Setelah selesai makan pagi bersama dengan Sasarada dan membersihkan diri, Hyang Yuda kemudian berpamitan kepada Sasarada dan mengucapkan rasa terima kasih atas bantuan yang diberikan Sasarada selama dirinya tinggal.
“Apakah setelah ini aku tidak bisa bertemu dengan Tuan Yuda lagi?” tanya Sasarada dengan nada suara sedih.
Dari raut wajah Sasarada, Hyang Yuda dapat dengan jelas menangkap raut wajah penuh harap yang tersirat.
“Mungkin kita bisa bertemu lagi. . .” Hyang Yuda tersenyum membalas pertanyaan Sasarada sembari mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya jubahnya dan memberikannya kepada Sasarada. Hyang Yuda mengulurkan tangannya ke arah Sasarada, “Berikan tanganmu.”
Sasarada melakukan perintah Hyang Yuda dan mengulurkan tangannya.
Hyang Yuda kemudian meletakkan sesuatu di atas tangan Sasarada dan berkata, “Hadiah untukmu.”
“Hadiah?” tanya Sasarada se
Hyang Tarangga yang baru saja masuk ke dalam Aula karena mendengar kabar kedatangan Hyang Yuda terkejut mendapati Hyang Yuda yang jatuh berlutut tidak jauh dari pintu Aula Amaraloka. “Hyang Yuda. . .” teriak Hyang Tarangga dengan sedikit panik yang kemudian berlari menghampiri tubuh Hyang Yuda. Teriakan Hyang Tarangga itu berhasil menarik perhatian Hyang Amarabhawana yang mengira Hyang Yuda telah pergi meninggalkan Aula Amaraloka. Hyang Amarabhawana berlari dari meja kerjanya, mendekat ke arah Hyang Tarangga yang sedang berlutut dan mengguncang tubuh Hyang Yuda yang kehilangan kesadarannya. “Apa yang terjadi??” tanya Hyang Amarabhawana bingung. Hyang Tarangga menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Saya juga tidak tahu, Hyang Amarabhawana. Begitu saya masuk, saya melihat Hyang Yuda sudah berlutut dalam keadaan tidak sadarkan diri.” Hyang Tarangga terus mengguncang tubuh dan memanggil nama Hyang Yuda, namun Hyang Yuda sam
“Berkah dari Amaraloka?” tanya Hyang Yuda terkejut.“Ya. . . berkah dari Amaraloka. . .” jelas Hyang Tarangga, “beberapa manusia di Janaloka bisa saja mendapatkan berkah ini dalam kondisi dan situasi tertentu. Semisal manusia yang selalu berbuat baik dalam hidupnya dan mengumpulkan banyak pahala sepanjang hidupnya. Bisa juga, manusia yang membela kebenaran bahkan hingga nyawanya menjadi korban atau bisa jadi manusia yang mati di tangan orang lain karena sebuah fitnahyang kejam. Tiga kondisi dan situasi di atas hanyalah beberapa contoh yang mungkin bisa menjadi alasan manusia menerima berkah dari Amaraloka.”Hyang Yuda berusaha menelaah dan memahami penjelasan Hyang Tarangga. Tidak lama kemudian Hyang Yuda mengajukan pertanyaan lagi.“Selain pertahanan terhadap ingatan milik mereka, manusia yang menerima berkah dari Amaraloka akan memiliki kemampuan apa lagi?”Hyang Tarangga melirik wa
Kepala Hyang Yuda terus merasakan sakit yang tak tertahankan. Bayangan yang selalu muncul di dalam benak Hyang Yuda kini berputar dengan cepat hingga Hyang Yuda sendiri tidak bisa melihatnya dengan jelas. Bayangan itu memutar banyak hal, banyak kejadian dan banyakwajah orang – orangyang sama sekali tidak dikenal oleh Hyang Yuda. Nama – nama yang muncul dan disebutkan oleh Sena adalah nama yang asing bagi telinga Hyang Yuda, tidak terkecuali wanita bernama Manohara. Namun di antara banyak sosok yang muncul, di antara banyak kejadian yang terlihat dan di antara banyak wajah – wajah asing yang terlihat, ada satu sosok selain Manohara yang dikenali oleh Hyang Yuda. Senyuman seseorang di antara banyak orang di sekitar Sena mirip dengan senyuman yang selalu ditunjukkan oleh Mahamara ketika bertemu dengan dirinya. Hyang Yuda mencoba bangkit meski kepalanya terasa begitu menyakitkan. “Tuan Yuda mau ke mana?” tanya Sasarada dengan wajah c
“Hyang Yuda tidak merasakan ada sesuatu yang janggal?” Mahamara menangkap raut wajah Hyang Yuda yang penuh tanda tanya dan tidak lagi menaruh perhatiannya kepada Mahamara. “Jika Hyang Yuda ingin mengetahui segalanya, Hyang Yuda harus menemukan ingatan milik Hyang Yuda. . . Dengan begitu, Hyang Yuda akan bisa mengetahui siapa yang memberikan berkah kepada gadis manusia ini?” “Meski aku ingin menemukan ingatanku yang hilang sekalipun. . .” jawab Hyang Yuda, “aku tidak akan menemukannya untuk memenuhi keinginanmu.” “Seperti yang aku duga, Dewa Perang dari Amaraloka bukan sosok yang mudah terpengaruh . . .” Mahamara tertawa keras dan tidak lama kemudian memanggil senjata pusaka miliknya yang mirip dengan Mahakudi milik Hyang Marana. “Litheng Kudi(1). . .” (1)Litheng Kudi adalah senjata andalan Mahamara yang berbentuk sabit besar yang bentuknya mirip dengan Mahakudi milik Hyang Marana.
Hyang Amarabhawana mengetukkan jarinya beberapa kali ke meja kerjanya dan memikirkan ucapan dan permintaan yang diajukan oleh Hyang Yuda. Matanya menatap ke arah Hyang Tarangga yang sedang berdiri di samping Hyang Yuda yang saat ini juga terkejut mendengar permintaan Hyang Yuda kepadanya. Setelah beberapa saat, jari Hyang Amarabhawana berhenti mengetuk ke meja kerjanya. “Bagaimana menurutmu, Hyang Tarangga?” Hyang Amarabhawana meminta pendapat Hyang Tarangga yang dikenal selalu bijak dalam berpikir dan mengambil keputusan. Hyang Tarangga yang terkejut dengan pertanyaan yang diajukan oleh Hyang Amarabhawana berbalik menatap Hyang Amarabhawana yang saat ini sedang menatap dirinya, tidak lama kemudian Hyang Tarangga mengalihkan pandangannya menatap Hyang Yuda yang berdiri di samping dan juga sedang menatap dirinya. Hyang Tarangga kemudian menghela napas panjang karena mendapat tatapan dari dua Hyang di saat yang bersamaan. Setelah menghela napas panjang, Hya
Hyang Yuda memberikan tepuk tangan kecil untuk ucapan Mahamara yang baru saja diucapkannya dan kemudian memberikan pujian kepada Mahamara dengan raut penuh amarah. “Kamu bisa tahu ruang kerja Hyang Tarangga, itu artinya ada pengkhianat di Amaraloka. . .” Hyang Yuda menghentikan tepuk tangannya dan memandang sengit ke arah Mahamara. “Kamu benar – benar hebat, Mahamara. Semakin kamu memaksaku untuk menemukan ingatanku yang hilang, semakin aku tidak ingin mengingatnya. Benar yang dikatakan oleh Hyang Tarangga padaku, ingatanku yang hilang mungkin adalah untuk kebaikanku sendiri.” Senyuman di wajah Mahamara menghilang seketika ketika mendengar ucapan Hyang Yuda. “Aku sudah mengatakan apa yang ingin kukatakan padamu, Hyang Yuda. Aku menyandera gadis itu bersamaku, kamu bisa melihatnya ketika perang terjadi nantinya dan gadis itu pasti akan mati di tanganku nanti. . . Kita bertemu lagi saat perang terjadi, Hyang Yuda.” Tanpa disadari oleh Hyang Yu
Hari yang dijanjikan. . . Hyang Yuda bersama dengan para Hyang dari Amaraloka turun bersama – sama ke Janaloka. Di lokasi yang tidak jauh dari rumah Sasarada, pasukan Mahamara dan sekutu Amaraloka sudah berdiri di sisi yang berlawanan menunggu kedatangan Hyang Yuda bersama dengan para Hyang dari Amaraloka. Mahamara berjalanmaju dari bagian belakang pasukan miliknya ke depan pasukannya ketika melihat Hyang Yuda bersama dengan para Hyang dari Amaraloka tiba di Janaloka. “Selamat datang, Hyang Yuda. . .” Mahamara menyambut kedatangan Hyang Yuda dengan senyumannya. “Di mana Sasarada??” Tanpa membalas sapaan Mahamara, Hyang Yuda segera mengajukan pertanyaan pada Mahamara mengenai Sasarada. Sementara itu, Hyang Marana yang berdiri tidak jauh dari Hyang Yuda mendengus mendengar sapaan yang diberikan Mahamara kepada Hyang Yuda, “Kenapa kamu hanya menyapa Hyang
Hyang Yuda memaki dirinya sendiri yang tidak membuat antisipasi untuk serangan yang saat ini dilakukan Mahamara pada tiga alam di saat yang bersamaan. Tanpa di sadarinya, Hyang Yuda mempercayai ucapan Mahamara pada dirinya mengenai serangan yang akan dilancarkannya di Janaloka. Karena serangan yang sebelumnya terjadi hanya di Janaloka, Hyang Yuda sama sekali tidak memikirkan sifat Mahamara yang licik yang tidak hanya menyerang Janaloka melainkan juga berani menyerang Amaraloka dan Nirayaloka.[Dengarkan aku, Para Hyang. . .}Hyang Yuda berbicara di dalam saluran komunikasi yang terhubung ke Amaraloka dan seluruh Hyang sembari menggunakan wulung caksu miliknya untuk melihat ke seluruh lokasi peperangan di Janaloka.[Karena aku yang tidak berguna ini tidak mengantisipasi serangan Mahamara yang akan datang ke Amaraloka dan Nirayaloka, aku akan mengubah rencana untuk menyelamatkan tiga alam. Bisakah sekali lagi para Hyang mempercayaiku?]
“Begitulah kisah cinta dan kisah perjuangan dari Rakryan Tumenggung Sena dan Pawestri Manohara. Setelah terpisah oleh kematian, setelah melewati tiga kehidupan penuh ujian dan penantian yang panjang, Rakryan Tumenggung Sena dan Pawestri Manohara akhirnya bersatu kembali di Amaraloka.” “Benarkah begitu Paman?” tanya anak laki – laki dari lima anak laki – laki yang mendengarkan kisah dari pendongeng bernama Rangga. “Benar.” “Lalu apakah kerajaan dan Maharaja melupakan Rakryan Tumenggung Sena dan Pawestri Manohara?” tanya satu dari empat anak perempuan yang juga ikut mendengar kisah dari pendongeng bernama Rangga. “Maharaja tidak melupakan adik kesayangannya, Manohara. Hanya saja kisah cinta mereka kemudian terkubur bersama dengan kematian seluruh saksi dari kejadian yang membunuh RakryanTumenggung Sena dan Pawestri Manohara. Semua saksi dalam kejadian itu menyimpan rahasia itu sebagai bentuk sumpah setia kepada Maharaja dan
Hyang Yuda berdiri di depan gerbang Sadyapara menunggu pratiwimba milik Hyang Marana datang membawa atma dari Isvara yang merupakan reinkarnasi keempat dari Manohara. Dengan gugup, Hyang yuda berdiri menunggu sementara Hyang Tarangga yang berdiri menemani di sampingnya tampak begitu tenang seperti biasanya. “Tenanglah, Hyang Yuda.” Hyang Tarangga berusaha menenangkan Hyang Yuda yang begitu gugup bahkan lebih gugup ketika harus memimpin perang. “Kenapa pratiwimba milik Hyang Marana lama sekali, Hyang Tarangga?” Hyang Yuda berkata dengan raut wajah yang sudah tidak lagi bisa menahan rasa sabarnya. “Manusia yang mati hari ini berjumlah ratusan dan belum lagi yang mati di sisi lainnya di Janaloka. Tugas Hyang Marana begitu banyak, jadi tunggulah dengan sabar,Hyang Yuda. Atma dari Isvara tidak akan menghilang.” Tidak lama kemudian dari gerbang masuk Sadyapara, Hyang Yuda melihat kedata
Sepuluh tahun kemudian. Tahun 1945. Isvara kini telah tumbuh menjadi gadis yang cantik dengan karakter dan kepribadian yang baik. Dengan keluarganya yang merupakan keluarga bangsawan, tidak sulit bagi Isvara untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi untuk masa depannya kelak. Isvara yang sudah memiliki kecerdasan yang cukup tinggi sejak masih kecil mengenyam pendidikan di Sakolah Raden Dewi(1) dan lulus di usianya yang masih muda. (1)Sakolah Raden Dewi adalah sekolah yang didirikan oleh Dewi Sartika pada tahun 1904 dengan nama sekolah istri atau sekolah untuk perempuan di Bandung. Sekolah ini mengalami perubahan nama beberapa kali sebelum akhirnya pada tahun 1929 berubah nama menjadi Sakolah Raden Dewi. Hyang Yuda yang melihat pertumbuhan Isvara merasa begitu senang karena Isvara memiliki kehidupan yang benar – benar membuatnya bahagia. Hyang Yuda
Tahun 1925 Hyang Yuda menghela napas panjang ketika mendapati dirinya harus bertugas hanya berdua dengan Hyang Marana. Mendengar helaan napas panjang dari Hyang Yuda, Hyang Marana melirik dengan tajam ke arah Hyang Yuda dan berkata, “Aku mendengar helaan napas panjang itu, Hyang Yuda. Apakah begitu membosankannya bagi Hyang Yuda untuk bekerja bersama denganku?” Hyang Yuda dengan cepat berusaha tersenyum mendengar omelan dari Hyang Marana yang mendengar helaan napas panjangnya dan menjawab pertanyaan dari Hyang Marana, “Tidak, Hyang Marana.” “Kalau begitu berhentilah menghela napas panjang karena bukan hanya Hyang Yuda saja yang merasa sebal. Aku pun juga merasakan hal yang sama. . . Akan lebih baik jika Hyang Tarangga ada di sini menjadi penengah di antara kita berdua. . .” Hyang Yuda menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Hyang Marana. Untuk pertama kalinya dalam 600 tahun keh
Seratus tahun kemudian. . . Selama seratus tahun, Hyang Yuda melakukan semua pekerjaan yang dimilikinya dengan giat. Dari pergi melihat jalannya perang bersama dengan Hyang Marana dan Hyang Tarangga, kemudian pergi bersama dengan Hyang Marana dalam menjemput banyak atma manusia yang tewas karena serangan wabah dan sesekali membantu pekerjaan para Hyang lainnya ketika Hyang Yuda sebagai Hyang Ruksa melepas panah Sanghara Gandhewa dan membuat kiamat kecil datang ke Janaloka. Pada tahun 1815, Sanghara Gandhewa yang dilepaskan oleh Hyang Yuda membuat Tambora Giri(1) meletus dan mengakibatkan banyak manusia yang tewas. Hyang Marana dan Hyang Tarangga benar – benardibuat bekerja keras ketika Sanghara Gandhewa milik Hyang Ruksa dilepas ke Janaloka. Tidak hanya itu saja akibat dari letusan Tambora Giri yang sangat dahsyat, tsunami datang di beberapa titik di Janaloka dan mengakibatkan ribuan manusia kehilangan nyawanya. Akibat l
Mendengar ucapanku, sosok hitam dengan wujud wanita itu kemudian memasang wajah murka kepadaku. Tangannya mengepal berusaha merusak selubung pelindung yang dibuat Hyang Yuda sebelum hilang kesadarannya. Tatapan matanya menyala seakan berusaha membakarku dengan amarahnya. Beruntungnya aku,berkat selubung itu aku berhasil menyelamatkan diri dan berjalan menjauh dari sosokhitam dengan wujud wanita itu. Menyadari aku yang perlahan berusaha pergi, sosokhitam dengan wujud wanita itu kemudian memanggil senjata miliknya yakni sabit besar berwarna hitam yang pernah aku lihat ketika sosok itu menyerang Hyang Yuda dan berusaha menghancurkan selubung yang melindungiku. Entah itu beruntung atau mungkin kekuatan Hyang Yuda lebih kuat darinya, selubung itu masih melindungiku dan membuat usaha sosok itu berakhir dengan kegagalan. “Sial. . .” Sosok itu mengumpat kesal ke arahku sembari melempar tatapan tajam penuh amarah kepad
Pertemuanku dengan Hyang Yuda benar – benar berjalan mulus sesuai dengan rencana yang dibuat oleh sosok itu. Dengan jantung yang berdetak kencang, aku berusaha keras menyembunyikan rona merah di wajahku dan suara detak jantungku yang bahagia melihat kedatangan Hyang Yuda tepat di hadapanku. Aku tahu hanya diriku seorang yang dapat mengingat kehidupan lama Hyang Yuda sebagai Sena. Tapi dengan hanya itu saja, akuyang hidup berteman dengan kesepian dan kehilangan semua harapanku sejak kematian bibiku akhirnya memiliki sebuah harapan lagi. Meski Hyang Yuda melupakan jati diri dan identitasku di masa lalu, meski Hyang Yuda tidak mengingat janji dan cinta di antaraSena dan Pawestri Manohara, aku akan membuat Hyang Yuda kembali menyukaiku seperti yang pernah terjadi antara Sena dan Pawestri Manohara di masa lalu. Itulah yang aku harapkan. Hyang Yuda membantuku dengan menggendongku di punggungnya yang hangat, membawaku kembali ke rumah s
Adegan demi adegan dengan cepat berputar di dalam benakku. Adegan yang memutar segala kenangan milik Pawestri Manohara bersama dengan Rakryan Tumenggung Sena dari pertemuan pertama, waktu – waktu yang dihabiskan oleh Pawestri Manohara bersama dengan Sena sewaktu menjadi pengawal pribadinya, permintaan Pawestri Manohara kepada Maharajamengenai pernikahannya, kemudian pesta pernikahan antara Pawestri Manohara, kehamilan Pawestri Manohara hingga terakhir kematian mengenaskan yang dialami oleh Manohara dan Rakryan Tumenggung Sena sebagai suaminya. Semua adegan berputar dengan cepat dalam waktu singkat seakan tumpah di dalam benakku. Begitu pemutaran adegan itu berakhir, air mataku tanpa kusadari jatuh dan membasahi wajahku. Sementara aku menghapus air mata di wajahku, sosok gelap di hadapanku kemudian mengangkat telapak tangannya dari keningku, menghentikan pemutaran adegan di dalam benakku. “Apa yang baru saja aku lihat ini?” tanyaku masih dengan mengh
Hyang Yuda akhirnya mengerti. Hyang Yuda akhirnya memahami alasan dari Sasarada yang memiliki kemampuan untuk melihat sosoknya sebagai Dewa. Kemampuan itu seakan menjadi jawaban dari keinginan dua reinkarnasi Manohara sebelumnya yakni Anindya dan Samanta. Harapan itu didengar oleh berkah milik Hyang Yuda yang sejak awal juga ingin kembali pada Tuannya. Berkah itu membuat dua reinkarnasi dari Manohara menyimpan perasaan yang dalam dari Manohara untuk suaminya, Sena yang tidak lain adalah Hyang Yuda. Berkah itu jugamembuat Samanta dapat melihat beberapa kenangan miliknya di kehidupannya sebagai Manohara dalam bentuk mimpi. Seperti ucapan Hyang Tarangga pada Hyang Yuda, reinkarnasi Manohara terlindungi dari makhluk – makhluk tak kasat mata yang berniat mengganggunya. Namun dalam ucapan Hyang Tarangga pada Hyang Yuda itu ada sebuah kesalahan kecil yang harusnya menjadi peringatan untuk Hyang Yuda. Hyang Yuda juga termasuk ke dalam makhluk