"Dan aku sangat bersyukur, jika kenyataannya, Vi yang aku cari selama ini ternyata bukan dirimu, melainkan Vanilla," Mahessa tertawa renyah di akhir kalimatnya.Seketika niat Vanessa untuk memberitahukan pada Mahessa tentang siapa sebenarnya sosok Vi yang asli pun urung dia lakukan.Ucapan Mahessa saat itu, sungguh melukai hati dan jiwanya. Menusuknya dengan sangat dalam dan menyakitkan.Jadi, biarlah...Biarkan saja lelaki itu berpikir bahwa Vi adalah Vanilla.Vanessa bahkan sudah tak perduli!"Aku sudah menjawab semua pertanyaanmu dan sekarang giliranmu memberitahuku soal Vi," ucap Mahessa lagi setelah cukup lama mereka saling diam.Tatapan Mahessa terus tertuju pada sosok Vanessa yang saat ini kembali duduk di sisi ranjang tempat tidur. Wanita itu terus bergeming dengan kedua tangan yang meremas ujung jubah mandi yang dia kenakan.Terlihat sekali, bahwa Vanessa sedang gugup saat ini."Ada apa Nessa? Tadi kamu sendiri yang mengatakan bahwa kamu ingin mengatakan sesuatu tentang Vi ka
"Kalau begitu, nyawa Gavin akan menjadi taruhannya, apa kamu siap kehilangan lelaki itu, Nessa?" tanya Mahessa disertai sebuah seringai licik yang membuat Vanessa semakin muak saja pada lelaki itu.Dan jika sudah mengingat kelicikan Mahessa, maka tak ada alasan bagi Vanessa untuk tetap mempercayai lelaki yang kini sudah resmi menjadi suaminya itu.Setelah cukup lama berpikir, akhirnya Vanessa pun berkata dengan penuh keyakinan, bahkan dia tak ragu membalas tatapan Mahessa yang masih tertuju ke arahnya. "Pertemukan aku dengan Gavin lebih dulu, baru aku akan membantumu mendapatkan, Vi!"Kedua bola mata Mahessa menyipit, seolah sedang menelaah lebih jauh bahwa Vanessa benar-benar serius dengan kata-katanya."Lalu, jika aku sudah mempertemukanmu dengan Gavin, apa jaminan untukku bahwa kamu tidak akan mangkir dari kata-kata yang sudah kamu ucapkan sendiri?" tanya Mahessa balik yang hanya menginginkan kepastian lebih jauh dari seorang Vanessa.Lagi, Vanessa kembali terdiam.Berusaha memutar
Baru-baru ini, Mahessa mengajak Wildan untuk join dalam salah satu proyek besar usungan perusahaan Anggara Grup di mana Mahessa akan memberikan wewenang penuh pada Wildan untuk mengurus proyek tersebut.Dan bagi seorang pengusaha macam Wildan, jelas tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas yang bisa mendatangkan begitu banyak keuntungan bagi masa depan perusahaannya kelak.Intensitas kedekatan Mahessa dan Wildan terjalin semakin dekat, bahkan kini, Wildan mengajak Mahessa untuk ikut bergabung dengan anggota Club Golfnya."Wah, Caddy di sini cantik-cantik sekali ya?" ujar Mahessa saat pertama kalinya dia bergabung dengan anggota Club Golf Wildan.Wildan melirik ke salah satu Caddy yang ada di sekitar mereka. Senyum lelaki itu mengembang tatkala sang Caddy memberinya senyuman lebih dulu."Memang sih cantik-cantik, tapi, tidak ada yang membuatku tertarik," ucap Wildan seraya mendekatkan bibirnya ke telinga Mahessa, "bagiku, tak ada wanita mana pun yang lebih cantik dari istriku," bisik lel
"Sudah selesai," ucap Vanessa saat dia selesai dengan kegiatannya mengobati luka di kedua telapak tangan Mahessa.Masih dengan tarikan napasnya yang belum stabil, Mahessa menatap ke arah kedua telapak tangannya yang tertempel plester luka.Seolah baru tersadar dari alam bawah sadarnya setelah kejadian yang dia alami di dapur tadi, Mahessa lekas bergerak menjauh dari Vanessa dengan menggeser posisi duduknya.Raut ketakutan masih tersirat nyata di wajah lelaki itu."Sudah tidak ada api di sini," beritahu Vanessa kemudian. Nada bicaranya agak tinggi dan ketus. Meski, dalam hati, Vanessa tak kuasa menahan tawa melihat ekspresi polos Mahessa setiap kali lelaki itu ketakutan.Sebab, ini sudah kali kedua sejak lima hari belakangan mereka hidup bersama dan Vanessa memergoki Mahessa yang memang begitu takut pada api.Sepertinya, trauma yang dimiliki lelaki itu terhadap api cukup berat, hingga membuat Mahessa sampai terbawa mimpi.Menarik napas panjang, usai dirinya membenahi peralatan obat-oba
"Apa kabar kawan lama? Apa kamu menikmati masa hukumanmu?" tanya Mahessa dengan senyuman lebar.Melihat ketidakberdayaan Gavin, seolah menjadi kesenangan tersendiri bagi Mahessa saat ini, setelah apa yang lelaki itu lakukan terhadapnya, pun terhadap Vanessa yang awalnya dia pikir adalah Vanilla.Salah Mahessa memang sudah mempercayai Gavin yang awalnya dia pikir benar-benar mau bertobat atas semua kejahatan yang sudah lelaki itu lakukan pada ayah tirinya sendiri, yaitu Pak Dirham.Gavin, Gallen dan ibunya, serta beberapa orang keluarga dari pihak ibu Gavin yang lain adalah pengemis yang telah Pak Dirham pungut di pinggir jalan dan dia jadikan layaknya seorang ratu dan raja di istana megah milik Pak Dirham di Amerika, hingga akhirnya mereka justru menikam Pak Dirham dari belakang dengan begitu keji.Saat Mahessa hendak memenjarakan mereka, lalu Gallen berhasil kabur, Gavin dengan tipu muslihatnya berhasil mengambil hati Mahessa dengan tangisan palsu. Sialnya, Gavin yang tahu bahwa soso
"Bunuh saja dia, Mahess!" ucap Vanessa tanpa disangka-sangka."Nessa! Aku mencintaimu Nessa! Tolong aku Nessa! Bukankah kamu juga mencintaiku, Nessa? Kita akan menikah Nessa? Maafkan aku Nessa... Maafkan aku..." Jerit Gavin memohon. Lelaki itu terus berontak dengan air matanya yang bercucuran tanpa henti. Benar-benar takut jika ajal akan menjemputnya hari ini."Kamu tidak pernah mencintaiku! Karena yang kamu inginkan hanya harta ayahmu kan? Harusnya, sejak kamu pergi meninggalkan aku ke Paris, aku sudah menyadarinya. Aku memang bodoh..." ucap Vanessa semakin terisak."Percaya padaku, Nessa, awalnya memang aku menginginkan uang itu, tapi setelah aku mengenalmu, aku sungguh-sunggu mencintaimu, Nessa. Lelaki bernama Mahessa itu sudah gila, Nessa! Jangan pernah percaya dengan kata-katanya apalagi itu menyangkut soal Yasa!"Wajah Vanessa yang tadinya tertunduk dalam tangis seketika mendongak menatap ke arah Gavin, sementara Mahessa seketika bergerak hendak melangkah mendekati Gavin.Mahess
"Vanessa, dengarkan aku dulu! Kamu mau apa?" ucap Mahessa untuk yang kesekian kalinya saat dirinya dan Vanessa kini sudah kembali ke apartemen pribadinya."Aku mau pulang ke rumah Papa! Aku muak padamu!" ucap Vanessa sambil memasukkan pakaian miliknya ke dalam koper.Setelah pertengkaran hebat yang terjadi menimpa mereka akibat ulah Gavin malam ini, Vanessa yang berpikir bahwa apa yang sudah Gavin katakan soal Yasa adalah sebuah kebenaran, jelas merasa sangat marah pada Mahessa.Lelaki itu sudah membohonginya.Sudah memperlakukannya dengan tidak baik dan selalu merendahkan harga dirinya selama ini,Vanessa mungkin mampu menerima semua itu. Tapi, jika kenyataannya, bahwa meninggalnya Yasa akibat ulah Mahessa, Vanessa benar-benar tidak terima."Jadi, kamu percaya dengan semua yang sudah dikatakan Gavin tentang Yasa padamu?" ucap Mahessa lagi dengan wajah sama marah.Menghentikan sejenak kegiatannya, Vanessa menegakkan tubuh tepat di hadapan Mahessa. Dagunya terangkat, menantang. "Kamu d
Hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba.Yakni, hari di mana Mahessa dan Vanessa akan menjalani bulan madu pernikahan mereka bersama Wildan dan juga Vanilla.Pagi yang sibuk di kediaman dua pasang pengantin baru itu, setelah mereka mendapat kabar terbaru secara mendadak dari pihak Bandara tadi malam, bahwa penerbangan mereka menuju Switzerland yang tadinya pukul sepuluh pagi, dimajukan menjadi pukul tujuh pagi.Siapa yang tidak kelabakan?"Kenapa bisa berubah mendadak begini sih? Harusnya kalau emang jadwal diubah, pihak Bandara kasih konfirmasi dari kemarin-kemarin dong, nyebelin banget sih!" umpat Vanilla saat wanita itu baru saja mendaratkan bokongnya di atas jok mobil. Saat itu, Vanilla bahkan tak sempat mengeringkan rambut lalu mencatoknya. Alhasil, dia kini harus berangkat dengan rambut basah yang bahkan disisir pun seadanya, akibat terlalu terburu-buru."Lagian kamu kan udah aku kasih tau dari semalam, salah kamu juga tadi bangun kesiangan," ucap Wildan di sampingnya sambil