“Astaga! Cantika! Jadi selama ini lo bohong sama gue? Mulut gue hampir berbusa ngomelin Elsa, tapi ternyata pelakunya itu lo?” Nara keluar dari perpustakaan yang berada di lantai 3 gedung itu dengan dadanya yang berbuku, semacam ada batu mengganjal di sana. Udara di sekitar wajahnya juga jadi panas. Gadis itu sangat tidak habis pikir. Kenapa bisa Cantika? Aish, tangan Nara meremas udara kosong. Di belakangnya, Cantika juga Elsa mengekorinya dengan langkah tergesa-gesa.“Iya... iya, gue minta maaf. Habisnya gue nggak bisa nolak pesonanya. Dia terlalu ganteng untuk diacuhkan, Nara.” Jawaban Cantika membuat gadis bermata sipit itu menoleh dengan wajah gemas. Ya, gemas pengen cubit-cubit itu wajah tembem Cantika. Nggak dapat jambak rambut, cubitin wajahnya sampai memerah juga nggak apa-apa, kan?“APA? PESONANYA? Gue nggak lagi salah dengar, kan? Emang dia ngapain di depan lo sampai lo terpesona, hah?” Dada Nara dibusungkan, suaranya juga penuh penekanan saat menyebut pesonanya. Uek.
Kaisar membawa Nara ke restoran yang biasa mereka datangi, tapi dia tak pernah pergi sekalipun dengan sang istri ke sana. Di restoran itu, keduanya sudah dikenal sebagai pasangan karena Kaisar selalu mengatakan kalau Nara adalah pacarnya pada pelayan restoran. “Kenapa lo nggak makan? Kalau lapar makan aja, jangan gengsian.” ucap Kaisar. Berbeda dengan Nara yang hanya mengamati piring makanannya dengan tak berselera, Kaisar malah makan begitu lahap, seperti tak makan beberapa hari. Kaisar yang di depannya sekarang juga bukan seorang pria yang makan dengan elegan karena menjaga penampilannya. Makan ya makan. Bahkan Nara menangkap ada sebutir nasi yang menempel di sudut bibir pria itu dan tidak disadarinya. Lucu sekali. Tanpa sadar sudut bibir Nara terangkat naik, tapi begitu tertangkap oleh Kaisar, buru-buru dia menampilkan muka jutek lagi. “Gue kan udah bilang, gue lagi nggak lapar. Lo makan aja sendiri.” “Kinara Putri! Lo nggak usah pura-pura jaim di depan gue deh. Gue aja nggak
Kaisar menengok ke belakang, helaan nafas keluar dari mulut serta hidungnya karena tidak menemukan punggung Nara di sana. Gadis itu benar-benar pergi dan membuat Kaisar bertanya-tanya dengan perasaannya sendiri. Apa yang dia inginkan dari Nara sebenarnya? Tubuh atau hati gadis itu? Kaisar bergeming di tempat duduknya, tangannya bergerak meraba bagian dada yang berdetak tak biasa. Apa ini? Jangan bilang gue beneran suka sama Nara? Kaisar masih bergumul dengan pikirannya ketika sebuah pesan masuk di ponselnya. “Kamu ganti nomor nggak ngabari aku, sampai-sampai aku harus meminta nomor kamu dari Rega?”Dengan malas Kaisar membaca pesan yang sudah bisa dia tebak siapa pengirimnya. Itu Luna. Dia memang belum mengabari wanita itu soal nomor barunya. Lagipula, tidak penting juga, kan? “Ada apa? Gue sibuk seharian ini. Nggak punya waktu buat ngeladenin lo yang terus menerus mengeluh soal mama.” Kaisar menekan tombol kirim setelah mengetik pesannya yang terdengar jutek. “Mama ngajak aku k
Dua insan yang perasaannya tengah dilanda antara dilema atau kasmaran tampak asyik bercumbu. Tidak cuma Kaisar, Nara juga mulai mengimbangi permainan pria itu yang menciumnya dengan buas. Sama seperti Kaisar yang ingin egois, Nara juga tak mengerti perasaannya. Dia yang katanya mencintai Rega, tapi malah menikmati dengan sangat setiap sentuhan Kaisar di tubuhnya. Gigitan pria itu di lehernya yang pastinya meninggalkan bekas merah kehitaman tak mampu ia tolak kenikmatannya. Ibaratnya, Nara sedang mereguk nikmatnya percintaan sementara hatinya tengah meraba-raba. “Ahh, Kai! Gue bisa gila kalau kayak gini terus.” Nara mulai meracau karena Kaisar makin intens mencumbui setiap lekuk tubuhnya. “Nggak apa-apa, Sweety. Malam ini, kita akan gila bersama. Gue akan buat lo ngerasain yang namanya terbang ke langit ke tujuh.”Panggilan Sweety dari suara rendah Kaisar membuat Nara terdiam dan menerima semuanya. Dia terlena. Satu tangan Kaisar meremas bukit kembar Nara yang tegak menantang karen
Tidak. Dugaan Nara salah besar. Kaisar tidak meninggalkannya setelah mendapatkan tubuhnya, buktinya pria itu keluar dari kamar mandi dengan wajah jauh lebih segar. Fyuuuh. Nara menghembus nafas lega dan memaksakan sebuah senyuman. “I—iya. Gue udah bangun, tapi gimana ini? Gue mungkin nggak bisa jalan.” Nara menunjuk sekujur tubuh lebih tepatnya kakinya di balik selimut yang kesusahan digerakkan.“Nggak apa-apa kok, Sweety. Pertama kali emang gitu. Ayo biar gue bantuin lo mandi.” Kaisar jalan mendekat lalu merangkak naik ke ranjang king size yang menjadi saksi percintaan panas mereka pertama kali. “A—APA?” Bola mata Nara bulat seperti bola pimpong mendengar tawaran Kaisar. Nggak deh. Malu. Dia sontak menyilang kedua tangan di dada. Seolah tahu isi kepala Nara, Kaisar terkekeh geli. “Nggak usah malu. Gue udah lihat semuanya kok.”Nara terlempar pada kejadian beberapa waktu tadi, saat ia dengan Kaisar melakukan adegan panas. Kedua tangannya erat memegang ujung selimut hingga batas da
“Loh, Kamu masih di rumah? Memangnya nggak ke kampus?”Nara terlonjak kaget begitu suara neneknya berseru dari arah pintu. Duh, nenek, bikin jantung cucunya mau copot aja. Gadis yang rambutnya masih awut-awutan itu mengelus dada. Nara yang juga kaget bisa bangun kesiangan mengarahkan kepalanya ke jam dinding yang sudah menunjuk pukul 10 pagi. Semua gara-gara tadi malam dia tak bisa nyenyak tidur, sekalinya nyenyak sudah hampir pagi, jadi deh Nara tidur lagi sampai baru bangun sekarang. “Nara nggak ke kampus dulu hari ini, Nek.” jawab Nara dengan suara memelas, padahal dia tak bermaksud menunjukkan rasa sakitnya pada nenek, tapi mau bagaimana lagi? Begitu kenyataannya.“Kenapa? Kamu nggak enak badan ya? Berarti dugaan nenek tadi malam bener dong. Kamu sakit apa? Biar nenek beli obatnya.”Dugaan? Maksud nenek? Nara terbengong untuk beberapa saat. “Jadi kamu sakit apa? Nenek mau balik lagi ni ke warung.”Nara refleks menggeleng membuat nenek Ratih bingung. Melihat wajah bingung nenekn
“Kok lama banget hilangnya sih? Yang ada nanti nenek malah ngira yang macam-macam. Masa digigit nyamuk bisa berhari-hari. Gara-gara Kaisar nih. Sialan!” Nara, gadis itu mematut wajah terkhususnya bagian leher hingga dadanya yang memerah yang menjadi bukti nyata pergumulan panasnya bersama Kaisar. Mau dihapus bagaimana pun tetap saja ada, mau didempul pakai bedak setebal apapun, malah kelihatan kalau dia sengaja mendempul lehernya. Nanti malah ketahuan sama nenek. Kan Nara jadi pusing. Mau menelpon Kaisar dan mengomeli pria itu, ih malas banget. Dikira pria itu Nara kangen padanya. Tahu sendiri Kaisar kan gila. Nara menaruh kembali ponsel di tangannya ke atas nakas tapi kemudian urung karena ada notifikasi panggilan dari Cantika. Tadi dia dengar sih suara ponselnya menjerit beberapa kali, tapi dia masih malas. “Apa gue telpon aja dia ya? Pasti dia kepo banget ini. Sebelum dia ngira yang aneh-aneh, mending gue bilang aja lagi sakit. Beres.”Tut... Tut... Tut... Tak butuh waktu lama
Kapan gue ngigau nyebutin nama Kaisar? Astaga! Kenapa gue nggak ingat sama sekali?“Nenek salah dengar kali. Kenapa juga Nara nyebut-nyebut nama pria gila itu.” tampiknya dengan bibir dicebikkan dan satu tangan mengibas udara kosong. “Pria gila? Berarti kamu memang kenal dengan seorang pria bernama Kaisar? Iya?” Tatapan nenek penuh selidik. Seperti benar-benar menaruh kecurigaan pada cucunya.Nenek terus merecoki Nara tentang siapa Kaisar sebenarnya dan ada hubungan apa mereka hingga gadis itu geram dan berakhir mengusir neneknya keluar dari kamar. “Nenek keluar aja deh. Nara mau istirahat dulu.”“Kamu belum makan siang loh.” Nenek mengingatkan bersamaan dengan itu perut Nara berbunyi seolah membenarkan. “Iya. Nanti Nara makannya. Sekarang lagi badmood.” ucapnya seraya menghentak kaki kuat ke lantai. Siap! Sial! Sial! Entah berapa kali sudah dia mengumpat sepanjang hari ini dikarenakan pria itu. Kenapa manusia bernama Kaisar itu harus ada di dunia ini sih? Kenapa juga takdir mempe
“Sweety, kayaknya gue harus cepat-cepat ke rumah lo deh, meluruskan masalah kita.”Sore itu, di saat Nara sedang nikmat-nikmatnya tidur karena tadi malam tak nyenyak, sebuah pesan dari Kaisar membuat matanya terbelalak sempurna. Nara melihat pesan seperti melihat setan. Sontak Nara terbangun, tidak membalas pesan Kaisar, tapi jemari lentiknya malah memulas ikon untuk menghubungi suami orang yang kini jadi kekasihnya itu. Ah, pokoknya rumit deh. Terdengar ponsel berdering samar-samar dari arah depan rumah, Nara sejenak berpikir, apa mungkin Kaisar berada di depan sana? Pria itu kan gila. Lalu, saat panggilannya diangkat, dering ponsel itu seketika berhenti. Nara semakin bergerak gelisah, melihat ke luar jendela kamar kalau-kalau yang dia pikir betulan terjadi.“Kai, jangan sekarang. Please!” Mohon Nara seraya memijat pelipisnya yang mendadak pening. Dia memang tak punya alasan yang tepat untuk meyakinkan Kaisar, tapi tidak juga ingin rahasia ini cepat terbongkar. Bagaimana reaksi n
Di kamarnya, Nara tak bisa tertidur, padahal sudah mandi, badannya yang lengket akibat permainan dengan Kaisar di mobil tadi kini kembali segar. Namun, otak dan perasaannya sekarang yang butuh penyegaran, karena terlalu sumpek memikirkan masalahnya dengan Rega dan Kaisar. Sebenarnya dengan Rega, Nara tak mempunyai masalah sedikitpun. Namun, hadirnya Kaisar membuat cintanya terhadap pemuda baik dan sopan itu oleng. Pesona Kaisar sangat sulit dielakkan.Gue harus curhat sama siapa? Siapa yang bisa mengerti perasaan gue sekarang? Apakah Cantika? Gadis itu bukan tidak pernah berpacaran setahu Nara. Nara mengusak-usak rambutnya hingga berantakan, saking kesalnya. Ia tak bisa tidur hingga azan subuh, barulah rasa kantuk itu datang membuatnya ketiduran sampai siang. Nenek Ratih saja bingung melihat cucunya tidak bangun. Beruntung hari ini minggu, tak perlu ke kampus. ———Esok harinya di kediaman orangtua Rega. Mama Dahlia, Papa Gunawan dan Kakek Widjaya sedang berada di meja makan untuk m
“Nara milik gue sekarang. Jadi gue minta, lo ikhlaskan aja dia, percuma juga saingan sama gue, karena lo sendiri yang akan sakit hati.”Kaisar membaca pesan yang dia kirim ke Rega yang sudah ada tanda centang dua, artinya Rega sudah membacanya. Senyum di bibirnya terbit, sama sekali tidak ada penyesalan. Lebih cepat Rega tahu malah lebih bagus, kan? Kaisar rupanya baru tiba di apartemen setelah mengantar Nara. Dia langsung meluru ke kamar mandi karena merasa tubuhnya lengket sisa permainan dengan Nara di mobil tadi tapi suara Luna menahan langkahnya. “Baru pulang kamu jam segini?” Kaisar menoleh pada istrinya. “Kenapa? Nggak masalah juga kan buat lo?”Kaisar tahu Luna juga sering pulang malam belakangan ini, pasti asyik bersama pria barunya. Entah siapa itu, Kaisar tak peduli, yang penting bebannya terhadap wanita itu sudah berkurang. Luna memilih caranya sendiri untuk mengatasi masalah mereka yang selalu dimintai momongan oleh kedua orangtua. Luna menggeleng pelan, memang tak mas
Setengah jam kemudian, mobil Kaisar memasuki komplek rumah Nara. Mereka yang tadinya saling berpegangan tangan, sontak terlepas, lebih tepatnya Nara melepasnya begitu melihat ada Rega yang menunggu di depan rumah. “Kai, berhenti di sini aja.” Mobil Kaisar pun berhenti agak jauh dari depan rumah Nara. Wajah Nara berubah tegang, karena kaget mendapati Rega ada di depan rumah malam hari begini. Apa Rega menunggu gue dari tadi? Begitu batinnya. Kaisar yang melihat itu, hanya tersenyum samar. Agak tidak suka sebenarnya melihat Rega datang menemui Nara, tapi mau bagaimana lagi, status Rega kini masihlah pacar Nara. Atau, perlukah dia bilang sama Rega kalau dia juga menginginkan Nara? Baru Nara hendak keluar dari mobil, Kaisar sekali lagi menarik tangannya.“Kenapa lagi, Kai?”Tidak menjawab, Kaisar malah menunjuk bibirnya, apalagi kalau bukan minta cium sebagai salam perpisahan. Meski malu-malu, Nara pun memajukan bibirnya lalu mengecup lembut bibir Kaisar. Kini, dia tak bisa mengelak
Nara yang ketahuan mengintip, seketika berlari masuk ke mobil. Dia tak boleh lama-lama menatap tubuh bidang dan polos milik Kaisar, otaknya bisa memikirkan hal yang jorok. Nara membawa tubuhnya mengumpet di jok belakang mobil itu, tapi Kaisar malah ikut masuk dan duduk di sebelahnya. Suasana hening, Kaisar tidak berbicara, tapi deru nafasnya terdengar tak beraturan. Nara berniat menenggelamkan wajahnya ke dalam jaket, ketika lengan kekar milik Kaisar mengangkat tubuhnya dengan posisi menghadap ke arah Kaisar sendiri, lalu mendudukkan tubuh Nara di atas perut yang keras. Astaga! Bukan di perut, lebih tepatnya di bagian bawah pusar, tempat tonjolan itu berada. Nara merasa aneh pada bagian bawahnya, padahal dia memakai celana jeans, tapi benjolan milik Kaisar itu seakan bisa menusuk-nusuk area kewanitaannya. Apa memang saat ini Kaisar sedang on? Jangan bilang kalau dia menginginkan itu di sini, di dalam mobil yang sempit seperti ini. Keduanya kini saling bertatapan lekat. Nara yang gu
Tangan Nara refleks menjitak jidat Kaisar saking geramnya. Duduknya yang memang sengaja agak mepet ke pintu, sampai dicondongkan ke depan ke arah Kaisar agar tangannya bisa mencapai bagian jidat itu. PUK.Nara baru menyadari kelakuannya saat tangan Kaisar mencegahnya dari menjitak jidat itu sekali lagi lalu beralih menggenggam tangannya. Seperti ada aliran listrik, Nara rasa tangannya seolah kesetrum. Untung tidak sampai kejang-kejang. Alih-alih marah, Kaisar malah terkekeh. Pasalnya, ini kali pertama Nara melakukan skinship terlebih dahulu padanya, yah walaupun adegannya pukul-pukulan bukan peluk-pelukan. “Ngomong gitu sekali lagi, gue minta turun dari mobil.” Ancam Nara setelah sekuat tenaga mengeluarkan suara dari mulutnya. Gugup sekali rasanya, apalagi satu tangannya masih digenggaman oleh Kaisar. Hangat sekali rasanya. “Ngomong yang mana? Nggak perlu ngenalin istri gue ke mereka atau ngomong kalau lo itu istri gue?” goda Kaisar seraya memandang genit Nara. “Turunin gue sekar
“Maksud kamu apa ngomong kayak tadi? Memangnya kamu tahu?” tanya Luna setelah aktivitas panas mereka selesai. Aldo tidak langsung menjawab, dia bangun memungut pakaiannya yang tercecer di lantai, setelahnya memakai kembali pakaian tersebut. “Kalau aku kasih tau, apa kamu bakal percaya?” Aldo menjawab pertanyaan Luna dengan pertanyaan. Sungguh membuat Luna kesal. Apa sebenarnya maksud Aldo? Dia benar-benar tahu atau sengaja memancing kemarahan aku? “Katakan saja, kalau kau tidak bilang, bagaimana aku akan percaya?”“Aku harap kamu jangan kecil hati begitu mengetahui faktanya.”Berkecil hati? Apa maksudnya karena wanita itu yang dipilih Kaisar sementara dia tidak? Ah, Luna makin penasaran, wanita seperti apa yang membuat luluh seorang Kaisar. “Jangan bertele-tele, Al. Kasih tahu cepat siapa orangnya!” Luna makin tak sabar, wajahnya mulai mengeras dan serius. “Dia cukup dekat dengan kalian.”“Maksud kamu dekat dengan aku dan Kaisar?” Luna makin tak paham. Siapa gadis yang dekat deng
“Lo jangan senang dulu. Gue masuk ke mobil lo karena minta segera diantar ke tempat kerja. Waktu gue dikit lagi, gue nggak mau telat.” Judes Nara, tidak mau Kaisar berpikiran macam-macam tentangnya. Dari ekor matanya, Nara bisa melihat wajah Kaisar yang tadi memerah karena menahan marah kini mulai bisa tersenyum menyeringai. Senang banget pasti. “Makasih ya, Sweety. Gue makin sayang deh sama lo.”Nara tak membalas, hanya menghela nafas. Dia hanya ingin cepat sampai ke toko dan bekerja. Menyibukkan diri dengan pekerjaan akan membuatnya lupa dengan Kaisar sejenak. Sesampainya di toko, rupanya sedang ada kehebohan. Nara yang baru masuk tidak tahu menahu tiba-tiba jadi pusat perhatian. Apa mereka membicarakan gue? “Nara, kok kamu nggak bilang sih, alamat pengiriman bunga itu adalah alamat rumah kamu?” Pak Baskoro datang dengan berseru membuat semua orang menatap ke arah Nara, seolah meminta penjelasan. “Cie... Cie... Cie...” Suara cengcengan itu terdengar dari teman kerja satu shift
“Can, Nara mana? Kok lo sendirian yang ke sini?” Cantika sungguh tidak menyangka kalau dia bertemu dengan Rega di kantin. Tahu begitu, dia akan sebisa mungkin menghindar. Lalu sekarang, apa yang harus dia jawab pada Rega? Nggak mungkin kan bilang Nara dibawa pergi oleh Kaisar. Cantika jadi bingung sendiri di tempatnya, matanya bergerak gelisah, memikirkan alasan yang masuk akal. “Hmm, itu, tiba-tiba dia dapat panggilan dari Om aku yang punya toko, katanya Nara disuruh datang ke toko lebih cepat. Iya begitu.” Cantika cukup senang karena otaknya bisa diajak kerja sama di saat genting begini. Semoga saja Rega percaya. Rega menatap Cantika, ingin tidak percaya, tapi masa gadis berjilbab ini bohong? Begitu kata hati Rega. Dia pun mengangguk sekenanya. “Oh, begitu ya.” Gurat wajahnya terlihat kecewa, seolah dunia bekerja sama tak mendukung untuknya berduaan dengan Nara. “Kalau gitu, lo mau ikut makan bareng gue nggak? Daripada sendirian.” Rega menunjuk meja kosong di depannya, yang se