Share

Kabur

Penulis: Quora_youtixs
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kedua anak itu saling berpandangan. Dilema dengan benda yang mereka temukan saat ini. Bagaimana tidak, kain yang berwarna krem dengan noda darah yang terlihat masih baru. Mungkinkan itu miliknya Hesta? Hal itu yang ada dipikiran Adrian. Mengingat hanya dia dan Hesta yang ada di tempat itu. Mungkikah sudah terjadi sesuatu dengan gadis itu? Panik hati  Adrian melihat kain yang ada di depannya. Rasa takut kehilangan gadis yang baru saja di kenalnya.

“K-kain ini, ada darahnya? Takut Yan, buang jauh  jauh sonoohh...!”

“Helehh ... ini apa an sih! Masih serem rambut kriting elu, dari kain ini,” ucap Adrian sambil mendorong tubuh Wandi yang sejak tadi menempel dan memegang bajunya.

Bruk ....

“Asem, tega ama temen.”

“Lu bau, kagak nyadar apa? Ambil gih! Kunci motornya, biar gue yang urus kain ini. Nggak usah deket-deket kalo takut. Pergi sonoo ....!”

Wandi mengambil kunci motor yang ada di tangan Adrian. Dia langsung pergi dari tempat itu, dan duduk di atas sepeda motor . Rambutnya yang keriting kembali diusap dengan tangan gemetar, kemudian diciumnya. Matanya seketika melotot, bibir mencebik dan tangan menutup kembali hidungnya. Ternyata kotoran burung jatuh di rambutnya. Sementara Adrian yang lagi sibuk memegang kain berdarah, sambil melihat ke sekeliling pohon beringin. Melangkah lebih dekat ke arah pohon. Di matanya, pohon itu tidak nampak seram sama sekali. Bahkan sejuk dan tenang untuk dipakai beristirahat. Apalagi ada batu besar yang cocok di pakai duduk, saat bersama dengan Hesta tadi pagi. Langkah Adrian terhenti, ketika melihat bayangan seseorang datang menghampirinya.

”Lu lagi? Udah gue bilang PULANG! Ngeyel banget, nggak sadar udah ganggu ketentraman pohon ini?”

“Kakek? Hesta mana Kek?”

Adrian melupakan kain yang ada di tangan dan menghampiri sosok yang mengaku kakek Hesta tadi pagi. Nampak dari sorot matanya, kakek tidak menyukai Adrian. Tatapan tajam tak berkedip, mengarah pada anak muda itu. Adrian tidak sadar, jika kakek sudah berganti baju. Hanya mengenakan sarung dan kaos oblong yang sudah sobek bagian bagian punggungnya. Dilihat dari pakaian saja sudah aneh, jika tinggal sekitar pohon. Apalagi tidak ada rumah di sekitar pohon beringin itu.

“Kenapa cariin Hesta? Dia udah pulang sama emaknya. Kalian cepet pulang! Jangan sampai pohon ini marah dan keluar taringnya.”

“Maksud Kakek?”

Bukan Adrian jika tidak bisa mendekati kakek misterius yang sekarang ada di hadapannya. Bahkan dia mengajak kakek untuk ikut duduk bersamanya di atas batu, di bawah pohon beringin. Tapi, tangan kakek tiba-tiba menepiskan tangan Adrian yang baru memegangnya. Tentu ini membuat kaget dan Adrian seketika menatap kakek dengan heran.

“Pergii ... gue bilang! Dengar nggak ...?”

“O-ke, oke Kek ... gue pergiii ...!”

Seketika Adrian lari dari tempat itu menuju ke arah Wandi yang masih sibuk dengan bau rambutnya.  

 “Eh-eh ... ini kenapa?”

Adrian merebut kunci motor di tangan Wandi,“ Astaga ... kasar bener?” tukas Wandi dengan mengelus dada.

“Mo ikut pulang nggak lu? Atau gue tinggalin di sini?”

Terdengar suara kakek sangat keras berteriak di telinga mereka,” Awass kalian! Jangan ke sini lagi!”

Jantung kedua anak itu berpacu dengan kencang. Seperti roda sepeda motor yang mereka jalankan. Sepanjang jalan Adrian terdiam, demikian juga dengan Wandi. Pikiran mereka masih terbayang kakek yang berteriak dan kelihatan marahnya. Sampai di depan rumah Adrian, mereka tidak berbincang. Turun dari sepeda motor CB keduanya masih diam di samping sepeda motor.

Tidak ada yang keluar dari bibir mereka, hingga seorang tetangga lewat dan memukul bahu Adrian. Pemuda itu tersentak, senyum mulai merekah di bibirnya. Sedangkan Wandi ikut tersadar dari lamunan. Dua anak saling berpandangan, kemudian tertawa keras. Bagaimana tidak? Cewek yang baru saja datang berwajah manis dengan gaya melambai seperti banci.

“Hahaha ... iyee ada ada apa Mbak?”

“Kalian ini, gue perhatikan dari dalam rumah dari tadi, bengong aja. Ada apa? Baru kesambet apa?”

Gadis dengan kucir tinggi dengan postur tubuh kecil dan kurus  berusaha memegang tangan Adrian yang kekar. Namun sayang Adrian berhasil menghindar. Dia mundur hingga sepeda motornya hampir saja terdorong jatuh.

“Upsst ....”

Wandi yang berada di dekat sepeda motor dengan grak cepat menangkap sepeda yang sudah berposisi miring tersenggol badan Adrian. Untung dia sadar dengan Adrian yang menghindar dari sentuhan gadis itu. Gadis yang merupakan tetangga Adrian dan terkenal agak kurang waras perangainya.

“Hehh ... ati-ati dong! Jangan sembarangan sentuh gue! Tetep aja sikap Mbak. Jijik tahu!”

“Aduuu Dik, tetep aja gak ngurangin gantengnya. Gemes deh ... pengen nyubit loh gue, boleh hehehe?”

“Gilee lu Mbak, udah sonohh!! Pergi nggakk ...!! Atau ... mau gue lempar sendal? Mauuu ...?”

Adrian menatap tajam  gadis yang hendak menyentuhnya lagi, sambil mengangkat sandal sebelah kiri yang dia kenakan. Belum juga pergi gadis yang bernama Kunti dari hadapan Adrian. Dia semakin tertawa renyah, melihat tetangganya marah. Bukan Adrian namanya jika tidak bisa membuat orang kesal. Rambut Kunti dia tarik, hingga gadis itu terjungkal ke tanah. Kunti bukannya marah, tapi semakin tertawa terbahak-bahak hingga Adrian semakin marah.

“Wahh ... ditarik anak ganteng, gue rela. Bener loh, tarik juga hati gue Dik, ikhlass ... suerr gak pake koma.”

“Gilaa ... udah gila lu Mbak? Pergii!! Pergii gue bilang!!”

Dengan garang kedua anak yang berbeda gender terlihat adu mulut dengan sengit. Bahkan Adrian berkali-kali memukulnya dengan menggunakan sandalnya. Suasana malam semakin bertambah dingin membuat gadis itu tertawa keras dan pergi dari halaman rumah Adrian.

“Atuttt ... wwwkkk!!”

Kunti lari dari tempat itu dengan tertawa keras, hingga orang-orang yang ada di sekelilingnya menoleh. Membuat Adrian merah padam mukanya menahan malu. Bari kali ini, Adrian dikerjain seorang gadis. Biasanya dia yang bikin ulah sampai gadis itu nangis minta ampun. Entah apa yang terjadi dengan Adrian saat ini. Pikirannya masih terbayang dengan Hesta, gadis yang ada di pohon beringin yang dia temui tadi pagi. Wajahnya yang imut menggemaskan, dalam pandangan mata Adrian. Dan sekarang masih dalam pikirannya, kemana gadis iru pergi. Peringatan dari Wandi, jika Hesta beda alam, tidak ia perdulikan. Bahkan teman masa kecilnya itu, dimusuhi jika sudah menyangkut nama Hesta.

“Udah ... udah, kita masuk rumah saja. Liat! Banyak orang yang perhatikan kita sejak tadi. Elu ini napa sih brow, gak biasanya kayak gini. Sumpeh gue kagak kenal ama lu.”

“Diem lu!! Jangan banyak omong! Cepat ambil kunci motornya, gue masuk dulu.”

“Astaga brow ... lu kesambet setan apa an sih. Mosok ada hantu di pohon itu? Gilee ... gue gak mikir ampe sonoh.”

 “I-itu ... itu ada yang ber- bergerak, huaaa ....”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
IM Lebelan
Aku mampir, Kak ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Goyangan Pohon Beringin   Ketakutan

    Wandi terus mengamati sikap Adrian yang sangat jauh berbeda dari hari biasanya. Emosinya suka meledak dan tidak perduli dengan siapa dia bicara. Tapi ada yang aneh, kenapa dia tidak ngerjain gadis tetangganya itu? Biasanya juga sampai mereka ketakutan, gak bakal godain Adrian lagi. Wajah dia memang tampan banyak menarik perhatian banyak orang. Para perempuan sering merasa gemas, ingin menggoda dan dekat dengannya. Kulit sawo matang, hidung mancung dan tubuh proposional. Idaman gadis jaman sekarang. Berbeda jauh dengan Wandi. Jangan berpikiran dia kembaran Adrian. Seratus delapan puluh derajat perbedaan fisik dan sifatnya, bisa ketawa ngakak jika mereka sudah berdampingan.Wandi mengikuti Adrian hingga teras rumah, matanya melotot melihat pemandangan yang ada di depannya. Entahlah, apakah Adrian melihat atau tidak. Ada makhluk hitam dengan sorot mata tajam bersinar menatap ke arahnya. Seketika bulu kuduk Wandi berdiri, jika dilihat pakai lup pasti sudah seperti duri yang berdiri tegak

  • Goyangan Pohon Beringin   Suara Aneh

    Wandi akhirnya berdiri, dan berjalan ke tempat pencucian piring. Kasihan jika melihat anak kecil itu. Namun dia sangat penurut dengan Adrian. Semua perintahnya selulu dia turuti, meskipun dengan mulut ngedumel seperti kereta api panjangnya. Cucian piring se ember sudah beres, sekarang Wandi masuk ke kamar mandi, sementara Adrian pergi ke kamarnya.Suara guyuran air sangat berisik, pertanda Wandi membuang air sangat banyak. Entah cara mandi yang bagaimana sampai menghabiskan air satu tandon kamar mandi. Barangkali dia nyelam masuk ke dalam bak, habis itu dibuang semua airnya.“Seger banget ternyata, airnya lebih dingin dari rumah. Bisa seharian gue berendam dalam kamar mandi. Eh ... ups ... bisa berabe kalo kedengeran ama Adrian. Bisa diusir dari rumahnya ini, hahaha ... dasar nasib anak ganteng seperti gue, selalu dapat rejeki tak terduga. Puas banget mandinya hehehe ....” ocehnya sendiri di dalam kamar mandi.Wandi tersenyum sambil mengibaskan rambutnya yang keriting. Rambut yang ter

  • Goyangan Pohon Beringin   Kencing di Celana

    Adrian dan Wandi masih tergelak meski menyadari jika kondisi mereka tidak bersahabat. Beruntung kamar Adrian yang berlantai porselin berwarna gelap hingga masih terlihat tetesan air kencing tergenang di lantai. Namun posisi keduanya yang berada di pojok kamar lebih memudahkan air tidak melebar ke mana- mana. Dapat dibayangkan jika hal itu terjadi meski airnya tidak banyak namun bau pesing pasti menyebar penuh di dalam kamar.“Gila ... ini napa kita sampai ngompol gini? Kurang asem, gara-gara suara kagak bener nih!”Wandi menggerutu sambil memegang kolormya yang sudah basah. Demikian juga dengan Adrian. Keduanya masih tetap menempelkan telinga sesekali ke dinding kamar. Tentu suara dari sebelah kamar dapat mereka dengar dengan jelas, tidak ada plafon terpasang di dua kamar tersebut. Adrian yang biasanya galak dengan Wandi kini terlihat bengong seperti bukan sosok yang dikenal Wandi selama ini.“Lu kenapa jadi rada konslet sih. Biasanya juga gue yang eror, apa jangan-jangan ini bawaan d

  • Goyangan Pohon Beringin   Vidio Panas

    Suara Wandi terdengar lumayan keras dari luar kamar. Adrian yang baru saja keluar dari kamar mandi merasa heran. Ini bukan yang peetama kali Wandi berteriak ketakutan. Bergegas dia berlajan ke kamarnya melupakan celana basah yang masih tergantung di pintu kamar mandi.Adrian tiba-tiba masuk dan memukul kepala Wandi dengan keras. Kalau dihitung, seharian tadi Wandi sudah menerima pukulan beberapa kali. Untungnya kepala Wandi seperti batu, hingga tidak mungkin bonyok meski dipukul berkali-kali. Pukulan Adrian juga tidak serius seperti preman atau jago silat. Hanya ingin membuat Wandi jera saja, tapi ternyata meleset. Wandi tidak pernah takut kepada Adrian yang sudah dianggapnya seperti saudara.“Astaga! Lu jangan kelewatan! Ini kepala ... bikan batu, enak aja main pukul.”“Hehh ... lu ngapain? Cepet ganti celana! Udah bau kemana-mana itu.”“Iyee ... gue juga udah risih, gara-gara elu sih ini. Jadi gue terus yang dia gangguin.”“Apa? Lu ngomong apa? Yang jelas! Jangan ambigu gitu, udah c

  • Goyangan Pohon Beringin   Suara Ketukan Di Pintu

    Semakin dekat mereka dari kamar kedua orang Adrian untuk mencari sumber suara, semakin ke arah kamar kedua orang tua Adrian. Keduanya berhenti dan saling memandang. Telunjuk jari tangan mereka masing-masing berada di bibir, saling memberi isyarat untuk diam. Sedangkan telinga mereka tempelkan di pintu kamar. Tidak sadar jika mereka terlalu keras menempelkan telinga ke pintu, hingga pintu terdorong. “Astaga ....! Lu gimana sih? Main dorong aja,” bentak Adrian mendorong tubuh Wandi lebih masuk ke dalam kamar.Keduanya melihat ke sekeliling ruangan kamar, tidak ada tanda-tanda orang melakukan aktifitas yang seperti mereka bayangkan. Ranjang juga rapi, sudut ruang juga terlihat bersih. Mata Adrian melihat benda hitam kecil yang ada di atas meja. Terdengar suara gemerisik dari sudut ruangan. Perlahan mendekat dengan tetap berjingkat ke sumber suara agar tidak ketahuan.Dua anak itu saling menatap, Adrian menggelengkan kepala memberi isyarat pada Wandi untuk mengikutinya. Suara yang mereka

  • Goyangan Pohon Beringin   Jangan Ganggu Gue

    Kedua pemuda itu berdiri diam mematung di depan pintu, sambil menggigit jari. Untuk beberapa saat lamanya mereka terdiam. Melihat sosok yang sudah ada di depannya dengan perasaan yang tidak dapat digambarkan.“Ya-Yan, lu kagak t-takut?”Dengan berani Wandi berbicara sambil meraih tangan Adrian untuk digenggam. Kontan hal ini menimbulkan kejutan buat sahabatnya. Dia tidak pernah sembarangan dipegang oleh orang lain. Biasanya Wandi menjadi bulan-bulanan sikap jahilnya.“T-tidak, na-napa? Kagak ada apa-apa,” kilah Adrian berusaha untuk menepis tangan Wandi. Namun tidak dapat dia pungkiri jika persaan takut menyerang saat ini. Terlihat dari bahasa tubuhnya yanga gemetar.Wandi melotot melihat ke arah Adrian, tawa renyah mengembang dari bibir tebalnya.“Hahaha .... apa an, katanya gak takut. Tuh kali lu! Napa gemetaran kayak gitu?”Adrian menoleh ke arah Wandi, “Opo opo? Ngomong aja lu!”Segera melangkahkan kakinya duduk kembali di ruang tamu diikuti Wandi. Tawa renyah masih terdengat dari

  • Goyangan Pohon Beringin   Kucing Hitam

    Kucing Hitam sudah semakin dekat dengan Wandi. Jarak hanya satu meter membuat Wandi semakin menggigil ketakutan. Bibirnya terkunci rapat tidak dapat mengeluarkan suara. Hingga kucing mulus berwarna hitam itu tepat berdiri di kakinya yang berselonjor. Nyala tajam dari mata kucing membuat Wandi menutup matanya. Dia sudah pasrah dengan keadaan yang membuatnya tersudut.Wandi yang semakin ketakutan tidak dapat menahan diri dan akhirnya pingsan. Sedangkan kucing hitam itu tiba-tiba menghilang bersama dengan asap putih yang tiba-tiba muncul. Entah ke mana makhluk jadian itu pergi setelah menatap ke arah Wandi agak lama. Suasana seketika hening mencekam. Wandi tergeletak di lantai, tanpa ada yang tahu. Adrian yang sedang di dapur mencari air minum, merasakan suasana agak aneh. Sepi sunyi seperti kuburan yang tak berpenghuni. Rumah Adrian terasa mencekam di mata Wandi. Kedua orang tuanya belum juga pulang hingga malam larut seperti ini.“Eh, kenapa jadi merinding kayak gini ya?” ucap Adrian

  • Goyangan Pohon Beringin   Kedatangan Jamilah

    Wandi berteriak kencang membuat Adrian yang sedang berada di dalam kamar mandi sontak membuka pintu. Untung sudah selesai buang hajatnya, bisa berbahaya jika harus itahan. Dia melihat ke arah Wandi yang berdiri sambil berkacak pinggang menatap ke arah meja makan. Dia heran dengan sikap temannya. Apa yang sebenarnya sudah dilihat oleh sahabatnya. Tidak ada makhluk tak kasat mata seperti yang diceritakan oleh temannya itu di atas meja. Kosong, namun ia melihat dari sorot mata kawannya tetap mengarah tajam ke arah yang berbeda. Berjalan dengan pelan Adrian maju dan berdiri di samping Wandi. Menyenggol bahu yang lebih kecil dari dirinya, hingga membuat sang pemilik terkejut.“Itu ... itu yang gue ceritakan tadi,” ucap Wandi menengkeram tangan Adrian.“Itu? Itu apa? Mana ....? Gue kagak liat apa-apa. Please deh, lu jangan berhalusinasi kaya gini. Tidak ada hantu di rumah gue,” bentak Adrian dengan keras.“Ya ampun ... ternyata benar, cuma gue yang bisa liat. Apes bener nasib gue,” ucap

Bab terbaru

  • Goyangan Pohon Beringin   TAMAT

    Perlahan-lahan Hesta menampakkan diri dengan wujud aslinya. Sontak kedua remaja tersebut berpelukan dan berteriak dengan keras. “HANTUUUUU ….” “HANTUUUUU ….” Semua penghuni rumah masuk ke kamar Adrian. Badrun yang baru sampai menyerobot lengan kedua orang tua Adrian yang berdiri di depan pintu. Mereka melongo melihat sosok Hesta yang menyeramkan dengan rambut terurai panjang. Tawa keras Hesta memenuhi kamar Adrian hingga orang -orang berlari keluar, tapi naas di depan pintu sudah ada kakek dan bapaknya Hesta yang menghadang mereka. Semua orang yang berada di dalam rumah berhenti dan saling berangkulan. Naluri Adrian merasa dekat dengan sosok menyeramkan yang ada di depannya. Indra penciuman yang tidak asing meski dengan penampakan yang berbeda. dengan hati berdebar, Adrian mendekati sosok yang tadi berada di kasur dan sudah mengikuti mereka hingga ke ruang tamu. “L-lo … lo Hesta bu-bu-kan?” tanya Adrian dengan gugup. “Ya Adrian, ternyata lo masih mengenali gue. Cinta memang inda

  • Goyangan Pohon Beringin   Kutukan

    Kakek terus berusaha menenangkan Hesta yang gelisah melihat Adrian dan Wandi jatuh dari motor. Hesta terus meronta minta dilepaskan dari cengkeraman belenggu dunia lain dan tidak bisa keluar dari sana. Hingga kakek kewalahan dan memanggil penguasa alam ghaib untuk memberikan peringatan kepada Hesta. “Hesta, jika kamu tidak menurut apa kata kami. Maka dengan terpaksa kami akan mengeluarkan kamu dari dunia kita dan tidak bisa kembali lagi!” bentak penguasa alam ghaib yang sudah kesal dengan tingkah Hesta akhir-akhir ini. Hesta mengerutkan alisnya yang tebal dan hitam. Dia melihat ke arah kakek yang menatap tajam kepadanya. Hal yang tidak diinginkan ketika hati tidak sesuai dengan keadaan. Hesta terdiam tidak berani menatap penguasa alam dedemit yang tampak menyeramkan seolah ingin menghukumnya. Selama hidup di dunia dedemit baru kali ini Hesta membuat ulah dan merepotakan bangsanya sendiri. Dia hanya menuruti egonya untuk bisa bersatu dengan bangsa manusia yang sudah mencuri hatinya.

  • Goyangan Pohon Beringin   Pilihan

    Wandi menatap Adrian dengan tajam. Tidak percaya jika sahabatnya tetap berhubungan dengan makluk astral tersebut. Janjinya dengan orang tua Adrian tidak akan diingkari, dia akan tetap menjaga Adrian dari makhluk Astral yang selama ini menganggu hidupnya. Balapan motor tetap berlangsung. Sementara Kakek yang yang berada di belakang penonton tetap berdiri mengawasi Adrian dan Wandi yang berada bersebrangan. Remaja itu hanya diam, dia sudah salah tidak bisa menghindar dari Hesta. “Wan, kira-kira jika aku kembali bertemu dengan Hesta, Kakeknya marah tidak?” tanya Adrian. “Lo udah kedanan bener sama Demit itu. Susah ngomong ama, lo. Di mana-mana, bukan hanya kakeknya Demit itu yang marah, tapi orang tua lo juga pasti marah. Lo masih waras, nggak sih?” “Ya … mo gimana lagi … Hestanya yang nemui gue. Masak gue tolak. Adan lo tahu, hawa saat ketemu dia sangat ehem …” kata Adrian sembari memejamkan mata. Pletak “Udah kena guna-guna anak ini. Tidak bisa dibiarkan.” Wandi kemudian menyeret

  • Goyangan Pohon Beringin   Muncul Lagi

    Selagi Ardi berteriak dari atas tangga, Wandi yang ada di bawah terkejut. Tangan yang memegang tangga menyenggol dan mengakibatkan tangga oleng dan ambruk. Beruntung Ardi memegang tembok bagian atas. Dia tidak terjatuh tapi bergantung di dinding dan celana pendek yang melorot hingga terlihat pantat. “Woii!! Lu malah ketawa, buruan tangan gue udah pegel!” teriak Ardi melihat Wandi tidak segera menolongnya. Dengan menahan tawa, Wandi segera mengambil tangga besi dan menempatkan tepat di sebelah Ardi yang menggantung. Setelah kaki Ardi menginjak tangga, buru-buru memberitahu jika Adrian dalam keadaan seperti orang tidur. Tapi naas belum sempat Ardi melihat kondisi di dalam kamar mandi, pintu terbuka mengarah keluar an menghantam tangga. Otomatis tangga yang menjadi injakan Ardi ambruk lagi dan Adri menggantung di dinding. “Astagahh …! Wandi!! Kalian tega ama guee!!” teriaknya dari atas. Adrian yang baru keluar dari dalam, tidak menghiraukan kehadiran kedua temannya. Membuat Ardi dan W

  • Goyangan Pohon Beringin   Adrian Linglung

    Adrian membuka mata dan marah karena tubuhnya sudah basah. Dia menatap nanar ke arah Wandi yang berdiri tepat di sebelah kasurnya. Dengan cepat pemuda itu berdiri dan mencengkeram krah bajunya. Tapi belum sempat menarik baju Wandi, seseorang menariknya ke belakang. Jumari dengan cepat menarik tubuh anaknya menjauh dari Wandi.“Kamu ini apa-apa an? Mau berkelahi? Udah ditolongin masih masih tidak sadar,” kata Jumari dari samping anaknya dengan menahan tangan Adrian.“Bapak! Dia sudah menyiram aku dengan air. Kurang ajar benget, tidak sopan. Nih lihat, kasurku basah baju juga basah!” kata Adrian dengan dengan napas memburu.“Duduk!” perintah Jumari menarik Adrian duduk di tepi ranjang yang basah karena air. “Sekarang kamu liat, tuh jam berapa?” tangan Jumari menunjuk ke arah jam yang ada di meja.“Astagahh … itu bener jamnya?”Adrian melongo melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 11.00. Itu artinya dia sudah melewatkan waktu untuk bermain balap motor pagi itu. Padahal acara lomb

  • Goyangan Pohon Beringin   Kenagan Bersama Hesta

    Sementara di tempat lain, Adrian dan kedua temannya yang kesal akibat ulah Wandi segera pergi dari stan penjual martabak. Mereka menuju ke arah parkiran yang jaraknya agak jauh dari tempat asal berteduh. Niat mereka bertiga hendak meninggalkan Wandi dan Tina, yang sudah curang dan tidak lagi memikirkan teman. Setelah mendapatkan motor dari tukang parrkir, ketiganya bergegas melajukan kendaraan menuju desa tempat tinggal mereka. Sepanjang jalan, baik Adrian dan kedua temannya memaki Wandi yang tidak setia kawan ucapan kotor. Tidak sadar, jika dari arah belakang ada bayangan hitam mengikutinya. Bayangan perempuan dengan rambut panjang menyeringai menatap Adrian dan kedua teman yang melajukan sepeda motor dengan kencang. Hujan gerimis di tengah malam tidak mereka perdulikan, hingga laju kotor berhenti di perbatasan desa. “Yan, gue kog merasa ada yang membuntuti kita,” kata Ardi sambil bersedekap. “Kagak usah mikir yang aneh-aneh. Gue bingung, entar gimana ngomong sama Emaknya Wandi dan

  • Goyangan Pohon Beringin   Rejeki Nomplok

    Tiang Stan martabak yang terbuat dari besi, seketika bergoyang. Dua muda-mudi mendadak panik dan saling memeluk. Hidung Tina merasakan bau tidak enak dari Wandi, matanya menunduk melihat celana Wandi yang basah. Seketika Tina mendorong pemuda itu hingga jatuh ke tanah yang basah akibat terkena air hujan. Wandi bersungut, mau marah tidak mungkin dengan ceweknya. Memang dia merasa pantas untuk didorong karena sudah membuat Tina jijik dengannya. Bibir tebal Wandi mengurai senyum sambil meringis menahan ngilu di pantat. Dengan menarahn berat badan dia berusaha berdiri dan mendekat ke Tina yang gemetar melihat sosok di di depan yang menyeramkan. “Sabar, Tin! Gue pasti akan lindungi, Elo. Sory, i-ini celana ….” “U-udah, Wan! Buruan, kita pergi dari sini! Kayaknya emang ….” Wandi segera menarik tangan Tina untuk diajak keluar dari stan penjual martabak. Suasana di luar terlihat sepi, bahkan tidak ada orang yang lalu lalang seperti saat masuk ke stan martabak. Bulu kuduk Wandi dan Tina seke

  • Goyangan Pohon Beringin   Stan Martabak

    Adrian yang keluar dari warung soto, merasakan hal yang terasa aneh di sekitarnya. Suasana malam yang ramai terasa sunyi bagi Adrian. Hujan rintik mulai turun membuat ketiga pemuda itu berteduh di bawah stan penjual martabak, yang ada di dekat parkir sepeda motor. Mereka mulai bosan karena Wandi dan Tina tidak juga muncul sementara waktu malam semakin bergulir hingga lebih dari pukul 22.00. Bukan bertambah sepi alun-alun kota, tetapi semaki ramai karena besuk adalah Minggu. Hal ini tentu tidak seperti yang dirasakan ketiga pemuda yang sekarang mulai menghisap rokok untuk menghilangkan kantuk dan jenuh menunggu Wandi yang tidak juga muncul. Sesekali tertawa dengan celoteh murahan gaya anak muda. “Yan, Lo kalau punya cewek lagi tipenya kayak apa?” tanya Ardi menepuk bahu Andrian. Dia ingat betul, jika temannya ini dulu alergi sekali dengan yang namanya cewek, apalagi yang manja seperti Tina. “Lo seperti kagak ngerti gue aja. Lo sendiri mau tipe kayak siapa? Pasti sama kalian berdua,

  • Goyangan Pohon Beringin   Nonton Pasar malam

    “Wandi, lo kagak apel ke rumah Tina?” ucap Adrian sambil mengunyah roti jawa rasa singkong di teras rumah.Semenjak kejadian hilangnya Adrian, Wandi semakin dekat dengan Tina. Gadis yang awalnya menyukai Adrian kini berbalik arah, nengok ke temannya karean merasa diabaikan oleh Adrian. Meskipun wajah Wandi pas-pasan, tetapi Tina nyaman jalan bersama dengan Wandi. Keduanya sangat kompak dan sering jalan bersama, hingga melupakan Adrian yang belum punya pasangan.“Lo tadi kayaknya bilang mo pergi ama Emak. Emang mau ke mana? Udah punya gebetan baru, kayaknya?” tanya Wandi mengunyah roti yang rasa singkong dengan lahap.“Suntuk di rumah, apa-apa diawasin terus. Udah kayak satpam 24 jam tuh Emak sama Bapak. Yuk kita ke mana gitu? Ada pasar malem kagak? Mumpung malam minggu, sepi di rumah. Emak ama Bapak, lagi sibuk di kamar.”Wandi tertawa,”Lo makanya cari cewek! Jangan inget demit itu lagi. Yuk, cabut!”Sementara di rumah Adrian terlihat sangat tenang. Kedua orang tuanya membiarkan anak

DMCA.com Protection Status