bacaan 16 juz, setelah salat Juhur serta makan siang, ia kembali memulai bacaannya dan berhasil mendapatkan 5 juz. Ia tidak menyangka kalau bacaannya bisa selancar itu. Karena dari dulu, ia tak kunjung berhasil mengkhatamkan setoran, kecuali secara berkala per tiga juz. Ia mulai menghafal setelah hijrah. Tadinya menghafal hanyalah sebagai bekal, setidak di juz 30. Siapa sangka, menghafal menjadi candu baginya, sampai akhirnya menikah. Semangatnya bertambah berkat dukungan Salman, tetapi pada saat yang bersamaan banyak rintangan yang dihadapinya.Hafalan bubar, sudah menjadi makanannya selama berproses menghafal sebagai ibu rumah tangga. Satu hal yang disyukuri dalam dirinya, ada rasa memiliki hafalan itu, sehingga selalu ia sempatkan mengulang. Sampai saatnya berani berkeinginan ikutan tes di pondok. Sayangnya, saat usahanya habi
āTapi ā¦?āāAku tidak tega meninggalkanmu.ā Ia meletakkan kepalanya di bahu Aditya.Aditya mencebik. āTidak tega meninggalkanku atau tak kuasa meninggalkanku?ā goda Aditya.Ā Salwa merasakan wajahnya menghangat. āMungkin dua-duanya.āAditya tersenyum bangga. āKalau begitu istirahatlah lebih awal. Supaya besok kamu lebih fit.āMendadak wajah Salwa merengut.Ā Aditya mencubit pipinya. āJangan mengujiku. Aku pun ingin malam ini menjadi malam panjang, karena besok aku akan tidur sendiri, tapi bagiku kesehatanmu lebih penting.āSalwa terdiam. Memainkan bibir, entah apa yang dipikirkannya. Aditya memegang bahu Salwa, hingga perempuan itu berdiri. Ia mengangkat tubuh Salwa, lalu meletakkan di atas ranjang.Ā āTidurlah. Aku ingin melihat wajahmu lebih lama,ā ucap Aditya setelah merapikan selimut di badan Salwa.Ā āPeluk aku!ā rengek Salwa.Ā Aditya terkekeh.
Salwa tersenyum. Ia menggaet lengan Aditya, menyandarkan kepala ke bahu, lalu memejamkan mata.***Ā Salwa tak kuasa menahan tangis, melihat Haikal yang tak sadarkan diri di ruang ICU yang hanya bisa ia lihat lewatĀ kaca. Berbagai selang yang tidak diketahui Salwa namanya, bergelayutan di badan Haikal.Ā āJangan dilihat kalau membuatmu tidak kuat,ā ucap Aditya setelah menelungkupkan wajah Salwa ke bahunya.āIni gara-gara aku,ā isaknya.āTidak ada yang bisa disalahkan dari kejadian ini. Aku yakin, ia melakukannya dengan suka rela, jadi kamu harus kuat sebagai bentuk terima kasih padanya.āSalwa beralih kepada Jamilah yang duduk di bangku panjang ruang tunggu. Salman yang duduk di samping, terus memberikan dukungan kepada Jamilah.Ā āMaafkan aku,ā ucap Salwa tanpa berani mengangkat wajah. āAku tau, permohonan maaf, tidak bisa membalikkan keadaan, tapi aku tidak tahu lagi melakukan apa selain
"Jagalah diri baik-baik. Jika kanu terluka, aku pun ikut terluka."~Aditya~***āYa, Hallo!ā Aditya menjauh dari jalanan. Namun, ketika sudah terlanjur jauh, barulah ia menyadari. Ia menatap panggilan di layar ponselnya tanpa nama. Ini jebakan.Decit mobil terdengar jelas. āWA, AWAS!ā Teriaknya sambil berlari mendekati Salwa.***Dari kejauhan Danum menatap nanar. Inilah kesempatannya, setelah sekian lama ia menunggu. Selama mengintai, hatinya terus tergerus luka. Ia melihat jelas perhatian Aditya semakin membesar terhadap perempuan yang hanya tinggal beberapa meter dengannya. Kini ia tidak peduli lagi hari esok. Baginya sekarang menuntaskan rasa sakit hati yang terlanjur berdarah-darah.āMeski aku tidak bisa lagi memilikinya, setidaknya kamu juga tidak boleh memilikinya. Meski kita harus mati bersama.āIa mengambil ponselnya, lalu melakukan panggilan dengan nomor yang baru saja dibelinya. āHallo!ā Ia hanya menjawab dengan gumaman tidak jelas. Matanya terus menatap nanar mangsa di
Di balik pintu kamar Salman memegang dadanya yang terasa nyeri. Waktu telah berlalu, tetapi ia masih belum bisa membuang perasaannya pada ibu dari anaknya.Ā ***Ā Salwa sedikit tersentak, ketika bangun tidak mendapati Aditya di sampingnya. Ia memasang telinga, barangkali ada bunyi dari dalam kamar kecil, kenyataannya nihil. Ia keluar kamarnya, terlihat lampu sudah menyala di mushola kecil mereka. Ia melangkah pelan hingga sampai ke tempat yang dituju. Terlihat Aditya sedang bersujud.Ā āMasya Allah,ā batinnya. Seumur pernikahan, baru kali ini Aditya bangun sendiri untuk salat Tahajud. Ia berbalik ke kamar, bergegas ke kamar kecil, berwudu, mengenakan mukena, lalu duduk di belakang Aditya.Ā Sesaat Aditya terkesiap melihatnya setelah salam.Ā āSudah bangun?ā tanya Aditya.Salwa mengangguk. āMasih ingin salat kan? Kita berjamaah ya!āĀ āSayang sekali, aku ingin berdoa.ā
Setelah selesai salat Isya orang-orang berpencar. Aditya bergegas turun setelah melihat orang yang diperhatikannya sejak tadi telah keluar masjid.Ā āAssalamu āalaikum,ā ucap Aditya.Ā Laki-laki itu berpaling. āWa āalaikum salam.āĀ Sesaat Aditya terpana dengan penampilan laki-laki itu. Wajah putih bersih, sedikit cambang di dagu membuatnya terlihat lebih berwibawa. Pembawaan sifat tawadhu membuat laki-laki itu terlihat semakin sempurna di matanya.Ā āAnda ā¦?āĀ Aditya mengulurkan tangannya. āSaya Aditya, suami Salwa. Kita pernah bertemu di acara pernikahan kami kemarin di Nagara.āāOh iya ya. Saya baru ingat.ā Laki-laki itu menyambut tangan Aditya. āSaya Zaid. Istri kita dua sahabat, tapi baru sekarang kita bisa bertegur sapa.āāMaafkan saya. Kalian menyempatkan diri datang ke Nagara, sedang baru sekarang saya menyempatkan diri menyapa. Saya minta maaf.āZaid tertawa