Gubraak!Aku terkesiap kaget karena ada seseorang yang terjatuh tepat di depanku. Rupanya dia tersandung oleh kakiku. "Ma-maaf … anda tidak apa-apa?" ujarku sambil mengulurkan tangan, bermaksud membantunya bangun. Terdengar pelan dia mengaduh."Saya, tidak apa-apa … loh, kamu!" ucapnya kaget. Sama kagetnya denganku.Mendadak aku menjadi merasa bersalah padanya. Pagi tadi gara-gara aku dia hampir saja berurusan dengan hukum karena akan menabrakku dan sekarang dia terjatuh gara-gara aku. "Dunia ini sempit sekali sepertinya, ya! Entah kenapa aku terus bertemu kamu dalam kesialan!" ucapnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya pada kemeja yang dikenakan."Maafkan saya … saya benar-benar tidak sengaja?" ucapku karena memang benar aku yang salah."Om … Om Rony …," ucap Sinta tiba-tiba menarik tangan lelaki di depanku ini. Aku mengernyit, Om?"Loh, Sinta, kamu kok disini? Sama siapa?" tanyanya membuatku heran, bagaimana Sinta bisa mengenalnya."Aku sama ….""Hai … Da! Loh, ada apa ini?" sap
Pov. Melly adegan 21+Dimohon untuk skip bagi yang belum cukup umur✌"Ah, sialan! Kenapa kalah lagi, sih! Brengsek!"Maaf, Mbak, bukannya saya ikut campur, tapi mengumpat itu nggak baik lo, lebih baik Mbaknya banyak-banyak istigfar," ucap pengemudi taxi yang sedang aku tumpangi.Saat ini aku memang tengah berada dalam sebuah taxi. Pulang dari rumah temanku Mira. Rumah yang biasa buat kumpul bagi kami para penjudi. Entah kenapa sudah beberapa bulan ini aku terus mengalami kekalahan hingga membuatku berhutang banyak. Padahal sebelum-sebelumnya aku selalu menang. Bahkan uang hasil judi ku bisa buat beli barang-barang branded dan bahkan masih tersisa untukku tabung. Tapi sekarang tabungan itu pun sudah aku gunakan. Sekarang saja aku sudah menggunakan uang jatah belanja dari mas Arka."Kenapa memangnya?! Saya itu lagi jengkel makanya harus diluapin atau Bapak mau saya caci maki?!" balasku."Ya, nggak begitu juga,Mbak! Maksud saya jangan di dalam mobil saya, nanti rejeki saya ditarik sama
"[Sayang … besok istriku keluar kota, kita ketemuan, yuk? Kangen, nih!]" Begitu bunyi pesan yang baru saja aku buka di ponselku. Sebelum membalasnya, terlebih dulu kepalaku menengok kekiri dan kekanan, kalau-kalau ada mas Arka. Setelah memastikan tidak ada suamiku, segera jari-jariku bergerak dengan lincah di atas layar ponsel mengetik balasan untuk om Herman. Lelaki tua kaya yang akhir-akhir ini rutin memberiku uang.["Boleh, tapi seperti biasa, ya, jemput!]" Balasku."Mell … mana tehku?! Lama banget bikinnya?!" terdengar teriakan mas Arka dari depan."Iya … iya … sebentar, Mas!" Jawabku dengan berteriak juga.Segera ku ketik pesan pada om Herman agar tidak membalas pesanku, lalu setelahnya aku menghapus semua riwayat pesan. Saat ini aku memang sedang membuatkan teh pesanan suamiku. Teh campur telur bebek lalu di aduk menjadi satu. Jamu kuat kata mas Arka. Halah paling kuatnya paling lama cuma sepuluh menit. Itu Pun harus minum ini dulu. Kalau tidak paling cuma dua menit. Aku mengge
Sudah hampir dua bulan lamanya aku ditugaskan bekerja di kantornya pak Hartono. Selama itu juga aku sudah menemukan berbagai kejanggalan, khususnya pada bagian keuangan. Hari ini aku berencana untuk mengecek secara langsung di lapangan.Aku tidak akan mengabari mereka jika aku akan datang. Namun aku akan datang dengan tiba-tiba. Kebetulan hari ini ada jadwal pengiriman ke beberapa minimarket. Aku akan mengawasinya secara langsung.Waktu menunjukkan sudah hampir jam sepuluh, tapi orang yang ku minta untuk menghubungiku saat mobil yang biasa mengirim stok barang berangkat, belum juga telpon ataupun mengirim pesan padaku. Aku menunggu dengan harap-harap cemas. Semuanya harus segera terbongkar biar jelas semua.Ting!Bunyi ponselku menandakan ada pesan yang masuk. Gegas aku segera membukanya."[Mobilnya baru saja berangkat, Bu!]"Begitu bunyi pesan yang dikirimkan oleh Roni. Pekerja gudang yang mau aku ajak kerjasama. Awalnya dia tidak mau dan takut, namun aku berhasil meyakinkan dirinya
"Anda siapa? Punya wewenang apa sampai berani menyuruh untuk menurunkan barang dari dalam mobil saya!" ucapnya sambil menatapku tajam.Oh, sepertinya dia belum mengetahui siapa aku. Baiklah, kita bermain-main dahulu."Bukankah beliau adalah atasanmu? Bagaimana kamu tidak mengenalnya?" tanya Andra pada Roki. Membuatku tersenyum"Atasan? Atasan yang biasa memerintahku itu adalah Pak Arka, lagipula aku belum pernah melihatnya di kantor," ucapnya lagi."Jelas saja kamu tidak pernah melihatku. Tempatku di lantai tiga dan di dalam ruangan ber-AC, sedangkan kamu kebanyakan berada di gudang dan di jalan," ucapku.Andra dan karyawan lainnya tertawa kecil mendengar perkataanku. Wajah Roki langsung memerah seperti marah. Sebenarnya bukan maksudku untuk menghina, namun gayanya yang songong membuatku terpaksa ingin memberinya pelajaran."Tidak percaya? Silahkan telpon pak Joni atau pak Arka. Tanyakan pada mereka siapa Rada," ucapku.Dia segera mengambil ponselnya dan langsung menelpon. Entah siapa
"Kamu ingin bantuanku yang seperti apa?" tanya Derry setelah aku selesai bercerita dan keluh kesahku karena tidak ada orang yang bisa dipercaya di kantor."Aku ingin kamu menanyai Roki, buat dia berbicara sendiri tanpa disadarinya. Di kemanakanlah separuh barang-barang itu." ucapku sambil memijat keningku.Pusing rasanya memikirkan masalah ini. Kalau aku tak memiliki misi di dalamnya, mungkin aku malas mengerjakan ini semua."Caranya bagaimana, Ra?""Pikirkanlah caranya, aku tahu kamu lebih ahli dalam hal ini," ujarku.Tiba-tiba telepon di atas meja Derry berdering."Iya ….""Ok! Saya keluar sebentar lagi," ucap Derry kemudian meletakkan gagang telepon pada tempatnya."Mobil pengantar barang sudah datang. Yuk, kita keluar!" ajak Derry menjawab pertanyaanku yang menggunakan bahasa mata.Kemudian kami pun keluar menuju teras toko, dimana mobil itu sudah terparkir.Para karyawan laki-laki toko ini sedang membantu Roki membuka pintu belakang mobil box.Kenapa Roki selalu sendiri dalam men
"jadi, waktu itu aku pernah melihat suaminya jalan dengan Melly, Mam.""Hah! apa ...!! Istri mantan suami kamu itu?" ujar Mama."Iya, makanya aku mau nanya langsung tadi, apa mungkin mereka saudara. Eh, nggak taunya udah pulang duluan," ucapku sedikit kecewa."Hmm …. Besok biar Mama tanyakan pada tante Merry, kebetulan besok mau kumpul arisan. Oh, ya kamu udah makan belum?""Belum, Mam, tapi Rada masih kenyang. Musda hari ini libur, tah ngajinya, Mam?" tanyaku saat menyadari gadiss kecilku itu tadi asyik bermain."Gurunya ijin, katanya masih ada kepentingan," jawab Mama kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasur lantai di depan televisi.Aku pun mengikutinya. Dua perempuan yang aku sayangi itu saling bercanda. Aku menatap dengan tersenyum bahagia. Sejenak melupakan masalah kantor.Ting! Ting! Ting!Ponselku berbunyi dengan beruntun membuatku penasaran siapa gerangan yang mengirimiku pesan. Dan ketika aku membuka WA, ternyata banyak sekali pesan masuk yang entah dari kapan dan belum ad
Samar-samar telingaku mendengar suara orang bercakap-cakap. Saat aku ingin membuka mata dan melihat siapa gerangan, mataku terasa sangat berat sekali untuk terbuka bahkan mulut pun sama. Ingin berbicara namun tidak bisa terbuka, seperti tidak punya kekuatan hanya untuk membuka mata dan berbicara.Akhirnya aku hanya mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Setelah menyimak dari apa yang mereka katakan, aku menyimpulkan bahwa mereka adalah dokter dan suster yang tengah berusaha menolongku. Ah, ya aku ingat bahwa aku mengalami kecelakaan.Anehnya aku tidak merasakan apapun pada tubuhku. Hanya bisa mendengar namun tidak bisa berinteraksi dengan mereka. Aku pun akhirnya pasrah dan berdo'a semoga masih diberi kesempatan untuk hidup.*******"Bunda … bunda …."Samar aku mendengar suara Musda memanggilku dengan tangisan yang tersedu-sedu. Perlahan aku mencoba membuka mataku, namun silaunya cahaya membuatku menyipitkan mata.Ku picingkan mataku untuk melihat siapa saja yang berada di dekatku. M
Pov. AuthorHari ini Rada berencana untuk memberitahukan pengunduran dirinya pada pak Hartono. Setelah kedatangan Rendra, perusahaan semakin maju. Walau Rendra masih baru dalam dunia bisnis, tapi rupanya dia dengan cepat dapat menyesuaikan dirinya. Rada bersyukur karena Rendra sudah cakap, itu artinya dia bisa tenang pergi dari perusahaan itu karena banyak hal yang harus diurus sebelum pernikahannya dengan Aldo.Dengan sengaja Rada berangkat kantor sedikit lebih siang dari biasanya. Jam sembilan dia baru tiba. Langsung saja Rada menuju lift yang membawa menuju lantai tiga. Dengan membawa surat pengunduran diri yang sudah disiapkannya, Rada langsung menuju ruangan pak Hartono. Sebelum masuk terlebih dahulu mengetuk pintunya.Tok! Tok! Tok!"Masuk!!" terdengar suara perintah dari dalam. Pintu terbuka perlahan, Pak Hartono sedang duduk di kursi kebesarannya dan Aldo yang ternyata berada di ruangan ini dengan duduk di depan Papanya. Serentak mereka menoleh ke arah pintu."Permisi, Pak,
Mas Arka dan para tersangka lainnya segera dibawa polisi untuk kembali ke dalam tahanan. Namun, terlihat mas Arka berbicara dengan polisi yang membawanya. Tak lama setelahnya dia berjalan menuju ke tempatku duduk yang berdampingan dengan ibu dan bapaknya.Aku memang sengaja duduk didekat mereka untuk menenangkan hati bapak dan ibu yang pasti sedih.Mas Arka datang dan langsung bersimpuh memeluk kaki ibu. Dia menangis, menyesal dan meminta maaf pada kedua orang tuanya. Bapak dan ibu pun tak kuasa menahan tangis mereka. Kini mereka bertiga saling berpelukan dengan duduk bersimpuh. Melihat keharuan di depan mata, mau tak mau hati ini terenyuh juga melihatnya. Namun, sebisa mungkin aku menahan agar air mataku tidak jatuh. Biar bagaimanapun Mas Arka dulu pernah menjadi orang penting dalam hidupku.Aku tidak menyangka jika akhirnya dia akan seperti ini. Setidaknya di dalam penjara nanti dia bisa merenung dan memperbaiki sikapnya. Aku pun bangkit berdiri dari dudukku. Berniat pergi menyusu
[Al, aku makan siang dengan temanku. Kebetulan dia anak dari pak Hartono. Aku harap jika nanti ada temanmu atau kamu sendiri yang melihat tidak menjadi salah paham, kami hanya teman, kok! Love u,]"Terkirim dan langsung centang dua warna biru. Itu artinya Aldo sedang memegang ponselnya. "[Ya,]" balasnya singkat.Keningku langsung mengkerut membaca balasan yang dikirim Aldo. Tidak biasanya dia membalas singkat begitu. Biasanya dia selalu panjang membalas pesanku. Apa jangan-jangan Aldo marah?"[Dia beneran hanya temanku, Al. Atau kalau nggak gimana kalau kita makan siang bersama-sama? Kamu sibuk nggak?]"Ku tunggu balasan darinya, namun tidak juga dibalasnya, bahkan pesanku dibaca saja belum."[Ini aku share lok, ya!]" Ujarku akhirnya mengirimkan lokasi tempat kami makan siang."Ehm … sibuk banget, sih! Berbalas pesan sama pacarnya, ya?" ujar Rendra tiba-tiba, membuatku sangat kaget. Rupanya sedari tadi dia memperhatikanku."Emm … bukan pacar, kok.""Ah, yang bener? Pasti pacarnya, k
"Kasihan sekali, ya, kakaknya Melly. Dia kelihatan sangat terpukul kehilangan adiknya," ucap Mama. Saat ini kami sedang dalam perjalanan pulang dari menghadiri pemakaman Melly.Setelah tiga hari kritis, Melly akhirnya sudah tidak bisa bertahan melawan penyakitnya lagi. Penyakit yang sebenarnya masih bisa disembuhkan, namun terlambat mengetahuinya."Iya, Mam. Apalagi Melly itu adik kesayangan satu-satunya. Pasti dia sangat kehilangan," balasku."Syukurlah, kamu tidak tertular penyakit menjijikan itu. Kalau sampai itu terjadi hi …. Mama jadi ngeri!" ucap Mama sambil bergidik."Sebenarnya penyakit itu masih bisa disembuhkan, Mam. Tapi untuk kasusnya Melly, karena ketahuan sudah parah begitu jadi, yaaa … susah!" Balasku."Terus apa kabarnya Arka? Mama dengar dia tertular penyakit itu? Oh, ya, kok tadi dia nggak menghadiri pemakaman istrinya?""Nggak semudah itu, Mam, buat keluar dari sel. Selain harus ada alasan yang benar-benar darurat, tetap harus ada yang menjamin juga. Nah, mungkin ng
Keesokan harinya, Rada membawa tante Merry ke rumah sakit dimana Melly di rawat. Awalnya wanita cantik yang meski usianya tidak muda lagi itu menolak. Namun, Rada menjelaskan bagaimana kondisi kesehatan Melly. Sehingga atas dasar kemanusiaan akhirnya tante Merry setuju untuk menemuinya.Sebelum ke rumah sakit, terlebih dahulu Rada menghubungi Rini. "Rin, kamu dimana? Aku mau ke rumah sakit ini sama tante Merry," ucap Rada langsung pada intinya ketika sambungan sudah terhubung."Aku lagi nggak enak badan, Da. Aku di rumah. Tapi kalau kamu mau ke rumah sakit, disana ada kakaknya Melly," jawab Rini dengan suara yang serak."Oo … gitu, ya udah aku langsung kesana aja, ya. Semoga kamu lekas sembuh," balas Rada kemudian mematikan sambungan telepon itu dan memasukkan kembali benda pipih canggih itu ke dalam tas selempangnya."Gimana?" tanya Merry yang saat ini duduk di bagian penumpang sebelah kemudi. Kebetulan sekarang waktu istirahat kantor dan Rada sengaja menjemputnya untuk membawanya k
Pov. AuthorHari itu juga Arka menjalani pemeriksaan dan tes apakah benar dia sudah tertular penyakit hiv atau tidak. Setelah semuanya selesai dia dibawa kembali ke dalam lapas.Kedua orang tuanya sangat sedih melihat anak lelaki satu-satunya berada di dalam penjara. Mereka pun berupaya untuk menemui mantan bos Arka, yaitu pak Hartono. Mereka ingin meminta keringanan hukuman untuk Arka. Mereka Pun akhirnya kembali meminta bantuan Rada untuk bertemu dengan mantan bos anaknya itu setelah sebelumnya mereka juga bertanya dimana Arka berada.Ibunya Arka yang bernama Sri itu pun mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam tas yang dibawanya. Kemudian menekan layarnya, tak lama kemudian menempelkan ke telinga."Assalamualaikum, Nak, kamu sudah pulang to?" tanya Bu Sri saat panggilan terhubung."Waalaikumsalam, Belum, Bu, Rada masih di rumah sakit kok, ini masih jenguk Melly," jawab Rada karena memang saat ini dia tengah melihat keadaan Melly. Kebetulan tadi dia bertemu dengan Rini yang akan meliha
Masih di pov. Arka"Ba--bapak, Ibuk!" ucapku tertahan saat dua orang tua itu masuk."Oalah Nak-nak … kamu itu kenapa kok bisa sampai seperti ini?" ibuk bertanya dengan air mata yang sudah mulai mengaliri kedua pipinya."Kamu itu memang b0d0h! Lihat bagaimana keadaanmu sekarang. Gara-gara kamu memilih wanita itu. Lihat, apa yang dia beri untukmu! Dasar kamu itu memang b0d0h!" tangan ibu dengan gemas menyentuh memar-memar pada tubuh ku membuat aku mengaduh kesakitan."Aduh, sakit, Buk, jangan sentuh yang ini, aw-aw, sakit ibu!" "Sukurin! Kamu itu emang dasar b0d0h!" Ibu terus memakiku sambil menangis. "Bapak, lihat anak kita ini huhuhu …,""Sudah, Bu, sudah, itu mungkin balasan dari Allah untuk Arka karena sudah menyia-nyiakan anak dan istrinya dulu," Bapak menenangkan ibu dengan memeluknya.Mungkin benar apa yang dikatakan oleh Bapak. Bisa jadi kejadian-kejadian sial yang aku alami adalah teguran dari Allah agar aku sadar dengan sikapku selama ini."Pak, Bu, maafkan Arka, ya? Arka s
pov. ArkaSebulan telah berlalu aku berada di dalam lapas, kasusku sudah berjalan dua kali di pengadilan, aku sudah mulai terbiasa dengan keadaan di dalam sini. Namun, karena semua hal terbatas, entah kenapa akhir-akhir ini aku merasa badanku mulai cepat lelah dan gampang sekali berkeringat padahal aku tidak melakukah kegiatan yang menguras tenaga.'Aduh, kok sakit, ya!'Pagi ini saat aku akan membuang hajat, pusaka ku terasa nyeri, bahkan terlihat sedikit bengkak. Ku ingat-ingat selama di dalam sel aku tidak pernah memakainya dan soal kebersihannya aku selalu menjaga, lalu kenapa kok tiba-tiba sakit seperti ini.Atau jangan-jangan aku sudah tertular penyakitnya Melly. Sialan wanita itu, gara-gara dia semua harta yang aku kumpulkan dengan susah payah diambil orang untuk menutup hutangnya. Sekarang aku sudah tak punya apa-apa, untuk menyewa pengacara sudah tidak ada harta yang tersisa. Sedangkan untuk menghubungi kedua orang tuaku, aku tidak berani. Jelas mereka langsung akan memarahik
Pov. Aldo 2"Maksud Mama?" tanyaku tidak mengerti."Ya, maksud Mama? Coba kamu tes perasaannya gimana kalau lihat kamu bareng sama wanita lain. Kalau dia cemburu, itu artinya dia punya perasaan sama kamu," ucap Mama mengutarakan idenya.Hmm … boleh juga sepertinya ide Mama. Aku pun sebenarnya sudah nggak sabar untuk segera menghalalkannya. Aku tersenyum membayangkannya cemburu melihatku bersama wanita lain. Semua masalah sudah hampir beres, tinggal menunggu ketok palu hakim saja yang memutuskan para penjahat itu dikurung berapa lama disana. Sepertinya aku akan melakukan ide Mama."Al, yee … kok malah senyum-senyum sendiri!" Mama menyapukan tangannya pada wajahku. Aku hanya nyengir padanya."Mam, tapi siapa kira-kira wanita yang mau Aldo mintain tolong? Mama tau sendiri Aldo nggak punya teman wanita," aku mendesah kecewa."Aku mau, Kak!" sambar Bulan, tiba-tiba saja dia sudah berada di samping Mama."Nah, bener. Biar Bulan saja. Kan dia cantik, Rada pasti cemburu melihatmu bersamanya,"