Sumi menjerit histeris, berteriak ia ingin memeluk anak semata wayangnya, tetapi ditahan oleh warga yang ada disekelilingnya.Terduduk di tanah, menangis meraung, meratapi nasib Yusnanto yang terhinakan seperti itu.Sementara suaminya, Ustaz Marsan hanya terdiam, tubuhnya terkunci tidak sanggup untuk bergerak. Badannya gemetar dan matanya berkaca-kaca."Tolong anak kita, Pak ... jangan diperlakukan seperti layaknya seekor binatang. Sakit aku melihatnya, Pak?" Bik Sumik memeluk erat kedua kaki suaminya, masih meraung ia, terkadang meratapi nasib anak terkasihnya.Air mata mulai turun di kedua pipi Pak Marsan. Seorang ustaz desa, tokoh agama yang disegani warga kampungnya sendiri, harus mendapatkan cobaan seberat ini. Air bening itu terus mengalir dipipi tuanya. 15 tahun dia berumah tangga dengan Sumi, dan baru dikaruniai seorang anak. Anak lelaki harapannya, yang dia harapkan mampu mengangkat derajat keluarganya, justru malah melemparkan kotoran di wajahnya.Mulut dan hatinya terus saj
Sementara Bik Sumi hanya terdiam dan menyendiri di kamar. Duduk bersandar di atas ranjang. Sesekali tatapan matanya melihat ke arah biasa suaminya tertidur di sampingnya."Maafkan aku, Pak. Tidak mampu mendidik putra kita seperti yang bapak harapkan." Lirih batinnya.Sementara Yusnanto, masih terseret langkahnya menyusuri jalanan setapak di sisi bukit. Tidak tahu akan kemana tujuan langkah nya, yang dia tahu dia tidak lagi punya tempat untuk pulang.Suara Kayuhan sepeda onthel terdengar mendekatinya. Hanum dan Akhsan saudara sepupu Yusnanto ternyata yang mengejar. Dengan membawakan sandal, perbekalan sedikit makanan dan uang sekadarnya, mereka berikan untuk Yusnanto. Ucapan kata hati-hati adalah pesan terakhir dari para sepupunya, sebelum kembali berbalik pulang. Yusnanto kembali menapaki jalan. Hanya berharap pada langkah kakinya, walau tetap tanpa arah tujuan.Selepas Tengah malam, langkah kaki Yusnanto menuntunnya sampai di pasar dekat kantor kecamatan. Tidak jauh dari sebuah termi
Langkahnya terus membawanya jauh dan semakin menjauh, hingga melewati perbatasan kabupaten. Pakaiannya yang basah, sedikit mengering dan kembali basah lagi karena keringat menempel di tubuhnya. Tubuh yang sekarang bersender lelah di bangku sebuah bus besar. Bus yang akan mengantarkannya ke kota metropolitan.Selepas Isya, bus yang ditumpanginya sampai di sebuah terminal pinggiran kota. Uang yang tersisa hanya tinggal puluhan ribu saja. Turun dengan rasa kebingungan, harus kemana lagi sekarang. Perutnya mulai terasa lapar, ingin makan tetapi takut uangnya kurang. Karena yang dia dengar saat di kampung, semua yang ada di kota besar itu serba mahal. Tampang lugu, dan gerakan mata seperti sedang kebingungan karena baru pertama kali menginjakkan kaki ke ibukota. Dengan cara berjalan seperti seorang perempuan, adalah santapan empuk di kota besar ini.Dua orang pengamen terminal, menarik dan menyeret Yusnanto ke sela-sela bus-bus besar yang terparkir. Mengambil dan merampas semua. setelah s
PredatorMenjelang tengah malam, Jonas sedang dalam perjalanan pulang ke rumah bedeng. Sementara Yusnanto masih menunggu sampai pria itu pulang. Jonas terkadang marah besar, jika dia pulang lalu melihat Yusnanto sudah terlelap tidur. Dia ingin Yusnanto selalu menyambutnya, setiap kali ia pulang.Hampir setiap malam, Jonas selalu tiba di rumah bedeng dengan mulut bau minuman keras, sepertinya hidup pria tersebut, tidak bisa lepas dari minuman memabukkan tersebut.Dua kantong plastik besar berwarna hitam di genggam di kedua tangannya, dan dilemparkannya ke dipan kasur, tepat di depan Yusnanto yang masih duduk menunggu."Mulai besok malam, kau bantu aku cari uang," ucapnya, sembari membuka bajunya.Sedikit bingung, Yusnanto membuka isi dalam kedua plastik besar itu, dan semuanya berisi pakaian wanita lengkap plus sepatunya."Ini buat apa, Bang?" tanya Yusnanto, belum paham dia. Sambil melihat-lihat dan mengeluarkan sebagian isi kantong tersebut."Itu pakaian dan sepatu, buat kau cari uan
Tersadar Yusnia di dalam kamar yang berwarna suram. Ternyata wanita gendut yang di belakang hari dipanggilnya Mami Merry yang telah merawat dan mengobati luka-lukanya. Yusnia berhutang Budi padanya.Bahkan Muncikari tersebut memberikan tempat tinggal dan menawarkan pekerjaan untuknya. Mendidik dan merawat anak asuh Mami. Anak-anak balita dari orang yang sengaja menjualnya kepada si raksasa gendut tersebut. Dengan berbagai ragam cerita dari mana asal anak-anak itu, dan bagaimana cara mendapatkannya. Tetapi Mami hanya mau membeli anak-anak yang berjenis kelamin wanita. Jika berkelamin pria, Mami Merry mentah-mentah menolaknya.Yusnia mendengar pintu kamarnya diketuk sedikit kencang, dengan suara-suara yang memanggil-manggil namanya. Bergegas ia membuka pintu, ternyata anak-anak belia belasan tahun penghuni tempat penyekapan ini yang mengetuk pintu kamarnya, untuk member tahu jika Mami Merry memanggilnya sekarang juga. Yusnia langsung secepatnya menemui bos besarnya itu."Hei, Banci! Cob
Di keluarga Darmawan ternyata, tempat Sumi bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Darmawan sendiri, sudah ditinggal mati ibunya sejak lima tahun yang lalu. Papanya lalu memutuskan menikah lagi, setelah dua tahun menduda, dengan janda ber'anak satu, Sonya namanya.Baru saja empat bulan kemarin, Tuan Sudirman, papanya Darmawan meninggal dunia karena serangan jantung. Jadi saat ini, hanya ada tiga orang yang mendiami rumah sebesar ini. Darmawan, Nyonya Sonya, dan Diaz, anak dari suami Sonya sebelumnya, yang sekarang baru berusia enam tahun. Sumi, baru saja seminggu memulai bekerja di keluarga ini, saat Darmawan pulang dengan membawa seorang gadis kampung yang cantik dan lugu. Dikenalnya saat melakukan survei di daerah pedalaman Jawa barat, bahkan sudah dinikahinya secara siri di kampung sang istri.Kabar mengejutkan itu jelas terlihat dari wajah Nyonya Sonya, yang merasa tidak dihormati dan dimintakan ijin oleh Darmawan saat memutuskan untuk menikah. Nyonya Sonya, sudah menunjukkan ra
Penderitaan KhalilaKhalila memeluk erat tubuh Darmawan, seperti tidak ingin melepaskan. Sweater yang dipakai Darmawan, sudah basah pada bagian dada oleh air matanya. Sejujurnya, ada ketidak-relaan di dalam hati Khalila, jika harus terpisah dengan suaminya selama itu.Entahlah ... batinnya merasa, ini seperti kebersamaan yang terakhir bagi mereka berdua. Ingin dia menceritakan tentang firasatnya itu kepada Darmawan, tetapi dia juga tidak ingin, malah akan menjadi beban pikiran buat suami tercintanya nanti. Karena keberangkatan Darmawan, di malam menjelang pagi ini, sudah tidak mungkin lagi dibatalkan."Hati-hati ya Kang, jaga diri Akang baik-baik di sana. Selalu jaga kesehatan ya Sayang." Sembari bibirnya mencium punggung tangan suaminya, sebagai tanda hormat dan takjim seorang istri kepada imam dalam keluarganya."Kamu juga harus menjaga kesehatan ... ya, Honey." Diusapnya lembut kedua pipi Khalila, lalu mencium lembut kening istrinya. Sepasang matanya pun sudah mulai berkaca-kaca. S
Kehamilan Khalila sudah semakin membesar. Kecintaannya terhadap Darmawan, yang membuat perempuan itu kuat bertahan di dalam tekanan Sonya. Sejujurnya ... Khalila sudah merasa tidak sanggup dengan keadaan yang dia alami sekarang ini. Keberadaan darah dagingnya dan kesetiaannya untuk menunggu suaminya pulang, yang membuatnya kuat dan semakin tegar. Sonya sudah menyadari itu.Hari itu, di saat Khalila baru saja selesai membersihkan rumah, terlihat Bik Sumi menghampirinya."Neng Khalila, itu di depan ada tamu, ingin bertemu dengan Eneng, penting katanya," ucap Bik Sumi memberi tahu."Siapa, Bik?" tanya Khalila, lalu mulai bangun dari kursi, perutnya sudah terasa semakin berat."Bilangnya, teman sekantor dari Den Darmawan, Neng. Mau memberi tahukan kabar penting katanya," jelas Darmawan.Khalila pun mulai menuju ruang tamu, untuk menemui rekan sejawat Darmawan. Terasa senang Khalila, semoga Darmawan memberi tahukan kabar baik lewat rekan sekerjanya.Dengan ditemani Bik Sumi, Khalila pun mu
Part 65Diaz ada juga terpikirkan, jangan-jangan, dirinya hanya dimanfaatkan oleh Mella, lebih karena sakit hati karena Darmawan akan menikah dengan Hanum, bukan karena kematian sang mami? Namun tidak mungkin baginya berbicara seperti itu, karena hanya bersifat dugaan dirinya saja. "Kenapa tidak dibicarakan sekarang saja, Mbak? Kenapa harus menunggu nanti malam?" tanya Diaz, mempertanyakan. "Nanti malam, waktunya lebih panjang dan bebas, Sayang. Nanti, Mbak siapkan semuanya. Atau kamu mau kita pergi sekarang saja ke apartemen, Mbak?" ajak Susan, kembali bersikap genit dan menggoda. Mengusap-usap lembut punggung tangan Diaz. Selain Darmawan, tidak ada laki-laki yang mampu menolak pesonanya, dan itu yang sekarang dia akan coba untuk menaklukkan Diaz. "Disiapkan semua? Maksudnya, Mbak?""Semua kebutuhanmu, Sayang, semuanya. Mau, 'kan?" Senyumnya menggoda, matanya mengerling genit, dan Diaz sudah cukup dewasa untuk dapat memahaminya. "Beneran ini, Mbak? Enak dong, saya," goda Diaz sud
Part 64"Bagaimana Diaz, kamu sekarang percaya 'kan sama, Mbak?" Sambil tangan Mella menggenggam tangan milik Diaz di atas meja tepat di samping handphone milik pemuda tersebut. Telapak tangan Mella yang putih bersih mengusap-usap lembut, dan Diaz membiarkan saja. Pemuda yang memiliki paras tampan ini belum menjawab, terlihat dia masih sedang berpikir dengan semua ucapan dan bukti yang diberikan oleh Mella. "Sekarang begini deh, Diaz. Saat kematian mamihmu, adakah Darmawan datang ke rumah keluarga besarmu untuk mengucapkan ucapan duka cita? Atau ikut hadir di saat pelaksanaan pemakaman? Bahkan, hingga sampai acara tahlilan sampai tujuh hari pun Darmawan tidak nongol batang hidungnya. Benar 'kan, Diaz?"Diaz mengangguk, semua yang dikatakan oleh Mella memang benar adanya. Darmawan tidak datang di acara pemakaman maminya, begitupun di acara tahlilan. Atau karena Darmawan tidak tahu harus menghubungi siapa, karena memang handphone Diaz sendiri hilang beserta SIM card miliknya.Akan tet
Part 63"Darmawan, Diaz. Pelakunya adalah Darmawan."Sesaat Diaz terdiam, lalu tertawa keras terbahak. Diaz menertawakan ucapan dari Mella, yang sudah menuduh Darmawan adalah pelaku utama atas terjadinya peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa Tante Sonya. Belum sampai satu bulan kemarin. "Sudahlah, Mbak, saya mau pulang saja. Saya kira Mbak mau ngomong apa?" ucap Diaz yang mulai segan dan segera ingin mengakhiri acara pertemuan ini. Pemuda berusia 23 tahun ini sudah akan bersiap-siap ingin pergi dari coffee shop tersebut. "Mbak tau kamu pasti akan bicara seperti ini. Tidak akan percaya dengan apa yang sudah mbak sampaikan. Tapi mbak punya bukti beserta alasannya kenapa Darmawan ingin melakukan itu," ucap Mella mencoba untuk terus meyakinkan Diaz agar mendengarkan dirinya berbicara terlebih dahulu. Perempuan yang hatinya sudah dipenuhi dengan rasa sakit hati dan dendam ini, karena menganggap Darmawan sebagai penyebab kematian almarhum ayahnya, menolak dirinya ketika diminta untuk
HAID PERTAMAKU SEASON 2Acara ijab Qobul antara Yusnanto dan Asmah baru saja selesai dilaksanakan. Isak tangis mewarnai acara pernikahan mereka. Asmah tidak ikut mendampingi Yusnanto saat acara ijab berlangsung, dia hanya menunggu di kamar dengan riasan riasan yang cantik. Asmah memang terlihat sangat cantik sekali. Asmah sempat menangis sebelumnya, saat dia menyadari jika tidak ada satu pun keluarganya di acara pernikahan ini. Tidak ada kerabat, juga kedua orang tuanya, ibu dan bapaknya. Sama halnya seperti Amira sebelumnya, yang tidak mengetahui siapa kedua orangtuanya. Asmah, hingga acara ijab qobul-nya selesai, belum juga bisa menemukan siapa dan ada di mana keluarganya sekarang. Menurut keterangan Yusnanto sendiri, yang mulai hari ini sudah resmi menjadi suami Asmah, jika saat bayi pun istrinya itu sama seperti dengan Amira, ada orang yang datang ke Mami Merry untuk menjual anak, dan Yusnanto yang mengurus dan merawat mereka semua saat itu. Yusnanto pun bercerita, jika balita
"Tante Sonya meninggal karena kecelakaan, Mas, empat hari yang lalu."Innalilahi," ucap Darmawan, terkejut. Padahal dia sudah melarang Tante Sonya untuk keluar rumah."Yang mengurus jenazahnya siapa, Mbak?""Adik-adiknya dan keluarga besarnya, Mas?""Semoga Tante Sonya wafat dalam keadaan sudah bertobat," ucap Darmawan."Aammin ya Allah," ucap doa Hanum.Tidak beberapa lama, Amira langsung masuk ke dalam ruang perawatan, dan terlihat sangat senang, saat menyaksikan Hanum sedang menyuapi ayahnya."Maaf Yah, Amira baru dari minimarket, untung ada Kak Hanum yang menyuapi Ayah." Hanum hanya tersenyum, melihat kedatangan Amira."Habis beli apa, Ra?" tanya Darmawan."Biasa Yah, buat keperluan perempuan," jawab Amira polos saja, dan Darmawan mengerti apa maksudnya. Tidak beberapa lama, Amira teringat suatu hal penting yang gagal dia bicarakan dengan sang ayah, saat peristiwa musibah kemarin."Saat Ayah jatuh ke dalam jurang, sebenarnya Amira menelpon Ayah untuk memberitahukan kabar gembira."
Menurut informasi dari pihak dokter yang merawat Darmawan dan Yusnanto, kondisi kesehatan mereka mulai stabil, hanya tinggal menunggu proses kesadaran mereka berdua saja.Bik Sumi, sore ini di rumah sakit mendapatkan kabar dari Laela, pembantu baru di rumah Darmawan, anak dari Pak Edi, orang yang sudah membantu mengurus makam almarhumah Khalila yang memberitahukan kepadanya tentang kabar kecelakaan dan kematian yang menimpa Tante Sonya. Sekaligus juga memberitahukan jika jenasah Tante Sonya sepenuhnya akan diurus oleh pihak keluarganya.Dimas sudah kembali balik ke Jakarta sore ini juga, untuk mengurus beberapa pekerjaannya yang belum terselesaikan, tetapi dia berjanji akan segera kembali secepatnya jika urusannya di kantor dan di pengadilan sudah terselesaikan.Ruang perawatan Darmawan dan Yusnanto yang berada di kelas terbaik memang memberikan pelayanan dan fasilitas yang baik terhadap pasien dan keluarganya. Dengan ruang perawatan yang cukup luas, karena disediakan juga ruang tungg
Pagi hari, rumah besar nan megah ini terlihat lenggang, suasana terlihat sunyi dan sepi, yang biasanya ramai di ruang makan keluarga, untuk menikmati sarapan, kini terlihat tidak ada siapapun di situ.Tante Sonya yang baru saja terbangun dari tidurnya. Sepagi ini perutnya sudah terasa lapar, lalu berniat ke dapur untuk mencari makanan di sana.Ibu tiri dari Darmawan itu, sudah berbulan-bulan tidak lagi diperbolehkan Darmawan untuk keluar dari rumah megah ini, dan juga tidak boleh memegang handphone, karena kewaspadaan Darmawan atas keselamatan putrinya Amira. Kedekatan antara Tante Sonya dan Mami Merry yang menjadi masalahnya. Darmawan menaruh curiga bahwa Tante Sonya adalah orang di balik rencana penculikan Amira dan pemukulan terhadap dirinya di daerah sekitar Musium Fatahillah.Sesampainya di dapur, yang berdekatan dengan ruang makan keluarga pun keadaannya juga sama, Sepi. Tidak terlihat beberapa anggota keluarga penghuni rumah indah ini.Sesaat, salah satu kaki tangannya dahulu,
"Bangun ya, Om. Bik Sumi juga ada bersama Amira sekarang, rindu dengan Om, yang kuat yah, Om, terus berjuang bersama ayah." Amira mulai tersedu, begitupun dengan Asmah. Dia dan Amira sangat tahu, jika Yusnanto ini baik terhadap mereka semua saat berada di penampungan, tidak pernah bersikap ataupun berlaku kasar. Banyak mengajari mereka tentang dunia luar, menulis, ataupun membaca.Asmah pun terus menatap paras wajah Yusnanto, teringat dia akan perhatian dan kebaikan Yusnanto terhadapnya. Pernah ada terbersit harap dalam dirinya, seandainya saja prilaku Yusnanto bisa berubah saat itu. Dia pasti akan menjadi sosok pria yang paling mengerti, sabar, dan perhatian terhadap pasangannya.Yusnanto pun pernah bercerita, bahwa dia sendiri tidak tega jika melihat anak-anak yang berada di dalam penyekapan, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena faktor keadaan dan hutang nyawanya terhadap Mami Merry.Bik Sumi masih menangis dipelukan Hanum, hatinya benar-benar merasakan sakit melihat kondis
"Mas Yusnanto, Bik. Amira dan Asmah mengenalnya dengan nama Tante Yusnia.""Ya, Allah ...." Lirih terdengar suara Bik Sumi, lantas menangis, keterkejutan pun menghinggapi Amira dan Asmah, tiada yang menduga jika pria penyelamat itu adalah Tante Yusnia, orang yang juga sudah menyelamatkan Amira. Hanum lantas memeluk bibiknya, turut menangis bersamanya."Mas Yus, sudah insyaf, Bik, Pak Kyai dan Pak Nanang tadi bercerita," bisik Hanum pelan, di telinga Bik Sumi."Alhamdulillah, Ya, Allah," ucap Bik Sumi mengucap syukur."Mas Yus, sudah menjalani proses pengobatan oleh Kyai Sobri, dan sekarang dipercaya Kyai untuk menjaga musholla dekat sisi bukit, juga sembari berdagang buah-buahan. Mas Yus sudah bertobat," jelas Hanum, hatinya benar-benar merasakan keharuan yang teramat sangat."Terima kasih ya, Allah, tlah kau berikan kesempatan kepada anak hamba untuk bertobat." Doa Baik Sumi lirih, sembari terisak-isak. Hanum, Amira, dan Asmah pun ikut menangis."Berikan kesembuhan kepada putra hamba