Share

Bab 29. Suasana Baru

Penulis: Trinagi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Nak, kawani Mama belanja ke pasar, ya? Mama mau membeli tempat tidur dan lemari," ujarku mengalihkan pembicaraan.

"Boleh juga, Ma," ujar anakku dengan wajah sendu seakan tidak bersemangat.

"Nanti Niken minta beliin apa, Nak? Mama lagi banyak uang nih. Baru dapat uang sertifikasi," ujarku menghibur. Sebenarnya uang hanya cukup sampai beberapa hari kedepan tetapi melihat anakku sedih begitu, ingin rasanya kuberikan apa saja yang aku punya yang penting anakku kembali ceria lagi.

"Gak usah, Ma. Takutnya nanti kita gak makan karena kehabisan uang,"

"Gak habis, Nak. Ayo, kita jalan-jalan sekalian belanja." Aku berusaha tersenyum didepan Niken seraya menunjukkan isi dompetku yang penuh sesak. Padahal karena uang receh sehingga nampak banyak.

"Ayo!" Ujar Niken antusias.

Setelah mengganti baju akhirnya kami berangkat ke pasar dengan naik becak yang sudah dipesan oleh pak Ahmad.

Seketika wajah Niken kembali ceria. Dia bercerita panjang lebar.

"Besok kalau Niken mau ke sekolah enak ya, Ma. Deka
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 30. Kedatangan Mas Rama

    Sepulang dari pasar, aku begitu terkejut melihat Mas Rama sudah berada di halaman rumah dan berbincang-bincang dengan pak Ahmad. Entah angin apa yang telah membawanya kemari."Assalamualaikum." Sapaku tetapi tidak dengan Niken dia langsung berlalu saja dari hadapan papanya seakan tidak pernah mengenali sama sekali."Wa alaikum salam. Niken gak kenal lagi sama Papa ya, Nak?" Tanya Mas Rama yang sedang berdiri di halaman rumah dan menatap nanar kepada anak gadis semata wayang kami."Saya tinggal dulu, Pak Rama." Pak Ahmad permisi pulang karena orang yang ditunggu Mas Rama sudah datang."Oh ya ya, Pak. Terima kasih teh manis dan gorenganya." Ucap Mas Rama sumringah. Iyalah Mas Rama bahagia karena sudah mendapat teh manis dan gorengan gratis. Kalau beli mana mau dia membelinya. Suamiku kan makhluk paling pelit sedunia. Jangankan untuk orang lain untuk dirinya sendiri aja pelitnya minta ampun.Setelah kepergian Pak Ahmad, nampaknya Mas Rama ingin mengajak Niken berbicara. Mungkin dia sudah

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 31. Siapa Wanita Itu?

    "Oh iya. Kenalin dong selingkuhan kamu sama aku." Setelah menyakiti dan mengkhianati masih berani juga lelaki berkaos biru itu menjumpai kami lagi. "Apa maksudmu, Dek?" "Saranku ya? Mas! Lebih baik kamu itu nikahin aja dia dan ceraikan aku. Dia itu nampaknya cocok jadi istri dan menantu ibu, dibandingkan aku hanya perempuan desa yang tidak ada kerennya sedikitpun. Wanita yang hanya bisa dikuras uangnya saja. Tetapi malu untuk diajak bertemu kawan atau kerabat." Sindir aku. "Kamu apa-apaan sih." Lelaki yang masih berstatus suamiku itu tetap tidak mengakui kesalahannya. Lelaki sok suci dan tidak tahu malu. "Mas, Aku ini bukan wanita yang bisa menghabiskan uang untuk beli skincare dan baju-baju mahal. Lagian bagaimana mau keren jika uang dari hasil aku bekerja habis buat membiayai keluarga suamiku. Ups!" Aku berpura-pura keceplosan dengan menutup mulutku dengan telapan tangan. "Selingkuhan apa sih, kamu jangan menuduh Mas macam-macam. Mas itu gak pernah selingkuh. Atau kamu itu seng

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 32. Akan Kubalas Hinaan Kamu

    "Kamu mau kemana, Dek?" Tanya Mas Rama saat aku keluar, hendak menunggu taksi online yang sudah aku pesan sejak tadi diwaktu kami masih di dalam kamar."Mas gak perlu tau kemana kami mau pergi. Mas urus saja selingkuhan dan adik Mas yang lebih membutuhkan perhatian. Saya ini hanya orang lain jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ujarku seraya berjalan menuju ke pinggir jalan untuk menunggu jemputan. Ingin rasanya segera menghilang saja dari hadapan Mas Rama. Lelakiku hanya datang saat dia butuh saja. Jika tidak, bayangannya saja tidak nampak dari hadapanku."Yang Mas nanya lain, kenapa malah jawabnya lain, Dek? Bikin naik darah aja kamu. Jangan buat kesabaran suamimu ini habis." Dengan kesal Mas Rama menonjok dinding ruang tamu sekejap aku melihat beliau menggigit kepalan tangannya. Mungkin Mas Rama sedang menahan rasa sakit. Biasalah, lelaki yang hanya berlindung diketiak mamaknya, sekarang sok jagoan. Baru segitu saja sudah kesakitan."Udahlah, Mas. Tolong jangan ganggu kami lag

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 33. Bertemu Mantan

    "Ma, kita mau kemana, sih? Masak Mama main rahasia-rahasiaan sama anak sendiri." Tanya Niken saat kami sudah berada dalam taxi online yang akau pesan untuk berangkat ke rumah Haji Bakri. Beliau adalah seorang kontraktor yang sudah sangat berpengalaman dalam bidangnya. "Kita mau ke rumah Haji Bakri, Nak. Kamu masih ingat 'kan? Bapak-bapak yang pernah ke rumah nenek saat kakek meninggal?" Tanyaku pada Niken dan nampak anak itu sedang berfikir keras mengingat-ingat rupa orang yanag melayat waktu itu. "Oh ya ... ya. Niken ingat, Ma," ucap anakku sambil mengetuk-ngetuk dagunya seolah-olah sedang berfikir keras. Aku tersenyum sendiri melihat tingkah anak semata wayang kami. "Terus mau ngapain kita ke sana? Kan lebaran masih lama, Ma." Tanya Niken dengan polosnya. Ingin rasanya aku tertawa melihat kepolosan gadis kecilku. "Ya elah. Nak ... Nak. Masak mau silaturrahmi harus nunggu lebaran sih? Ada-ada aja anak Mama sekarang ya!" Tukasku seraya membelai lembut pucuk kepala gadis kecil penyu

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 34. Namanya Raka

    "Jawab dulu pertanyaanku. Kenapa kamu hanya berdua dengan anakmu, Nes? Kok seperti orang baru diusir saja. Suamimu mana?" tanya Raka dengan mata mendelik."Apa kemana-mana harus pergi sama suami? Aku ini wanita mandiri, Raka. Semua bisa aku kerjain sendiri tanpa bantuan suami atau siapapun. Apa ada yang salah jika aku pergi kemana-mana tanpa suami?" Aku balik bertanya."Iya salah lah, Nes. Kamu kan sudah berumah tangga. Masak suamimu membiarkan kamu berdua saja sama anak kecil pulang kampung. Bukan gak jauh dari tempat asal suamimu kesini. Butuh delapan jam 'kan?""Aku aja biasa aja kalau mau kemana-mana sendirian, Raka. Kamu aja yang terlalu berlebihan," jawabku santai."Bukan berlebihan, Nes. Bagaimanapun aku masih sayang sama kamu. Jadi aku gak mau kamu kenapa-kenapa." Degh ... tiba-tiba jantungku seakan berhenti berdetak. Disatu sisi ada bunga-bunga bahagia mendengar pengakuan Raka tapi disisi lain aku merasa sedih karena bagaimanapun kami tidak akan bisa hidup bersama."Apaan sih

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 35. Duda Keren

    "Biasa anak-anak. Bapak, apa kabar? Sehat ''kan?" Tanyaku basa basi seraya berdiri lalu mengulurkan tangan untuk menyalaminya. "Sehat. Alhamdulillah, Nes. Kamu bagaimana kabarnya, Nak. Dengan siapa kamu kemari? Suamimu gak ikut?" tanyanya seraya mengedarkan pandangan ke seluruh tempat. "Berdua saja sama anak saya, Pak. Mas Rama lagi banyak kerjaan makanya gak bisa ikut," ujarku menjelaskan. "Semoga kalian berdua akur-akur saja ya, Nak. Karena Bapak dengar kamu sudah gak harmonis lagi sama suamimu, apa iya?" Tanya pak Haji Bakri. Aku jadi serba salah. Malu masalah rumah tanggaku didengar oleh Raka. "Ayo Niken. Kita beli jajan." Belum sempat aku menjawab pertanyaan Pak Haji Bakri, Raka sudah memotong pembicaraan kami. "Mau kemana? Jangan pergi dulu Raka. Masak lagi ada tamu kamu malah keluyuran." Pak Haji Bakri sangat heran melihat tingkah Raka yang tiba-tiba mau pergi saja dari hadapanku. "Bukan mau keluyuran. Kasian anaknya Agnes harus mendengarkan pembicaraan pakde barusan tenta

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 36. Terima Kasih Kau Telah Selingku

    Tidak berapa lama kami menunggu, akhirnya Raka pulang juga, yang jelas dengan Niken. Anakku sangat bahagia karena puas bermain-main ditempat bermain anak. Senyum kebahagian menghias manis disudut bibirnya."Ma, Niken dibeliin boneka sama Om Raka. Dibeliin jajan juga." Niken mengeluarkan begitu banyak jajan dan kantong belanjaan."Wih banyak banget. Udah bilang terima kasih pada Om Raka, Nak? Tanyaku basa-basi seraya melirik kearah Raka sekilas. Nampaknya dia begitu bahagia bisa jalan-jalan dengan Niken. Mungkin betul juga apa yang dikatakan Pak Haji Bakri, kalau Raka sedang rindu sama anaknya yang sudah duluan dipanggil sama Yang Maha Pencipta."Udah kok, Ma. Mana mungkin Niken gak mengucapkan terima kasih pada orang yang begitu baik terhadap kita." Ucap Niken"Om masuk dulu ya, Niken. Gerah kali. Om mau mandi dulu." Pamit Raka dan dia langsung saja berjalan masuk ke dalam rumah tanpa menoleh kearah Niken pun kearah aku. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan olehnya."Iya Om. Makasih

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bab 37. Talak

    "Ya salahlah. Makanya jadi wanita itu harus sering-sering berkaca. Kamu itu harus intropeksi diri, kenapa suamimu tertarik dengan wanita lain? Jangan malah orang lain yang disalahkan. Malah orang lain yang kau sebut perebut suami orang. Emang suamimu itu barang, sehingga bisa direbut? Kalau bukan karena suamimu yang sudah bosan dan muak sama kamu tidak akan mungkin dia akan tergoda dengan wanita lain!"Aku langsung murka dan kutarik rambut wanita muda yang berumur kutaksir sekitar dua puluh tahunan itu. Anak masih bau kencur sudah merasa hebat, sudah berani menasehatiku. Dia tidak tahu bagaimana hidup dengan suami macam Mas Rama. Dia akan merasakan juga nikmatnya hidup dengan mertua dan ipar kesayangan calon mantan suamiku.Tanganku terus menarik rambutnya sehingga beberapa helai rontok dan melekat ditanganku."Sakit ... lepaskan rambutku, bajingan! Awas kamu akan kulaporkan kepada pihak berwajib atas kasus penganiayaan ini. Mas ... kamu kok diam aja calon istrimu dianiaya sama wewe g

Bab terbaru

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Kasihan Mas Rama

    Tiga tahun sudah berlalu sejak mas Rama meminta hak asuh Niken jatuh ke tangannya. Sekarang lelaki yang pernah menjadi suamiku itu tidak mempersoalkan lagi Niken tinggal sama dia atau ikut denganku. Baginya yang penting buah hati kami berdua bahagia dan tidak kurang kasih sayang sedikit pun dari kedua orang tuanya."Ma, besok Niken mau nginap di rumah papa!" ujar Gadis berusia tiga belas tahun itu seraya duduk disebelah aku yang sedang menonton drama korea."Dijemput kan?" tanyaku memastikan. Bukan aku tidak mempercayai kepada Niken, tetapi untuk memastikan keamanannya saja."Iya, Ma. Dijemput besok siang dari sekolah. Kayak biasalah, Ma. Papa menelpon Mama jika kami sudah berangkat," jelas Niken panjang lebar."Kalau di jemput, ya udah gak apa-apa," ujarku."Mama gak ngajar hari ini? Kok santai banget nonton drakor?" tanya gadis kecilku yang sudah menginjak remaja tersebut."Mama gak enak badan tadi, Nak." Ketika berbincang-bincang dan menyantap makanan yang di beli oleh Niken sepul

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Menyesal Tidak Ada Gunanya

    "Biar saja Niken bersama saya, Mas," ujarku disaat mas Rama meminta izin untuk membawa Niken tinggal bersamanya."Kenapa kamu keberatan Niken bersama aku, Nes? Niken kan anak aku juga. Apa kamu takut dia akan kelaparan jika tinggal bersama aku? Enggak, Nes. Apapun akan kulakukan untuk membahagiakan darah dagingku. Aku bukan lagi Rama yang dulu," tegas Mas Rama."Saya tau Mas juga sayang sama Niken. Bapak mana sih yang gak sayang sama darah dagingnya sendiri? Tapi Mas, kalau Niken bersama saya, saya pastikan Mas akan lebih leluasa mencari rejeki tanpa kepikiran Niken bakal tinggal sama siapa di rumah," ucapku mencoba meyakinkan mantan lelaki yang pernah sangat aku cintai waktu itu."Kamu tenang saja. Niken akan aku bawa kemana saja aku pergi, Nes." Nampaknya mas Rama sangat menginginkan Niken untuk tetap tinggal bersamanya. Dan aku bukan seorang ibu yang bisa hidup terpisah dengan anak yang masih butuh perlindungan kedua orang tuanya. Jangan tinggal terpisah, tidak berjumpa sehari saj

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bermain Dengan Niken

    "Papa!" Niken berteriak kencang dan berlari ke arahku saat dia sudah keluar dari pintu gerbang sekolah. Hari ini aku menjemputnya dan akan menginap semalam dirumah sesuai janji kami kemarin sore."Niken!" Aku renggangkan kedua tangan seraya berjongkok, kemudian memeluk putri cantikku. Aku mengangkatnya tinggi dan membawa kepelukan. Niken tertawa serta menjerit kesenangan. Hanya inilah yang bisa aku lakukan untuk membuatnya bahagia. "Papa mau mengajak Niken menjumpai nenek, mau?" tanyaku sambil tetap menggendong bocah berusia sepuluh tahun itu."Mau ... mau," jawabnya antusias. Dia tidak tahu jika neneknya sekarang sedang dirawat di rumah sakit jiwa."Tadi udah bilang sama papa Raka dan mama kan bahwa Niken akan dijemput Papa?" tanyaku sekali lagi untuk memastikan."Udah, Pa!" seru Niken dengan mimik lucunya.Merasa tidak enak hati, akhirnya aku menelpon Agnes dan Raka untuk memastikan bahwa Niken sudah meminta izin kepada kedua orang tuanya menginap di rumahku."Gak apa-apa, Mas. Kas

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Agnes melahirkan

    Hari lahiranku, rasanya akan segera tiba. Saat hendak sarapan, aku merasakan ada cairan keluar dari jalan lahir. Cairan kental berwarna merah muda. Karena rasa sakit belum begitu terasa, aku masih menyempatkan mengantar Niken berangkat ke sekolah, setelahnya singgah ke klinik bersalin untuk menanyakan perihal yang aku rasakan saat ini. "Ini tanda-tanda mau melahirkan, Bu. Cuma masih lama karena masih pembukaan satu," ucap bu Bidan. "Kalau begitu, saya pulang dulu untuk menyiapkan keperluan bayi saya, Bu." pamitku pada wanita muda berusia lima tahun di atas aku. "Boleh, Bu. Hmmm ... Raka gak ikut, Bu?" tanya bu bidan. Beliau sangat mengenal keluarga kami, apalagi anaknya merupakan sahabat Niken di sekolah dan juga merupakan anak didikku juga. "Belum saya beritahu, Bu. Kasihan merepotkan," ucapku seraya beranjak dari tempat tidur kamar pasien. "Jangan gitu, bu Agnes. Suaminya harus diberitahu juga, kan buatnya bersama-sama. Masak lahiran sendirian," ucap bu bidan terdengar sedikit

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Bahagia Bersama Putriku

    Setelah salat subuh, aku memasak nasi goreng untuk sarapan. Hari ini, aku buat agak banyak karena ingin memberi sedekah sedikit untuk pekerja karena ibu sudah di temukan.Setelah membagikan sarapan, ku rebahkan tubuh ini di gubuk kecil dekat kolam ikan. Angin bertiup lembut menghadirkan rasa kantuk pada mata ini. Hingga tak sadar, diri ini terlelap. Sebuah dering telpon membuat ku terjaga. Nama Niken tertera disana. Aku segera mengangkat dan mengucapkan salam."Papa, jadi jemput Niken hari ini?" tanya gadis kecilku."Jadi dong! Anak Papa dimana sekarang?" Kubalik bertanya."Udah di dekat rumah Papa, nih," jawabnya."Ya udah. Papa jemput dimana ni? Atau langsung ke rumah aja ya, Nak?" titahku."Jemput di mini market sejahtera ya, Pa! Niken tunggu disitu." "Baik, tunggu Papa ya?" Aku menutup telpon dan bergegas pergi.Niken sedang menunggu di bangku di teras mini market tersebut. Dia nampak seperti kebingungan. Mungkin takut tidak jadi ku jemput."Niken!" "Papa!" Niken berteriak kenca

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Mantan Mertua Masuk Rumah Sakit Jiwa

    Aku sangat kaget melihat mantan mertua berjalan sepanjang rel kereta api. Beliau menghitung batu kerikil yang berada di rel tersebut. Aku mengikuti wanita yang telah menjadikan aku menjanda dari belakang, karena ku pandang bu Lastri bagaikan orang yang sedang linglung. "Bu, mau kemana?" tanyaku saat melihat wanita berkerudung coklat susu itu menuju ke arah pemakaman."Mau menemani anak saya. Kasian dia sendirian di dalam situ." Tunjuknya ke area tempat pemakaman. "Apa? Ah enggak-enggak saja ibu? Ibu pulang aja ya? Biar saya telpon mas Rama untuk menjemput Ibu ya?" "Apa hak kamu menyuruh aku pulang?" Karena tidak bisa di ajak bicara baik-baik akhirnya aku menelpon mas Rama, anaknya yang jelas-jelas lebih tahu apa yang terjadi pada bu Lastri."Mas, mantan mertua saya nampaknya sedang depresi. Dia mau masuk ke area pemakaman," ucapku pada mas Raka melalui sambungan telpon."Jadi bagaimana?""Mas, bisa bantu saya? Saya mau menelpon mas Rama untuk menjemput ibunya. Saya yakin dia gak t

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Rindu Yang Sangat Menyakitkan

    "Rama, kawanin Ibu ke toko ponsel sebentar. Ibu mau membeli ponsel tercanggih." titah ibu membuat aku bertanya-tanya. "Untuk apa, Bu? Kan ponsel Ibu masih bagus?" "Ibu mau menelpon Sinta, Nak. Ibu sudah sangat rindu sama permata hati Ibu." Suara ibu serak seakan ada tangisan yamg sedang ditahankan."Ibu berhentilah meratapi kepergian Sinta. Kasian dia tersiksa di sana," ucapku dengan air mata sudah menganak sungai tidak dapat lagi aku tahankan. Cobaan hidup terberat dalam hidupku adalah ditinggal pergi ayah untuk selamanya dan sekarang menyusul adik semata wayangku, Sinta."Ibu tidak meratapi Sinta. Hanya ingin menelpon dia aja, menanyakan kabar dia. Apa ada yang salah?" tanya wanita yang telah melahirkanku ke dunia ini dengan tatapan kosong."Ibu, Sinta sudah enggak ada lagi di dunia ini. Mana bisa di telpon sih, Bu. Kita sudah berbeda alam dengannya," ujarku seraya memijat lembut betis wanita yang sangat aku sayangi itu."Berbeda alam? Hahaha. Kita sudah berbeda alam, Nak. Jadi ba

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Hancur Duniaku

    "Bu, jenazah Sinta mau dimandikan," ungkap Rama membuyarkan lamunanku."Jenazah? Apa maksud kamu, Rama? Jangan sok tau kamu. Sinta belum mati. Dia hanya tidur saja. Pengaruh obat bius." Ku tepis tangan Rama yang berusaha memeluk bahu ini. "Bu, ikhlasin Sinta. Jangan beratin jalannya," ucap Romi, mantan suami Sinta. Air matanya berlinang. Pasti dia itu berpura-pura sedih. Aku tahu itu. Tidak mungkin dia menangisi anakku yanag sudah menjadi mantan di dalam hidupnya. Apalagi sekarang dia sudah memiliki pengganti Sinta."Ugh ... ini semua gara-gara kamu. Keluar kau dari rumahku." Seketika kudorong tubuh Romi hingga dia hampir terjatuh mengenai tubuh anakku yang masih terbaring diruang tamu."Bu, maafkan saya, tapi saya masih mencintai Sinta. Tidak ada yang bisa menyamainya." tutur Romi membuat aku semakin jijik melihatnya. Tidak perlu lagi ucapan itu keluar dari mulut sampahnya.Jika dia tidak menceraikan Sinta dan menikah dengan wanita lain, tidak mungkin Sinta akan menjajakan diri kepa

  • HANYA SUAMI DI ATAS KERTAS   Kehilangan

    Rasanya duniaku hampir runtuh. Siang ini ada seseorang datang ke rumah, memberi kabar bahwa Sinta anak yang sangat aku sayangi, jatuh pingsan dipasar waktu berbelanja keperluan warung.Sekarang dia sudah di bawa ke rumah sakit, menurut informasi yang aku terima Sinta belum sadar dan terpaksa di rawat di ruang ICCU.Dan yang membuat aku hampir berhenti bernafas saat dokter mengatakan penyakit yang diderita Sinta. Penyakit menular seksual yang sangat mematikan itu.Aku malu, anak yang selama ini selalu aku banggakan ternyata selama di kota bekerja sebagai penjaja seks komersial. Putri semata wayang yang kubanggakan, kusayangi dia sepenuh hati, dia sangat ku manja bahkan semua yang dia inginkan pasti aku penuhi, tak peduli dari mana uang itu aku peroleh, yang penting anakku bahagia. Tak kusangka nasib dia seburuk ini."Bu, bagaimana kondisi Sinta?" tanya Rama. Anak yang tidak pernah aku harapkan kehadirannya dimuka bumi ini menanyakan kabar adiknya."Masih belum sadarkan diri," jawabku

DMCA.com Protection Status