Share

Pengakuan

Penulis: Trins
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sepuluh tahun setelah Ad berkata ingin pergi, sebetulnya aku pernah dua kali bertemu dengannya. Bukan di reuni sekolah, melainkan di Yogjakarta saat liburan semester perkuliahan. Aku, Nabilah, Ralina, janjian bertemu Tian dan beberapa teman lainnya di sana untuk liburan.

Di masa perkuliahan kami, aku dan Nabilah masuk ke perguruan tinggi negeri sesuai yang kami harapkan di Institut Pertanian Bogor. Sedangkan Ralina, tidak jadi kuliah di Bandung, tapi karena itu aku, Nabilah, dan Ralina bisa bertemu di kampus yang sama. Sedangkan Tian, akhirnya kuliah di Yogjakarta.

Karena itu juga Yogjakarta tempat yang kami pilih untuk menghabiskan liburan di semester dua. Tepatnya setahun setelah menyandang status Mahasiswa.

Awalnya aku sempat curiga apa ada salah satu yang mengabari Ad untuk bertemu. Kecurigaanku paling besar tertuju pada Tian. Tiba-tiba saja Ad muncul saat acara makan malam di sekitar Malioboro. Apa mungkin Tian yang mengabarinya? Karena Ad dan Tian sama-sama kuliah di Yogjakarta, walaupun beda kampus.

Senyumku yang ada kala itu adalah senyum palsu yang terlalu dipaksakan. Pada akhirnya, walaupun candaan tetap saling terlontar dan obrolan terus berlanjut hingga malam, kecanggungan antara aku dan Ad tidak terhindar.

Kedua kali aku bertemu dengannya singkat saja saat di pernikahan salah satu teman di SMA. Lima tahun lalu. Ketika itu aku bersama pasanganku atau mantanku saat ini. Ad datang ditemani Alia yang sudah beranjak dewasa. Alih-alih bertegur sapa dengan Ad, aku justru banyak mengobrol dengan Alia yang ternyata akan meneruskan kuliah di Bogor.

Kenapa bisa begini?? Berkali-kali muncul dalam benakku. Dahulu, tentu aku tidak pernah terbersit akan ada kecanggungan yang terlalu besar antara aku dan Ad di kemudian hari. Padahal ada tahun-tahun saat aku dan Ad sangat dekat. Ad masih menjadi bagian yang begitu erat dalam hidupku.

Pertanyaan itu terlintas kembali. Kenapa bisa??

Tian bilang dia bertemu dengan Ad, belum lama ini. Lebih tepatnya berpapasan. Mereka bertemu di Bandara Soekarno Hatta saat sama-sama mencari mesin check in. Tian bercerita tentang Ad yang saat ini bekerja dimana dan profesinya. Sebetulnya, aku juga sudah tau. Saat terpaksa menghadiri acara reuni. Cerita tentang Ad seperti sengaja atau tidak, ada saja yang melaporkannya padaku. Termasuk Ad yang sudah memiliki pacar katanya.

Apa aku akan terusik??

Hanya helaan nafas jawabannya.

Terkadang, masih ada murung aku rasakan setiap mengetahui kabar tentang Ad. Seorang sahabat yang menemaniku sejak kecil. Lalu, bagai kilat yang terjadi singkat, hubungan aku dan Ad berubah drastis. Tidak bermusuhan, melainkan semakin asing. Hanya kenangan dimasa lalu yang terasa dekat.

Tian mengangarku kembali hingga ke rumah. Ku buatkan kopi hitam untuknya.

"Ini kopi hitamnya buat Pak Tian," sindirku untuk selera kopinya.

"Terimakasih mbok," candanya.

"Kok dirumah jadi sepi gini?" tanya Tian.

Sekitar jam tujuh saat Tian mengangtarku ke rumah. Ayah dan Ibu sudah mengabariku via WA, mereka membawa Kaisan yang merengek ingin pergi ke pasar malam seberang supermarket yang tidak jauh dari rumah.K

Kanaya juga telat pulang karena masih ada yang harus diurus perihal persiapan pernikahannya.

Di tengah udara yang masih terasa dingin selepas hujan reda, secangkir kopi hitam menemani untuk Tian dan aku melanjutkan obrolan tak tentu arah, sesaat sebelum Tian mengatakan sesuatu padaku.

"Ay" panggilnya dengan nada ragu.

"Apaan??"

"Ada yang mau gue sampaikan ke lo."

"Serius nih?" Sebetulnya aku bingung dengan raut wajah Tian yang berubah. Raut wajah yang hampir sama setiap Tian berdiri ditempatnya mengantarku pulang.

"Ada hal yang seharusnya gue sampaikan jujur ke lo dari lama."

"Ini, lo mau ngomongin sesuatu yang serius? Atau mau ngeprank gue?" usahaku untuk mencairkan suasana.

"Bukan Ay. Kok jadi ngeprank," keluh Tian sesaat. "Bisa gue lanjut?"

"Ya, silahkan," sahutku.

Tian mengangkat tangannya, mengelus rambutku perlahan. Aku terpaku tidak berkutik dengan apa yang baru saja Tian lalukan. Tatapannya tertuju padaku. Tatapan yang terkadang membuatku khawatir, menduga-duga, dan gelisah.

Seperti ada berbagai kenangan yang terlintas dari tatapan Tian sesaat sebelum dia melanjutkan apa yang ingin dikatakannya.

"Gue udah lama banget sayang sama lo sebagai sahabat," kata Tian kembali mengelus rambutku.

"Ya.., gue juga," sahutku. Aku makin gugup dan kikuk dengan sikap Tian. Dengan lembut Tian memegang pipiku.

"Tapi Ay, gue juga udah lama suka sama lo, suka lebih dari sahabat."

Aku terdiam. Walaupun pernah aku menduga-duga, tapi tetap saja aku kaget dan bingung.

"Bukan hanya sayang, ternyata gue cinta sama lo, Ay."

Kedua mata Tian tidak bisa menutupi lagi perasaannya. Tian memelukku seketika. Aku sadar ada air matanya yang menetes saat Tian memelukku. Sosok Tian yang baru pertama kali ku lihat.

Setelah Ad memutuskan pergi, Tian jadi salah satu yang selalu setia menemaniku dan mendukungku. Tidak peduli jarak, tidak peduli waktu, sesibuk apapun, selama ini Tian terus membuatmu merasa, dia ada untukku.

Aku usap pipinya yang basah. Tian tersenyum karena malu. Tidak ada kata yang bisa kupilih untuk menjawab pengakuannya. Aku hanya mencium sebelah pipi Tian, lalu tersenyum padanya.

"Ay, boleh kasih gue kesempatan buat perjuangin lo?" tanya Tian.

Aku mengiyakan dengan mengangguk.

Tian mendekatkan diri padaku. Wajahnya semakin dekat, hidung kami sempat saling menyentuh, perlahan naik dan mencium keningku. Lalu Tian kembali memelukku dengan erat.

Seminggu setelah Ad pindah ke Malang, ke tempat kakeknya. Aku juga menyiapkan diri untuk pindah bersama keluargaku. Aku tidak pernah keluar rumah selain untuk mengurusi persiapan kuliah.

Di Hari Minggu pagi, sebuah Mobil sedan keluaran tahun 90an terparkir depan rumah. Ibu memanggilku ke luar. Katanya teman-temanku datang.

Nabilah, Ralina, dan Tian datang. Mereka bersemangat menjemputku ikut liburan bersama. Tian memang sudah mendapatkan SIM A bersamaan dengan SIM C yang dimiliki. Hari itu dia cerita, usahanya untuk meminjam mobil milik kakak laki-lakinya berhasil. Karena sudah susah payah mendapat izin, aku harus ikut. Katanya, dia ingin mengajakku ke tempat yang serum dan menyenangkan. Tentu kami tidak berlibur berempat saja. Keluarga Tian sudah lebih dulu berangkat ke Bandung dan rencananya kami akan menyusul.

Sepertinya di saat ini, kekosongan dalam diriku setelah Ad pergi, mulai terisi sedikit demi sedikit. Karena mereka tetap ada.

Setelah pengakuan Tian, aku berharap keputusanku sudah tepat. Aku siap membuka hatiku kembali. Aku lelah diam-diam menunggu seseorang untuk kembali, di saat ada yang tetap bersamaku.

Bab terkait

  • Grow Up Love   Bulan Sabit

    Kejadian semalam saat Tian membuat pengakuan, masih sulitku percaya. Aku dan Tian? Saat terbangun, aku yakinkan diri sendiri. Aku bisa memulai kembali. Seperti tidak ada alasan untuk menolak. Tian yang tetap ada untukku. Kelak aku memang tidak tau, tapi aku merasa lebih tenang untuk kembali percaya pada suatu hubungan, karena Tian. Notif chat dari Tian hampir tidak pernah absen sejak dulu, muncul di layar hp-ku di pagi hari. Sekedar share menu sarapannya dekat kantor ditambah review mengerupai food vlogger, memberitahu cuaca hari itu seperti g****e weather, tiba-tiba melontarkan tebak-tebakan, atau sekedar merekomendasikan lagu baru yang didengar. Tanpa aku sadari, membuka isi chat dari Tian di pagi hari jadi rutinitas yang tidak pernah aku lewati. Kali ini dia mengirimkan voice note yang membuatku tertawa geli. Dia berkali-kali bilang masih tidak percaya kejadian semalam. Dengan excited dia bilang terimakasih dan memintaku untuk tidak berubah pikiran. Katanya, dia tidak mau membuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Grow Up Love   Impiannya

    Selesai mengerjakan beberapa tulisan jam dua dini hari, aku terbaring mengingat Tian. Ada saja hal yang membuatku ingin menertawakan kekonyolannya yang tidak disengaja. Seperti salah tingkahnya ketika bertemu Ibu.Aku masih belum mengantuk walau sudah hampir setengah jam berbaring di kasur. Random saja, aku ambil satu album yang tersimpan di antara tumpukan buku di dalam rak. Album ketika aku SMA. Tidak banyak foto tercetak. Maklum lebih banyak foto yang tersimpan di HP yang aku gunakan saat itu. Sebagian softfile sudah ku pindahkan ke dalam hardisk.Aku sengaja memuka album dari belakang. Foto yang ingin ku lihat saat moment liburan ke Bandung dan perpisahan SMA. Kenangan yang membuatku merasa hangat di malam itu. Tanganku terhenti di lembaran ke tiga. Sengaja berhenti, karena foto-foto yang ada di halaman berikutnya. Aku memang tidak pernah membuang kenangannya. Hampir semua masih tersimpan, termasuk buku-buku miliknya yang ada di atas mejaku. Tapi aku masih merasa berat, jika melih

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Grow Up Love   Probation, Semakin Terbiasa?

    Tahun 2021Tiga bulan hampir selesai. Masa probation di kantor baru hampir terlewati. Alhamdulillah. Lancar. Butuh ektra tenaga menyelesaikan pekerjaan, karena masih beradaptasi dengan alur pekerjaan di tempat baru.Setelah melewati probation, aku akan melanjutkan kontrak kerjaku di lokasi kantor berikutnya. Alasan terbesar kenapa aku kembali bekerja waktu penuh. Aku akan ditempatkan di kantor cabang Kota Bogor. Akhirnya mobilitas yang sebelumnya menjadi momok hampir di setiap minggu malam akan ku tinggalkan. Aku memang belum tau, kapan situasi akan normal kembali. Dalam seminggu, aku hanya dua hari ke kantor di Jakarta. PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang digunakan untuk mengatasi Pandemik Covid19 masih diberlakukan.Aku kebagian masuk kantor Selasa dan Jum'at. Hari jum'at, Tian sering menjemputku ke kantor, walau tidak jarang dia harus berangkat dari Bogor ke Jakarta untuk menjemput. Sungguh tidak sekalipun aku pernah memintanya sejak kami di fase hubungan yang b

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Grow Up Love   Pesan

    Menemui Sabtu, setelah melewati hari-hari kerja, rasanya..., nikmat sekali. Aku keluar dari kamar hampir mendekati jam 10 pagi.Di rumah hanya terlihat Ibu dan Kay. Ibu masih mengaduk adonan bakwan sayur di baskom berukuran sedang. Kay focus dengan tablet dan games run away yang sedang dimainkannya.Setelah meneguk seperempat air putih, aku mengambil selemar roti di atas meja makan, cukup mengolesinya dengan mentega hingga rata. Selembar roti sudah habis ku makan hanya beberapa detik saja.Aku duduk di samping Kay, melihatnya yang belum berhenti bermain game."Sudah main dari kapan?""Baru!""5 menit lagi selesai ya!""Aagghhh....," gerutu Kay."5 menit lagi, abis itu kita main futsal di lapangan depan. Mau ga?""Iyaa..," jawab Kay mengiyakan dengan nada malas.Walau begitu, Kay menepatinya. Kami akhirnya pergi ke lapangan futsal yang dituju. Sampai di sana, sebetulnya yang aku lakukan hanya mengawasi Kay bermain dengan anak-anak lain. Ada enam anak lainnya di sekitar lapangan basket.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Grow Up Love   Hi! Perkenalkan

    Tahun 2020. Perkenalan.Kurvaku menurun lagi. Mungkin hampir berjumpa pesimis. Saat ada keinginan lari agar segera tiba di tujuan, aku ragu. Apa masih bisa?"Luka akan sembuh." Itu kalimat yang kudengar.Iya. Lukaku juga. Bukannya sudah membaik sejak lama? atau masih ada luka yang terlalu dalam dan sulit pulih.Jujur saja, aku ingin bilang, pikiranku kosong, tapi sebenarnya tidak. Seperti selama aku hidup dan terjaga, atau dalam lamunan sekalipun. Lalu kosong itu di mana?Hatiku?Kenapa?Dalam hal ini aku bilang pada diri sendiri, sabar jika belum ada jawaban.Aku.Di bumi ini, di sebuah kota, di kamarku, bersama waktu berteman ke kanan.Perkenalkan! Ini tentangku. Bagian ini aku. Bukan dia, mereka, siapapun, atau kucing kesayanganku. Cukup aku kali ini. Diriku sendiri mencoba berkomunikasi, atau lebih tepatnya bercerita.Hari ini, dua hari s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Grow Up Love   Tahun 90-an

    Lahir, tumbuh, layu, setelah itu perjalan kembali ke sana. Keabadian."Pak! Anaknya perempuan."Angka kelahiran di Indonesia bertambah. di Hari Rabu bulan ke dua. Tahun 1992.Kelahiranku. Apa sudah tercatat di Badan Pusat Statistik? Kapan ya dicatatnya?Aku hampir kehilangan semua memori di awal 90an. Beberapa potongan kenangan masih tersimpan walau bukan ingatan utuh.Dahulu aku masih terbayang pagi yang sangat sejuk. Udara bersih. Tinggal di sebuah perumahan untuk karyawan BUMN di kawasan Puncak, Bogor. Hampir setiap hari bermain di sekitar kebun teh. Memetik buahnya yang kecil untuk main masak-masakan.Di sana, aku juga mulai bersekolah. Setiap pagi aku melewati lapangan sepak bola untuk sampai ke sekolah dasar. Begitupun saat pulang. Sesampainya di kelas, kaos kaki berenda yang kupakai banyak tersangkut rumput liar dan ilalang yang kusebut domdoman.Aku anak perempuan yang hampir tidak pernah lupa mengikat ram

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Grow Up Love   Dia "Ad"

    Kenalan lagi.Di hari ini aku masih bisa melangkah, ada kekuatan bukan hanya dari diri sendiri. Ada penggerak dari tanggung jawab dan pembuktian eksistensi pribadi.Gimana kalau kulanjutkan perkenalannya?Salam kenal! Panggil saja Ayri.Sebelum melanjutkan cerita, aku ingin bilang maaf, jika nanti ada bagian-bagian yang terpotong. Karena bagiku, walau pernah bertemu, pernah mengenal, pernah saling sapa, atau miliki suatu hubungan. Ada bagian dalam hidup yang tidak bisa sepenuhnya aku ceritakan. Seberapa sering aku mencoba dan terus mencoba, tetap tidak bisa ku utarakan. Akhirnya, hanya akan jadi cerita antara aku dan Sang Maha Pencipta yang tau seutuhnya. Semoga kamu bisa mengerti.Jadi malam ini aku sempat cari musik relaksasi di mobile app. Aku tulis keyword nature sound untuk menemani tidur. Aku akui, yang betulan itu memang jauh lebih baik. Lebih terasa ketulusannya. Aku dengar suara hujan di luar rumah. Lagi. Suda

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Grow Up Love   Adil

    Ad.Sebelum aku menceritakan tentangnya. Begitu saja ada satu helaian nafas. Seorang yang ku kenal lebih rumit dari pelajaran Matematika. Pelajaran dengan nilai terendahku.Mungkin seperti memahami pelajaran Matematika di bangku sekolah ataupun kuliah. Memahami Ad, mengharuskanku menghadapi remedial tidak hanya sekali. Hampir tidak pernah berhasil memahaminya hanya dengan satu kali proses berpikir.Adil Budi Winata.Abjad nama yang sering ada di list absensi atas. Tapi, sepertinya tidak menjadi tekanan untuknya. Jika guru memanggil kami sesuai urutan absensi untuk menjawab soal, kebanyakan dijawab dengan benar dan tenang.Tidak selalu akur berteman dengannya. Aku lebih akur dengan teman-teman perempuanku daripada Ad. Apalagi jika dia bersekongkol untuk jahil. Pertengkaran kami tidak bisa dihindarkan.Saat itu, sudah memasuki Tahun 2000an. Era millennium sebutannya. Mungkin dari situ, kata Millennial muncul

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Grow Up Love   Pesan

    Menemui Sabtu, setelah melewati hari-hari kerja, rasanya..., nikmat sekali. Aku keluar dari kamar hampir mendekati jam 10 pagi.Di rumah hanya terlihat Ibu dan Kay. Ibu masih mengaduk adonan bakwan sayur di baskom berukuran sedang. Kay focus dengan tablet dan games run away yang sedang dimainkannya.Setelah meneguk seperempat air putih, aku mengambil selemar roti di atas meja makan, cukup mengolesinya dengan mentega hingga rata. Selembar roti sudah habis ku makan hanya beberapa detik saja.Aku duduk di samping Kay, melihatnya yang belum berhenti bermain game."Sudah main dari kapan?""Baru!""5 menit lagi selesai ya!""Aagghhh....," gerutu Kay."5 menit lagi, abis itu kita main futsal di lapangan depan. Mau ga?""Iyaa..," jawab Kay mengiyakan dengan nada malas.Walau begitu, Kay menepatinya. Kami akhirnya pergi ke lapangan futsal yang dituju. Sampai di sana, sebetulnya yang aku lakukan hanya mengawasi Kay bermain dengan anak-anak lain. Ada enam anak lainnya di sekitar lapangan basket.

  • Grow Up Love   Probation, Semakin Terbiasa?

    Tahun 2021Tiga bulan hampir selesai. Masa probation di kantor baru hampir terlewati. Alhamdulillah. Lancar. Butuh ektra tenaga menyelesaikan pekerjaan, karena masih beradaptasi dengan alur pekerjaan di tempat baru.Setelah melewati probation, aku akan melanjutkan kontrak kerjaku di lokasi kantor berikutnya. Alasan terbesar kenapa aku kembali bekerja waktu penuh. Aku akan ditempatkan di kantor cabang Kota Bogor. Akhirnya mobilitas yang sebelumnya menjadi momok hampir di setiap minggu malam akan ku tinggalkan. Aku memang belum tau, kapan situasi akan normal kembali. Dalam seminggu, aku hanya dua hari ke kantor di Jakarta. PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang digunakan untuk mengatasi Pandemik Covid19 masih diberlakukan.Aku kebagian masuk kantor Selasa dan Jum'at. Hari jum'at, Tian sering menjemputku ke kantor, walau tidak jarang dia harus berangkat dari Bogor ke Jakarta untuk menjemput. Sungguh tidak sekalipun aku pernah memintanya sejak kami di fase hubungan yang b

  • Grow Up Love   Impiannya

    Selesai mengerjakan beberapa tulisan jam dua dini hari, aku terbaring mengingat Tian. Ada saja hal yang membuatku ingin menertawakan kekonyolannya yang tidak disengaja. Seperti salah tingkahnya ketika bertemu Ibu.Aku masih belum mengantuk walau sudah hampir setengah jam berbaring di kasur. Random saja, aku ambil satu album yang tersimpan di antara tumpukan buku di dalam rak. Album ketika aku SMA. Tidak banyak foto tercetak. Maklum lebih banyak foto yang tersimpan di HP yang aku gunakan saat itu. Sebagian softfile sudah ku pindahkan ke dalam hardisk.Aku sengaja memuka album dari belakang. Foto yang ingin ku lihat saat moment liburan ke Bandung dan perpisahan SMA. Kenangan yang membuatku merasa hangat di malam itu. Tanganku terhenti di lembaran ke tiga. Sengaja berhenti, karena foto-foto yang ada di halaman berikutnya. Aku memang tidak pernah membuang kenangannya. Hampir semua masih tersimpan, termasuk buku-buku miliknya yang ada di atas mejaku. Tapi aku masih merasa berat, jika melih

  • Grow Up Love   Bulan Sabit

    Kejadian semalam saat Tian membuat pengakuan, masih sulitku percaya. Aku dan Tian? Saat terbangun, aku yakinkan diri sendiri. Aku bisa memulai kembali. Seperti tidak ada alasan untuk menolak. Tian yang tetap ada untukku. Kelak aku memang tidak tau, tapi aku merasa lebih tenang untuk kembali percaya pada suatu hubungan, karena Tian. Notif chat dari Tian hampir tidak pernah absen sejak dulu, muncul di layar hp-ku di pagi hari. Sekedar share menu sarapannya dekat kantor ditambah review mengerupai food vlogger, memberitahu cuaca hari itu seperti g****e weather, tiba-tiba melontarkan tebak-tebakan, atau sekedar merekomendasikan lagu baru yang didengar. Tanpa aku sadari, membuka isi chat dari Tian di pagi hari jadi rutinitas yang tidak pernah aku lewati. Kali ini dia mengirimkan voice note yang membuatku tertawa geli. Dia berkali-kali bilang masih tidak percaya kejadian semalam. Dengan excited dia bilang terimakasih dan memintaku untuk tidak berubah pikiran. Katanya, dia tidak mau membuat

  • Grow Up Love   Pengakuan

    Sepuluh tahun setelah Ad berkata ingin pergi, sebetulnya aku pernah dua kali bertemu dengannya. Bukan di reuni sekolah, melainkan di Yogjakarta saat liburan semester perkuliahan. Aku, Nabilah, Ralina, janjian bertemu Tian dan beberapa teman lainnya di sana untuk liburan. Di masa perkuliahan kami, aku dan Nabilah masuk ke perguruan tinggi negeri sesuai yang kami harapkan di Institut Pertanian Bogor. Sedangkan Ralina, tidak jadi kuliah di Bandung, tapi karena itu aku, Nabilah, dan Ralina bisa bertemu di kampus yang sama. Sedangkan Tian, akhirnya kuliah di Yogjakarta. Karena itu juga Yogjakarta tempat yang kami pilih untuk menghabiskan liburan di semester dua. Tepatnya setahun setelah menyandang status Mahasiswa. Awalnya aku sempat curiga apa ada salah satu yang mengabari Ad untuk bertemu. Kecurigaanku paling besar tertuju pada Tian. Tiba-tiba saja Ad muncul saat acara makan malam di sekitar Malioboro. Apa mungkin Tian yang mengabarinya? Karena Ad dan Tian sama-sama kuliah di Yogjakart

  • Grow Up Love   Kisah remaja

    Matahari bersama dengan awan mendung pagi itu. Aku berjalan beriringan dengan Ad, menyusuri kebun teh yang biasa kami tempuh hanya dengan berjalan kaki. Tidak seperti kami yang baru memulai hari, para pemetik teh sudah memikul keranjangnya masing-masing. Suara aliran irigrasi jadi latar suara menamani aktivitas di pagi hari.Tidak ada senyum merekah yang mudah kutemui dari wajahnya setiap kali dia datang ke rumahku mengajak pergi sekolah bersama. Bukan aku tidak tahu apa penyebabnya, aku hanya masih menghindari ketidaksiapan akan kemungkinan yang tidak aku harapkan.Jika kisah kami akan segera usai, apa mungkin kami adalah pasangan yang menyerah pada jarak atau ada hal lainnya?"Kita udah setengah jam jalan kaki. Kalau nggak ada yang mau dibicarain, aku mau pulang," kataku menahan ragu."Duduk di sana dulu," Ad menunjuk kursi kayu panjang yang biasa digunakan pemetik daun teh istirahat sejenak.Di sisi lain, aku juga sangat ingin mendengar keputusan Ad."Minggu depan, aku pindah," kat

  • Grow Up Love   Bicara

    Pagi itu. Ad seperti hari-hari lalu. Ada di depan pekarangan rumahku menunggu berangkat ke sekolah bersama. Tidak ada yang berbeda. Kami berjalan bersampingan. Hanya saja. Lebih hening dari biasanya. Sedikit canggung. Perbincangan singkat selama di jalan, terhenti begitu saja. Lalu, sama-sama diam lagi.Di sekolah, Ad dan aku pergi ke ruang konseling. Aku ingin mendiskusikan jurusanku nanti dengan Guru BP sedangkan Ad ingin memberitahukan rencana perkuliahannya yang berubah. Ad lebih lama berada di ruang BP. Aku selesai lebih dulu. Dari sana, aku pergi menemui Ralina di depan perpustakaan."Jadi kan pergi ke toko buku?" Tanya Ralina. Hari Itu dia mengajakku menemaninya membeli buku untuk persiapan TOEFL."Jadi. Apa sekarang aja berangkatnya?""Lho! Nggak tunggu Ad?"Aku diam."Kayaknya lagi ada angin dingin. Berantem?"Aku menggeleng. Mungkin nanti kuceritakan ke Ralina. Hatiku masih tid

  • Grow Up Love   Keputusan

    "Bu.., Iya ke luar bentar yah. Mau beli pulsa," kataku sambil buka pintu. Di luar terasa lebih gelap, karena ada lampu jalan di Blok A yang mati. Aku bawa senter untuk menerangi jalan. Untunglah. Walau sudah lewat jam delapan malam, etalase penjual pulsa masih ada. Aku mempercepat langkah. Pulsa 20 ribu sudah masuk, aku membalas pesan-pesan yang belum terjawab. Di saat itu aku juga baru menyadari ada satu panggilan tak terjawab. Nomernya tidak dikenal. Di jalan pulang, aku putuskan mengambil jalan berbeda. Jalan melewati jajaran rumah di Blok C. Semakin dekat ke salah satu rumah, langkahku terhenti. Lampu rumah yang sudah tiga minggu ini mati menyala kembali. Sedikit ragu, tapi aku lebih penasaran untuk mendekat. Aku coba mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Apa sudah pulang? pikirku. Pintu terbuka. "Ad!" Dia pulang. "Masuk Ay," Adil mengajakku duduk di ruang tamu. "Maaf belum kaba

  • Grow Up Love   Di Tempatnya

    Aku melihat Ralina berdiri di depan gerbang sekolah. Hari itu, aku ingin mengurus berkas administrasi kelulusan. Aku juga sudah janjian dengan Ralina dan Tian bertemu di sekolah. "Udah dapet kabar lagi dari Ad?" tanya Ralina. "Udah. Di sana masih lanjut pengajian tiap malam." "Kapan dia pulang?" "Mungkin setelah pengajian hari ke-40." "Pasti berat buat Ad," kata Ralina. "InsyaAllah Ad kuat," kataku. Melewati lapangan basket. Tian terlihat dengan beberapa teman seangkatan bermain. Dia memanggilku dan Ralina dari dalam lapangan. Tian berhenti bermain lalu menghampiri kami di depan perpustakaan. "Lo jadi ambil Ay?" tanya Tian. Maksudnyaaplikasiku yang diterima untuk kuliah di IPB. Aku mengangguk. "Lo gimana? jadi ikut SNMPTN?" tanyakubalik. "Jadi. Tadi pagi, gue juga abis mampir ke tempat les. Hari ini mau belajar bareng Kak Guntur (s

DMCA.com Protection Status