Ternyata, kabar tentang kematian Darmawan adalah sebuah konspirasi jahat Sonya, dibantu dengan Pak Soyfan. Anwar adalah seorang tukang ojek tetangga dari Sofyan. Setuju untuk bersandiwara.karena Faktor imbalan uang yang jumlahnya jauh dari sekedar lumayan.Sonya, si nyonya besar berakal jahat dan licik. Dia ingin menghancurkan mental Khalila, ingin membuat istri dari Darmawan itu depresi dan hilang semangat hidupnya. Segala cara dilakukan, termasuk berkonspirasi dengan melibatkan orang lain dalam mensukseskan rencana jahatnya.Khalila baru saja tersadar dari pingsannya. Terjaga Khalila, dan langsung menangis histeris dipelukan Bik Sumi. Dia merasa hidupnya sudah tidak punya harapan lagi. Selama ini dia bertahan, atas segala perlakuan jahat Sonya terhadapnya, karena keberadaan suaminya, kesabaran dan ketabahannya dalam menunggu Darmawan kembali pulang. Lalu ... setelah sekarang Darmawan sudah tidak ada, apa lagi yang harus diharapkannya. Apalagi emak juga sudah tiada. Empat bulan sete
Sofyan memarkirkan kendaraan yang dibawanya di sisi tanggul sungai yang minim lampu penerangan, tidak jauh dari sebuah tenda penjual jamu yang masih ramai pembeli di tengah larut malam seperti ini. Pembeli jamu yang kebanyakan pria dewasa, membeli jamu untuk penambah vitalitas pria juga minuman anggur beralkohol, yang bila diminum secara berlebihan bisa sangat memabukkan. Penjual jamu seperti ini lumayan banyak, di sekitaran jalan sepanjang tanggul ini. Karena tepat diseberang jalan, adalah tempat lokasi prostitusi itu berada. Tempat ini layaknya seperti pasar malam. Pergerakan kesibukan para pelaku usaha, pengunjung, dan penyedia jasa birahi, memang berkisar di atas jam sembilan malam, hingga menjelang pagi. Sofyan segera menyebrang jalan, lalu masuk ke dalam gang, yang tidak jauh dari tempat mobilnya terparkir. Bayi mungil itu digendongnya erat. Wajahnya tertutupi kain. Anteng sekali bayi merah ini selama di dalam perjalanan. Sekitar 20 meter masuk ke gang, aura maksiat m
"Non Amira, memakai kalung?""Bik! Ada Amira tidak di dalam?" belum sempat Amira menjawab pertanyaan Bik Sumi, Terdengar suara Darmawan, tepat di depan kamar si bibik."Ada, Den, ini lagi sama Bibik di dalam," jawab Bik Sumi. Lantas mereka bertiga, segera ke luar dari dalam kamar, untuk menemui Darmawan."Aku, Om," jawab Amira, pas di depan pintu kamar Bik Sumi."Mari ikut, kita pergi jalan-jalan sebentar," ajak Darmawan."Kak Hanum boleh ikut, Om?" tanya Amira. Hanum terdiam, sedikit memerah wajahnya, tidak menyangka, Amira malah ingin mengajak nya."Oh, boleh, Mbak Hanum mau ikut juga kan?" ajak Darmawan."Boleh, Mas. Jika tidak merepotkan." Sembari tersenyum."Tentu saja tidak, malah enak kan, bisa lebih ramai. Bik Sumi mau ikut juga?" ajak Darmawan."Tidak usah Den, Bibik sedang kurang enak badan, sekalian ingin ijin sama Den Darmawan, jika bibik ingin istirahat sebentar," jawab Bik Sumi."Bik Sumi, mau pergi ke dokter? Jika mau, nanti saya mintakan Pak Danu untuk mengantarkan," t
"Tidak apa-apakan, jika saya merokok?" tanya Darmawan."Tidak apa-apa Mas, tetapi ... jangan juga terlalu sering, tidak baik buat kesehatan," jelas Hanum, sedikit tertawa. Darmawan pun ikut tertawa, lantas mulai menyalakan rokoknya, dan mengisapnya perlahan."Saya merasa menjadi penyebab kematian Istri saya, seandainya dulu saya tidak pergi kerja keluar negri, mungkin Khalila masih ada mendampingi saya." Darmawan membuang pandangannya ke arah gedung museum.Hanum hanya diam mendengarkan, masih terus menatap Darmawan."Tetapi, pertemuan saya dengan Amira, sedikit banyak merubah sudut pandang saya. Kegigihannya dalam merubah jalan hidupnya, memberikan saya pelajaran. Jika saya pun harus terus menjalani hidup walau tanpa Khalila. Dan harus memulai kehidupan yang baru," jelas Darmawan, lalu kembali meminum kopinya. Ditatapnya Hanum lekat."Tapi saya tidak menyesali waktu yang sudah terlewat, saya anggap itu adalah bagian dari perjalanan hidup," jelas Darmawan lagi."Mas, wajah Amira, miri
"Tidak terlalu jelas terlihat, Mas. Kejadiannya cepat sekali, di saat saya sedang jatuh terjungkal karena didorong keras, mereka secepatnya menyergap dan menyeret Amira masuk ke mobil." Hanum lalu menoleh ke arah pintu ruang UGD. Dia benar-benar dibuat bingung dan khawatir, dengan kejadian yang menimpa Darmawan dan Amira.Tidak beberapa lama, dokter UGD keluar ruangan, Hanum dan Dimas, segera bergegas mendekat."Bagaimana Dok, keadaan pasien atas nama Darmawan," tanya Dimas."Alhamdulillah, sekarang sudah mulai sadar, hanya tinggal sedikit menghilangkan rasa pusing saja, karena akibat dari hantaman. Tetapi tidak lama lagi juga akan hilang," terang dokter, menjelaskan."Alhamdulillah," Hanum dan Darmawan, mengucap rasa kelegaan dengan hampir bersamaan."Jadi ... tidak perlu dirawat ya, Dok?" tanya Hanum."Tidak perlu, selepas rasa pusingnya nanti hilang, juga bisa langsung pulang," jelas dokter wanita berkaca mata itu lagi, dan beliau segera undur diri, meninggalkan Hanum dan Dimas.Ha
Part 32Dalam PenyekapanAmira masih tertunduk pasrah, saat derap langkah kaki itu berhenti tepat di depannya.Dia tidak tahu, siapa yang ada di hadapannya."Amira." Suara yang memanggilnya terdengar pelan, bahkan seperti berbisik. Perlahan, Amira yang terduduk di lantai, mendongakkan kepalanya, ke arah asal suara yang memanggilnya."Tante Yusnia....." panggil Amira lirih, menyebut nama orang yang ada di depannya. Yusnia mengangkat tubuh Amira dari lantai, lantas mendudukkannya di satu-satunya bangku yang ada di situ. Terlihat lemah badannya, bersandar ia pada senderan bangku kayu tersebut."Amira ... Amira ... Kamu masih sadarkan?" Tante Yusnia memastikan, sembari menepuk-nepuk pelan pipi Amira. Mata gadis itu mulai sedikit mengerjap-ngerjap."I-iya, Tante. Badanku hanya masih terasa lemas," jawab Amira. Yusnia lalu memberikan botol air mineral yang dibawanya, setelah dibukanya terlebih dahulu, Amira langsung meminumnya, layaknya orang yang sedang kehausan."Amira ... Tante mau tanya
Ucapan Yang MenyadarkanRuangan di mana Amira terkurung, benar-benar menebarkan aroma mencekam. Kejadian mengerikan yang pernah dia saksikan di kamar ini, membuat seolah-olah memori kenangan pahit tersebut berputar kembali.Hal-hal yang sebenarnya sangat ingin ia lupakan.Ketakutan terbesarnya saat ini bukanlah pada soal kematian, tetapi ternoda dengan cara yang tidak benar. Cara-cara yang tidak disukai siapapun yang sudah bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang tidak, walau dengan alasan terpaksa sekalipun.Kembali terduduk Amira di lantai, dengan bangku kayu berwarna kusam sebagai sandaran kedua tangan dan kepalanya. Setelah lelah menangis membuatnya tertidur, berharap terbangun di tempat yang berbeda, tempat yang lebih baik dari kamar jahanam ini. Kamar tidurnya di rumah Darmawan.Menjelang tengah malam, Yusnia kembali ke tempat penyekapan. Setelah selesai menemui Amira, ia terlihat langsung masuk ke kamarnya. Hanya duduk terdiam dan merenung. Lalu Seperti tersadar,
"Belum tahu, Ra. Yang pasti Tante tidak akan kembali ke tempat Mami Merry lagi, Tante ingin mencoba jalan baru, Ra. Jalan yang lebih baik, kasihan bapak," jawabnya pelan."Kamu harus jadi manusia yang berhasil dan sukses, Ra. Buktikan kepada orang baik yang sudah menolongmu, jika kamu bisa membanggakannya," pesan Yusnia"Insya Allah, Tante. Amira akan berusaha keras," janji Amira, terhadap Yusnia."Ini terakhir kalinya kamu panggil saya, Tante. Semoga jika kita dapat bertemu lagi, kamu akan memanggil aku, Om." Ucap Yusnia.Sampaikan salam rinduku pada Hanum, dan permintaan maafku pada emak, dan jangan lupa, kasihkan surat itu pada emakku ya, Ra," harap Yusnia. Mulai tersenyum ia, walaupun sorot matanya masih menyimpan kerinduan."Insya Allah, Om. Nanti akan saya sampaikan." Kembali tersenyum Yusnanto."Sebentar lagi kita akan sampai, aku akan turun di depan komplek tempat kamu tinggal, nanti taxi ini yang akan mengantarkan kamu sampai rumah."" Terima kasih ya, Om Yusnanto," sembari t
Part 65Diaz ada juga terpikirkan, jangan-jangan, dirinya hanya dimanfaatkan oleh Mella, lebih karena sakit hati karena Darmawan akan menikah dengan Hanum, bukan karena kematian sang mami? Namun tidak mungkin baginya berbicara seperti itu, karena hanya bersifat dugaan dirinya saja. "Kenapa tidak dibicarakan sekarang saja, Mbak? Kenapa harus menunggu nanti malam?" tanya Diaz, mempertanyakan. "Nanti malam, waktunya lebih panjang dan bebas, Sayang. Nanti, Mbak siapkan semuanya. Atau kamu mau kita pergi sekarang saja ke apartemen, Mbak?" ajak Susan, kembali bersikap genit dan menggoda. Mengusap-usap lembut punggung tangan Diaz. Selain Darmawan, tidak ada laki-laki yang mampu menolak pesonanya, dan itu yang sekarang dia akan coba untuk menaklukkan Diaz. "Disiapkan semua? Maksudnya, Mbak?""Semua kebutuhanmu, Sayang, semuanya. Mau, 'kan?" Senyumnya menggoda, matanya mengerling genit, dan Diaz sudah cukup dewasa untuk dapat memahaminya. "Beneran ini, Mbak? Enak dong, saya," goda Diaz sud
Part 64"Bagaimana Diaz, kamu sekarang percaya 'kan sama, Mbak?" Sambil tangan Mella menggenggam tangan milik Diaz di atas meja tepat di samping handphone milik pemuda tersebut. Telapak tangan Mella yang putih bersih mengusap-usap lembut, dan Diaz membiarkan saja. Pemuda yang memiliki paras tampan ini belum menjawab, terlihat dia masih sedang berpikir dengan semua ucapan dan bukti yang diberikan oleh Mella. "Sekarang begini deh, Diaz. Saat kematian mamihmu, adakah Darmawan datang ke rumah keluarga besarmu untuk mengucapkan ucapan duka cita? Atau ikut hadir di saat pelaksanaan pemakaman? Bahkan, hingga sampai acara tahlilan sampai tujuh hari pun Darmawan tidak nongol batang hidungnya. Benar 'kan, Diaz?"Diaz mengangguk, semua yang dikatakan oleh Mella memang benar adanya. Darmawan tidak datang di acara pemakaman maminya, begitupun di acara tahlilan. Atau karena Darmawan tidak tahu harus menghubungi siapa, karena memang handphone Diaz sendiri hilang beserta SIM card miliknya.Akan tet
Part 63"Darmawan, Diaz. Pelakunya adalah Darmawan."Sesaat Diaz terdiam, lalu tertawa keras terbahak. Diaz menertawakan ucapan dari Mella, yang sudah menuduh Darmawan adalah pelaku utama atas terjadinya peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa Tante Sonya. Belum sampai satu bulan kemarin. "Sudahlah, Mbak, saya mau pulang saja. Saya kira Mbak mau ngomong apa?" ucap Diaz yang mulai segan dan segera ingin mengakhiri acara pertemuan ini. Pemuda berusia 23 tahun ini sudah akan bersiap-siap ingin pergi dari coffee shop tersebut. "Mbak tau kamu pasti akan bicara seperti ini. Tidak akan percaya dengan apa yang sudah mbak sampaikan. Tapi mbak punya bukti beserta alasannya kenapa Darmawan ingin melakukan itu," ucap Mella mencoba untuk terus meyakinkan Diaz agar mendengarkan dirinya berbicara terlebih dahulu. Perempuan yang hatinya sudah dipenuhi dengan rasa sakit hati dan dendam ini, karena menganggap Darmawan sebagai penyebab kematian almarhum ayahnya, menolak dirinya ketika diminta untuk
HAID PERTAMAKU SEASON 2Acara ijab Qobul antara Yusnanto dan Asmah baru saja selesai dilaksanakan. Isak tangis mewarnai acara pernikahan mereka. Asmah tidak ikut mendampingi Yusnanto saat acara ijab berlangsung, dia hanya menunggu di kamar dengan riasan riasan yang cantik. Asmah memang terlihat sangat cantik sekali. Asmah sempat menangis sebelumnya, saat dia menyadari jika tidak ada satu pun keluarganya di acara pernikahan ini. Tidak ada kerabat, juga kedua orang tuanya, ibu dan bapaknya. Sama halnya seperti Amira sebelumnya, yang tidak mengetahui siapa kedua orangtuanya. Asmah, hingga acara ijab qobul-nya selesai, belum juga bisa menemukan siapa dan ada di mana keluarganya sekarang. Menurut keterangan Yusnanto sendiri, yang mulai hari ini sudah resmi menjadi suami Asmah, jika saat bayi pun istrinya itu sama seperti dengan Amira, ada orang yang datang ke Mami Merry untuk menjual anak, dan Yusnanto yang mengurus dan merawat mereka semua saat itu. Yusnanto pun bercerita, jika balita
"Tante Sonya meninggal karena kecelakaan, Mas, empat hari yang lalu."Innalilahi," ucap Darmawan, terkejut. Padahal dia sudah melarang Tante Sonya untuk keluar rumah."Yang mengurus jenazahnya siapa, Mbak?""Adik-adiknya dan keluarga besarnya, Mas?""Semoga Tante Sonya wafat dalam keadaan sudah bertobat," ucap Darmawan."Aammin ya Allah," ucap doa Hanum.Tidak beberapa lama, Amira langsung masuk ke dalam ruang perawatan, dan terlihat sangat senang, saat menyaksikan Hanum sedang menyuapi ayahnya."Maaf Yah, Amira baru dari minimarket, untung ada Kak Hanum yang menyuapi Ayah." Hanum hanya tersenyum, melihat kedatangan Amira."Habis beli apa, Ra?" tanya Darmawan."Biasa Yah, buat keperluan perempuan," jawab Amira polos saja, dan Darmawan mengerti apa maksudnya. Tidak beberapa lama, Amira teringat suatu hal penting yang gagal dia bicarakan dengan sang ayah, saat peristiwa musibah kemarin."Saat Ayah jatuh ke dalam jurang, sebenarnya Amira menelpon Ayah untuk memberitahukan kabar gembira."
Menurut informasi dari pihak dokter yang merawat Darmawan dan Yusnanto, kondisi kesehatan mereka mulai stabil, hanya tinggal menunggu proses kesadaran mereka berdua saja.Bik Sumi, sore ini di rumah sakit mendapatkan kabar dari Laela, pembantu baru di rumah Darmawan, anak dari Pak Edi, orang yang sudah membantu mengurus makam almarhumah Khalila yang memberitahukan kepadanya tentang kabar kecelakaan dan kematian yang menimpa Tante Sonya. Sekaligus juga memberitahukan jika jenasah Tante Sonya sepenuhnya akan diurus oleh pihak keluarganya.Dimas sudah kembali balik ke Jakarta sore ini juga, untuk mengurus beberapa pekerjaannya yang belum terselesaikan, tetapi dia berjanji akan segera kembali secepatnya jika urusannya di kantor dan di pengadilan sudah terselesaikan.Ruang perawatan Darmawan dan Yusnanto yang berada di kelas terbaik memang memberikan pelayanan dan fasilitas yang baik terhadap pasien dan keluarganya. Dengan ruang perawatan yang cukup luas, karena disediakan juga ruang tungg
Pagi hari, rumah besar nan megah ini terlihat lenggang, suasana terlihat sunyi dan sepi, yang biasanya ramai di ruang makan keluarga, untuk menikmati sarapan, kini terlihat tidak ada siapapun di situ.Tante Sonya yang baru saja terbangun dari tidurnya. Sepagi ini perutnya sudah terasa lapar, lalu berniat ke dapur untuk mencari makanan di sana.Ibu tiri dari Darmawan itu, sudah berbulan-bulan tidak lagi diperbolehkan Darmawan untuk keluar dari rumah megah ini, dan juga tidak boleh memegang handphone, karena kewaspadaan Darmawan atas keselamatan putrinya Amira. Kedekatan antara Tante Sonya dan Mami Merry yang menjadi masalahnya. Darmawan menaruh curiga bahwa Tante Sonya adalah orang di balik rencana penculikan Amira dan pemukulan terhadap dirinya di daerah sekitar Musium Fatahillah.Sesampainya di dapur, yang berdekatan dengan ruang makan keluarga pun keadaannya juga sama, Sepi. Tidak terlihat beberapa anggota keluarga penghuni rumah indah ini.Sesaat, salah satu kaki tangannya dahulu,
"Bangun ya, Om. Bik Sumi juga ada bersama Amira sekarang, rindu dengan Om, yang kuat yah, Om, terus berjuang bersama ayah." Amira mulai tersedu, begitupun dengan Asmah. Dia dan Amira sangat tahu, jika Yusnanto ini baik terhadap mereka semua saat berada di penampungan, tidak pernah bersikap ataupun berlaku kasar. Banyak mengajari mereka tentang dunia luar, menulis, ataupun membaca.Asmah pun terus menatap paras wajah Yusnanto, teringat dia akan perhatian dan kebaikan Yusnanto terhadapnya. Pernah ada terbersit harap dalam dirinya, seandainya saja prilaku Yusnanto bisa berubah saat itu. Dia pasti akan menjadi sosok pria yang paling mengerti, sabar, dan perhatian terhadap pasangannya.Yusnanto pun pernah bercerita, bahwa dia sendiri tidak tega jika melihat anak-anak yang berada di dalam penyekapan, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena faktor keadaan dan hutang nyawanya terhadap Mami Merry.Bik Sumi masih menangis dipelukan Hanum, hatinya benar-benar merasakan sakit melihat kondis
"Mas Yusnanto, Bik. Amira dan Asmah mengenalnya dengan nama Tante Yusnia.""Ya, Allah ...." Lirih terdengar suara Bik Sumi, lantas menangis, keterkejutan pun menghinggapi Amira dan Asmah, tiada yang menduga jika pria penyelamat itu adalah Tante Yusnia, orang yang juga sudah menyelamatkan Amira. Hanum lantas memeluk bibiknya, turut menangis bersamanya."Mas Yus, sudah insyaf, Bik, Pak Kyai dan Pak Nanang tadi bercerita," bisik Hanum pelan, di telinga Bik Sumi."Alhamdulillah, Ya, Allah," ucap Bik Sumi mengucap syukur."Mas Yus, sudah menjalani proses pengobatan oleh Kyai Sobri, dan sekarang dipercaya Kyai untuk menjaga musholla dekat sisi bukit, juga sembari berdagang buah-buahan. Mas Yus sudah bertobat," jelas Hanum, hatinya benar-benar merasakan keharuan yang teramat sangat."Terima kasih ya, Allah, tlah kau berikan kesempatan kepada anak hamba untuk bertobat." Doa Baik Sumi lirih, sembari terisak-isak. Hanum, Amira, dan Asmah pun ikut menangis."Berikan kesembuhan kepada putra hamba