Mata Yusuf sinis memandang ekspresi semringah Bella yang tengah menyentuh pelan lukisan hitam pemberian Agus. Dia yang disangka tidak akan menyukai lukisan justru pada akhirnya yang memilih, bahkan dapat secara gratis.
“Mas, tolong gantung di dinding kita, dong!” pinta Bella manja.
“Males! Kamu minta aja tuh orang yang gantung sekalian!” tolak Yusuf masih sebal.
“Ih!”
Bella pula yang akhirnya menarik sebuah kursi lalu berupaya mengangkat lukisan tersebut untuk dipajang di dinding kamar mereka. Namun, kakinya bergerak goyah sebab tak kuat menahan lukisan yang berat. Untung sebelum dia ambruk jatuh karena kehilangan keseimbangan, Yusuf sudah langsung menangkap dirinya.
“Emang ngerepotin aja bisa nya!” damprat Yusuf.
“Mas makanya bantuin dari awal! Emang Mas mau kehilangan aku lebih cepat dari seharusny
Alih-alih pergi, Malik malah sengaja mendekati Bella. Tangannya terangkat menyingkap sedikit ujung topi pantai rajut lebar yang dikenakan oleh Bella.“Jangan kurang ajar!” hardik Bella sambil menepis tangan Malik.Malik tersenyum sempat melihat jelas wajah Bella seutuhnya. “Muka kamu yang merah karena sinar matahari keliatan manis banget,” ucapnya memberi pujian.“Jangan gila kamu! Sebaiknya kamu pergi sekarang sebelum Yusuf datang, kamu bisa dihajar lagi kayak malam itu! Kamu masih ingat kan gimana bonyoknya muka kamu?”Malik tersenyum miring. “Menurut aku rasa sakitnya sepadan, kok. Lebih baik sakit menahan pukulan di pipi ketimbang sakit menahan rindu sama kamu.”“Kamu udah gila, ya? Senewen!” Bella berniat untuk meninggalkan Malik sendirian sebab kata-kata manis dari mulut pria itu mulai membuatnya tidak nyaman
Hari terakhir berada di Lombok dihabiskan Bella dan Yusuf hanya untuk bersantai dan berjemur di sekitar pantai. Pemandangan siang itu cerah, laut terlihat begitu biru berkilauan diterpa terik matahari.Bella yang mengenakan bikini oranye dibalut kain pantai motif bunga kamboja menutupi mukanya dengan topi rajut untuk menghindari silau matahari. Selama beberapa hari di Lombok, kulitnya sudah menjadi lebih tan ketimbang sebelumnya, dan Yusuf kerap memujinya belakangan ini, lebih seksi katanya.Sementara di sampingnya, Yusuf yang berbaring santai mengenakan sunglasses menutup matanya, menikmati embusan angin laut yang sepoi-sepoi.Ketenangan di antara mereka pecah tatkala ponsel pintar Yusuf berbunyi, masuk sebuah panggilan. Yusuf bergegas mengecek ponselnya, Bella ikut memperhatikan.“Halo? ... apa? Ck, ok ok, baik, saya urus sekarang.”Kening Bella mengerut, penasaran Yusuf bicara dengan siapa. Tak lama, muncul Emma dari tenda di belakan
“Udah kelar urusannya, Mas?” tanya Bella agak panik sambil berjalan mendekati Yusuf.Malik ikut turun dari speed boat, tapi matanya tampak menghindar dari tatapan Yusuf yang teramat tajam. Mata Yusuf nyalang, tinjunya terkepal di sisi celana, rahangnya menggeretak, tapi dia masih bergeming.“Mas?” sapa Bella takut melihat sikap diam Yusuf.Alih-alih menjawab pertanyaan Bella, tiba-tiba Yusuf malah bergerak cepat menghampiri Malik, lalu tanpa aba-aba melayangkan tinju tepat di tulang pipinya sampai Malik terpental ke belakang. Malik jatuh menimpa pasir putih pantai.“Mas Yusuf!” teriak Bella yang bergegas membantu Malik.Sikap Bella yang malah lebih memperhatikan Malik tentu membakar hati Yusuf, membuat amarah di dadanya lebih membendung.“Menjauh dari dia, Bella! Menjauh dari dia sekarang!” teriak Yusuf memerintah.Bella tidak patuh begitu saja, membuat darah Yusuf lebih mendidih lagi.
Yusuf memang pulang lebih dulu ke Jakarta bersama Emma, sedang Bella pulang dengan penerbangan berikutnya bersama tim satu divisi Malik.Degup jantung Bella kembali terpompa ketika dia sampai di depan pintu apartemen, takut Yusuf masih ngambek kepadanya. Dia beranikan diri untuk membuka pintu, tapi tak ada siapa-siapa di dalam, lengang saja, tidak tampak batang hidung Yusuf.“Ke mana Mas Yusuf? Harusnya dia udah nyampe duluan ...” lirih Bella bingung.Bella bahkan menunggu sampai malam hari, tapi Yusuf tak juga pulang. Ponselnya bahkan tidak bisa dihubungi, Bella menyerah sudah. Barangkali dia sedang pergi menenangkan pikiran, besok saja di kantor mereka selesaikan semuanya, begitu pikir Bella, dia putuskan untuk segera pergi tidur, hari esok telah menanti dirinya dengan tumpukan pekerjaan.***Emma baru selesai menerima panggilan ketika Bella turun dari lift, dan langsung bergerak hendak masuk ke dalam ruang kerja Yusuf. Emma segera ba
Pikiran Bella masih mengawang-awang mengingat apa yang tadi diucapkan oleh Yusuf; putus. Apa semudah itu bagi mereka untuk berpisah? Sungguhkah semua berakhir di sini? Batinnya tak percaya. Semua terasa begitu surreal, tidak nyata, Bella berharap ini hanya mimpi. Dia berharap semua ini hanya lelucon atau prank yang dibuat oleh Yusuf."Kamu nggak apa-apa, Bel? Mau ikut ngopi, nggak?" ajak Ruby.Bella bergeming, mukanya yang pucat akhirnya memicu kecemasan Ruby."Bel, woi! Kamu nggak apa-apa, kan?"Detik selanjutnya Bella berdiri, dan langsung pergi ke toilet. Di sana dia melepaskan tangisan sejadi-jadinya. Dia sadar satu hal, dia dan Yusuf benar-benar telah berpisah, mereka sungguh putus kali ini. Bukan lelucon, dan tidak ada prank.***Kabar soal putusnya Bella dan Yusuf menyambar cepat ke seisi kantor majalah GLAM layaknya api yang disiram dengan bensin. Meski banyak yang menodongnya dengan pertanyaan, Bella memilih untuk bungkam.Da
“Enak udonnya?” tanya Malik.Tanpa kata-kata, Bella mengangguk dengan mulut yang tak henti menyeruput udon buatan Malik. Tadinya Malik ingin mengajaknya makan malam di restoran turki favoritnya, tapi restoran itu sudah telanjur tutup. Tak ada opsi lain, Malik mengajak Bella ke apartemennya, lalu memasak semangkuk udon instan.Bella makan amat lahap, wajar mengingat perutnya tak diisi sejak siang, ditambah stres memikirkan nasib cintanya dengan Yusuf yang telah resmi kandas, dia memang butuh energi ekstra.“Enak banget! Makasih ya!” seru Bella sambil menyeka mulutnya dari sisa minyak makanan.“Cuma itu yang bisa aku buat,” sahut Malik tersipu.Lantaran canggung, Bella mengedarkan pandangan ke sekitar apartemen Malik yang serba krem. “Cantik ya apartemen kamu. Rapi juga, terurus.”“Iya ... tapi nggak sebagus punya Yusuf, kan? Lokasinya juga nggak elit, ini juga udah syukur aku dikasih.&rdqu
Bella panik ketika matanya terbuka, dan yang pertama menyambutnya adalah cahaya matahari pagi yang begitu terik menerpa muka.Mampus! Gawat! Udah jam 8 aja! Pekiknya dalam hati. Kalau hari ini dia terlambat lagi, entah apa yang akan dikatakan oleh atasannya. Bella cepat-cepat ke kamar mandi, lalu berpakaian, mendempul mukanya dengan riasan sekadarnya. Namun, saat dia keluar dari kamar, Malik malah terlihat duduk santai menikmati sarapan di atas meja makan.“Pagi, Bella ... gimana tidur kamu semalam? Ayo sarapan dulu, aku udah siapin roti sama jus jeruk—““Ini bukan waktu yang pas buat basa-basi, Malik! Kenapa kamu nggak bangunin aku?! Masih sempat sarapan segala! Kita telat loh!”Malik terperangah kemudian. “Lah iya ya ... kamu masuk pagi kan, ya?”“Malah nanya balik! Masa nggak tau, sih?!” damprat Bella sebal.“Sorry ... sorry, soalnya aku kerja masih part time, aku masuk siang bia
Mata Yusuf memandang kosong pada gaun putih yang melekat indah di sebuah manekin. Pikirannya berkecamuk, keraguan dan keyakinan silih berganti timbul dalam benaknya. Ayahnya menyambut gembira keputusan sembrono yang dia buat, pun ibunya setuju-setuju saja, tapi justru dia yang sekarang tidak yakin apakah ini keputusan tepat. Dia acak rambutnya untuk sekadar melepas stres.“Kenapa, Suf? Kok bengong?” tanya Leila yang merangkulnya dari belakang.“Nggak apa-apa,” jawab Yusuf pendek.Leila membalik tubuh Yusuf, membuat muka mereka saling berhadap-hadapan. “Aku tau kamu bohong. Pasti ada yang lagi kamu pikirin, kan? Apa, Suf? Kamu ragu sama keputusan kamu sekarang?”Yusuf menggeleng tanpa kata.“Sebetulnya, aku juga penasaran loh, apa yang bikin kamu tiba-tiba ngambil keputusan secepat ini buat menikahi aku. Apa alasannya? Ke
Tiga tahun telah berlalu sejak pernikahan Malik dan Leila berlangsung dengan lancar. Keduanya memutuskan untuk pindah ke Turki tahun lalu sebab bisnis fashion yang dikelola oleh Leila berkembang pesat di Turki seperti yang dia harapkan. Sama halnya dengan Malik dan Leila, hubungan Bella dan Yusuf pun terbilang stabil selama tiga tahun ini. Deniz kini telah menginjak usia lima tahun, baru-baru ini dia telah masuk ke Taman Kanak-kanak, dan hari-harinya pun lebih banyak dihabiskan di rumah neneknya, entah itu bersama Erika maupun Tiara yang kerap datang untuk menjemputnya. Seperti pada minggu pagi hari ini, suasana rumah Bella terlalu senyap, nyaris tak ada suara terdengar. Deniz sedang berada di rumah Erika menghabiskan libur akhir pekannya, di rumah hanya ada Bella dan Yusuf. Suami istri itu masih terlelap di atas tempat tidur empuk mereka meski jam telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Semalam entah berapa kali Yusuf menggempur Bella tanpa tahu waktu dan lel
Janji Yusuf sungguh dia tepati. Berkat dirinya, Malik hanya mendapat hukuman satu tahun penjara, dengan beberapa syarat tentunya. Setelah lepas sebagai tahanan kota selama enam bulan pula, Malik akhirnya bisa pulang ke Indonesia. Ada rencana besar yang akan dia laksanakan di sana. Seluruh keluarga dan kerabat berkumpul di rumah induk yang kini ditempati Yusuf dan Bella untuk menyambut kepulangannya.Selain rasa kangennya terhadap puterinya sudah menggunung, dia pula telah berencana untuk menikahi Leila. Kabar itu sudah lebih dulu diketahui Yusuf dan Bella, keduanya mendukung niat mulia Malik.Sejak menjanda, Leila memang tidak punya niatan untuk mencari pengganti Yusuf, fokusnya hanya merawat puterinya yang diberi nama Aisyah Aktaf. Aisyah seusia dengan Deniz, sekarang usianya telah lebih dari dua tahun, sedang gemar-gemarnya berlatih bicara dan berjalan, sedang usia-usia paling gemasnya.Ketika tahu Malik ak
Sejak lama, nama lain Malik adalah BAYANGAN. Dia memang tak lebih dari bayangan Yusuf. Sejak lahir, Yusuf telah mendapat pengakuan, sesuatu yang tak pernah didapat oleh Malik. Seluruh keluarga dan kolega bisnis Pak Abizard melihat Yusuf sebagai penerus yang mampu, disegani, terpandang, dan punya karisma sebagai calon pemimpin hebat.Hal lain diperoleh oleh Malik. Dia adalah kebalikan, dia adalah aib yang harus disembunyikan, ibarat sampah yang harus ditimbun, atau dibuang jauh-jauh agar tak tercium baunya.Ketika kecil dulu, Malik selalu menatap iri sekaligus kagum kepada Yusuf. Yusuf sungguh sempurna di matanya. Sebagai anak yang tumbuh seorang diri, dia melihat Yusuf tak ubahnya seorang kakak, kakak yang dia harapkan bisa menjaga dan melindungi dia. Malik pernah beberapa kali mencoba mendekati Yusuf, ingin mengajaknya bermain selayaknya anak pada umumnya.Namun, pandangan Malik terhadap Yusuf seketika
Air mata Bella tak kunjung berhenti mengalir, dia terus berada di samping Yusuf yang telah berada di ruang perawatan. Pikiran-pikiran buruk terus mengisi benaknya.“Mas Yusuf ... Tolong jangan tinggalin aku sama Deniz, Mas bahkan sekarang lagi jauh dari Deniz. Aku mohon, Mas. Tolong kuat untuk anak kita ... Kita baru aja menikah, akhirnya kita bisa bersama, tapi kenapa semua langsung jadi buruk lagi?” isak Bella tak kuasa menahan kesedihan.Yusuf yang baru siuman dengan perut diperban berucap tawar, “Apa, sih kamu? Berisik banget, aku mau istirahat, tau.”“Mas Yusuf!” pekik Bella sambil mengguncang tubuh Yusuf. “Ya Tuhan ... aku kira Mas nggak akan bangun lagi! Aku udah panik banget tau, nggak?! Aku panggil Dokter ya sekarang!”“Nggak usah,” sahut Yusuf seraya bangkit untuk duduk.“Jangan dipaksa
“Kamu yang psikopat! Kamu yang nggak sadar diri kamu siapa!” teriak Bella sambil berusaha mendorong Malik agar menjauh darinya.Dengan senyum miring yang tampak mengerikan, Malik menarik Bella agar lebih dekat dengannya. “Aku dengar kamu melahirkan anak laki-laki, sayang banget ya, Bella ... seharusnya bayi itu perempuan ...”Mata Bella terbelalak mendengarnya, seolah dia tahu yang akan dikatakan Malik selanjutnya.“Kamu tau kenapa? Supaya aku bisa menyentuh dia juga suatu saat nanti. Hi hi~”“Nggak punya otak! Padahal kamu sendiri yang sekarang udah punya anak perempuan! Sadar kamu!”“Aku enggak anggap anak itu adalah anak aku, sayang sekali, Bella ...”Tawa Malik terdengar begitu menggelikan sekaligus mencekam. Bella yang sudah naik pitam berniat melayangkan satu pukulan di rahang Malik, tapi
Usai berjalan-jalan bersama dan menikmati keindahan kota Kapadokia, Ririn mengajak Yusuf dan Bella untuk mengunjungi kedai kopi yang dia kelola sendiri. Kedai kopi itu juga masih berada di sekitar kota Kapadokia, orang-orang bisa menikmati segelas kopi di teras sambil memandang jalan-jalan dan kota yang indah.“Ya beginilah kerjaan aku sekarang, Suf. Aku udah nggak mau kerja kantoran lagi, menurut aku lebih enak buka usaha begini,” ujar Ririn sambil meletakkan nampan berisi tiga gelas kopi espresso. “Malik juga kemarin datang ke sini buat minum kopi. Dia juga kayaknya lagi betah di sini.”Bella langsung mengerling menatap Yusuf seolah ada teror di depan matanya. “Malik? Buat apa dia di sini?” Spontan Bella bertanya.“Kenapa emangnya?” Ririn balik bertanya. “Malik juga kan separuh orang Turki, sama kayak Yusuf. Dia juga udah sering kayaknya bolak-balik ke sini.&r
Enam bulan setelah menikah, Bella dan Yusuf memutuskan untuk melaksanakan bulan madu mereka yang tertunda, yaitu pergi ke Kapadokia, Turki.Lantaran Deniz masih berumur sekitar 7 bulan, dia tak dibolehkan Yusuf untuk ikut. Dan karena itu pula mereka hanya akan pergi selama satu minggu. Deniz sementara akan dirawat dan dijaga oleh seorang perawat yang khusus diminta datang ke rumah.Berat betul hati Bella untuk meninggalkan Deniz selama satu minggu, meskipun ASI bahkan telah dia siapkan selama satu minggu ke depan, namun rasanya tetap berat untuk meninggalkan Deniz yang masih bayi.“Apa kita tunda aja lagi Mas sampe dua tahun? Tiga tahun?” tanya Bella pada malam sebelum berangkat.Yusuf yang sedang menyiapkan pakaian ke dalam koper mengerling sebal. “Nggak sekalian tunda sepuluh tahun? Kamu tenang aja, Deniz di tangan yang tepat, kok. Anggap aja kamu ibu pekerja yan
Hari yang telah lama ditunggu-tunggu Bella dan Yusuf akhirnya tiba juga, hari pernikahan mereka. Sebelumnya hari bahagia ini tak pernah mereka kira akan tiba, terutama bagi Bella. Semua masih terasa bagai mimpi baginya. Menikah dengan Yusuf? Terdengar seperti lelucon tidak lucu, tapi kali ini sungguh bukan lelucon.Jauh-jauh hari segala persiapan telah dipastikan Yusuf tidak ada kesalahan. Mulai dari gedung pernikahan, dekorasi, tema, sampai siapa-siapa saja yang diundang, dia tak mau ada kesalahan sedikit pun. Semua harus sempurna.Tema yang dipilih oleh Yusuf adalah putih, white wedding, sebab putih adalah simbol kesucian, bersih, sebagai permulaan yang baru baginya dengan Bella. Di matanya, Bella bukanlah bekas istri orang lain, pun di mata Bella, Yusuf bukanlah seorang duda dari Leila. Bagi mereka, ini adalah pernikahan pertama untuk mereka masing-masing.Jantung Bella rasanya mau copot, sejak semal
“Apa kegiatan Mama akhir-akhir ini?” tanya Yusuf berbasa-basi.“Biasalah, Mama sekarang merawat bunga, kebun kecil di rumah. Tapi, sebentar lagi Mama akan pergi,” beber Tiara.Alis Yusuf terangkat sedikit. “Ke mana? Buat apa?”“Baliklah, Suf. Udah terlalu lama Mama di sini. Udah seharusnya Mama pulang ke Amerika, ada bisnis yang harus Mama kerjakan lagi. Kamu kan nggak bisa ikut juga.”“Hm. Aku harus menjaga Bella sama Deniz sekarang, seenggaknya Mama tunggu sampe aku nikah bulan depan.”“Iya ... pasti.”Tiara duduk di bangku taman, keduanya kompak terdiam selama beberapa detik. Tiara membasahi bibir sendiri, menutupi rasa gugup yang menyerangnya. “Yusuf ... untuk semua yang terjadi, Mama betul-betul minta maaf, ya. Mama akui, Mama memang bersalah.”