Malam yang berkabut terus menyelimuti semua orang. Pieter, Sina dan Jiwana seolah terjebak didalamnya. Satu persatu mimpi mengenai masa lalu mereka mulai terbuka. Seolah mengingatkan diri mereka sendiri tentang dosa dan kesalahan yang pernah mereka lakukan.
Pieter tak bisa bernafas karena bau darah yang begitu menyengat. Bau itu membuatnya ingin muntah dengan segera. Seolah ia telah mandi darah dengan begitu banyak mayat.
Sina tak tenang dengan rasa panas dalam dirinya. Seolah Abi biru merenggut jiwanya sekali lagi. Api yang melahapnya dengan ganas dan membuatnya terjebak di hutan keramat untuk waktu yang lama.
Jiwana tak bisa tidur, tapi kilatan ingatan terus menghantuinya. Ia seolah dibiarkan melihat lebih banyak dari yang Pieter dan Sina lihat. Itu semua untuk menyiksanya hingga ke tulang.
Tuhan selalu tau bagaimana cara menyiksa hamba yang penuh dosa.
Jauh didalam lubuk hati mereka, me
Pieter dan Sina mulai mengemas barang serta oleh-oleh yang akan mereka bagikan pada penghuni rumah. Mereka tersenyum dengan gembira. Walaupun banyak hal telah terjadi, tapi sebagian besar kejadian adalah sebuah kebahagiaan. Jadi mereka tak menyesal datang kesini.Saat semuanya sudah siap, Pieter segera membawa barang-barang mereka menuju mobil bersama seorang pelayan."Ayo kita pulang." Ucap Pieter"Tunggu aku di mobil, aku akan ke toilet lebih dulu."Pieter langsung mengangguk sambil tersenyum. Ia pun segera memapah berbagai macam barang meninggalkan Sina seorang diri. Saat Pieter sudah tak terlihat lagi, senyum manis Sina langsung menghilang. Senyum itu digantikan dengan tatapan dingin dan mata merah.Sina keluar dari kamarnya dan berjalan ke ujung ruangan tempat awal mereka menginap. Saat dia masuk berbagai macam mahluk lari terbirit-birit, kecuali satu mahluk yang telah terpaku disana.Sina menunduk memegang lantai marmer yang terl
Pieter memegang surat kecil ditangannya. Surat itu berisi tulisan cantik yang dipenuhi dengan bau parfum mahal. Setelah lama membaca, Pieter kembali melipat dan memasukkannya ke dalam amplop.Jiwana sedikit tidak sabar dan penasaran dengan apa yang ada didalam sana. Ia ingin melihat apa saja yang gadis itu ucapkan di dalam surat. Karena perasaan yang menggebu-gebu, ia pun memberanikan diri untuk bertanya."Tuan, apa yang dikatakan Nona Angeline dalam surat itu?""Kenapa aku harus memberitahumu?"Jiwana langsung terdiam, ia enggan untuk bertanya lebih banyak. Ia tak mau Tuan nya merasa tersinggung dan membuatnya marah. Sebelum Jiwana undur diri, seseorang mengetuk pintu dari luar."Ada apa?""Tuan Besar Herman datang berkunjung." Ucap pelayan itu.Pieter dan Jiwana langsung melotot kaget. Ayah Pieter sangat jarang berkunjung ke rumah ini. Itu membuat mereka sedikit bingung.Setelah beberapa saat Tuan Herman datang dengan tubuh t
Setelah beberapa hari, kehidupan di rumah mewah itu terlihat harmonis. Pieter tak pernah libur berkunjung ke kamar istrinya. Itu membuat para pelayan sedikit bergosip. "Tuan Pieter sekarang telah banyak berubah. Dia pasti sangat mencintai Nyonya Lana." "Ya, Tuan telah banyak berubah. Aku tidak sabar melihat anak mereka di masa depan. Pasti akan cantik dan tampan." Mereka langsung membayangkan betapa cantik dan tampan nya anak dari Pieter dan Sina. Dua perpaduan bibit unggul dari dua ras yang berbeda. Jika itu bercampur mungkin akan terlihat sangat indah. Apalagi Sina dan Pieter terbilang orang paling tampan dan cantik di ras masing-masing. "Jika anak Tuan Pieter dan Nyonya Lana berambut hitam dengan mata biru. Itu pasti terlihat menakjubkan." "Owhh! Aku tidak sabar ingin melihatnya." Semua orang tertawa dan gembira. Mereka adalah para pesuruh dan pembantu yang ada di rumah ini. Bagi para penjajah mereka hanya sebagai seorang budak. Tap
Pieter dan Sina tidur sambil berpelukan hingga pagi menjelang. Seperti biasa, Pieter selalu menjadi orang pertama yang membuka mata. Ia adalah pengusaha dan bangsawan. Jadi ia telah terbiasa hidup disiplin waktu. Pieter menatap wajah Sina lembut untuk waktu yang lama, itu seperti sebuah kebiasaan yang telah ia lakukan akhir-akhir ini. Belum puas melihat wajah istrinya. Terdengar suara gedoran dari luar ruangan. Suara itu begitu keras seperti peringatan terjadinya bencana. Hal itu membuat langsung naik pitam. Orang bodoh mana yang berani mengganggu tidurnya. Saat mendengar suara itu, wajah Sina sedikit mengerut tak suka. Ia terlihat terganggu dan tidurnya tidak nyaman. Itu membuat Pieter semakin marah. Ia pun membelai rambut istrinya sambil berbisik pelan. "Tidur lagi." Ucapnya lembut. Pieter langsung bangun sambil meregangkan ototnya yang kaku. Ia terlihat bersiap memukul siapa pun ya
Tubuh Ruwan mulai mendingin. Laki-laki itu juga telah menderita untuk waktu yang cukup lama. Tangannya yang berlumuran darah terus menghantuinya dan membuat jiwanya terguncang.Rasa sakit yang sama ia rasakan kembali seperti saat ia ditinggalkan sang ibu. Saat itu kemarahan telah membakar jiwa dan hatinya. Kebencian telah membuatnya buta dan ia pun berusaha membalasnya.Ayahnya adalah orang terpandang di desa. Bergelimang harta dan dihormati orang orang. Tentu saja memiliki satu pendamping tak akan cukup untuk orang semulia itu.Ibunya harus terdiam dan mengalami tekanan batin yang begitu berat. Hal itu membuat tubuh dan hatinya hancur dan akhirnya harus menutup mata lebih awal dari yg seharusnya.Sebagai seorang laki-laki yang memiliki cinta yang besar kepada sang ibu. Ruwan tentu saja akan marah. Orang yang mengandungnya harus tersakiti dan ia pun tak segan melakukan balas dendam dengan cara yang ekstrem dan tak tak terpikirkan oleh orang lain.S
Sina diam untuk waktu yang cukup lama. Ia menatap mayat Ruwan dengan tatapan rumit. Kematian adalah misteri Tuhan yang hingga kini tak ada yang tau jawabannya. Bahkan Sina yang menyaksikan ribuan kematian tak mampu menguaknya.Sina sedikit iri dengan kematian Lana dan Ruwan. Kematian mereka bisa dikatakan ringan jika dibandingkan dengan dirinya. Sekarang ia hanya seorang roh yang bahkan tak tau tujuannya kemana. Sina hanya berharap kematian tak akan terlalu menyakitkan nanti.Jika Tuhan masih berbelas kasih, ia berharap kematian itu tak akan terlalu tragis. Setidaknya jangan biarkan Jiwana dan Pieter menangis terlalu lama. Dua orang itu adalah orang yang paling berarti dihatinya saat ini.Sina akhirnya membuka pintu dengan wajah murung yang terlihat sedikit kosong. Ekspresinya berhasil membuat orang-orang menjadi takut. Saat wajah penuh harapan terlihat didepan matanya, Sina hanya mampu menggeleng sebagai isyarat bahwa Ruwan sudah tak ada lagi.Saat Sina
Pembangunan Di hutan keramat berjalan dengan sangat baik. Kesibukan dan rasa lelah pun tak dapat dihindarkan. Semua orang mulai bekerja bersungguh-sungguh agar pembangunan cepat selesai.Pieter sibuk dengan berbagai macam surat yang datang padanya. Surat-surat tersebut berisi berbagai macam pujian untuknya karena berhasil menyelesaikan proyek besar di hutan keramat.Undangan undangan untuk berpesta dan merayakan keberhasilan tak henti-hentinya datang. Pieter pun merasa sedikit muak dan lelah dengan semua pujian pujian dari para penjilat pribumi. Mereka hanya orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan dan ketenaran dari semua usaha yang telah ia lakukan.Pieter terus menulis dengan wajah serius. Pujian semacam itu akan membuat ambisinya semakin menggila. Ia akan berusaha lebih keras lagi dan akan membuat proyek di hutan keramat lebih hebat hari apa yang sebelumnya direncanakan.Para pemuda-pemuda desa yang berada di sekitar hutan keramat, mereka terus b
Setelah pusing dengan semua kesibukan yang ada, suara ketukan berhasil mengalihkan perhatian Pieter.Dengan suara jengah Pieter mempersilahkan orang yang mengetuk pintu untuk masuk.Wajah Jiwana terlihat setelahnya, membuat Pieter semakin jengah dan enggan."Ada apa?""Surat."Mendengar satu kata itu, Pieter seakan ingin mengumpat saat itu juga. Ia muak dengan semua surat dari para penjilat. Apalagi jika itu berasal dari orang pribumi. Sebelum kalimat kasar keluar dari mulutnya. Kata-kata Jiwana berhasil membungkamnya."Surat dari ayahmu."Mendengar kata 'ayah', Pieter langsung duduk dengan tegak. Walaupun ia dan sang Ayah tak sedekat ayah dan anak pada umumnya. Tapi Pieter selalu menghormati sang ayah melebihi hormat nya pada orang lain.Pieter segera bangkit dan mengambil surat itu. Ia membaca setiap kata yang tertulis di atas nya. Hatinya sedikit demi sedikit mendingin. Itu membuat Pieter merasa ingin merobek surat itu denga
Di lain pihak, Jiwana telah mendengar tentang invasi Nippon ke pulau ini yang berniat menggantikan kekuasaan Netherland. Hal tersebut membuat Jiwana tidak setuju, bukan hanya karena ia bekerja bersama para bangsawan Netherland, tapi juga karena Jiwana merasa bahwa bangsawan Netherland tidak terlalu kejam selama di pulau ini, mereka hanya sangat sombong dan pelit.Netherland memang memiliki riwayat buruk dengan para pribumi, akan tetapi itu hanya berlaku di pulau seberang. Di pulau ini, Jiwana lah yang mengaturnya. Ia menjilat para bangsawan Netherland untuk mendapatkan upah yang lebih baik. Ia juga membujuk para pribumi untuk mau bekerja tanpa sebuah paksaan. Sehingga keduanya tidak memiliki konflik yang berarti.Akan tetapi Nippon datang dan Jiwana tidak tau seperti apa strategi politik yang akan dilakukan Nippon di masa depan. Jiwana takut Nippon akan lebih sulit dibujuk dan akan menyengsarakan pribumi dan lebih kejam dari Netherland. Hal tersebut membuat Jiwana membentuk kelompok k
Saat peperangan meledak, hujan di Ziel tak henti-hentinya turun. Alam sepertinya mendukung para pribumi dengan menurunkan hujan deras agar mereka bisa memiliki lebih banyak waktu untuk lari, sedangkan tentara Nippon kesulitan karena cuaca dan Medan yang belum mereka kuasai.Disaat hujan terus mengguyur Ziel dan tentara Nippon memaksakan diri untuk masuk, Pieter bersembunyi di balik pohon sambil membawa pedang telah ia asah selama beberapa hari. Matanya telah terbiasa oleh hujan dan kabut, jadi Pieter mampu melihat dengan jelas gerakan lawan dibalik pohon itu.'hmm mereka terlihat familiar'Tentara Nippon memiliki perawakan yang hampir sama dengan pribumi, hanya saja kulitnya putih dan matanya agak sipit. Hampir mirip dengan keturunan Tionghoa yang biasa Pieter lihat. Mereka memiliki suara yang keras dan perawakan yang kaku, jadi wajar saja jika Pieter merasa wajah mereka terlihat familiar.Pieter bergerak dengan sangat hati-hati, ia tidak ingin meremehkan musuh. Walaupun tubuh Pieter
Beberapa tahun setelah kematian Sina, perang terjadi di pulau Mirah Adhi dan diprediksi Netherland akan segera kalah. Pasukan Nippon telah mulai melakukan aksi untuk menguasai, sehingga Pieter pun harus bersiap mengevakusi anggota keluarga agar bisa pergi ke tempat yang lebih aman. Pieter bahkan memecat semua pelayanannya agar mereka bisa pergi mengungsi dengan cepat. Pieter tidak ingin orang-orang dibunuh ataupun dibantai karena mereka bekerja pada Netherland. Karena bagaimanapun para pelayannya bukanlah penghianat negara melain orang biasa yang mengais rezeki dengan bekerja padanya. Walaupun begitu ada beberapa pelayan masih enggan untuk pergi karena merasa sayang pada Pieter."Tuan, kami masih ingin tetap bersamamu. Kami rela mati bersamamu jadi kami tidak akan pergi kemanapun. Atau kalau Tuan mau, ikutlah bersama kami ke kampung. Disana kami akan menyembunyikan Tuan agar aman dan tak akan tertangkap oleh tentara Nippon."Mereka bekerja bersama Pieter, akan tetapi mereka mendedika
Pieter menatap ke arah gundukan tanah yang tertulis nama Lana di atasnya. Pieter ingat ketika ia membuka mata untuk pertama kalinya tubuh Sina telah mendingin di dalam pelukannya. Tubuh yang cantik itu telah kehilangan jiwanya dan Pieter akhirnya ditinggalkan untuk yang kedua kalinya.Selama dua kehidupan ia harus ditinggalkan oleh kekasihnya. Akan tetapi walaupun rasa sedih menguasai hatinya, ia selalu ingat bahwa kematian Sina saat ini adalah untuk kebaikannya sendiri. Sina tak lagi merasakan kesakitan dan penderitaan seperti yang ia rasakan ratusan tahun yang lalu. Dia telah terbebas dan Pieter bahagia karenanya."Kamu bebas sekarang." ucap Pieter lirih.Saat pemakaman berlangsung, banyak orang yang datang untuk melayat. Mereka berdoa dengan penuh hikmat dan terkadang datang untuk bersalaman dengan Pieter sambil mengucapkan banyak kalimat menghibur. "Dia sekarang berada di lindungan Tuhan, jadi kamu jangan bersedih terlalu berlarut-larut.""Ya, Lana adalah gadis yang baik dan taat
Saka meninggal di hutan keramat saat berusia ia telah 97 tahun. Ia sangat tua dan tak pernah pergi dari tempat itu satu kali pun. Ia telah meninggalkan semua kemewahan dan kejayaan serta masa mudanya. Ia memilih untuk tinggal bersama Sina di hutan keramat. Ia ingin jiwa Sina tak merasa kesepian, setidaknya sampai ia meninggalkan dunia ini. Saka juga tak pernah berkomunikasi dengan orang lain sehingga ia tak pernah tau apa yang terjadi di luar hutan. Baginya tugas sebagai seorang Raja telah ia penuhi, ia telah berusaha untuk membuat rakyat sejahtera dan keluarga yang ia tinggalkan dapat dipastikan akan aman setelah ia pergi meninggalkan mereka.Jika orang lain melihat keseharian Saka di tempat itu maka mereka mungkin akan menyimpulkan bahwa Saka telah menjadi orang 'gila'. Saka akan berbicara pada sendiri dan setelah itu menangis, setelah itu tertawa keras. Hanya itu yang ia lakukan setiap hari.Saka telah tinggal di hutan keramat selama puluhan tahun, dan ia telah bertapa serta mening
Setelah kemenangan, semua orang di Mirah Adhi merasakan 'duka' yang dirasakan oleh Raja. Harga ternak telah turun drastis mengingat dilarangnya konsumsi daging selama setahun, hal tersebut membuat para peternak dan pemburu hewan tak memiliki mata pencaharian dan terpaksa beralih profesi. Para petani pun bersedih karena bahan pangan juga tak terlalu laku mengingat adanya pengadaan puasa selama 40 hari. Apalagi para bangsawan, mereka sekarang terlihat seperti rakyat biasa karena tak ada lagi pakaian mewah dan perhiasan yang bisa mereka gunakan selama lima tahun ke depan.Sekarang hutan keramat menjadi momok paling menakutkan bagi masyarakat. Mereka tidak berani ke sana karena takut akan dieksekusi mati oleh Raja. Apalagi saat melihat secara langsung bagaimana raja memberi hukuman pada orang-orang yang membuat Sina menderita. Pada hari itu semua orang tak berani keluar rumah karena mendengar suara jeritan orang-orang yang dibakar dengan kejam. Bahkan setelah kejadian itu, para orang tua
Kemenangan Senggrala atas Malaka telah dipastikan, akan tetapi tak ada satupun orang yang merayakannya. Semuanya menunduk dan bersedih, kala mengetahui panglima perang mereka telah mati karena bunuh diri. Awalnya semua orang meributkan siapa yang disalahkan atas kejadian ini, akan tetapi saat melihat Saka yang masih diam, semua orang pun langsung ikut diam.Saka adalah orang yang paling terpukul pada kejadian ini. Ia kehilangan satu orang kepercayaannya, dan satu orang yang paling cintai serta kasihi. Akan tetapi Saka masih tetap diam dan memandang jasad Jarka yang dikebumikan dengan tatapan yang sangat datar.Hati Saka sangat hancur dan sedih, akan tetapi yang paling menyakitkan dari semua itu adalah tak ada satu tetes pun air mata yang jatuh di pelupuk matanya. Seolah ia telah dikutuk untuk tidak bisa melampiaskan kesedihan yang ia miliki seumur hidupnya.Setelah Jarka dimakamkan, Saka masuk ke dalam kamarnya sambil melihat kendi yang berlapis emas di atas kasurnya. Kendi itu berisi
Seperti jantung yang ditusuk dengan pisau, setiap langkah kaki kuda yang ia tunggangi membuat Jarka semakin sulit bernafas. Ia tidak tau apa yang terjadi pada Sina nya tapi satu hal yang ia tau Sina nya pasti sedang tak baik-baik saja.Jarka mencoba menghibur dirinya sendiri dengan berfikir sesuatu yang indah, tapi ia tetap tidak bisa. Seolah otaknya telah dipenuhi oleh bau daging yang terbakar dari perhiasan yang pernah ia berikan pada Sina."Tidak mungkin terjadi bukan..."Jarka menatap ke arah burung elang yang terbang di atasnya, lalu menatap ke arah depan sambil menghapal jalan. Tak lama mata Jarka memerah dan air matanya jatuh."Ini bukan jalan menuju istana, ini bukan jalan menuju rumah..."Semakin panjang perjalanan Jarka, semakin jauh ia dari istana. Ia semakin masuk ke dalam sebuah hutan yang tak pernah ia masuki sebelumnya. Hutan yang mungkin tidak pernah dikunjungi manusia. Tapi, kenapa perhiasan Sina ada di tempat yang seperti ini?Semakin banyak Jarka menebak dalam otakn
Beberapa hari setelah datangnya Saka ke medan perang, Jarka sudah tak menerima surat balasan lagi dari Sina. Bahkan Jarka telah menyempatkan diri untuk meluangkan waktu membuat puisi untuk Sina, akan tetapi surat yang datang hanya ditujukan pada Saka. Hal tersebut membuat Jarka sedikit cemburu pada calon kakak iparnya itu."Semenjak Saka ada di medan perang, Sina tak lagi memperhatikan ku." Wajah cemberutnya yang terkesan kekanakan sangat jauh berbeda dengan citranya di tentara sebagai orang yang ganas."Bersabarlah Tuan, setelah kita menang nanti Tuan dapat membawa Putri Sina pulang tanpa hambatan dari siapapun."Beberapa prajurit mencoba menghibur Jarka, mengingat perasaan Jarka sangatlah penting bagi peperangan ini. Jika Jarka dalam keadaan kurang bahagia atau bersemangat, maka habislah sudah karena Jarka adalah penentu menang atau tidaknya Senggrala dalam peperangan ini."Ya, kamu benar. Kita akan pulang dengan kemenangan dan membawa Putri Sina ke rumahku sebagai hadiah."Semuany