Getaran ponselku membuyarkan lamunanku akan suasana rumah baruku bersama Mas Arka. Saat kulihat ternyata Zahra teman satu kantor yang menelponku. [ Hallo Cil, kamu lagi sibuk gak?] [Halo juga, Aku baik kok, ada perlu apa Zahra malam-malam begini telepon, emang ada yang penting sampai kamu telpon Aku.] [ Cuma mau bilang kalau besok kita ada meeting bulanan, kamu jangan sampai gak masuk kerja] [Ouh iya, makasih ya udah ingetin Aku] [Iya, Sama-sama] Panggilan pun terputus, aku kira tadi ada hal yang lebih penting makanya Zahra menelponku, ternyata urusan kantor, tapi aku senang sih karena dia mau ingetin aku soal meeting besok kalau tidak pasti besok aku izin lagi. Terpaksa deh, besok lihat rumah barunya sorean karena aku harus ngantor. **** Pagi-pagi kulihat Ibu sudah membuat sarapan untuk kami semua, seperti biasa Ibu lah yang selalu menyiapkan sarapan jika tidak ada ibu kami pasti kewalahan. "Cil, panggil Bapak buat sarapan tadi ibu lihat kalau bapak masih sibuk membersihkan
Wing … Wing Suara ambulan terdengar keras tepat di depan rumahku membuat Aku kaget bukan kepalang. "Arsila …!" Seseorang meneriaki ku dari luar rumah sontak membuatku kaget dan berlari keluar rumah. "Cepat-cepat siapkan semuanya," titah Bi Marni padaku yang membuat aku bingung kenapa tiba-tiba datang dan menyuruhku untuk cepat-cepat. "Maksud bibi apa bi?" Tanyaku Pada Bi Marni dengan terheran. "Kamu belum tahu Cil kalau kemarin Bapakmu kena serangan jantung dan meninggal dunia saat di rumah sakit, kamu yang sabar ya." "Maksud Bibi apa? Cila gak ngerti Bi?" "Sebaiknya kita tunggu saja Jenazah Bapakmu turun dari ambulan." Benar saja ambulan yang tadi kudengar suaranya berhenti tepat di depan halaman rumah kami. Semua tetangga berdatangan untuk membantu menggotong jenazah Bapak, Aku yang masih bingung tak tahu harus berkata apa. "Nak, Bapakmu sudah tidak ada lagi," ucap Ibu menghampiriku dengan suara serak, tampak wajah ibu sembab karena menangis. "Maksud Ibu! Bapak sudah tiada
Auww! Aku meringis kesakitan saat hendak bangkit dari lantai, kakiku terkilir sakit sekali rasanya, aku berusaha untuk bangkit dengan perlahan takut jika lelaki yang sedang terbaring diatas tempat tidurku terbangun. Namun betapa terkejutnya saat aku menghidupkan lampu dan melihat sosok lelaki yang sedang tertidur ternyata Mas Arka. Dengan tertatih aku berjalan mendekat untuk membangunkannya. "Mas! Bangun Mas," ucapku sedikit berteriak sambil menggoyangkan tubuhnya. "Hem, Arsila," Mas Arka tampak kaget saat melihatku sudah berada di dalam kamar. Lekas ia bangkit sambil mengucek matanya. "Kamu kapan datang Sayang? Tadi Mas telepon kok gak dijawab, Maaf Mas baru saja sampai dan capek banget makanya Mas tertidur." "Sudah sejak tadi siang Mas! Aku di dalam rumah ini tapi tadi aku dengar ada suara orang membuka pintu,kupikir itu pencuri makanya Aku sembunyi dibalik lemari," ujarku memberi penjelasan. "Kamu kenapa?" Tanya Mas Arka saat melihatku meringgis sambil memegang kaki. "Aku te
"Mas! Aku gak mimpikan Mas?" Tanyaku sambil menggenggam tangan Mas Arka saat kami sudah sampai di depan rumahnya. Tanpa menjawabku Mas Arka langsung terhubung dengan saya untuk segera Masuk dan bertemu Maura pertanyaan istrinya. "Maura... Maura," teriak Mas Arka. "Iya tuan," jawaban seorang wanita paruh baya dengan menggunakan seragam. "Ibu Mana Bik?" Tanya Mas Arka pada wanita paruh baya itu. "Ibu ada di halaman belakang Tuan." "Baiklah, terima kasih." Kami berjalan menuju halaman belakang, melihat pandangan ke isi rumah Mas Arka yang megah bak istana, nyamannya tinggal disini batinku. "Maura," sapa Mas Arka saat kami sudah sampai di halaman belakang. "Iya Mas! Kamu sudah datang," jawab Maura dengan suara pelan. Lembut sekali suaranya. "Ini wanita yang Mas ceritakan itu, ucap Mas Arka memperkenalkanku pada istrinya, Aku hanya bisa tertunduk di hadapannya. "Arsila! Perkenalkan saya Maura istrinya Mas Arka," ucap Maura sambil memainkan tangannya. "Iya Mbak, saya Arsila,Jawab
"Mas! Bangun dong udah siang ni, emang mau tidur aja kamu Sayang gak mau bangun," bisikku pada Mas Arka sambil mengelus punggungnya dan mengecup bibirnya. "Sayang, kamu masih belum puas dengan permainan kita semalam," Mas Arka langsung bangkit dan menarikku ke atas tempat tidur, permainan pun dimulai lagi. "Udah Mas, Aku capek Mas," rengekku sambil tidur diatas dadanya yang bidang saat kami sudah menuntaskan permainan. "Mas! Nanti kita akan tinggal dimana Setelah ini? Apa kita akan serumah dengan Maura Mas?" Tanyaku dengan manja karena aku ingin Mas Arka selalu berada disisiku. "Kamu maunya gimana?" "Aku mau kita tinggal dirumah baru kita di Jakarta saja Mas, Aku nggak mau tinggal serumah sama Maura biar bagaimanapun kitakan punya privasi sendiri Mas! Walaupun aku tahu jika istri kamu itu baik tapi tetap saja rumah tangga kita Aku yang urus. "Terserah kamu saja, yang penting kamu bahagia itu yang terpenting dan Mas mau kamu cepet hamil, karena Mas sudah ingin sekali punya anak."
Aku kesal sekali karena Mas Arka menerima telepon yang Aku tidak tahu dari siapa itu padahal ini hari libur dan Aku ingin seharian ini selalu berada di dekat suamiku. Selesai menerima telepon Mas Arka kembali duduk bersamaku, kali ini ia langsung mengecup pucuk kepalaku mungkin ia tahu jika aku merajuk. "Telepon dari siapa sih Mas! Kayaknya penting sampai terimanya harus jauh-jauh dari Aku, mencurigakan!" Gerutuku dengan wajah yang ditekuk. "Itu telepon dari Maura, Mas menjauh karena mungkin ada hal yang penting, walau bagaimanapun dia kan tetap istri Mas, tidak mungkin Mas mengabaikannya." "Mas itu tetap cinta dan sayangnya hanya sama kamu seorang," ucap Mas Arka membuatku berbunga-bunga. "Emang Maura mau apa Mas telepon kamu?" "Dia hanya bertanya kapan Mas balik ke Bandung, karena Mas harus adil sama kalian berdua." "Trus Mas jawab apa?" "Mas jawab kalau minggu depan Mas baru bisa kesana lagian kan Mas baru aja kembali kesini mana mungkin balik lagi kesana." "Mas! Nanti kala
Di Jakarta Aku tidak merasa kesepian karena sudah punya Mira teman baru ku selama Mas Arka ke Bandung, Aku menghabiskan waktu bersama Mira. Kami pergi ke salon untuk perawatan agar nanti jika suami Kami kembali akan terlihat cantik dan mempesona. Kami juga ke mall untuk berbelanja pakaian dinas malam, Aku yang tadinya tidak tahu soal baju dinas malam itu, berkat Mira jadi tahu dan membeli beberapa helai untuk ia pakai jika suamiku kembali nanti. Sepulang dari salon dan Mall, Aku langsung mencoba gaun dinas malamku yang tadi ku beli bersama Mira. di dalam kamar aku tertawa sendiri melihat tubuhku dibalut lingerie merah yang sudah kubeli. Apakah benar jika Aku mengenakan lingerie itu Mas Arka akan suka dan bergairah melihatnya. Aku mencoba semua lingeri yang sudah Aku beli dengan berbagai warna dan saat suamiku pulang nanti akan langsung di pakai. Aku sudah tak sabar ingin mengenakan lingerie itu untuk menyambut kedatangan Mas Arka malam ini karena menurut jadwal malam ini Mas Arka
Mataku terbelalak saat melihat layar ponsel, ternyata nomor yang tidak aku kenal, entah siapa yang menelpon tapi sungguh Aku tak berani untuk menjawabnya. Aku mengabaikan panggilan telepon yang masuk karena tidak ingin menjawabnya. Ponselku berdering lagi tapi tetap saja ku abaikan. Tiba-tiba ada notifikasi dari aplikasi hijau. Ternyata masih dari nomor yang menelpon tadi. [Hai, apa kabarmu disana? Kuharap kamu baik-baik saja] [Aku dengar kamu sudah menikah, padahal aku berharap jika kamu akan menjadi wanitaku tapi kau sudah menjadi wanita lelaki lain] [ Sungguh Aku merasa sangat kecewa padamu] [Tapi Aku akan selalu menjagamu dari kejauhan] [Salam sayang dariku, Lelaki hatimu] Deck, hatiku merasa kaget membaca pesan dari lelaki yang sama sekali tidak aku kenal, foto profilnya pun tidak ada jadi aku tak bisa mengenalinya. Sungguh Aku penasaran dibuatnya. Ingin membalasnya tapi dalam hatiku ada keraguan, bagaimana jika itu Mas Arka yang hanya ingin mempermainkanku saja, batink
"Arsila!" "Kamu siapa? Kamu mengenalku?" Tanya Arsila yang meringis kesakitan. Karena kepala mereka terbentur satu sama lain. "Kamu lupa denganku?"Arsila berusaha mengingat seseorang yang ada di hadapannya, pikirannya jauh ke beberapa tahun silam. "Nadia! Kamu Nadia kan?" "Sekarang kamu sudah jadi dokter? Nad! Wah keren banget kamu," Arsila baru mengingat sosok wanita yang tak sengaja ia tabrak."Arsila kamu ngapain disini? Siapa yang sakit? Ibu kamu atau Ayahmu yang sakit?" Tanya Nadia dengan memegang pundak Arsila. Arsila tersenyum lalu menggelengkan kepalanya " bukan Nad! Istri Mas Arka yang sakit," Jelas Arsila. "Istri Arka mantan kamu itu? Yang sudah jelas-jelas ninggalin kamu demi perempuan kaya," ucap Nadia penuh emosi. Bagaimana tak emosi, Nadia tahu betul perjalanan cinta Arsila dan Arka hingga mereka terpaksa berpisah karena Arka harus menikahi wanita kaya pilihan orang tuanya. "Iya Nad, Maaf.""Kamu gak salah Sil! Ngapain kamu liat Istri laki-laki yang benar-benar
"Dokter kenapa diam? Katakan yang sebenarnya dok?""Istri Anda saat ini belum sadar kan diri, kepalanya sedikit kena benturan tapi kakinya patah dan untuk saat ini ia belum bisa berjalan," jelas sang dokter yang bernama Pasha."Apa dok! Istri saya lumpuh," lirih Arka sambil mengusap air matanya."Saya belum bisa memastikan, kita lihat hasil pemeriksaannya besok, permisi."Mendengar berita itu membuat Arka terduduk lemas, Arsila hanya mampu menenangkannya meski sebenarnya ia bingung harus berbuat apa. Ada rasa cemburu dalam diri Arsila melihat suaminya begitu panik dan bersedih, apakah Arka akan berbuat hal yang sama jika ia sakit."Mas! Kamu yang tenang ya, Mbak Maura pasti akan baik-baik saja," tukas Arsila sambil mengelus-elus punggung Arka dengan lembut.Arsila bisa melihat dari manik mata Arka yang begitu merasa bersalah atas kecelakaan yang menimpa Maura. "Iya, Sayang! Makasih kamu sudah mau menemani Mas buat jagain Maura, Mas hanya takut terjadi apa-apa pada Maura, bagaimanapu
"Maaf sebelumnya Bu, sebenarnya istri saya sedang dan sekarang dirawat di rumah sakit, sehingga saya tidak merasa tenang Bu. Tapi sebagai sopir saya harus mengantarkan Ibu." "Siapa yang menjaga istri Mamang di rumah sakit?" "Tidak ada siapa-siapa Bu, saat ini istri saya sendiri," jawab Mang Jajang sedih. "Ya sudah kalau begitu Mamang pulang saja izin berangkat sendiri, ini uang untuk biaya rumah sakit, semoga setelah saya kembali istri Mamang sudah sembuh." Ucap Maura sambil memberikan sejumlah uang kertas berwarna merah beberapa lembar pada driver yang sudah setia Anda. "Terimakasih Bu! Ibu hati-hati dijalan, jangan ngebut-ngebut ya Bu." "Saya berangkat kalian jaga rumah dengan baik," Maura mengingatkan para pembantunya yang sudah berdiri mengantarnya di depan pintu pagar. "Baik Bu, ibu hati-hati di jalan," jawab para pembantu yang berkumpul tiga orang sedang tersenyum penuh kemenangan seolah bebas dari penjara. Bagaimana tidak senang karena sebagai majikan Maura begitu mengeka
"Selamat pagi Bu, perkenalkan saya Jum yang kemarin sudah menghubungi Ibu untuk bekerja disini," ucap Wanita yang tampak sudah sedikit menua. "Silakan masuk Bik! Mari silahkan duduk," ajak Arsila dengan ramah pada calon pembantu rumah tangganya. "Iya Bu, terimakasih sudah mengijinkan saya bekerja disini." "Sama-sama Bik. Kita langsung ke dapur saja kalau begitu Bik," Arsila langsung memberitahukan tugas apa saja yang akan dilakukan Bik Jum dan menunjukan tempat tidurnya karena bik Jum berasal dari kampung maka tidak mungkin jika ia harus pulang setiap harinya. "Semoga betah ya bik, kerja sama saya." "Iya Bu." "Ya sudah kalau begitu saya ke kamar dulu ya Bik, hari ini bibik bisa istirahat dulu karena perjalanan jauh dari kampung, Bibik bisa mulai bekerja nanti karena tak terlalu banyak yang dikerjakan bik, saya hanya berdua saja sama suami saya." "Terimakasih Bu, kalau begitu Bibi pamit untuk ke kamar sebentar dan nanti akan langsung bekerja sesuai arahan Ibu." Arsila senang kar
Mataku terbelalak saat melihat layar ponsel, ternyata nomor yang tidak aku kenal, entah siapa yang menelpon tapi sungguh Aku tak berani untuk menjawabnya. Aku mengabaikan panggilan telepon yang masuk karena tidak ingin menjawabnya. Ponselku berdering lagi tapi tetap saja ku abaikan. Tiba-tiba ada notifikasi dari aplikasi hijau. Ternyata masih dari nomor yang menelpon tadi. [Hai, apa kabarmu disana? Kuharap kamu baik-baik saja] [Aku dengar kamu sudah menikah, padahal aku berharap jika kamu akan menjadi wanitaku tapi kau sudah menjadi wanita lelaki lain] [ Sungguh Aku merasa sangat kecewa padamu] [Tapi Aku akan selalu menjagamu dari kejauhan] [Salam sayang dariku, Lelaki hatimu] Deck, hatiku merasa kaget membaca pesan dari lelaki yang sama sekali tidak aku kenal, foto profilnya pun tidak ada jadi aku tak bisa mengenalinya. Sungguh Aku penasaran dibuatnya. Ingin membalasnya tapi dalam hatiku ada keraguan, bagaimana jika itu Mas Arka yang hanya ingin mempermainkanku saja, batink
Di Jakarta Aku tidak merasa kesepian karena sudah punya Mira teman baru ku selama Mas Arka ke Bandung, Aku menghabiskan waktu bersama Mira. Kami pergi ke salon untuk perawatan agar nanti jika suami Kami kembali akan terlihat cantik dan mempesona. Kami juga ke mall untuk berbelanja pakaian dinas malam, Aku yang tadinya tidak tahu soal baju dinas malam itu, berkat Mira jadi tahu dan membeli beberapa helai untuk ia pakai jika suamiku kembali nanti. Sepulang dari salon dan Mall, Aku langsung mencoba gaun dinas malamku yang tadi ku beli bersama Mira. di dalam kamar aku tertawa sendiri melihat tubuhku dibalut lingerie merah yang sudah kubeli. Apakah benar jika Aku mengenakan lingerie itu Mas Arka akan suka dan bergairah melihatnya. Aku mencoba semua lingeri yang sudah Aku beli dengan berbagai warna dan saat suamiku pulang nanti akan langsung di pakai. Aku sudah tak sabar ingin mengenakan lingerie itu untuk menyambut kedatangan Mas Arka malam ini karena menurut jadwal malam ini Mas Arka
Aku kesal sekali karena Mas Arka menerima telepon yang Aku tidak tahu dari siapa itu padahal ini hari libur dan Aku ingin seharian ini selalu berada di dekat suamiku. Selesai menerima telepon Mas Arka kembali duduk bersamaku, kali ini ia langsung mengecup pucuk kepalaku mungkin ia tahu jika aku merajuk. "Telepon dari siapa sih Mas! Kayaknya penting sampai terimanya harus jauh-jauh dari Aku, mencurigakan!" Gerutuku dengan wajah yang ditekuk. "Itu telepon dari Maura, Mas menjauh karena mungkin ada hal yang penting, walau bagaimanapun dia kan tetap istri Mas, tidak mungkin Mas mengabaikannya." "Mas itu tetap cinta dan sayangnya hanya sama kamu seorang," ucap Mas Arka membuatku berbunga-bunga. "Emang Maura mau apa Mas telepon kamu?" "Dia hanya bertanya kapan Mas balik ke Bandung, karena Mas harus adil sama kalian berdua." "Trus Mas jawab apa?" "Mas jawab kalau minggu depan Mas baru bisa kesana lagian kan Mas baru aja kembali kesini mana mungkin balik lagi kesana." "Mas! Nanti kala
"Mas! Bangun dong udah siang ni, emang mau tidur aja kamu Sayang gak mau bangun," bisikku pada Mas Arka sambil mengelus punggungnya dan mengecup bibirnya. "Sayang, kamu masih belum puas dengan permainan kita semalam," Mas Arka langsung bangkit dan menarikku ke atas tempat tidur, permainan pun dimulai lagi. "Udah Mas, Aku capek Mas," rengekku sambil tidur diatas dadanya yang bidang saat kami sudah menuntaskan permainan. "Mas! Nanti kita akan tinggal dimana Setelah ini? Apa kita akan serumah dengan Maura Mas?" Tanyaku dengan manja karena aku ingin Mas Arka selalu berada disisiku. "Kamu maunya gimana?" "Aku mau kita tinggal dirumah baru kita di Jakarta saja Mas, Aku nggak mau tinggal serumah sama Maura biar bagaimanapun kitakan punya privasi sendiri Mas! Walaupun aku tahu jika istri kamu itu baik tapi tetap saja rumah tangga kita Aku yang urus. "Terserah kamu saja, yang penting kamu bahagia itu yang terpenting dan Mas mau kamu cepet hamil, karena Mas sudah ingin sekali punya anak."
"Mas! Aku gak mimpikan Mas?" Tanyaku sambil menggenggam tangan Mas Arka saat kami sudah sampai di depan rumahnya. Tanpa menjawabku Mas Arka langsung terhubung dengan saya untuk segera Masuk dan bertemu Maura pertanyaan istrinya. "Maura... Maura," teriak Mas Arka. "Iya tuan," jawaban seorang wanita paruh baya dengan menggunakan seragam. "Ibu Mana Bik?" Tanya Mas Arka pada wanita paruh baya itu. "Ibu ada di halaman belakang Tuan." "Baiklah, terima kasih." Kami berjalan menuju halaman belakang, melihat pandangan ke isi rumah Mas Arka yang megah bak istana, nyamannya tinggal disini batinku. "Maura," sapa Mas Arka saat kami sudah sampai di halaman belakang. "Iya Mas! Kamu sudah datang," jawab Maura dengan suara pelan. Lembut sekali suaranya. "Ini wanita yang Mas ceritakan itu, ucap Mas Arka memperkenalkanku pada istrinya, Aku hanya bisa tertunduk di hadapannya. "Arsila! Perkenalkan saya Maura istrinya Mas Arka," ucap Maura sambil memainkan tangannya. "Iya Mbak, saya Arsila,Jawab