Home / Romansa / Haid Pertamaku / 2. Siapa Namamu

Share

2. Siapa Namamu

Author: Pena Asmara
last update Last Updated: 2022-06-22 15:40:50

"Amira. Nama yang bagus, tidak pasaran. Kamu sudah Makan?"

"Be--belum, Tuan," jawab Amira terbata. "Hanya makan sedikit jagung bakar tadi di jalan."

"Kamu mau makan apa?" tawarnya, kepada Amira. Raut wajahnya terlihat khawatir.

"Apa saja, Tuan." Sembari Amira mendekap tubuhnya, melawan rasa dingin yang menerkam, hingga terasa sampai ke tulang.

Pria itu memainkan hapenya, bertelpon sebentar, lalu berdiri dan masuk ke ruangan dalam. Kembali mendekati Amira dengan membawa selimut tebal di tangannya.

"Pakai ini, untuk menghangatkan tubuhmu." Sambil memberikan selimut. Sekilas tersenyum tipis.

"Terima kasih, Tuan." Pria itu kembali duduk di tempat semula, dan kembali bertanya.

"Kamu dibayar berapa, untuk melakukan pekerjaan ini?" 

Ada rasa sakit yang menikam ke dalam hati Amira, saat pria dewasa itu bertanya dengan santainya, tanpa berpikir lagi apakah pertanyaannya menyinggung Amira atau tidak. 

"Ini bukan pekerjaan, Tuan. Saya pun tidak mau melakukan pekerjaan hina ini." Terdiam Amira, air matanya mulai mengembang.

"Saya tidak punya kekuatan dan keberanian untuk menghindari ini semua, Tuan. Di mata pengasuh, kami hanya barang yang bisa diperjualbelikan semaunya," tegas Amira sembari menyeka air matanya yang sudah luruh.

"Berarti, kamu tidak tahu siapa orang tuamu?"

"Tidak tahu, Tuan." Tangis Amira semakin terisak, sesak rasanya.

"Siapa nama pengasuhmu?"

"Mami Merry, Tuan."

"Mami Merry, baik pada kalian?" tanyanya lagi. Tangis gadis itu malah semakin kencang. Mengingat kembali bagaimana perlakuan mami terhadap mereka semua, anak asuhnya.

Amira kembali terdiam, terasa berat untuk menjawabnya.

"Setelah kamu dianggap selesai melayaniku, lalu kau akan kembali kepada pengasuhmu?"

"Iya, Tuan."

"Lalu?"

"Kami harus melayani tamu yang datang, Tuan."

"Kamu mau?" cecarnya lagi, Amira berucap perlahan.

"Tolong saya, Tuan ... keluarkan saya dari jalan kotor ini," lirihnya, mengiba, meminta bantuan dengan menangkupkan kedua tangan di depan dadanya.

"Bagaimana caraku untuk Membantumu?"

"Sa--saya tidak tahu, Tuan." Jemari Amira dia gunakan untuk menghapus air mata dengan selimut yang menutupi tubuhnya.

"Kamu bersedia, jika saya memintamu untuk melayani saya?" tanyanya pelan. Terhenyak Amira mendengar ucapan pria paruh baya tersebut, tertunduk dan terdiam sesaat. Berucap lirih. 

"Saya hanya benda, Tuan, sudah terjual. Bebas untuk digunakan pembelinya. Saya tidak punya kekuatan apa pun untuk melawan." 

"Kamu tahu, jika kamu itu sebenarnya cerdas?"

"Benda tidak bisa berfikir, Tuan. Tidak berhak untuk membuat pilihan." 

Pria itu tertawa pelan. Tidak lama terdengar suara pintu diketuk dari luar. Pria yang belum Amira ketahui namanya itu segera berdiri dan berjalan ke pintu utama, kemudian kembali dengan membawa dua kantong plastik berisi makanan. 

"Kubelikan nasi goreng buatmu, makanlah dulu?"

"Terima kasih, Tuan. Terima kasih." Amira mengambil nasi goreng dari tangan pria tersebut.

Entahlah, mungkin karena rasa lapar yang mendera, hingga terasa Nasi goreng ini nikmat sekali bagi Amira. Sementara pria paruh baya itu memilih untuk memakan ketoprak. Tidak ada pembicaraan sama sekali di antara mereka, selain hanya sibuk menikmati makanan yang tersaji.

"Ceritakan padaku tentang Mami Merry?" tanya pria yang terlihat mapan tersebut, selesai Amira menghabiskan makannya.

"Mami Merry menjual kami setelah selesai mendapatkan haid pertama kali. Menjual keperawanan kami dengan cara ditawarkan kepada pembeli tertinggi," jelas Amira.

"Berapa hargamu?" tanyanya cepat, pria itu menyalahkan rokok dan mengisapnya perlahan.

"Saya tidak tahu, Tuan," jawab Amira, sembari meminum teh yang tadi dia buatkan. Perasaan Amira mulai merasa tenang, walau hanya berdua dengan pria tersebut.

"Panggil saja aku, Darmawan," ucapnya, memberitahukan namanya.

"Kamu boleh memanggil saya dengan sebutan, Pak, Om, atau mau sebut nama saja, terserah kamu," ujarnya, sambil terus mengisap dalam rokoknya, tatapan matanya tetap memperhatikan aku.

"Baik, Om." Amira kembali tertunduk, tidak berani menatap ke Dermawan.

"Selesai menjual keperawananmu, lalu akan Kamu lanjutkan menjadi sebuah profesi?" pertanyaan Darmawan benar-benar mengoyak hati Amira.

"Saya tidak pernah menjual kehormatan saya, Om! Saya terpaksa. Jika menolak, bisa mati disiksa dan dibunuh Mami Merry dan tukang pukulnya," jelas Amira, tegas. Air matanya mulai mengembang kembali.

"Maaf, jika membuatmu tersinggung, Mira."  Darmawan mematikan rokoknya di asbak, dan meminum kembali tehnya.

"Kamu di sekolahkan pengasuhmu?"

"Tidak, Om. Saya tidak pernah bersekolah," jawabku. "Om, boleh saya ijin ke kamar mandi?"

"Silahkan, Kamu lurus saja, kamar mandinya ada di sebelah kiri." Tangannya menunjuk ke arah pintu ruangan dalam. Amira pun segera berdiri dan mengikuti arahannya.

Memperhatikan wajah diri di depan cermin kamar mandi, terlihat wajah gadis belia yang di paksakan dewasa. Dengan makeup tebal dan lipstik berwarna merah terang, Amira merasa jijik melihat mukaku sendiri. Membasuh wajah, membersihkan semua riasan, lalu mengelapnya dengan handuk kecil, berkaca sesaat, dan tertegun sejenak.

"Apakah aku sudah terlepas dari cengkeraman manusia buas?" tanya bathin Amira.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nana
suka kali, cerita bikin penasaran aja
goodnovel comment avatar
Wawan Gunawan
ceritanya asyik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Haid Pertamaku   3. Datang Bulan Pertama

    Amira kembali memandangi wajah polosnya pada cermin. Gambar diri sebenarnya, bersih tanpa make-up, warna-warni kepalsuan yang menempel pada kulit wajah. Terus saja memandangi. Perlahan, pikirannya mulai kembali ke masa lalu hingga dia bisa berada di Villa ini. Flashback [ POV AMIRA ]Aku, Amira--gadis kecil berusia 14 tahun, korban dari mafia perdagangan anak. Menurut desas-desus, aku terjual saat masih bayi pada Mami Merry--seorang muncikari penyedia khusus perempuan muda di bawah usia dua puluh dua tahun.Aku terpenjara dalam asuhan Mami Merry. Sama seperti lima gadis kecil lainnya. Sengaja diasuh untuk dijadikan pemuas nafsu lelaki berduit.Di bawah pantauan mami Merry, tidak ada tenaga yang terbuang. Mencuci, memasak, dan segala pekerjaan rumah adalah tugas yang tak boleh dibantah. Kami adalah budak. Patuh pada perintah adalah keharusan mutlak.Keperawanan kami adalah harta berharganya. Puluhan juta, bahkan sampai di atas seratus juta--harga yang Mami Merry tawarkan kepada para p

    Last Updated : 2022-06-22
  • Haid Pertamaku   4. Mungkin Memang Takdir

    Aku benar-benar dibuat sedih, bingung sekaligus panik, dengan kedatangan haid pertamaku.Rasa ketakutan, jika keperawananku akan di jual dan harus melayani kepuasan sang pemenang tender atas tubuhku, menimbulkan rasa ketakutan yang teramat sangat."Apa yang harus kulakukan?" menyerah perlahan pada keadaan, atau menyembunyikan kehaid'anku secara diam-diam.Aku menoleh ke kiri dan kanan. Memperhatikan sekitar tempatku menjemur pakaian, di lantai paling atas tempat penyekapan kami. Sepi tidak ada siapapun,cepat-cepat kubersihkan darah haid, menyembunyikan pakaian bekas kupakai membersihkan darah, dan mengambil sebuah kaus t-shirt untuk menyembunyikan darah haidku. Entah milik siapa. Ijin keluar membeli pembalut pasti tidaklah mungkin, melihat ketatnya pengawasan keluar masuk yang di jaga 24 jam oleh tukang pukul Mami Merry. Bahkan untuk membeli camilan atau minuman ringan di warung dekat tempat kami diasuh pun, diawasi sangat ketat.Satu-satunya cara adalah, jika di antara senior mend

    Last Updated : 2022-06-22
  • Haid Pertamaku   5. Berhenti Berdoa

    Tante Banci baru saja selesai mendandani, kemudian pergi meninggalkan aku sendirian. Menatap wajah diri sendiri dalam cermin."Ini bukan aku," bisikku lirih dalam hati. Cermin melukiskan wajah bermake-up tebal dengan bibir bergincu merah menyala. Cantik memang? Tetapi ini belum sesuai dengan umurku, tidak pantas rasanya berdandan seperti ini. Jujur ... hati ini menolak.Asmah masuk ke dalam kamar mendatangi, melihatku dengan pandangan sedih."Duniamu akan segera berubah, Amira." Mengembang air matanya. "Aku berharap, takdir tidak akan membuatmu menjadi seperti aku. Kamu layak mendapatkan hidup yang lebih baik di luar pekerjaan kotor ini."Ini pegangan buatmu, entahlah ... aku merasa yakin, hidupmu akan berbeda dari kami."Asmah memberikanku uang senilai dua ratus ribu rupiah."Semoga Tuhan membuatmu, tidak akan pernah kembali lagi ke rumah sialan ini!" Dipeluknya aku erat, berkaca-kaca netraku, mendengar doa baik dari sahabatku ini."Terima kasih, As. Aku pun berharap begitu."Asmah

    Last Updated : 2022-06-22
  • Haid Pertamaku   6. Sebagai Kado Pemberian

    Ruangan yang disebut lobby ini begitu indahnya, dengan lampu kristal besar menggantung di ruang utama, lalu ada dua wanita dewasa yang cantik berseragam menerima setiap tamu yang datang, dengan bangku-bangku besar super mewah yang empuk, aku dengan bos gendut menunggu di situ.Tidak lama seorang pria datang menemui kami, separas dan kulit yang sama dengan bos gendut dan mereka berbincang-bincang dengan bahasa yang tidak aku mengerti."Kamu tunggu di sini dulu sebentar, jangan kemana-mana," pesannya jelas.Aku hanya mengangguk saja, lalu bos besar itu meninggalkan aku di ruangan besar yang super mewah ini, nyaman sekali duduk di bangku seempuk dan semewah ini.""Mungkin ini kesempatan untuk lari dari sini." Niat hatiku.Menoleh kearah kiri dan kanan, keadaan ruangan mewah itu sedikit lenggang, berdiri perlahan, sudah bulat tekad untuk segera terlepas dari genggaman Mami Merry."Ayo, kita pergi lagi." Suara bos gendut, dari arah belakangku, dan cukup membuatku terkejut.Sedan mewah yang

    Last Updated : 2022-06-22
  • Haid Pertamaku   7. Mengapa Hidup Begitu Jahat

    Amira mengerjap, tersentak dirinya dari lamunan ke masa sebelum bertemu dengan Tuan Darmawan. Kembali dia membasuh wajahnya dengan air dingin yang segar, mengelapnya dengan handuk, memandang kembali paras wajahnya pada cermin. Terlihat tampilan wajahnya. Cantik memang, bukan bermaksud memuji diri sendiri, tapi bagi Amira, memakai perias wajah belumlah saatnya. Kehidupan Amira sudah dikelilingi manusia-manusia yang memakai topengberpura-pura bahagia. Tersenyum manja, bercanda, dan tertawa, lalu menggoda setiap pria yang bahkan belum pernah dilihat dan dikenal sama sekali.Yah...." Amira benar-benar tahu, jika mereka semua bertopeng kecantikan luar hanya untuk menutupi derita dan kesedihan terdalam.Tidak terlihat memang, tetapi luka hati rasa sakitnya sulit untuk bisa tersembuhkan.Amira sering melihat kawan-kawannya senasib menangis.Bersedih karena terlahir tanpa pernah mengenal sosok orang tua.Merindukan mereka yang tidak pernah dilihat. Terkadang berkhayal. Seperti apa kelembut

    Last Updated : 2022-06-22
  • Haid Pertamaku   8. Uang 200 Ribu

    Darmawan tertawa, jauh lebih keras, bahkan sampai terbatuk. Ucapan Amira dia anggap lucu. "Polos sekali kamu, Amira." Sambil berdiri dan kembali masuk ruangan dalam, lalu kembali dengan membawa beberapa map di tangan, dan diletakkan di atas map proposal yang Amira bawa."Semua proposal ini, sama seperti yang kau bawa, Amira. Menawarkan kerjasama dengan perusahaan tempatku bekerja," ujarnya, lalu mengambil salah satu map, seperti ingin menjelaskan sesuatu kepada Amira."Map yang ini, baru sampai sore tadi. Perempuan juga sepertimu, lebih profesional sepertinya, karena jelas-jelasan lebih berani menggoda, bahkan sampai membuka bajunya. Gilaa!" sambil membanting map tersebut ke meja, "Kuusir dia mentah-mentah tanpa banyak bicara!" Sedikit keras nada bicaranya."Tapi entah kenapa, hal yang sama tidak bisa kulakukan terhadapmu," ucapnya pelan, sangat pelan, bahkan hampir saja tidak terdengar.Terdiam mendengar ucapannya, tetapi Amira yakin, walaupun diucapkan pelan, dia juga menginginkan

    Last Updated : 2022-06-22
  • Haid Pertamaku   9. Hidup Penuh Dengan Ketakutan

    Amira mengikuti di belakang Darmawan, berjalan ke arah samping villa tersebut. Melewati kolam renang, lalu berjalan ke arah taman yang berbentuk seperti bukit kecil agak sedikit naik menanjak. Dengan jalan setapak selebar setengah meter, berkerikil-krikil kecil dan lampu-lampu taman berbentuk bulat di kiri dan kanan jalan tersebut. Terdapat juga enam buah lampu dengan cahaya redup yang terlihat berjejer rapi saling berhadapan.Sesampainya di atas bukit kecil, terdapat sebuah bangku setinggi setinggi lutut dengan panjang sekitar dua langkah, terbuat dari kayu berpelitur. Membuat gundukan tanah seluas hampir lapangan bulu tangkis yang di selimuti rumput-rumput hijau terlihat indah menawan. Sebuah pohon berukuran sedang namun berdaun rindang bertahan berada di samping bangku kayu tersebut."Duduk Amira." lebih terdengar seperti pesanan daripada sebuah ajakan. Amira pun duduk di samping Darmawan dan mulai memperhatikan pandangan ke arah depan. Terpana dan terlihat menakjubkan melihat

    Last Updated : 2022-06-23
  • Haid Pertamaku   10. Perasaan Nyaman

    Lembabnya suhu udara dingin pegunungan, mungkin salah satu yang membuat butiran embun datang lebih cepat dibandingkan ditempat lain. Sweater tebal yang dipakai Amira, sedikit banyak mampu meredam cengkraman dingin yang menusuk tubuh, tetapi tidak pada telapak tangannya yang terbuka.Rasa dingin seperti akar yang merambat. Semakin lama akan semakin kuat, begitu pula yang dirasakan gadis muda itu.Dingin yang berasal dari jemari tangan yang terbuka, mulai terasa menusuk, sehingga membuatnya terbangun perlahan. Mengerjap sebentar, lalu tersentak saat tersadar, jika sedang berada di dalam pelukan Darmawan.Menarik tubuh dan tangannya perlahan dari tubuh pria dewasa tersebut, lalu memberanikan diri menengadahkan kepalanya,Memandang wajah Darmawan yang sedang tertidur bersandar dari jarak sedekat ini.Terasa ada desiran halus melintas di hati Amira, paras wajahnya mulai terasa hangat.Darmawan, pria pertama yang bisa sedekat ini dengannya, satu-satunya lelaki yang pernah memeluk dan dipelu

    Last Updated : 2022-08-01

Latest chapter

  • Haid Pertamaku   Part 86 Dijebak

    Part 65Diaz ada juga terpikirkan, jangan-jangan, dirinya hanya dimanfaatkan oleh Mella, lebih karena sakit hati karena Darmawan akan menikah dengan Hanum, bukan karena kematian sang mami? Namun tidak mungkin baginya berbicara seperti itu, karena hanya bersifat dugaan dirinya saja. "Kenapa tidak dibicarakan sekarang saja, Mbak? Kenapa harus menunggu nanti malam?" tanya Diaz, mempertanyakan. "Nanti malam, waktunya lebih panjang dan bebas, Sayang. Nanti, Mbak siapkan semuanya. Atau kamu mau kita pergi sekarang saja ke apartemen, Mbak?" ajak Susan, kembali bersikap genit dan menggoda. Mengusap-usap lembut punggung tangan Diaz. Selain Darmawan, tidak ada laki-laki yang mampu menolak pesonanya, dan itu yang sekarang dia akan coba untuk menaklukkan Diaz. "Disiapkan semua? Maksudnya, Mbak?""Semua kebutuhanmu, Sayang, semuanya. Mau, 'kan?" Senyumnya menggoda, matanya mengerling genit, dan Diaz sudah cukup dewasa untuk dapat memahaminya. "Beneran ini, Mbak? Enak dong, saya," goda Diaz sud

  • Haid Pertamaku   85 Surat Perjanjian

    Part 64"Bagaimana Diaz, kamu sekarang percaya 'kan sama, Mbak?" Sambil tangan Mella menggenggam tangan milik Diaz di atas meja tepat di samping handphone milik pemuda tersebut. Telapak tangan Mella yang putih bersih mengusap-usap lembut, dan Diaz membiarkan saja. Pemuda yang memiliki paras tampan ini belum menjawab, terlihat dia masih sedang berpikir dengan semua ucapan dan bukti yang diberikan oleh Mella. "Sekarang begini deh, Diaz. Saat kematian mamihmu, adakah Darmawan datang ke rumah keluarga besarmu untuk mengucapkan ucapan duka cita? Atau ikut hadir di saat pelaksanaan pemakaman? Bahkan, hingga sampai acara tahlilan sampai tujuh hari pun Darmawan tidak nongol batang hidungnya. Benar 'kan, Diaz?"Diaz mengangguk, semua yang dikatakan oleh Mella memang benar adanya. Darmawan tidak datang di acara pemakaman maminya, begitupun di acara tahlilan. Atau karena Darmawan tidak tahu harus menghubungi siapa, karena memang handphone Diaz sendiri hilang beserta SIM card miliknya.Akan tet

  • Haid Pertamaku   Part 84 Alat untuk Membalas Dendam

    Part 63"Darmawan, Diaz. Pelakunya adalah Darmawan."Sesaat Diaz terdiam, lalu tertawa keras terbahak. Diaz menertawakan ucapan dari Mella, yang sudah menuduh Darmawan adalah pelaku utama atas terjadinya peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa Tante Sonya. Belum sampai satu bulan kemarin. "Sudahlah, Mbak, saya mau pulang saja. Saya kira Mbak mau ngomong apa?" ucap Diaz yang mulai segan dan segera ingin mengakhiri acara pertemuan ini. Pemuda berusia 23 tahun ini sudah akan bersiap-siap ingin pergi dari coffee shop tersebut. "Mbak tau kamu pasti akan bicara seperti ini. Tidak akan percaya dengan apa yang sudah mbak sampaikan. Tapi mbak punya bukti beserta alasannya kenapa Darmawan ingin melakukan itu," ucap Mella mencoba untuk terus meyakinkan Diaz agar mendengarkan dirinya berbicara terlebih dahulu. Perempuan yang hatinya sudah dipenuhi dengan rasa sakit hati dan dendam ini, karena menganggap Darmawan sebagai penyebab kematian almarhum ayahnya, menolak dirinya ketika diminta untuk

  • Haid Pertamaku   Part 83 Season 2 . Siapa Pelakunya

    HAID PERTAMAKU SEASON 2Acara ijab Qobul antara Yusnanto dan Asmah baru saja selesai dilaksanakan. Isak tangis mewarnai acara pernikahan mereka. Asmah tidak ikut mendampingi Yusnanto saat acara ijab berlangsung, dia hanya menunggu di kamar dengan riasan riasan yang cantik. Asmah memang terlihat sangat cantik sekali. Asmah sempat menangis sebelumnya, saat dia menyadari jika tidak ada satu pun keluarganya di acara pernikahan ini. Tidak ada kerabat, juga kedua orang tuanya, ibu dan bapaknya. Sama halnya seperti Amira sebelumnya, yang tidak mengetahui siapa kedua orangtuanya. Asmah, hingga acara ijab qobul-nya selesai, belum juga bisa menemukan siapa dan ada di mana keluarganya sekarang. Menurut keterangan Yusnanto sendiri, yang mulai hari ini sudah resmi menjadi suami Asmah, jika saat bayi pun istrinya itu sama seperti dengan Amira, ada orang yang datang ke Mami Merry untuk menjual anak, dan Yusnanto yang mengurus dan merawat mereka semua saat itu. Yusnanto pun bercerita, jika balita

  • Haid Pertamaku   Part 82. Bahagia Hingga Akhir

    "Tante Sonya meninggal karena kecelakaan, Mas, empat hari yang lalu."Innalilahi," ucap Darmawan, terkejut. Padahal dia sudah melarang Tante Sonya untuk keluar rumah."Yang mengurus jenazahnya siapa, Mbak?""Adik-adiknya dan keluarga besarnya, Mas?""Semoga Tante Sonya wafat dalam keadaan sudah bertobat," ucap Darmawan."Aammin ya Allah," ucap doa Hanum.Tidak beberapa lama, Amira langsung masuk ke dalam ruang perawatan, dan terlihat sangat senang, saat menyaksikan Hanum sedang menyuapi ayahnya."Maaf Yah, Amira baru dari minimarket, untung ada Kak Hanum yang menyuapi Ayah." Hanum hanya tersenyum, melihat kedatangan Amira."Habis beli apa, Ra?" tanya Darmawan."Biasa Yah, buat keperluan perempuan," jawab Amira polos saja, dan Darmawan mengerti apa maksudnya. Tidak beberapa lama, Amira teringat suatu hal penting yang gagal dia bicarakan dengan sang ayah, saat peristiwa musibah kemarin."Saat Ayah jatuh ke dalam jurang, sebenarnya Amira menelpon Ayah untuk memberitahukan kabar gembira."

  • Haid Pertamaku   Part 81. Bangun Dari Koma

    Menurut informasi dari pihak dokter yang merawat Darmawan dan Yusnanto, kondisi kesehatan mereka mulai stabil, hanya tinggal menunggu proses kesadaran mereka berdua saja.Bik Sumi, sore ini di rumah sakit mendapatkan kabar dari Laela, pembantu baru di rumah Darmawan, anak dari Pak Edi, orang yang sudah membantu mengurus makam almarhumah Khalila yang memberitahukan kepadanya tentang kabar kecelakaan dan kematian yang menimpa Tante Sonya. Sekaligus juga memberitahukan jika jenasah Tante Sonya sepenuhnya akan diurus oleh pihak keluarganya.Dimas sudah kembali balik ke Jakarta sore ini juga, untuk mengurus beberapa pekerjaannya yang belum terselesaikan, tetapi dia berjanji akan segera kembali secepatnya jika urusannya di kantor dan di pengadilan sudah terselesaikan.Ruang perawatan Darmawan dan Yusnanto yang berada di kelas terbaik memang memberikan pelayanan dan fasilitas yang baik terhadap pasien dan keluarganya. Dengan ruang perawatan yang cukup luas, karena disediakan juga ruang tungg

  • Haid Pertamaku   Part 80. Tante Sonya

    Pagi hari, rumah besar nan megah ini terlihat lenggang, suasana terlihat sunyi dan sepi, yang biasanya ramai di ruang makan keluarga, untuk menikmati sarapan, kini terlihat tidak ada siapapun di situ.Tante Sonya yang baru saja terbangun dari tidurnya. Sepagi ini perutnya sudah terasa lapar, lalu berniat ke dapur untuk mencari makanan di sana.Ibu tiri dari Darmawan itu, sudah berbulan-bulan tidak lagi diperbolehkan Darmawan untuk keluar dari rumah megah ini, dan juga tidak boleh memegang handphone, karena kewaspadaan Darmawan atas keselamatan putrinya Amira. Kedekatan antara Tante Sonya dan Mami Merry yang menjadi masalahnya. Darmawan menaruh curiga bahwa Tante Sonya adalah orang di balik rencana penculikan Amira dan pemukulan terhadap dirinya di daerah sekitar Musium Fatahillah.Sesampainya di dapur, yang berdekatan dengan ruang makan keluarga pun keadaannya juga sama, Sepi. Tidak terlihat beberapa anggota keluarga penghuni rumah indah ini.Sesaat, salah satu kaki tangannya dahulu,

  • Haid Pertamaku   Part 79. Bentrokan Besar

    "Bangun ya, Om. Bik Sumi juga ada bersama Amira sekarang, rindu dengan Om, yang kuat yah, Om, terus berjuang bersama ayah." Amira mulai tersedu, begitupun dengan Asmah. Dia dan Amira sangat tahu, jika Yusnanto ini baik terhadap mereka semua saat berada di penampungan, tidak pernah bersikap ataupun berlaku kasar. Banyak mengajari mereka tentang dunia luar, menulis, ataupun membaca.Asmah pun terus menatap paras wajah Yusnanto, teringat dia akan perhatian dan kebaikan Yusnanto terhadapnya. Pernah ada terbersit harap dalam dirinya, seandainya saja prilaku Yusnanto bisa berubah saat itu. Dia pasti akan menjadi sosok pria yang paling mengerti, sabar, dan perhatian terhadap pasangannya.Yusnanto pun pernah bercerita, bahwa dia sendiri tidak tega jika melihat anak-anak yang berada di dalam penyekapan, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena faktor keadaan dan hutang nyawanya terhadap Mami Merry.Bik Sumi masih menangis dipelukan Hanum, hatinya benar-benar merasakan sakit melihat kondis

  • Haid Pertamaku   Part 78. Ini Emak, Yus?

    "Mas Yusnanto, Bik. Amira dan Asmah mengenalnya dengan nama Tante Yusnia.""Ya, Allah ...." Lirih terdengar suara Bik Sumi, lantas menangis, keterkejutan pun menghinggapi Amira dan Asmah, tiada yang menduga jika pria penyelamat itu adalah Tante Yusnia, orang yang juga sudah menyelamatkan Amira. Hanum lantas memeluk bibiknya, turut menangis bersamanya."Mas Yus, sudah insyaf, Bik, Pak Kyai dan Pak Nanang tadi bercerita," bisik Hanum pelan, di telinga Bik Sumi."Alhamdulillah, Ya, Allah," ucap Bik Sumi mengucap syukur."Mas Yus, sudah menjalani proses pengobatan oleh Kyai Sobri, dan sekarang dipercaya Kyai untuk menjaga musholla dekat sisi bukit, juga sembari berdagang buah-buahan. Mas Yus sudah bertobat," jelas Hanum, hatinya benar-benar merasakan keharuan yang teramat sangat."Terima kasih ya, Allah, tlah kau berikan kesempatan kepada anak hamba untuk bertobat." Doa Baik Sumi lirih, sembari terisak-isak. Hanum, Amira, dan Asmah pun ikut menangis."Berikan kesembuhan kepada putra hamba

DMCA.com Protection Status