Home / Romansa / Gosipin Si Boss / Kenangan Buruk

Share

Kenangan Buruk

Author: Ovvpie
last update Last Updated: 2021-12-07 01:27:13

Dari lubuk hati terdalam, segenap kata-kata kasar sebenarnya sudah siap aku lontarkan. Tetapi, ini adalah tempat umum. Yang ada nantinya akan jadi masalah. Jelas aku tidak mau itu.

“Dari jauh aja gue udah sadar itu elo. Sekarang sih, udah kurusan. Tapi, inget gak lo waktu SMA dah kayak B2. hahaha!” gelak pria itu.

“Papi, jangan ngomong gitu, ah! Gak baik buat contoh anak-anak nanti.” kata seorang wanita yang sepertinya adalah istri dari pria itu.

Aku pun menegakkan badanku, lalu berbalik menghadap mereka. Betapa terkejutnya aku begitu mengetahui bahwa pria yang dulu ku kenal baik itu telah berubah banyak. Atau mungkin mataku saja yang kurang waras, tetapi jelas sekali bahwa pesonanya yang sempat menjeratku semasa sekolah dulu telah hilang hampir tak berbekas.

“Hay, Bri. Lama gak ketemu.” sapaku dengan sopan. Semoga saja dia segera sadar bahwa caranya menyapaku tadi itu salah. Padahal kami berdua tidak pernah bertemu sejak reuni SMA setahun yang lalu.

“Kamu Dinda, kan? Gak nyangka ya, akhirnya kamu sama Brian.” aku juga menyapa perempuan yang ada di sebelahnya.

Aku kenal dia, karena dia juga satu sekolah dengan kami. Dan sama seperti Brian, dia juga cukup populer dulu. Bersama mereka, ada juga anak balita yang duduk di troli yang mereka bawa. Mungkin itu adalah anak mereka.

“Uhm. Iya.” jawab perempuan yang seumuran denganku itu.

Setidaknya istrinya masih tahu sopan santun dan mau membalas sapaanku, meskipun singkat.

“Lo masih jomblo aja, ke super market sendirian. Kayak gue dong, gandeng pasangan!”

Brian masih saja menyombongkan dirinya. Sifatnya yang seperti ini memang tidak pernah berubah. Entah apa tujuannya, sedari dulu dia selalu saja menjelek-jelekanku dengan apa yang dia miliki.

Aku mengenal Brian sejak SMA. Kami bersekolah di sekolah yang sama dan selama dua tahun lamanya kami satu kelas. Selama dua tahun itu, tidak ada hari tanpa dia meledekku. Tetapi satu kali pun tidak pernah aku balas, karena aku pikir kata-katanya tentangku memang benar. Aku dulu gendut, jerawatan, dan bau badanku ke mana-mana. Tapi, aku punya alasanku sendiri kenapa tidak merawat badanku sendiri saat itu.

Kalau dipikir-pikir, saat itu aku sangat bodoh. Mau-maunya saja diledek. Apa lagi gara-gara dia, satu kelas jadi meledekku juga. Sungguh aku menyesal tidak melawan saat itu. Malah aku sendiri juga menjadikan fisikku sebagai bahan bercandaan waktu itu. Lalu, yang lebih membuatku menyesal lagi adalah bahwa sejujurnya aku naksir padanya saat SMA.

Namanya juga anak SMA. Ada yang ganteng sedikit, sudah main naksir. Tidak peduli seperti apa sifat aslinya.

“Aku gak sendirian kok ke sininya.”

Memang bukan dengan pasanganku, melainkan dengan Mbak Bella. Tetapi, untuk apa aku memberitahukannya?

“Pfft… gak yakin! Jomblo abadi kayak lo… awww!!”

Brian menertawakanku, tetapi pada akhirnya aku juga tertawa. Istrinya, Dinda sepertinya merasa malu dengan perkataan Brian padaku. Lalu, akhirnya dia mencubit perut suaminya itu dengan keras.

“Kenapa sih, Mi! Cemburu? Ini tuh cuma si Cecil, temenku pas SMA!” katanya.

Otak Brian salah tangkapnya kelewat jauh memang. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala, heran karenanya.

Pada saat itu, lagi-lagi aku bertemu mata dengan seorang pria yang aku kenal. Saat pandangan kami bertemu, pria itu sudah lebih dulu berjalan ke arahku sambil membawa troli dengan langkah yang cukup cepat.

“Cecil.” sapa dr. Hilman sambil tersenyum.

Satu saja sudah bikin capek hati. Eh, ini malah muncul satu lagi manusia tukang ledeknya. Well, yang ini masih mending sih. Karena, gak bikin sakit hati ledekannya.

Dokter Hilman yang masih mengenakan kartu tanda pengenal rumah sakit kami itu kemudian berhenti tepat di depanku.

“Kecut amat itu muka? Senyum, dong!” ujarnya.

Tiba-tiba tangannya terlepas dari troli, lalu mencubit kedua pipiku.

“Dok, jangan gini, dong! Malu nih, ada kenalan saya! Sakit tahu!” seruku seraya melepaskan kedua tangannya dari pipiku yang memerah karena cubitannya.

“Ya ya ya… kalau sakit, ke klinik ku habis ini. Pasti tak obatin.”

Dokter Hilman tidak menyerah dan masih saja mempermainkan pipiku yang bulat.

“Kalian…”

Brian menatapku dan dokter Hilman bergantian dengan tatapan heran. Sepertinya lagi-lagi muncul dugaan yang salah di otaknya,  karena dia nampak tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

“Kalian… gak seperti yang gue pikir, kan?” tanya Brian.

“Maksudnya?” aku balik bertanya.

Aku hanya melirik Brian sekilas dan kembali menengok ke arah dr. Hilman, karena dia mencolek pundakku. Dokter lulusan S2 Administrasi Rumah Sakit dari universitas ternama itu juga bukannya membantu, malah memberiku senyuman yang tidak biasanya dia berikan padaku.

Dia lalu memalingkan pandangannya ke Brian dan berkata, “Biasa lah, ini anak suka lemot kalau pakai kode-kodean. Tapi, mungkin yang ada di pikiran kamu memang benar adanya.”

Mulut Brian semakin menganga karena apa yang baru saja didengarnya dari mulut dr. Hilman. Dan mulut itu mencapai transformasi ultimate-nya saat dr. Hilman merangkul pundakku dan mendekatkan badanku ke dada bidangnya.

“Oh… Mbak Cecil bareng Mas ini, toh. Suami saya malah ledekin kalau Mbak Cecil jomblo. Maaf ya, Mbak.” ucap Dinda yang terlihat lebih santai dibandingkan suaminya.

Dia lalu menyikut Brian, kemudian lanjut berkata, “Dasar, bikin malu ih. Minta maaf, gih!”

Di sini aku baru tersadar bahwa mereka mengira bahwa aku berpacaran dengan dokter Hilman. Tetapi mengingat perlakuan Brian padaku, kupikir aku tidak perlu mengklarifikasi. Jadi, tentu saja aku akan play along!

Ku sandarkan kepalaku di dada dokter Hilman, kemudian sambil tersenyum aku berkata, “Udah, gapapa. Saya mah udah biasa diledek sama Brian gitu. Namanya juga temen. Wajar lah, saling ledek.”

“Tapi kayaknya tadi aku denger kamu gak cuma diledek soal jomblo aja, Cil.” ujar dokter Hilman sambil mengerutkan dahinya, seolah menunjukkan ketidaksukaannya.

“Santai aja. Udah biasa Brian mah.” aku tidak menyangkal.

“Ya gak bisa gitu dong, Cil. Aku tuh gak suka dengernya.” protes dokter Hilman.

Dinda mendengus pasrah, karena memang itu yang terjadi. Terlihat sekali bahwa dia merasa tidak enak dengan situasi ini.

“Sekali lagi kami minta maaf ya, Mbak. Kami permisi dulu.” ucap Dinda.

Wanita yang setahun lebih muda dariku itu, kemudian meraih dorongan troli dan tangan Brian hampir bersamaan. Sebelum meninggalkan kami, Dinda sekali lagi membungkukan kepalanya memberi salam padaku sambil tersenyum.

Angin topan sudah berlalu, kini tinggal aku dan dokter Hilman yang masih belum juga mengubah posisi kami. Sebelum Mbak Bella datang dan memergoki posisi gila ini, aku segera menyingkirkan tangan dokter Hilman yang ada di pundakku. Kemudian, aku mundur dua langkah dari pria awet muda yang sebenarnya dua belas tahun lebih tua dariku itu.

Tetapi, rupanya antisipasiku itu sudah terlambat. Karena, dari kejauhan nampak Mbak Bella yang menutup mulutnya sambil memberikan tatapan tidak percayanya ke arah kami.

Related chapters

  • Gosipin Si Boss   Ciieeee

    Sejak peristiwa kemarin, Mbak Bella tak kunjung menyingkirkan senyum meledeknya yang dia tujukan padaku. Di tengah pekerjaannya yang tak kalah sibuk denganku, sesekali dia melirik ke arahku. Aku yang malas menanggapinya pun memutuskan untuk cuek saja. Mendingan selesaikan pekerjaan, supaya bisa pulang tepat waktu.“Cecil!” panggil Pak Alfa di pintunya.Tangannya melambai padaku, mengisyaratkan agar aku segera menemuinya di ruangan. Karena kupikir ini penting, aku pun menurut untuk masuk ke ruangan berukuran 2x3 m2itu.Seperti biasa, ruangan ini sangat rapi. Padahal meskipun namanya ‘Ruang Kabag’, sebenarnya ruangan ini juga digunakan sebagai tempat penyimpanan dokumen karyawan yang masih aktif. Karena keterbatasan ruangan, rumah sakit ini tidak memiliki tempat penyimpanan dokumen milik manajemen. Jadi, mau tidak mau kami menyimpan sebagian besar dokumen di masing-masing ruangan milik atasan.“Ada apa ya, Pak?

    Last Updated : 2021-12-08
  • Gosipin Si Boss   Too Much Information

    Keanehan Pak Alfa masih berlangsung bahkan sampai saat waktunya pulang tiba. Jika biasanya dia menunggu Wina menyelesaikan pekerjaannya, saat ini dia sudah keluar terlebih dahulu. Dia tadi nampak buru-buru sekali keluar dari kantor begitu jam menunjukkan pukul 16.00. Aku bisa saja berpikir bahwa Pak Alfa ada keperluan di luar yang sangat mendesak, sehingga dia pulang lebih dulu dari pada biasanya. Tetapi, itu kalau aku tidak mendapati mobilnya masih bertenger di tempat parkir. Bahkan dia masih berdiri santai di samping mobil sambil mengutak-atik ponsel pintarnya.“Kok Bapak masih di sini? Kirain sudah pulang.” tanyaku pada Pak Alfa sambil berjalan mendekatinya.Dia yang tadinya fokus pada ponsel pintarnya pun berpaling menghadapku. Melihatku mendekat, Pak Alfa langsung mengembangkan senyumnya yang selalu membuat banyak orang salah paham.“Kamu mau pulang juga kan? Saya udah nunggu kamu dari tadi.”Pak

    Last Updated : 2021-12-13
  • Gosipin Si Boss   Close to You

    Hari semakin gelap, cafe bernama ''Treasure' ini pun menjadi semakin ramai. Kebanyakan tamu yang datang berusia sekitar remaja akhir hingga usia pertengahan dua puluhan. Sementara menunggu pesanan datang, mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol, berfoto, dan bermain permainan papan yang tersedia di cafe ini."Jadi, Bapak mau bicara apa?" tanyaku tak sabar.Pria yang sudah dua tahun menjadi atasanku itu tersenyum, lalu menjawab, "Saya tidak kira kalau kamu ternyata setidak peka itu."Jawabannya itu justru membuatku semakin bingung. Memangnya apanya dari diriku yang tidak peka?"Maksud Pak Alfa?" tanyaku lagi."Hah... gimana ya? Saya paling susah kalau ngomongin hal begini."Selama kalimatnya terjeda, pesanan kami pun datang. Dua cangkir teh earl grey panas, dan tiga makanan yang masing-masing adalah dua milik Pak Alfa dan satu punyaku."Selamat menikmati. Kalau mau pesen lagi, langsung

    Last Updated : 2021-12-14
  • Gosipin Si Boss   Gara-gara-Raga

    “Cil, bisa gak kita obrolin teman kamu yang selain Raga?” Raga yang sedang meminum kopi paginya tersedak mendengarkanku menirukan Pak Alfa sore itu. Bahkan dia sampai terbatuk dan mengeluarkan kembali sebagian kopi yang sudah masuk ke mulutnya. “Ewwhh… Raga jorok ikh!” keluh Mbak Bella yang terkena percikan kopi dari mulut Raga. Ditaruhnya kopi yang ada di tangannya ke sebelah komputernya, lalu Raga berdalih, “Maaf, Mbak. Salahin si Cecil ini, nih. Ceritanya masa kayak gitu!” Memang sih, aku berkontribusi atas tersedaknya Raga. Tetapi, dia sendiri yang menanyakan tentang kejadian kemarin sore. Karena aku tidak ingin membuat dia penasaran, ya jelas langsung kuceritakan ke intinya lah! “Kok bisa tiba-tiba dia bilang gitu?” tanya Mbak Bella padaku. “Awalnya tuh gue ditanyain eng… gue lupa gimana kalimatnya, intinya dia tanya siapa yang pernah mampir ke kontrakan gue. Terus gue bilang nama kalian. Nah, pas gue sebut nama Mbak Bella, dia bi

    Last Updated : 2021-12-15
  • Gosipin Si Boss   Lemot??

    Untung saja aku masih bisa fokus dengan materi yang disampaikan oleh orang dari BPJS Kesehatan ini. Setidaknya intinya aku paham, karena memang bukan materi sulit seperti kuliah. Mereka hanya mempromosikan aplikasi terbaru mereka untuk menggantikan aplikasi yang lama dan cara penggunaannya.Peserta yang hadir adalah para perwakilan dari seluruh perusahaan yang didirikan di kota ini. Karena itu bukan hanya dari rumah sakit saja.Aku duduk di samping seorang perempuan berusia 30-an yang bekerja di sebuah perusahaan retail yang cukup besar. Namanya Mbak Shinta. Aku mengenalnya sejak beberapa tahun yang lalu, karena sama-sama sering ditugaskan ke pertemuan semacam ini. Berkat dia lah sampai sekarang aku tidak terbengong-bengong di setiap acara luar. Karena berbeda denganku yang malu-malu kucing untuk kenalan, dia adalah orang yang mudah bergaul dengan orang-orang baru.Acara kemudian dilanjut dengan makan siang bersama. Aku dan Mbak Shinta segera menuju restoran hot

    Last Updated : 2021-12-16
  • Gosipin Si Boss   Aku Gak Lemot!

    Gawat gawat gawat! Sepertinya aku juga ikut-ikutan terseret karena membicarakan Raga terus. Wah… masalah besar ini mah.Padahal selama enam tahun aku bekerja di sini, aku selalu berusaha supaya tidak membuat masalah. Sekarang hanya karena membicarakan salah satu bawahan yang tidak dia sukai saja, Pak Alfa sudah menunjukkan ketidaksukaannya juga padaku.“Heh! Jalan sambil ngelamun di RS bikin gampang diganggu yang gak keliatan, loh.”Dokter Hilman menepuk pundakku dengan pelan dari belakang, sehingga membuatku tersadar dari lamunan.“Haah…” aku mendengus lelah.“Dokter gak ngerti betapa risaunya saya saat ini.”Mendengar alasanku itu, dokter Hilman terkekeh.“Soal Alfa?” tebaknya.Entah bagaimana caranya dia menebak isi hatiku dengan tepat. Tetapi, memang atasan gantengku itu lah yang membuatku galau saat ini. Bukan karena aku naksir padanya tentunya. Kira-kira kalau

    Last Updated : 2021-12-17
  • Gosipin Si Boss   Ngadem

    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayahnya aku bisa jauh lebih tenang di hari Sabtu yang cerah ini. Memang tidak seperti pekerja kantoran lain yang beroperasi lima hari dalam seminggu, manajemen rumah sakit kami tetap akan buka di hari sabtu. Tetapi, tentu saja akan lebih santai dan nantinya akan pulang lebih cepat dibandingkan dengan hari yang lain. Tentu saja keistimewaan hari Sabtu bukan hanya itu saja. Karena, di hari ini rumah sakit kami rutin mengadakan senam bersama warga sekitar. Pastinya aktifitas ini sudah sesuai dengan prokes yang dicanangkan pemerintah. Jadi, tidak perlu khawatir, karena kegiatan ini dijamin aman. Dengan irama dangdut koplo sebagai pengiring senam, sebagian peserta senam bergerak mengikuti instruktur yang mencontohkan gerakan di depan kami. Kenapa sebagian? Karena sebagian lagi jelas malas-malasan untuk berolahraga. Sebagiannya lagi sudah lemas meskipun belum sampai setengah sesi pemanasan. Salah satunya

    Last Updated : 2021-12-18
  • Gosipin Si Boss   Masa Sih?

    “Kayaknya dugaan kita bener deh, Ga.”Dari layar ponsel, nampak Mbak Bella yang sudah bersantai di rumah mengenakan daster. Di layar itu ada pula Raga yang lengkap dengan kaos oblong dan celana kolornya. Berhubung kami semua sudah pulang kantor, aku mengajak mereka mengobrol melalui aplikasi video chat.“Awalnya gue juga gak percaya sih, Mbak. Tapi abis Cecil cerita lagi, gue jadi yakin.” tanggapnya.Padahal tadi aku yang memulai pembicaraan, tetapi justru aku juga yang tidak tahu ke mana arah pembicaraan ini.“Maksud kalian paan, sih? Kita lagi ngomongin hal yang sama kan?” ungkapku.Mbak Bella memanyunkan bibirnya sambil memutar bola matanya. Begitu pun Raga yang mendengus kesal sampai noisenya mengganggu bunyi di ear bud-ku.“Apaan, sih? Sumpah aku gak ngeh!” kesalku di depan layar ponsel.Mbak Bella tidak menjawab karena dia sedang menyuapi anak balitanya.

    Last Updated : 2021-12-19

Latest chapter

  • Gosipin Si Boss   Trigger Part 2

    “Yah... mau gimana lagi. Semangat ya skripsiannya.” Ucapku pada Gio melalui telefon.“Maafin aku ya, Cil. Padahal hari minggu, tapi aku gak bisa luangin waktu buat kamu.” Sahut Gio.“Uhm... gapapa, kok. Lagian gak urgent juga kencan mah hehehe.”“Kalau gitu, aku tutup telefon dulu, ya. Masih revisi banyak, nih.” Pungkasnya.Gio pun langsung menutup telfonnya, tanpa menunggu balasanku.Sudah berkali-kali dia bersikap begini kepada ku. Aku terpaksa pasrah saja, karena dia beralasan bahwa tugas skripsinya sangat menyita waktu. Katanya lagi, skripsinya juga sangat membuatnya stres, sehingga kadang dia tidak ingin diganggu.Ini adalah pertama kalinya aku punya pacar, jadi aku mencari tahu banyak informasi tentang bagaimana menyikapi hal seperti ini. Kebanyakan beranggapan bahwa sebaiknya aku saja yang sabar, jadi itu lah yang sedang aku lakukan. Meskipun sebetulnya aku ingin sekali bertemu dengan Gi

  • Gosipin Si Boss   Trigger Part 1

    Bab 18 Gosipin Si BossSepuluh tahun yang lalu...Seseorang pernah berkata bahwa kita adalah tokoh utama di hidup kita. Jadi, terserah kita mau dibawa ke mana ceritanya nanti. Aku juga berpikir seperti ini sebelumnya.Setiap malam, aku selalu membayangkan bagaimana hidupku nanti saat cita-citaku tercapai serta bagaimana reaksi orang-orang di sekitarku yang begitu bangga. Karena itu, aku selalu berusaha keras menggapainya.‘Plok! Plok! Plok!’Riuh tepuk tangan penonton memenuhi seluruh aula. Seorang gadis yang berdiri di atas panggung membungkukan diri memberi salam kepada mereka yang mendukungnya serta para juri. Setelah menegakkan badannya, dengan percaya diri gadis itu melambaikan tangannya.Hari ini adalah audisi final regional untuk sebuah kompetisi menyanyi terbesar di Indonesia yang disiarkan di stasiun televisi swasta nasional. Setiap daerah mengirimkan wakil mereka yang dipilih melalui audisi dan nantinya finalis

  • Gosipin Si Boss   Kapal yang Kandas

    Sekarang boleh kabur tidak, ya? Serius canggungnya gak nahan banget. Coba tadi aku tidak dengar omongan dokter Hilman. Ah, parah!“Hari ini lumayan sepi ya, food court.” ujar Pak Alfa.“Eng.” aku cuma bisa mengiyakan.“Tadi dokter Hilman bawain pilus, nih. Lumayan buat dimakan sama bakso.” dia menunjukkan pilus di tangannya yang dibungkus plastik bening dan dimasukkan ke dalam kresek hitam putih.“Banyak banget, Pak.” responku.Ini aku tidak melebih-lebihkan, guys. Karena, memang banyak banget. Pilusnya dua bungkus pakai plastik ukuran satu kilo.“Ya, nanti kita bagi-bagi di kantor buat ngemil. Lumayan, kan?”Pak Alfa mengambil salah satu bungkus pilus, lalu membukanya.“Kita makan aja dulu sambil nunggu bakso kita dateng.” lanjutnya yang kemudian mengambil beberapa pilus, lalu dimasukannya ke dalam mulut.Untuk mengatasi k

  • Gosipin Si Boss   Menebus Dosa

    Kejutan untukku kemarin belum berakhir begitu saja. Pagi ini, aku benar-benar disadarkan bahwa aku terlalu mudah ditipu orang.Ini masih ada hubungannya dengan status yang diunggah Wina sabtu lalu. Entah Wina yang bodoh atau bagaimana, seharusnya dia sadar bahwa kalau diunggah di status otomatis semua orang di kontaknya bisa melihatnya. Kalau ingin lebih aman sedikit, sebaiknya statusnya dipasang privasi. Jadi, setidaknya hanya orang-orang tertentu saja yang dia izinkan agar bisa melihat.Karena alasan inilah, Pak Alfa memanggilnya untuk diberikan SP 1.Masalahnya bukan semata soal minuman keras yang Wina minum. Karena, halal dan haram yang seseorang yakini itu berbeda-beda. Tetapi, lebih karena kumpul-kumpul semasa pandemi yang dia lakukan bersama temannya. Ditambah lagi, Wina sama sekali belum pernah divaksin. Jelas, untuk karyawan ruma sakit ini hal yang sangat tabu dilakukan.“Wah… kebablasan banget emang ini anak.” guman Raga yang

  • Gosipin Si Boss   True or Nah

    Seperti biasanya, setiap informasi yang ku dapatkan mengenai Pak Alfa pasti akan ku bagikan pada Mbak Bella dan Raga. Begitu pun tentang Pak Alfa dan Wina yang kemungkinan besar akan memiliki anak sebelum menikah. Karena, bisa saja kan Wina juga merasa cemburu pada Mbak Bella, seperti Wina yang cemburu padaku."Gak mungkin, Cil. Itu Wina kayaknya ngarang banget, deh." Mbak Bella memberi pendapat.Wajar saja dia beranggapan seperti itu. Pak Alfa tidak pernah memiliki imagejelek sebelumnya. Meskipun dia begitu populer di kalangan karyawan perempuan di rumah sakit ini, tidak sekali pun dia terlihat menyentuh mereka secara langsung. Termasuk pula Wina yang selama ini digosipkan dengannya."Tapi, Wina sendiri yang bilang ke gue, Mbak. Makanya gue jadi kepikiran.""Hhhhhh...." dengusan lelah keluar dari mulut Mbak Bella.Sebelum berkata lagi, dia lebih dulu fokus untuk membelokkan stir mobilnya."Lo tuh gak usah gampang percaya sama

  • Gosipin Si Boss   Berjuta Alasan

    Pembicaraan di antara aku dan Pak Alfa berlangsung seperti biasa. Aku tetap berusaha profesional dengan mendengarkan setiap instruksi yang dia berikan padaku. Meskipun sebetulnya sebagian otakku lari untuk memikirkan hal lain.“Kira-kira gitu aja sih, Cil. Masih ada yang perlu ditanyakan?”Aku menggelengkan kepalaku.“Oke. Kalau gitu diskusinya cukup sampai di sini.” tutupnya.Lalu, aku berdiri untuk bersiap keluar ruangan. Karena, kupikir pembicaraan kami sudah selesai.“Oh iya, Cecil.” panggilnya.Ditutupnya cover tablet di tangannya dan dia taruh di meja. Matanya yang menatapku nampak melengkung memberikan senyum.“Ehem!”“Sepulang kantor, ada yang perlu saya bicarakan. Kamu ada waktu kan?”Entah apa yang ingin dia bicarakan nanti, tapi jujur aku sedang malas meladeninya.“Hm… gimana ya, Pak? Sore nanti orang tua saya mau ke kontrakan. Jad

  • Gosipin Si Boss   Ngumpet

    Ada satu hal yang perlu dikoreksi dari episode sebelumnya. Hal itu adalah bahwa sebenarnya hari Mingguku tidak terlalu buruk. Maksudku karena pada akhirnya aku bisa tidur. Sungguh aku sangat berterima kasih pada rasa kantuk dan gravitasi kasur. Meski begitu, bukan berarti aku terlepas dari bayang-bayang Pak Alfa. Terutama setelah Wina berkata bahwa saat ini dia sedang mengandung anak atasan kami itu. Saking terngiang-ngiangnya sampai terbawa ke alam mimpi. Aku bermimpi tentang Pak Alfa yang terus menyudutkanku dan terus berkata “Aku ingin lebih dekat dengan kamu” dengan nada yang sama persis seperti sebelumnya. Lalu, tiba-tiba muncul Wina dengan anak bayinya yang menangis sambil menatapku penuh dendam. Bagaimana bisa aku bangun dengan tenang? “Masih pagi udah ngelamun aja. Kesambet loh, nanti.” Seorang pria mengibas-ibaskan tangannya di depan wajahku. Berkatnya, aku jadi tersadar. “Lho, dokter Hilman gak jaga IGD?” tanyaku pada pria awet muda

  • Gosipin Si Boss   Masa Sih?

    “Kayaknya dugaan kita bener deh, Ga.”Dari layar ponsel, nampak Mbak Bella yang sudah bersantai di rumah mengenakan daster. Di layar itu ada pula Raga yang lengkap dengan kaos oblong dan celana kolornya. Berhubung kami semua sudah pulang kantor, aku mengajak mereka mengobrol melalui aplikasi video chat.“Awalnya gue juga gak percaya sih, Mbak. Tapi abis Cecil cerita lagi, gue jadi yakin.” tanggapnya.Padahal tadi aku yang memulai pembicaraan, tetapi justru aku juga yang tidak tahu ke mana arah pembicaraan ini.“Maksud kalian paan, sih? Kita lagi ngomongin hal yang sama kan?” ungkapku.Mbak Bella memanyunkan bibirnya sambil memutar bola matanya. Begitu pun Raga yang mendengus kesal sampai noisenya mengganggu bunyi di ear bud-ku.“Apaan, sih? Sumpah aku gak ngeh!” kesalku di depan layar ponsel.Mbak Bella tidak menjawab karena dia sedang menyuapi anak balitanya.

  • Gosipin Si Boss   Ngadem

    Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayahnya aku bisa jauh lebih tenang di hari Sabtu yang cerah ini. Memang tidak seperti pekerja kantoran lain yang beroperasi lima hari dalam seminggu, manajemen rumah sakit kami tetap akan buka di hari sabtu. Tetapi, tentu saja akan lebih santai dan nantinya akan pulang lebih cepat dibandingkan dengan hari yang lain. Tentu saja keistimewaan hari Sabtu bukan hanya itu saja. Karena, di hari ini rumah sakit kami rutin mengadakan senam bersama warga sekitar. Pastinya aktifitas ini sudah sesuai dengan prokes yang dicanangkan pemerintah. Jadi, tidak perlu khawatir, karena kegiatan ini dijamin aman. Dengan irama dangdut koplo sebagai pengiring senam, sebagian peserta senam bergerak mengikuti instruktur yang mencontohkan gerakan di depan kami. Kenapa sebagian? Karena sebagian lagi jelas malas-malasan untuk berolahraga. Sebagiannya lagi sudah lemas meskipun belum sampai setengah sesi pemanasan. Salah satunya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status