Kesalahpahaman berakhir, suatu hal mungkin memang akan menjadi salah paham, menjelaskan pun tidak akan ada artinya lagi jika tanpa bukti. Bagi Edzard sendiri cukup sekali dia menjelaskan, jika semakin mengelak pun malah akan membuat dirinya seolah berkilah. Dan di samping Edzard lah Rere sekarang berada, setelah banyak sekali luka yang mampir menghampiri. Walau tidak ada sisa sekali pun di hati sang suami, Rere tetap menyusul Edzard di villa. Dia menghapus linangan air mata dengan tangan. Tidak inhin terlihat menyedihkan, suara binatang malam terdengar mengusik, siapa peduli. Fokus Rere ada pada wajah lelaki yang dia cintai, ah sebesar itu rasa cinta Rere hingga membuat dirinya begitu tidak rasional. Bergegas pergi menghampiri Edzard ke villa tanpa persiapan. Menyesal pun tidak guna, tidak ada lagi kata sangsi dalam cinta yang telah terpatri. Bukti nyata yang Rere pasrahkan, atas rasa yang memperdaya dirinya tersebut.
Kebahagia
Alhamdulillah, season 2 Godaan Memikat selesai ya, semoga pembaca sekalian suka, jangan lupa nantikan season 3 dengan cerita yang lebih fresh. InsyaAllah akan mulai up date tanggal 12 April, besok libur sehari buat persiapan cerita, terima kasih banyak sudah membacanya ☺🙏
Terlahir dengan tubuh mungil dan imut, sangat terlihat manis benarkah begitu? Namaku Larisa Edzard, putri semata wayang Edzard Devan dan Rere Ayu Ananta. Bagi sebagian orang imut memang menggemaskan tetapi tidak denganku. Banyak cobaan innalillahi memalukan jika teringat. Pernah satu kali aku putus dengan pacar hanya karena kedua orang tuanya menganggap aku, anak di bawah umur. Aku diusir dengan tidak hormat dari rumahnya, sungguh memalukan. Helo, apa tidak bisa membedakan wajah anak di bawah umur dengan gadis berusia sembilan belas tahun ini. Rasanya aku ingin sekali membakar rumah orang tersebut. Seperti sebuah kutukan yang tidak mendasar, memalukan dan juga membuat gundah. "Kamu itu imut, Larisa, dan itu anugrah," kata Elizabeth Kenzo, sahabat terbaik yang usianya satu tahun lebih muda dari aku namun, tubuhnya tinggi semampai, dengan body bak gitar spanyol, aduhai-lah pokoknya. "Imut dilihat dari
Beruntung memiliki sahabat yang mau menerima apa adanya. Toh kedua orang tua kami, juga saling kenal dan saling berhubungan baik, itu sebabnya kami pun menjadi dekat. Keberadaan mereka dalam suka maupun duka adalah hal terindah yang saat ini aku syukuri sebagai anak baru gaul yang masih labil. Terkadang yang suka khilaf dan berbuat nakal namun, tetap pada jalurnya setelah mendapat ceramah panjang lebar dari Delon. Semesum atau pun laknat kami masih tahu batasan yang tidak boleh dilanggar. Saat ini kami sedang berada di sebuah pusat perbelanjaan. Shopping dan berakhir makan. Sesekali cuci mata memandang orang-orang yang lewat. Terutama dua cowok brengsek yang duduk dengan mata melotot melihat body semok bohay yang berjalan bak model. Aku dan Elizabeth nyengir dengan perasaan geli, merinding rasanya. Membayangkan apa tidak lelah wanita semok tersebut berjalan lemah gemulai bak di atas catwalk. Rasanya aku ingin menendang p
Aku menangis sesengukan hingga terlelap, ketika bangun mata terasa perih dan bengkak. Kepala terasa pening seketika. Ah, rasanya malas untuk keluar kamar, bahkan tubuh ini masih mengenakan mantel handuk. Aku beringsut duduk lalu mengedarkan pandang, barang-barang berserakan di lantai tidak ada lagi, ibu pasti sudah merapikan tempat ini. Kuhela napas panjang, buku-buku di rak tertata rapi dan masih dalam keadaan banyak, kurasa ibu tidak membuangnya. Membayangkan wajah mara ayah membuat aku sakit, aku tahu kesalahan ini sangat fatal, bandel, nakal itulah Larisa Edzard. Dada ini semakin sesak membayangkan tutur kata ayah, ketika hendak mencarikan calon suami. Semengerikan itu kah kesalahan yang aku perbuat hingga membuat ayah hendak menikahkan aku. Ah, rasa di dada semakin sesak, ayah yang selama ini baik, penuh canda, bertutur lembut nan hangat. Berubah seperti monster ketika marah,sungguh mengerikan. Tatapan mata tajam seperti menguliti
Keributan kecil di depan sebuah club malam membuat kerumunan orang-orang memandang ke arah kami. Sebagian besar menatap aku sangsi ah, rasanya seolah dikuliti, sungguh menyebalkan. Ingin aku cabik-cabik saja wajah mereka hang menertawakan aku. Hampir aku menangis saking malu andai saja tidak ada Delon dan juga Elizabeth yang menghampiri. Aku mengeluarkan kartu tanda penduduk, menyerahkan kepada petugas sialan itu. Dari usia kini beralih ke undangan. "Dengar ya, Dek, kami hanya menjalankan tugas, club ini khusus bagi orang-orang tertentu saja," kata seorang lagi. Oh, amarahku sudah hampir meledak rasanya. "Dan hanya bisa masuk jika ada undangan per orangan," lanjut yang satunya. Aku menenangkan diri, menahan emosi yang seperti banjir bandang siap meluluh
Beberapa waktu sebelumnya, di kediaman Kenzo Julian. Kedatangan Edzard disambut oleh Rafael dan juga Helene. Tanpa basa-basi lelaki itu menyerahkan kaset terlarang yang putra dari sahabatnya Kenzo titipkan di Risa. Edzard berulang kali menghela napas panjang nan berat, pertanda lelaki itu tengah menahan emosi. Helene dan Rafael malah merasa ngeri melihat kediaman Edzard. Berulang kali wanita bertubuh sintal di usianya yang sudah berumur itu melirik tajam ke arah sang putra. Dasar si Rafael, tanpa rasa berdosa pemuda itu meringis saja. Beberapa detik berlalu dengan saling diam, ruang tamu nan mewah dengan cat warna cream dan sofa berwarna emas. Suasana mencekam, sudah pasti, Helene berulang kali mengumpat sang putra dalam hatinya. Kebrengsekan Kenzo benar-benar mengalir di darah Rafael.'Papa sama anak sama saja kelakuannya, astaga, pembuat o
Elizabeth kemudian berpamitan usai mendengar kabar menggemparkan yang dibawa Edzard. Sudah dipastikan gadis itu pasti sedang pergi ke rumah sahabat terbaiknya untuk menghibur. Helene menggelengkan kepala dengan keputusan mendadak Edzard. Rafael semakin tertekan merasa bersalah. Drum mobil memasuki rumah mewah itu sampai tidak terdengar lantaran ketiganya masih bersitegang dengan keputusan kocak yang Edzard utarakan."Siapa yang hendak kau nikahkan?" tanya Kenzo yang tiba-tiba sudah berada di samping mereka bersama. Semua mata kompak tertuju kepada lelaki yang berdiri kokoh itu di depan pintu bersama Adelard."Lelaki gila ini akan menikahkan anaknya yang masih muda," keluh Helene.
Aarav baru saja memasuki club malam miliknya, dia mengedarkan pandang, kemudian mendapati sang adik dan teman-temannya berada di ruangan atas. Lelaki itu tersenyum, lalu kembali berjalan mendekati bartender. Sudah ada seorang wanita sexy, wanita sewaan yang sudah dipersiapkan anak buah Aarav. Seperti biasa ketika dia merasa penat, maka waktu baginya untuk menghibur diri. Tentu saja setelah memesan wanita panggilan dengan kriteria kesehatan yang sudah teruji terlebih dahulu. Aarav tidak ingin terkena penyakit menular bahkan, beberapa kali lelaki itu juga menyuruh anak buahnya membawakan seorang wanita perawan, sudah cukup umur pastinya. Aarav juga sosok lelaki yang tidak mau repot, dia memaksa wanitanya untuk meminum pil kontrasepsi, tidak mau dia jika sampai ada wanita yang mengejarnya secara tidak tahu malu. Perbuatan tidak terpujinya itu dia lakukan dengan aman dan diam. Tidak mungkin dia mengumbar aib, apalagi memberikan
Aarav tertawa, membiarkan wanita itu meraba miliknya di balik celana. Wanita tersebut begitu antusiasme. Aarav juga merasa percaya diri, dia menatap dalam wanita yang menggoda itu. Bagian miliknya adalah dambaan wanita. Banyak diluaran sana yang menginginkan untuk ditidurinya lagi, performa yang bagus serta ukuran yang begitu besar tidak seperti pada umumnya, pasti desas-desus itu sudah terdengar di kalangan wanita dari mulut ke mulut. Ah, gosip hot memang menjadi trend luar biasa. "Aku sangat tidak sabar benda ini mengobrak-abrik milikku," kata wanita tersebut. Aarav terkekeh, "Mau ke bawah sana untuk berolah raga?" tawar Aarav mengacungkan jari menuju ke arah beberapa orang bergerak mengikuti alunan dentuman musik. Wanita itu menggeleng, "Aku ingin langsung beecumbu denganmu," ujarnya. "Dasar tidak sabaran," keluh
Elizabeth, Larisa beserta sang suami juga Delon baru selesai sarapan. Mereka keluar restoran menatap ke arah lautan lepas sembari membicarakan hal-hal yang hendak dilakukan untuk menghabiskan siang ini. Masih ada waktu dua hari berlibur ke tempat tersebut. Senyum sumringah Larisa dan Aarav membuat iri bagi para jomlo yang lihat. Termasuk Elizabeth dan Delon, pemuda tidak sengaja yang masuk sarang macan dengan menyatakan cinta pada Caroline Zeroun. "Kalian mau ikut kami ke pulau itu?" tanya Aarav menunjukkan sebuah pulau tidak jauh dari tempat mereka. "Kami tidak mau jadi obat nyamuk," keluh Elizabeth. Aarav terkekeh, "Baiklah, kalau begitu aku akan membawa istriku sekarang, selamat bersenang-senang kalian." Tanpa kasihan Aarav mengatakan. Lelaki itu mengangkat tubuh sang istri menggendong ala bridal. Delon dan Elizabeth menggeleng, terlihat menggelikan perbuatan monster kutub utara yang sok manis. Walau sebenarnya dia sedang berusaha manis demi sang istri, nampakn
"Rafael Kenzo!" teriak Maya hilang kesabaran. "Kau, apa yang kau lakukan. Ini tidak seperti yang kita sepakati, brengsek!" pekik Maya. "Bergantilah pakaian, orang tuaku akan kemari beberapa saat lagi." Pemuda itu mengabaikan umpatan Maya. Wanita tersebut frustrasi sendiri dibuatnya. Yeah, pemuda yang bersama Maya adalah Rafael, rasa cinta pada Larisa mungkin tidak mampu dia paksa, perbedaan keyakinan menjadi jurang pemisah sebelum rasa tersebut diungkapkan, miris memang, namun apa daya. Dalam suatu kesempatan Rafael mendapati Maya berada di antara Larisa dan Aarav, jika mengikuti ego, ingin sekali membiarkan. Namun, pemuda tersebut tidak akan pernah sanggup untuk melihat Larisa menderita. Rafael dan Kenzo sama-sama pernah terluka dengan perasaan cinta berbeda keyakinan. Satu hal pasti, ketika Kenzo mendapati putranya, berhubungan dengan wanita. Sang ayah tidak langsung menghakimi, dia lebih memilih untuk melihat apa yang sebenarnya. Saran dari Kenzo hanya satu, d
Larisa dan yang lain menoleh ke arah suara, gadis cantik mengenakan dress putih tanpa lengan setinggi lutut. Rambut panjang blonde tergerai, di mana topi pantai menghias kepala. Senyum merekah mendebarkan jantung kaum adam yang melihat, tubuh mungil berkulit seputih susu membuat dunia Delon serasa terhenti. Bak disuguhkan bidadari cantik turun dari langit. "Hai, Cariline," sapa Larisa. Yah, gadis itu Caroline Zeroun, putri tunggal Axelle Zeroun dari kota B. "Boleh aku bergabung, Kak?" tanyanya. "Boleh sekali, silakan cantik," ujar Elizabeth sumringah. "Perkenalkan dia Caroline," kata Larisa. "Aku Elizabeth," ujarnya. Derit kursi berbunyi, Caroline duduk di kursi dekat Delon. Pemuda itu masih melongo, Elizabeth yang melihat menutup mulut sahabatnya. "Lap tuh iler yang hampir menetas!" kelakar Elizabeth. "Hai, bidadari cantik aku Delon," kata pemuda itu berganti mengulurkan tangan. Caroline menyambut dengan bahagia. "Sepertinya aku j
Setelah melewati beberapa pencarian atas bantuan anak buah sang papa. Elizabeth berhasil menemukan kamar hotel yang ditempati Larisa sahabatnya. Dia sedang berjalan dengan terus mengomel lantaran Larisa tidak dapat dihubungi. Ponsel mati, padahal keduanya berjanji akan sarapan bersama. Delon menatap punggung sahabatnya itu, dia paham benar Elizabeth khawatir. Sampai di kamar yang dituju gadis itu berhenti. "Akhirnya sampai juga, Larisa kamu kenapa belum turun sarapan?" omel Elizabeth membuka pintu kamar. Mata gadis itu membola, dia menutup mulut dengan kedua tangan, Delon mengernyitkan kening lalu ikut melongok ke dalam. Dia pun sama ikut terkejut. Melihat bagian dalam berantakan, Elizabeth juga Delon melangkah ke dalam. Dia mendapati ranjang bak kapal pecah, pakaian serta dalaman berserakan di lantai. Keduanya saling menatap meringis, merasa salah datang ke tempat itu. Samar terdegar erangan bersahutan dari sebuah ruang yang tertutup, keduanya menduga itu kamar mandi. E
Tangan Larisa bergerak nakal meraba pundak Aarav, wanita itu berjalan memutar untuk berdiri di hadapan sang suami. Mempertontonkan tubuh telanjangnya. Aarav menatap tajam bak serigala yang melihat mangsa. Wajah gadis itu memanas, tangannya mengepal menahan gemetar. Kedua tangan Larisa meraba bagian kemeja, mencoba meloloskan kancing yang masih melekat. Aarav memperhatikan dengan badan panas dingin, kemeja itu terlepas berkat tarikan sang istri, mempertontonkan bagian dada maskulin. “Aku siap, mari lakukan. Jangan menahan lagi,” bisik Larisa mencengkeram bagian junior Aarav. Aarav melambung tinggi, seperti naik rollercoaster, sungguh perasaan luar biasa tidak terkira. Tanpa menunggu waktu lebih lama, Aarav mengangkat tubuh Larisa, merebahkan di ranjang. Memulai kembali belaian lidah dan juga bibir di area sensitif Larisa. Gadis itu berteriak, setumpuk rasa dengan jantung terpompa lebih cepat. Menantikan hal yang lebih menakjubkan dari pemanasan itu. “Aku, akan melakuka
Mata Larisa berbinar melihat pemandangan di bawah laut pada sore hari. Saat ini mereka tengah berada di sebuah kapal pesiar. Langkah kakinya nampak lincah dengan sepatu cats yang dikenakan. Dress warna putih setinggi lutut menari dengan indah seirama langkah. Aarav membiarkan gadis muda itu di hadapannya. Kemudian mantik pelan saat sang istri hampir menabrak seorang anak muda. "Kau tidak apa?" tanya pemuda tampan rupawan pada Larisa. Gadis tersebut tersenyum, "Aku baik," jawabnya. Pemuda tersebut mengerutkan kening lalu tersenyum. "Kau, Kak Larisa?" tanya pemuda itu. "Iya, bagaimana kau bisa mengenalku?" tanya Larisa. 'Astaga, siapa lalat pengganggu ini?' cebiknya. "Astaga, aku juniormu di kampus Kak, senang sekali bisa berjumpa dengan Kakak Cantik," kata pemuda itu lagi. Larisa mencoba berpikir keras, dia seperti mengingat sesuatu. "Hei, Ren, apa yang kau lakukan disini? Pasti mengganggu gadis-gadis?" Seorang gadis cantik dat
Maya merasa tidak ingin masuk ke dalam apartemen tersebut. Namun, tidak ada pilihan pemuda yang mengekang pasti mencari di manapun dia berada. Tidak ada tempat untuk dia kabur sama sekali. Kabur pun hendak ke mana, tiada tempat bagi dirinya. Wanita itu menghela napas berat lalu berjalan masuk, ruangan gelap, hanya seberkas cahaya sorot lampu yang masuk dari luar. Maya meraba dinding lalu menekan tombol saklar. Dia menundukkan kepala kemudian melangkah ke dalam. "Kau malam sekali pulang." Suara bariton lelaki terdengar. Maya tidak terkejut, sudah menduga pemuda itu akan datang. "Aku ikut bos ke luar kota," jawabanya sembari melepas sepatu. Maya mendongakkan kepala, baru dia melihat wajah lelaki tersebut. Dia mengulas senyum, berjalan gemulai ke arah sofa lalu duduk di pangkuan sang pemuda. "Kau cemburu?" tanya Maya. Pemuda itu menatap sarkas, "Jangan bercanda," sanggahnya. "Jangan khawatir, pak tua itu mampu menjaga diri dengan baik, kau t
Malam hari di kediaman Aarav. Larisa duduk di ruang tamu dengan perasaan gundah gulana, berulang kali bangkit dari sofa lalu kembali duduk, terkadang mondar-mandir mirip setrika. Apa yang dikatakan Elizabeth tadi siang begitu mengganggu, membuat berpikir keras. Bagaimana jika sang suami memang berselingkuh, sekretaris pribadinya bertubuh sintal, nan sexy, dada menggelembung, cantik nan elegan, ah wanita itu sesuai tipe ideal Aarav. Larisa melirik ke bawah, tubuhnya kerempeng, dada kecil. Sepersekian detik gadis itu membandingkan tubuh dia dan sekertaris, membuat kepala berdenyut nyeri. Dia menguatkan diri mengatakan tidak mencintai sang suami. Namun, berbanding terbalik dengan hati yang tidak karuan, cemas. “Mengapa aku jadi kepikiran, membandingkan hal tidka penting” keluh Larisa. Dia menyibakkan rambut panjang ke belakang. Kembali bangkit dari kursi untuk kesekian kali, kakinya melangkah ke arah jendela, menyibak tirai warna coklat bermotif bunga-bunga besar, mempe
Sore hari sekitar pukul empat, usai menempuh perjalanan kurang lebih satu jam Aarav sampai di kota B. mobil yang membawanya berhenti di parkiran sebuah hotel. Lelaki tersebut keluar dari mobil saat sang sopir membukakan pintu, dia duduk di bagian belakang, sedangkan Maya ada di depan bersama sopir. “Maaf Pak, pertemuan akan dilakukan pukul tujuh malam, boleh saya pergi sebentar. Saya janji akan kembali kesini sebelum pukul tujuh,” kata Maya mencegah Aarav melangkah. Tubuh maskulin itu berbalik, “Kau mau mengunjungi ibumu?” tanya Aarav mengingat permintaan Maya tadi. Maya tersenyum seraya menjawab, “Iya, Pak.” “Istirahat sebentar, aku juga mau mandi dahulu. Akan aku antar nanti,” kata Aarav yang langsung melenggang pergi tanpa menunggu jawaban Maya. Wanita tersebut mengurungkan niat, dia kembali mengatupkan bibir yang sempat terbuka hendak mengucap. Yah, apa yang dilakukan Aarav, jika sudah berkehendak, tidak ada yang bisa menolak. Maya mengekor A