Dinda dan Kairo pun berpisah saat seorang asistennya datang mengatakan persiapan pengoperasian sudah siap, Kairo bergegas keluar dan Dinda kembali keruangan yang ia datangi itu.
Lagi dan lagi seperti takdir yang terencana, Dinda berpapasan dengan wanita yang bersama Kairo tadi lagi, kali ini wanita itu tampak mendorong pasiennya keluar dari ruangannya bersama beberapa orang perawat.
Dinda memelankan langkahnya, ia mendengarkan pembicaraan wanita itu juga seorang pasien, dia memanggil dokter itu dengan nama dokter Mona, entahlah Dinda sudah terlanjur tidak suka padahal ia terlihat baik walau sedikit banyak bicara.
Dinda pun segera pergi dari sana saat dia dan dokter itu hampir berpapasan, ia enggan beramah-tamah, “Dasar ganjen!” umpatnya, “Hemm tidak hanya dia tapi juga Kairo!”
***
Setengah jam berlalu, saat Dinda masih dikamar bersama Edgar pesanan makanan mereka pun datang, Kairo yang menyambut makanan tersebut dan segera membayarnya, ia membawa masuk dan meletakkanya dimeja makan.“Edgar!” Panggil Kairo, membuat Dinda meminta Edgar cepat datang keluar dan menyudahi obrolan mereka diranjang.“Iya, Paaa!” Edgar segera berlari keluar berdiri dihadapan sang papa, Kairo tampak memindahi makanan yang mereka pesan ke tempat-tempatnya.“Ayo makan dulu.”“Kak Dinda, Pa?”“Ajak sekalian.”“Kak Dinda nanti sakit lagi, Edgar kan kecil gimana mau bawa kak Dinda?”Kairo meletakkan makanan ke meja, segera berjalan ke kamar Edgar diikuti Edgar kemudi
Kairo mengemudi kencang keluar dari garasi mobilnya dengan nafas yang memburu, mata yang mengedar keseluruh penjuru jalanan mencari-cari Dinda yang pergi tanpa berpamitan di tengah derasnya hujan.Kekhawatiran Kairo membuncah yang mana Dinda tadi muntah-muntah mungkin dia sedang mengalami permasalahan pada pencernaanya.Hujan turun masih sangat lebatnya jalanan pun gelap, tidak ada aktivitas apapun di jalanan komplek perumahan disepanjang perjalanan.‘Saya hanya melakukan apa yang kamu minta, apakah kamu marah sebab saya acuhkan atau mungkin marah sebab Mona?’Entah kamana Dinda saat ini hingga sampai hampir ujung jalan sama sekali dia tidak terlihat.‘‘Maafkan saya….Dinda,”Kairo mengusap wajahnya gusar, rasa bersalah menye
Sekujur tubuh Dinda rasanya bergidik ngeri, tidak pernah ia sedekat ini dan tanpa jarak dengan pria, pernah menjalin hubungan dengan beberapa pria seusia namun hanya sekedar begandengan tangan saja, dia sangat membatasi diri pergaulannya juga tidak yang terlalu bebas hanya dengan beberapa orang saja dan ituitu saja.Sesaat kemudian bibir Kairo yang tadinya menempel menjadi bergerak menyusup, memainkan denganlembutbibir tipis Dinda, sukses Dinda menegang, menjadi kali pertamanya melakukan yang namanya berciuman, ia diam tidak bereming tidak tahu harus bagaimana.“Mas—“ Dindaseketikamendorong Kairo yang barusajamulai menikmati dengan memiringkan kepala, laki-laki itu terlonjak menatap Dinda.“Kenapa?”Dinda menggelengkan kepalanya, “Jangan lakuin!” Dind
āJadi beneran nginap, saya takut nanti buat kamu sebel, Melana saja kalau saya PMS nggak mau dekat-dekat.ā Kairo berangsur duduk pada sebuah kursi didepan meja belajar Dinda, āSaya suami kamu Dinda, jadi artinya setiap bulan jika kamu PMS saya dan kamu pisah gitu?ā āYa bukan seperti itu, lagian kanā nggak ada perjanjian kita harus selalu bersama-sama, satu kamar, satu rumah, Mas kan bilang mau ikuti gimana enaknya buat saya.ā Kairo diam, memang benar apa yang Dinda katakan tidak ada perjanjian apapun tentang itu, ia menghembuskan nafasnya lalu berjalan ke meja belajar Dinda dan duduk disana. āYa benar saya tidak akan minta apapun, apa lagi hal-hal yang memberatkan kamu tapi satu hal saya minta,satu hal ini saja selebihnya terserah.ā Dinda yang berdiri masih dengan handuk yang menutup kapalanya pun menatap Kairo serius, āTidak apapun? Kenapa masih ada kata tapinya?ā āHanya 1 hal pun saya tidak boleh meminta?ā āB-bukan seperti it
SayaHati-hati,Oh ya saya tdk jadi ke kampus.Papa EdgarKenapa?SayaMau pergi ke acaranya peresmian resto baru temen mama saya dari Bandung.Papa EdgarOke, havefun ya, salam buat kakak.Menyudahi berkirim pesan dengan Kairo, Dinda pun segera bersiap, memakai pakaian yang sudah sang kakak siapkan, sebuah dress mewah namun simple berakses sedikit payet pada bagian bawahnya sangat cocok untuk acara formal.Dinda sedikit geli membayangkan dia akan bertemu Redy, Dinda ingat dulu dia pernah tertangkap basah membuat gambar kartun berwujud Redy di buku tugasnya yang tidak sengaja tercecer di kantin lalu dibaca orang banyak disana, kebetulan Redy adalah kakak kelasnya di SMA sosok kakak Osis yang menjadi incaran banyak gadis SMA itu, membuat Dinda menjadi sangat malu sekali saat buku itu di tempelkan disebuah mading sebagai Secret Admirer of Redigian Winata.“Aunty, kata mama sudah siap
Mengacuhkan Mona yang berdiri, Kairo pun segera mengambil ponselnya yang berdering, ia kemudian bangkit untuk mengangkatnya ke sisi lain“Hemmmm....hey....”“Kunci dimana?”Kairo mengacak rambutnya, “Oh Tuhan, saya lupa! kunci ada dimobil, kamu sudah sampai kosan?” Kairo berbisik pelan sekali.“Sudah, ya ampun....gimana dong, iya kali saya balik lagi kerumah kakak, mana nggak ada kunci duplikat lagi, ibu kos rumahnya jauh.”“Okeh, duduk dulu, saya kesana sekarang.”“Nggak usah ih, ya sudah saya ditempat tetangga aja tunggu kamu selesai acara, Edgar lagi apa? Mau video call dong ”“Saya kesana sekarang!”Kairo pun segera mematikan panggilannya membuat Dinda terperangah, dia tidak bisa berkata-kata apapun selain tersenyum atas kelakuan laki-laki itu.Kairo mendekat pada sang anak, memberikannya pengertian untuk tidak membuat masalah, kabari
“Dindaaa!”Kairo terjaga dari tidur siang setelah pergulatan panas terjadi, ia tidak melihat Dinda yang tadi memeluknya.“Mas!” Dinda menyahut, ia engintip dari sebalik pintu kamar mandi kemudian, membuat Kairo yang sedang memakai celananya pun menoleh.“Saya kira kamu pergi.”Dinda menggigiti bibirnya ragu seakan ingin mengutarakan sesuatu, membuat Kairo mendekat ke pintu kamar mandi yang hanya dibuka sedikit sekali untuk Dinda mengeluarkan kepalanya, “Ada masalah? Semuanya baik-baik saja bukan?”“Saya datang bulan, saya lupa beli pembalut.”Kairo yang begitu khawatirnya tadi sebab kelepasan sesuatu pun bernafas lega, akhirnya ketakutannya berakhir, “Saya akan keluar membelinya, yang seperti apa?”“Terserah yang penting pilih yang jenis untuk malam di warung depan kos-kosan ada Mas...” Dinda berucap ragu, menutup mulutnya,”Ma-maaf merepotk
Kairo menggandeng Dinda masuk kedalam rumah sang mama, ia membawanya masuk lewat samping, masih terdengar jelas disana suara-suara orang yang berkumpul tapi sepertinya hanya tinggal para anggota keluarganya saja yaitu adik-adiknya juga keluarga dari pihak tante Miranda saja.Dinda berhenti menarik tangan kairo, ini mungkin dia akan mengalami yang namanya sidang lagi seperti mereka tertangkap basah kala itu.“Takut Mas—“ Remasi Dinda lengan Kairo“Tenanglah, tidak akan terjadi apapun, Mama tidak semenyeramkan apa yang kamu bayangkan.”“PAPAA!!”Edgar berteriak diluar sana,”Kakak Dindaa!” Bocah kecil berhambur kepada Dinda membuat Dinda menangkapnya.“Edgar! Hey kamu kok cakep sekali sih? Siapa yang buat rambutnya begini jigrak-jigrak gini,” Dinda memeluk Edgar mengusap-usap kepala Edgar.“Edgar sendiri, Edgar keren kan?” Bocah kecil itu pun bersedekap dada me
Beberapa bulan kemudian. āAssalamualaikum, Papa pulang!ā Suaran Kairo didepan pintu rumah menggema hingga keseluruhsisi rumah besar itu. Segera mungkin Adinda dan Edgar bersembunyi, mereka inginmemberikan Kairosurprisedi hari ulang tahunnya ini, Kairo merasa aneh biasanya saat dijam-jam dia akan pulang bekerja istri dan anak-anaknya sudah menunggunya didepan pintu namun hari ini tidak ada sambutan apapun. āMamaaaa! Edgarā¦Putihā¦ā Mereka pun tertawatertahanmendapati Kairo mencari mereka, namun Putihbayi5 bulanyang belum mengertiitubergemingmengeluarkan suara centilnya, āPapaa papaā¦ā Ssssstā¦
Seminggu sudah usia baby putih, Adinda dan Kairo kini masih menempati kediaman orang tua Kairo menunggu rumah baru mereka sedikit direnovasi, Rumah keluarga Kairo bertambah ramai dengan kehadiran bayi mungil itu sebab sudah sejak Edgar seusia sekarang dan dan anak-anak dari Bella dan Jasmine sudah besar juga, lama sekali tidak ada kehadiran bayi dirumah keluarga itu.Putih menjadi sesuatu yang menggemaskan diperebutkan disana, dia merupakan cucu perempuan paling kecil dari 6 cucu Rifandhiya yang kebanyakan adalah anak laki-laki kecuali anak Jasmine cucu petama Rifandiya. Di pagi hari yang cerah dengan matahari yang terbilang tidak terlalu terik lelaki setengah abad ayah Kairo itu sedang berkeliling kediamannya menggendong Baby Putih sembari sedikit berjemur.Lelaki itu hampir tidak pernah melakukan hal seperti ini sebab dia menetap diluar kota sebelumnya dan jarang sekali banyak waktu bersama para cucunya, namun saat ini anak-anakanya sudah melarang d
Meninggalkan semua masalah yang ada dirumahnya Kairo, dan mendapatkan izin, Kairo segera membawa Adinda kerumah sakit, dengan supir dan pembantu yang menghantarkan Adinda dan Edgar Kesana tadi, Adinda benar-benar merasakan kesakitan yang teramat sedari tadi ia merasakannya hanya saja kepanikan hilangnya Kairo membuat dia menepiskan rasa sakit itu.Sampai di mobil terus saja bibir Adinda menggerutu sembari menahan sakit, memarahi suaminya sepanjang jaloan tidak berhenti.“Kamu kebangetan tahu nggak! Ini semua karena kamu,” Adinda meremasi tangan Kairo yang memeganginya mengelukan sakitnya.“Sayang tahan dulu marahnya, fokus dulu...oh Tuhan kamu sepertinya sudah pembukaan ini.” Pahma Kairo akan itu.“Kamu buat saya strees! Kamu tahu nggak sedari tadi saya sudah nahani sakit! Ceritain ada apa di
7 Bulan kemudian. Kemeriahan acara baby shower yang di adakan oleh keluarga Dinda juga Kairo begitu meriah di sebuah resto berbintang lima, seluruh keluarga besar menghadiri acara keluarga itu, bertemakan putih-putih, Kairo dan Adinda masih merahasiakan jenis kelamin anak kedua mereka dan memang tidak ingin membagikannya hingga lahiran nanti namun yang terpenting adalah perkembangannya cukup baik. Tidak ada yang perlu dikeluhkan kata Kairo sikap istrinyalah yang terlalu banyak keluhan dan maunya, setiap hari ada saja keinginan anehnya yang ia sebut dengan mengidam. Meminta suaminya bekerja dengan kemeja Bunga-bunga, makan es kelapa muda langsung dibawah pohonnya, berenang disebuah sungai, memancing ikan, yang paling menyebalkan adalah selalu pergi ke salon dan meminta suaminya ikut juga melakukan perawatan seperti dia. Lebih tepatnya hanya dibua
Sebuah pantai nan Indah dibagian timur Indonesia menjadi tempat Kairo dan Adinda honeymoon sekaligus baby Moon, perkembangan bayi dalam kandungan Adinda cukup baik, dia pun tidak mengalami gejala morning sickness yang parah hanya saja memiliki mood swing yang selalu aneh dan menyebalkan, kerap kali menangis tanpa sebab, marah kejelasan dan mencemburui yang bukan-bukan.Meninggalkan Edgar merupakan rasa yang sulit untuk Dinda, dia merasa kasihan dan tidak tega sebab Adinda sudah berjanji kemanapun mereka bertiga akan selalu bersama-sama namun sang mertua melarang itu, bagaimanapun keduanya butuh waktu untuk berduaan.Bagaimana pun Adinda adalah ibu baru yang harusnya menikmati waktu berduaan yang banyak bersama suaminya apa lagi hamil muda, termasuk diluar mengasuh Edgar demi kewarasan jiwa dan emosional tidak ada yang tahu dalam kondisi hamil Adinda mengalami keluhan yang tertahan.
“Dindaa kenapa duduk dilantai semen seperti itu, itu dingin! Kenapa juga kamu makan nenas-nenas muda itu kamu nggak sayang anak kamu!” Hermita begitu marahnya saat ia lihat yang ditangan Adinda adalah potongan nenas muda, “Kalau Kairo tahu pasti kamu dimarahi!”Adinda terkesiap mendapatkan pekikkan dari Mama Kairo tersebut, ia begitu terperangah bahkan buah yang sudah di tangannya hendak masuk mulut pun menjadi jatuh, “Mama—““Ayo masuk kedalam,” Dengan menarik nafasnya Hermita mendekat pada Adinda lalu membantunya bangkit, Kini dia memang jauh lebih berisi dari sebelumnya dulu, “Widya bawain sedikit rujaknya untuk Dinda jangan kasih yang terlalu asam-asam apa lagi nenas itu tajam loh!” Hermita menuntun Adinda masuk kerumah.Para pekerja rumah disana saling berpandangan mereka tahu belakan
Pagi-pagi sekali Adinda bangun, ia segera mencari tas Kairo yang mana lelaki itu semalam membawa tespack untuk istrinya itu, Adinda segera bergegas turun mencari tas Kairo lalu segera kekamar mandi saat hari padahal masih gelap dan Kairo pun masih terlelap.Adinda memanjatkan doa ia mulai memasukan alat pemeriksaan itu pada urinnya dan ia pun menunggu sejenak hasilnya.Dinda merasakan jantung yang berpacu cepat, ia begitu deg-degan akan hasilnya menghitung detik waktu seperti yang ada tata cara pemakaian membuat beberapa detik saja terasa sangat lama.Hingga waktu yang ditunggu tiba, Adinda segera mengangkat hasil pada benda berbentuk digital itu dan hasilnya, seketika membuat dia berkaca-kaca.Adinda menangis, air matanya luruh, Adinda segera memeluk benda itueratdan bergegas keluar dari kamar mandi tidak sabar men
Hari beranjak sore, Adinda tengah menyiapkan makanan untuk keluarga kecilnya, sementara Kairo sedang berada diluar merapikan sedikit halaman kecil dirumah mereka dan Edgar bermain sepeda diluar sana.Tib-tiba saja dari pintu dapur Edgar muncul ia hendak kedapur untuk minum.“Ma!” Adinda terkesiap entah sejak kapan Edagr sudah disana, Ia yang sedang memasak kemudian menoleh melihat pada Edgar.“Ya sayang? Edgar bikin kaget ih!”Edgar pun sumringah tertawa lebar memperlihatkan gigi-gigi kelincinya, “Kata mama kalau manggilnya mama, nanti Edgar akan punya adik tapi mana adiknya.”Adinda seketika tertawa, “Hemm…Edgar sudah ingin punya adik?”“Kan mama bilang nanti Edgar kalau punya adik bisa punya tem
Setelah Adinda berhasil mengambil barang-barang milik Edgar secara paksa mereka pun segera pergi mencari penginapan, sebuah taksi sudah membawa ketiganya namun dalam keadaan yang bergitu histeris, Edgar menangis tidak berhenti ia begitu ketakutan terus meminta pada sang papa yang memeluknya agar mereka segera pulang ke Jakarta.Edgar merasa jika dia masih disana kemungkinan untuk kembali lagi bersama Renata cukup besar, “Papa Edgar mau pulang! Edagr mau pulang kerumah kita, Edgar nggak mahu kembali keLA! PAPA TOLONG!”Kairo menebak Renata pasti membuat Edgar tertekan hinga membuat dia seperti ini, “Tidak akan ada yang pernah bisa membawa Edgar dari papa, apa lagi mama Edgar.”Hiksss hiksss, “Edgar mau pulang…Edgar mahu pulang!”Adinda disebelah Kairo mencoba menena