Share

Gundik Bangsawan Belanda
Gundik Bangsawan Belanda
Author: Q

Hutan keramat

Author: Q
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Dinginnya udara di sekitar, tidak menyurutkan semangat mereka untuk memulai ritual sesegera mungkin. Mereka berdiri dengan pola melingkar sambil memakai pakaian serba hitam menyerupai malam. Bibir mereka pun terus merapalkan doa-doa keramat untuk melancarkan ritual yang ada.

Mereka terus berbisik menyatu dengan embun yang jatuh di hutan terlarang. Melingkari mayat seorang gadis yang berhasil mereka bunuh.

Gadis ini adalah seseorang yang terlahir dengan kutukan. Membuat roh leluhur marah dan menurunkan bencana pada kaumnya. Gadis dengan pesona Dewi yang membius para lelaki untuk tunduk padanya. Karena kecantikan adalah bentuk dari menyimpangnya keseimbangan alam.

Suara burung hantu terus menggema memecahkan keheningan hutan, seolah alam merestui ritual mereka malam ini.

Api abadi terus menyala di tubuh wanita itu, membakarnya hingga menjadi abu tak bersisa. Api yang hanya bisa mereka lihat dengan mata batin mereka. Api keramat yang mereka anggap sebagai api suci pemberian sang roh leluhur yang abadi. Sang pemberi kehidupan.

Gadis ini adalah persembahan terbaik yang akan mengakhiri penderitaan kaumnya.

Mereka bersimpuh dan memohon ampun atas kesalahan mereka karena terlambat membunuh gadis itu. Dengan pisau tajam di tangan kanan, mereka lalu menusuk jantung masing-masing hingga tak berdetak lagi. Merapalkan doa sebagai benteng untuk mencegah roh sang gadis berkeliaran dan membalas dendam. Membiarkan gadis itu abadi sebagai bayangan hitam tak terlihat mata telanjang. Mengurungnya hingga tak akan mampu untuk bereinkarnasi.

"Gadis yang malang."

"Itu adalah cerita lokal yang sangat terkenal di daerah ini. Banyak yang mendongengkan kisah itu pada anak-anak untuk mencegah mereka keluar malam dan masuk ke dalam hutan tanpa izin. Namun cerita itu adalah cerita kuno yang tak bisa dibuktikan. Tapi semua orang percaya pada cerita itu, karena cerita itu telah diceritakan dari nenek moyang mereka."

"Cerita yang menarik tapi apa gunanya untuk kita?"

"Jangan salah, walaupun cerita itu belum ada pembuktian. Tempat itu selalu ramai didatangi oleh paranormal. Ada yang sekedar menjajal ilmu atau bertapa bahkan ada yang meminta kekayaan."

"Bukankah itu tidak masuk akal?"

Mendengar komentar sahabat pirangnya, laki-laki berkulit sawo matang itu berkekeh pelan. Orang Netherland memang tidak mudah percaya dengan cerita tahayul. Mereka terlalu logis dalam berfikir.

"Semua bagian tanah ini telah di amanat kan padaku, maka aku akan membangunnya. Carilah gadis cantik sebagai gundik di daerah ini dan jangan lupa kumpulkan pemuda tangguh untuk membangun rumah dengan segera."

Sebagai bawahan yang patuh tentu saja ia akan mematuhi atasannya. Banyak pemuda Belanda yang dikirim ke tanah mereka untuk memerintah. Mereka adalah para bangsawan yang telah dilatih dengan ketat dan ambisius.

Di usia muda mereka telah menjadi seorang pemimpin tangguh. Dengan hormon yang meledak-ledak tentu saja mereka butuh pelampiasan. Gadis lokal cantik adalah pilihan terbaik.

Gadis lokal akan dijadikan sebagai gundik pemuas nafsu. Menikahi mereka tidak terlalu rumit, hanya perlu menikah secara adat tanpa membutuhkan surat pernikahan resmi. Gadis tersebut haruslah di didik untuk menjadi penurut dan patuh pada suaminya. Istri semacam itu akan menjadi jalan terbaik untuk melakukan pendekatan dengan pemimpin suku, agar mereka mudah diterima dan dianggap keluarga.

Membunuh para pemuda pemberontak adalah hal yang tidak sulit. Hanya perlu mengangkat senjata dan menembak mereka dengan timah panas. Tapi cara cerdik dan licik dianggap sebagai cara terbaik untuk memenangkan perang. Selama ia dapat diterima, selama itu pula peluru di pistolnya akan tetap utuh.

Mereka terus berjalan mengelilingi hutan ini. Pemandangan alam yang menakjubkan terus disajikan tanpa tersentuh banyak manusia di dalamnya.

Sebuah batu besar menyambut mereka. Batu hitam bulat yang diselimuti dengan lumut hijau yang khas. Di atasnya ada bermacam-macam bunga dengan berbagai warna.

Pieter mendekat dan menyentuh bunga-bunga itu dengan dingin. Memikirkan betapa bodohnya orang yang menaruh bunga itu disana.

"Bodoh."

Ia segera menyingkirkan bunga itu dengan asal. Membuat mereka jatuh tak beraturan ke tanah.

Jiwana terus diam melihat atasannya bertingkah. Ia adalah seorang pribumi, walaupun dikenal sebagai penghianat negara. Namun ia tentu saja membawa bekal selayaknya seorang pendekar.

Mengobrak abrik sebuah persembahan adalah hal yang dianggap kualat oleh bangsanya. Banyak hal yang tak kasat mata menghuni tanah mereka. Namun tentu saja mereka tak bisa membuktikan nya.

Tatapan-tatapan tajam terus mendera mereka namun hanya Jiwana yang merasakan nya. Mata batinnya terlalu peka di tempat ini. Tempat keramat yang di agung-agungkan leluhurnya.

Sebagai penghianat negara yang setia pada tuan Belandanya, tentu saja ia telah memperingatkan nya. Namun mereka terlalu bebal dan acuh tak acuh dengan hal semacam ini. Dan ia tak punya kewajiban untuk meyakinkan nya.

"Buatlah rumah disini," ucapnya jengkel.

"Tuanku, batu ini terlalu besar dan sulit untuk disingkirkan. Bagaimana kita akan menghancurkan nya, bukankah kita harus membuat rumah dan kantor pemerintahan sesegera mungkin. Lagipula menghancurkan batu ini akan menimbulkan kemarahan warga dan akan mempersulit kita mengumpulkan pekerja lokal."

Mendengar nasehat bawahannya, Peter mendengus pelan. Ia ingin menghancurkan keyakinan para orang orang bodoh ini. Namun ia sadar bahwa yang dikatakan oleh Jiwana adalah sebuah kebenaran. Walaupun ia membenci orang bodoh namun ia tak akan mengambil resiko untuk memulai perang dengan mereka.

Wajah masam dan cemberut tercetak jelas di wajah Pieter. Ia ingin tertawa tapi tak punya cukup pengaruh untuk melakukannya. Orang Belanda ini terlalu angkuh dan arogan, menganggap dirinya hebat dan pintar melebihi orang-orang biasa. Betapa tak berguna.

Kelak ia akan menghancurkan dirinya sendiri serta meruntuhkan kekuasaannya. Untuk sementara marilah bekerja sama dan bersiap mencari tuan yang lain. Terlalu merugi jika meninggalkannya saat ini. Uang yang di hasilkan dari orang pirang ini, cukup untuk ia timbun kepada anak cucunya kelak.

"Tuanku, ada tanah kosong dan lapang tak jauh dari kita berdiri. Sangat cocok dijadikan tempat tinggal. Akan sangat mudah untuk diolah baik untuk bangunan maupun untuk bercocok tanam."

Dengan santai mereka meninggalkan tempat itu dan bergeser ke tempat lainnya. Tanah yang dimaksud memang benar-benar bagus. Cocok untuk menanam tanaman rambat serta bunga-bunga indah. Menjadikan seorang pribumi sebagai bawahan serta berpura-pura sedikit bersahabat memang yang terbaik. Mereka terlalu mudah untuk di manipulasi.

Tapi mereka tak menyadari ada tatapan tajam seorang gadis dengan kain hitam duduk di atas batu dengan marah.

'orang asing tak beradab, tentu bukanl ah dari kaumku.'

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Utomo Dwi Harsanto
misteri ini kayanya, menegangkan
goodnovel comment avatar
Sasha Sasha
Mba ini cerita hantu?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gundik Bangsawan Belanda   Arwah leluhur

    Matahari mulai menyingsing namun terhalang lebatnya pohon-pohon besar nan kokoh disekitarnya. Jiwana terus berkeliling melihat lebih detail tempat ini. Mengamati dan memikirkan apa saja yang bisa mereka manfaatkan untuk meningkatkan pundi-pundi uang mereka.Matanya lagi-lagi tertuju pada satu titik, yaitu batu besar yang ia lihat kemarin. Namun pemandangan hari ini sedikit berbeda, terdapat seorang laki-laki berpakaian hitam menghadap sang batu, sambil menyatukan tangan menyentuh dahinya.Ini merupakan ritual yang sering ia lihat dan dengar. Namun ini pertama kalinya ia melihat pancaran energi yang begitu kuat mempengaruhi batin nya. Ia terus menatap orang itu sambil menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.'apa yang sedang kamu lihat anakku?'Mata Jiwana langsung melotot kaget. Suara itu terdengar lembut dan mengayomi namun berhasil membuat bulu kuduk

  • Gundik Bangsawan Belanda   Ksatria berhati hitam

    Langkah Jiwana semakin ringan mengingat ia sudah memiliki kandidat yang tepat untuk tuannya. Senyum sumringah dan berwibawa tetap terpatri di wajahnya. Sebagai kesatria ia harus mempertahankan citra mulia untuk membuat orang semakin segan padanya.Di jaman Kolonial ini kita harus memiliki sedikit keserakahan untuk mendapatkan kesejahteraan. Menjadi naif dan terlalu berempati pada orang lain dianggap sebagai kehancuran dini.Mereka yang berjuang demi tanah air harus terkubur diusia muda, dengan banyak penyesalan dan air mata. Mereka bodoh dan terlalu percaya diri dan Jiwana bukan orang yang sama seperti mereka. Ia adalah orang yang hidup untuk dirinya sendiri.Hidup bergelimang harta dan akan menikahi gadis cantik adalah impian semua pria. Mengumpulkan sedikit pundi-pundi uang dari hasil menjilat para kaum kulit putih. Terdengar menjijikkan namun menjanjikan. Mereka yang terlalu setia pada tanah air tak akan berakhir dengan

  • Gundik Bangsawan Belanda   Budak penjajah

    Langkah kaki Jiwana terus menyusuri jalan setapak menuju hutan. Ia hampir mencapai pagar perbatasan antara desa dan hutan bagian dalam, akan tetapi suara nyaring dari arah belakang segera membuatnya berbalik."Tuan tunggu dulu!" Orang itu segera berlari menuju ke arahnya. "Ada hal yang lupa Tuan kami sampaikan kepada pelungguh. Tuan kami akan mengadakan pertemuan di Balai Desa terkait dengan kegiatan yang akan dilaksanakan. Tuan kami mengharapkan agar tuan juga ikut dalam musyawarah tersebut.""Oh tentu saja saya pasti akan ikut." Sambil tersenyum ramah.Mendengar kepastian dari Jiwana orang itu pun tersenyum sumringah. "Terima kasih Tuan. Kami akan menunggu tuan pada besok malam di Balai Desa."Orang itu pun mengucap pamit dengan wajah senang. Ia sebenarnya telah menyiap

  • Gundik Bangsawan Belanda   Dewi kecantikan

    Malam telah berganti malam, rasa lelah terus menyelimuti hatinya. Punggung serta tubuhnya yang letih membutuhkan istirahat. Jiwana terus menghela nafas dengan pelan. Ada rasa frustasi yang tersimpan didalamnya.Setiap hari ia harus berkeliling ke setiap rumah warga di seluruh Desa. Berusaha meyakinkan mereka untuk ikut bersamanya, sambil berharap bahwa mereka akan tertarik walau hanya dengan iming-iming uang dan gotong royong.Matanya seolah terpejam sejenak, menikmati kebohongan yang ia sampaikan setiap harinya.Ada rasa malu terselip dihati Jiwana, akan tetapi jumlah uang yang ada didalam kantongnya telah berhasil menutup hatinya. Ia adalah seorang pendosa untuk kaumnya, tetapi seorang raja untuk ambisinya. Ia bahagia menjadi orang yang egois dan ia ingin seperti itu selamanya.jiwana perlahan berjalan di jalan setapak menuju hutan. Suara hewan malam terus terdengar dan menemaninya, ia terbia

  • Gundik Bangsawan Belanda   Kesalahpahaman

    Suara desiran angin yang kencang terdengar keras dibalik daun-daun yang bergesekan. Suara rapalan-rapalan mantra memenuhi gendang telinganya. Mereka tersenyum senang sambil menusuk jantung mereka sebagai bentuk pengabdian.Tangan Jiwana terus mendekat, mencoba meraih mereka dan mencegah agar pisau itu tidak merobek jantung. Namun tubuhnya seolah terpaku ditempat yang sama dan tak bisa kemana-mana.Matanya terus melotot kaku menyaksikan adegan berdarah didepannya.Ritual telah usai namun api biru itu tidak juga padam. Seolah mengatakan bahwa aku abadi. Kobaran api yang membara perlahan-lahan berubah menjadi bentuk manusia. Api itu terus menunjuk Jiwana dengan marah."Semuanya adalah salahmu!!"Suara itu terus menggema memenuhi hutan. Bahkan pohon-pohon bergoyang dengan keras menambah kengerian didalamnya.Jiwana kesal dan putus asa. Dadanya sesak dan tak bisa mengatakan apa

  • Gundik Bangsawan Belanda   Sang Penguasa Api Biru

    Suara langkah kaki terdengar sangat mengganggu. Ranting-ranting kecil yang terinjak membuat Sina sedikit kesal karena berisik. Hal itu dikarenakan sangat jarang orang yang masuk ke hutan ini tanpa permisi dan adab yang buruk.Sina segera keluar dari gubuk dan melihat sekelompok orang mendekat. Laki-laki berambut pirang yang merusak persembahan milikinya terlihat memimpin rombongan itu. Tinggi laki-laki itu benar-benar tidak manusiawi. Rambut pirang serta kulitnya yang putih menampilkan kecantikan khas orang Barat."Kemana Jiwana?" Ucapnya tidak sabar."Sepertinya Tuan Jiwana belum kembali, tadi ada seorang warga yang memberitahu saya bahwa Tuan Jiwana pergi ke pasar."Wajahnya segera memerah karena marah. "Lalu apakah aku harus menunggu?!"Mereka segera menunduk takut. Pieter bukan orang bisa mereka bujuk, hanya Jiwana yang paham sifat laki-laki itu. Namun salah seorang dari ke

  • Gundik Bangsawan Belanda   Mimpi tak berujung

    Tangan kecil membelai wajah Jiwana. Tangan itu milik seorang gadis dengan wajah rupawan serta mata yang menyilaukan. Gadis itu terus menatapnya sambil tersenyum manis.Jiwana heran dan terus menatap takjub pada gadis kecil didepannya. Namun gadis itu seolah tidak peduli dan terus membelai pipinya dengan lembut."Istirahatlah, aku akan menemanimu disini." Ucapnya lembut.Seolah tidak mendengar perintah dari gadis itu, Jiwana terus menatapnya dan enggan untuk tertidur. Namun gadis itu segera memukul kepala Jiwana dengan keras, lalu memarahinya dengan mata tajam."Saka, aku menyuruhmu untuk tidur maka tidurlah. Aku tidak akan meninggalkanmu jadi kamu jangan takut!" Ucapnya keras.Entah kenapa hati Jiwana terasa nyeri saat mendengar gadis itu memarahinya. Seolah hatinya merasakan sakit yang tak terhingga dan merasa kecewa yang mendalam. Ta

  • Gundik Bangsawan Belanda   Bangsawan Netherland

    "Penguasa api biru? Heh." Pieter tersenyum remeh.Ia terus menatap badai yang mulai mereda. Hal itu membuatnya jengkel karena banyak pekerjaan yang menumpuk dan harus tertunda karena cuaca buruk. Ditambah lagi kata kakek tua itu yang terus menghantuinya. Ada rasa penyesalan dihatinya, penyesalan karena tidak membunuh orang itu dengan lebih kejam."Bahkan jika Tuhan marah padaku, apa yang bisa Dia lakukan?"Pieter segera berbalik dan masuk kedalam rumah mewahnya, mencoba mengerjakan pekerjaan yang tertunda. Namun sebelum ia membuka pintu ruangannya, ada seseorang yang memanggil namanya."Tuan Pieter."Pieter segera menoleh, terdapat seorang pemuda pribumi yang menunduk didepannya. Pemuda itu memakai pakaian khas, namun masih terlihat lusuh."Ada apa?""Tuan besar ingin bertemu dengan anda di ruangan pribadi beliau."Tanpa berfikir panjang, ia segera pergi menuju ruangan sang ayah. Sebagai anak bungsu dan dari tiga bersaudara dan

Latest chapter

  • Gundik Bangsawan Belanda   Kematian Jiwana

    Di lain pihak, Jiwana telah mendengar tentang invasi Nippon ke pulau ini yang berniat menggantikan kekuasaan Netherland. Hal tersebut membuat Jiwana tidak setuju, bukan hanya karena ia bekerja bersama para bangsawan Netherland, tapi juga karena Jiwana merasa bahwa bangsawan Netherland tidak terlalu kejam selama di pulau ini, mereka hanya sangat sombong dan pelit.Netherland memang memiliki riwayat buruk dengan para pribumi, akan tetapi itu hanya berlaku di pulau seberang. Di pulau ini, Jiwana lah yang mengaturnya. Ia menjilat para bangsawan Netherland untuk mendapatkan upah yang lebih baik. Ia juga membujuk para pribumi untuk mau bekerja tanpa sebuah paksaan. Sehingga keduanya tidak memiliki konflik yang berarti.Akan tetapi Nippon datang dan Jiwana tidak tau seperti apa strategi politik yang akan dilakukan Nippon di masa depan. Jiwana takut Nippon akan lebih sulit dibujuk dan akan menyengsarakan pribumi dan lebih kejam dari Netherland. Hal tersebut membuat Jiwana membentuk kelompok k

  • Gundik Bangsawan Belanda   Kematian Pieter

    Saat peperangan meledak, hujan di Ziel tak henti-hentinya turun. Alam sepertinya mendukung para pribumi dengan menurunkan hujan deras agar mereka bisa memiliki lebih banyak waktu untuk lari, sedangkan tentara Nippon kesulitan karena cuaca dan Medan yang belum mereka kuasai.Disaat hujan terus mengguyur Ziel dan tentara Nippon memaksakan diri untuk masuk, Pieter bersembunyi di balik pohon sambil membawa pedang telah ia asah selama beberapa hari. Matanya telah terbiasa oleh hujan dan kabut, jadi Pieter mampu melihat dengan jelas gerakan lawan dibalik pohon itu.'hmm mereka terlihat familiar'Tentara Nippon memiliki perawakan yang hampir sama dengan pribumi, hanya saja kulitnya putih dan matanya agak sipit. Hampir mirip dengan keturunan Tionghoa yang biasa Pieter lihat. Mereka memiliki suara yang keras dan perawakan yang kaku, jadi wajar saja jika Pieter merasa wajah mereka terlihat familiar.Pieter bergerak dengan sangat hati-hati, ia tidak ingin meremehkan musuh. Walaupun tubuh Pieter

  • Gundik Bangsawan Belanda   Perjuangan baru

    Beberapa tahun setelah kematian Sina, perang terjadi di pulau Mirah Adhi dan diprediksi Netherland akan segera kalah. Pasukan Nippon telah mulai melakukan aksi untuk menguasai, sehingga Pieter pun harus bersiap mengevakusi anggota keluarga agar bisa pergi ke tempat yang lebih aman. Pieter bahkan memecat semua pelayanannya agar mereka bisa pergi mengungsi dengan cepat. Pieter tidak ingin orang-orang dibunuh ataupun dibantai karena mereka bekerja pada Netherland. Karena bagaimanapun para pelayannya bukanlah penghianat negara melain orang biasa yang mengais rezeki dengan bekerja padanya. Walaupun begitu ada beberapa pelayan masih enggan untuk pergi karena merasa sayang pada Pieter."Tuan, kami masih ingin tetap bersamamu. Kami rela mati bersamamu jadi kami tidak akan pergi kemanapun. Atau kalau Tuan mau, ikutlah bersama kami ke kampung. Disana kami akan menyembunyikan Tuan agar aman dan tak akan tertangkap oleh tentara Nippon."Mereka bekerja bersama Pieter, akan tetapi mereka mendedika

  • Gundik Bangsawan Belanda   Dia mencintaiku

    Pieter menatap ke arah gundukan tanah yang tertulis nama Lana di atasnya. Pieter ingat ketika ia membuka mata untuk pertama kalinya tubuh Sina telah mendingin di dalam pelukannya. Tubuh yang cantik itu telah kehilangan jiwanya dan Pieter akhirnya ditinggalkan untuk yang kedua kalinya.Selama dua kehidupan ia harus ditinggalkan oleh kekasihnya. Akan tetapi walaupun rasa sedih menguasai hatinya, ia selalu ingat bahwa kematian Sina saat ini adalah untuk kebaikannya sendiri. Sina tak lagi merasakan kesakitan dan penderitaan seperti yang ia rasakan ratusan tahun yang lalu. Dia telah terbebas dan Pieter bahagia karenanya."Kamu bebas sekarang." ucap Pieter lirih.Saat pemakaman berlangsung, banyak orang yang datang untuk melayat. Mereka berdoa dengan penuh hikmat dan terkadang datang untuk bersalaman dengan Pieter sambil mengucapkan banyak kalimat menghibur. "Dia sekarang berada di lindungan Tuhan, jadi kamu jangan bersedih terlalu berlarut-larut.""Ya, Lana adalah gadis yang baik dan taat

  • Gundik Bangsawan Belanda   Kebebasan

    Saka meninggal di hutan keramat saat berusia ia telah 97 tahun. Ia sangat tua dan tak pernah pergi dari tempat itu satu kali pun. Ia telah meninggalkan semua kemewahan dan kejayaan serta masa mudanya. Ia memilih untuk tinggal bersama Sina di hutan keramat. Ia ingin jiwa Sina tak merasa kesepian, setidaknya sampai ia meninggalkan dunia ini. Saka juga tak pernah berkomunikasi dengan orang lain sehingga ia tak pernah tau apa yang terjadi di luar hutan. Baginya tugas sebagai seorang Raja telah ia penuhi, ia telah berusaha untuk membuat rakyat sejahtera dan keluarga yang ia tinggalkan dapat dipastikan akan aman setelah ia pergi meninggalkan mereka.Jika orang lain melihat keseharian Saka di tempat itu maka mereka mungkin akan menyimpulkan bahwa Saka telah menjadi orang 'gila'. Saka akan berbicara pada sendiri dan setelah itu menangis, setelah itu tertawa keras. Hanya itu yang ia lakukan setiap hari.Saka telah tinggal di hutan keramat selama puluhan tahun, dan ia telah bertapa serta mening

  • Gundik Bangsawan Belanda   Buah pahit kemenangan

    Setelah kemenangan, semua orang di Mirah Adhi merasakan 'duka' yang dirasakan oleh Raja. Harga ternak telah turun drastis mengingat dilarangnya konsumsi daging selama setahun, hal tersebut membuat para peternak dan pemburu hewan tak memiliki mata pencaharian dan terpaksa beralih profesi. Para petani pun bersedih karena bahan pangan juga tak terlalu laku mengingat adanya pengadaan puasa selama 40 hari. Apalagi para bangsawan, mereka sekarang terlihat seperti rakyat biasa karena tak ada lagi pakaian mewah dan perhiasan yang bisa mereka gunakan selama lima tahun ke depan.Sekarang hutan keramat menjadi momok paling menakutkan bagi masyarakat. Mereka tidak berani ke sana karena takut akan dieksekusi mati oleh Raja. Apalagi saat melihat secara langsung bagaimana raja memberi hukuman pada orang-orang yang membuat Sina menderita. Pada hari itu semua orang tak berani keluar rumah karena mendengar suara jeritan orang-orang yang dibakar dengan kejam. Bahkan setelah kejadian itu, para orang tua

  • Gundik Bangsawan Belanda   Sakit hati Saka

    Kemenangan Senggrala atas Malaka telah dipastikan, akan tetapi tak ada satupun orang yang merayakannya. Semuanya menunduk dan bersedih, kala mengetahui panglima perang mereka telah mati karena bunuh diri. Awalnya semua orang meributkan siapa yang disalahkan atas kejadian ini, akan tetapi saat melihat Saka yang masih diam, semua orang pun langsung ikut diam.Saka adalah orang yang paling terpukul pada kejadian ini. Ia kehilangan satu orang kepercayaannya, dan satu orang yang paling cintai serta kasihi. Akan tetapi Saka masih tetap diam dan memandang jasad Jarka yang dikebumikan dengan tatapan yang sangat datar.Hati Saka sangat hancur dan sedih, akan tetapi yang paling menyakitkan dari semua itu adalah tak ada satu tetes pun air mata yang jatuh di pelupuk matanya. Seolah ia telah dikutuk untuk tidak bisa melampiaskan kesedihan yang ia miliki seumur hidupnya.Setelah Jarka dimakamkan, Saka masuk ke dalam kamarnya sambil melihat kendi yang berlapis emas di atas kasurnya. Kendi itu berisi

  • Gundik Bangsawan Belanda   Kematian yang memisahkan

    Seperti jantung yang ditusuk dengan pisau, setiap langkah kaki kuda yang ia tunggangi membuat Jarka semakin sulit bernafas. Ia tidak tau apa yang terjadi pada Sina nya tapi satu hal yang ia tau Sina nya pasti sedang tak baik-baik saja.Jarka mencoba menghibur dirinya sendiri dengan berfikir sesuatu yang indah, tapi ia tetap tidak bisa. Seolah otaknya telah dipenuhi oleh bau daging yang terbakar dari perhiasan yang pernah ia berikan pada Sina."Tidak mungkin terjadi bukan..."Jarka menatap ke arah burung elang yang terbang di atasnya, lalu menatap ke arah depan sambil menghapal jalan. Tak lama mata Jarka memerah dan air matanya jatuh."Ini bukan jalan menuju istana, ini bukan jalan menuju rumah..."Semakin panjang perjalanan Jarka, semakin jauh ia dari istana. Ia semakin masuk ke dalam sebuah hutan yang tak pernah ia masuki sebelumnya. Hutan yang mungkin tidak pernah dikunjungi manusia. Tapi, kenapa perhiasan Sina ada di tempat yang seperti ini?Semakin banyak Jarka menebak dalam otakn

  • Gundik Bangsawan Belanda   Aku pulang...

    Beberapa hari setelah datangnya Saka ke medan perang, Jarka sudah tak menerima surat balasan lagi dari Sina. Bahkan Jarka telah menyempatkan diri untuk meluangkan waktu membuat puisi untuk Sina, akan tetapi surat yang datang hanya ditujukan pada Saka. Hal tersebut membuat Jarka sedikit cemburu pada calon kakak iparnya itu."Semenjak Saka ada di medan perang, Sina tak lagi memperhatikan ku." Wajah cemberutnya yang terkesan kekanakan sangat jauh berbeda dengan citranya di tentara sebagai orang yang ganas."Bersabarlah Tuan, setelah kita menang nanti Tuan dapat membawa Putri Sina pulang tanpa hambatan dari siapapun."Beberapa prajurit mencoba menghibur Jarka, mengingat perasaan Jarka sangatlah penting bagi peperangan ini. Jika Jarka dalam keadaan kurang bahagia atau bersemangat, maka habislah sudah karena Jarka adalah penentu menang atau tidaknya Senggrala dalam peperangan ini."Ya, kamu benar. Kita akan pulang dengan kemenangan dan membawa Putri Sina ke rumahku sebagai hadiah."Semuany

DMCA.com Protection Status