Aroma tanah yang terkena air hujan menyeruak ke indra penciuman para mahasiswa dan mahasiswi yang sudah tiba di sebuah hutan, yang letaknya cukup jauh dari pusat kota. Tampak beberapa mahasiwa dan mahasiswi sudah selesai memasang tenda. Tentu Camelia turut memasang tenda dibantu oleh Hedy dan Charles. Jika saja tidak ada Hedy dan Charles, maka tak mungkin Camelia bisa selesai memasang tenda. “Charles, terima kasih sudah membantuku dan Hedy,” ucap Camelia lembut pada Charles. “Sama-sama, Camelia. Nanti kau juga pasti bisa memasang tenda. Dulu, aku tidak bisa memasang tenda. Tapi setelah aku sering ikut berkemah, aku mulai terbiasa memasang tenda,” jawab Charles dengan senyuman samar di wajahnya. “Kau benar.” Camelia pun tersenyum, merespon ucapan Charles. “Camelia?” sapa Hana—teman sekelas Camelia. “Ya, Hana? Ada apa?” Camelia menatap gadis bernama Hana yang kini ada di hadapannya. “Camelia kau dipanggil Nona Wilda Tillie,” kata Hana dengan nada serius. “Aku dipanggil Nona Wilda
“Charles, kenapa Camelia lama sekali? Di mana Camelia?” tanya Hedy seraya menatap Charles. Sedari tadi Hedy menunggu kehadiran Camelia, tapi malah Camelia tak kunjung datang. Sungguh, Hedy tak tenang kalau Camelia belum juga muncul. Hedy khawatir terjadi sesuatu hal buruk pada Camelia. Charles melirik arlojinya sekilas. Apa yang di katakan Hedy adalah benar. Camelia pergi sudah terlalu lama. “Hedy, kita susul saja Camelia. Aku takut Camelia lupa arah jalan ke sini.” Hedy menganggukan kepalanya setuju. “Ya, Charles. Lebih baik kita susul Camelia.” Lalu, Hedy dan Charles mulai menelusuri hutan mencari Camelia. Namun, sayangnya hasil yang didapatkan adalah nihil. Hedy dan Charles tak kunjung menemukan keberadaan Camelia. “Hedy? Charles? Kalian sedang apa?” Wilda Tillie tanpa sengaja berpapasan dengan Hedy dan Charles. Refleks, Hedy dan Charles menghentikan langkah mereka. “Nona Tillie? Kau di sini? Di mana Camelia?” tanya Charles bingung melihat sang sekretaris rektor hanya seorang
“Lepaskan dia!” Suara bentakan keras membuat lima pria yang hampir memerkosa Camelia itu, mengalihkan pandangan pada sumber suara. Kemarahan di wajah lima pria itu begitu terlihat kala ada yang mengganggu kesenangan mereka. “Siapa kalian!” bentak salah satu pria berbadan besar itu. “Charles? Hedy?” Camelia terus menangis melihat Charles dan Hedy ada di hadapannya. Dalam hati, Camelia bersyukur karena Charles dan Hedy datang tepat waktu. “Kalian yang siapa! Berani sekali kalian menyentuh temanku!” Hedy murka. Hedy memupuk keberanian dalam dirinya melawan pria berbadan besar di depannya. Plakkk PlakkkDua tamparan keras terlayang oleh salah satu pria itu pada Hedy, hingga membuat Hedy tersungkur di tanah. Sudut bibir Hedy kini sudah penuh dengan darah. Tak menyerah begitu saja, Hedy bangkit berdiri melawan pria berbadan besar di hadapannya. Pun Charles ikut melawan. BUGH BUGH Charles melayangkan dua pukulan keras pada pria yang ada di depannya, hingga membuat salah satu pria d
Dominic berdiri di depan ruang rawat rumah sakit. Wajah pria itu tetap tenang meski sebenarnya kepanikan dan kecemasan melingkupinya. Sepasang iris mata cokelat gelap Dominic menatap dingin pintu ruang rawat yang masih tertutup. Ya, Dominic tengah menunggu dokter yang memeriksa keadaan Camelia. Memang, Dominic nampak tenang di luar, tapi hatinya selalu cemas. Terlebih ingatan Dominic teringat akan test pack milik Camelia yang memiliki hasil dua garis. Domini memejamkan mata sebentar. Jika saja dirinya tahu Camelia tengah hamil, tak akan pernah mungkin Dominic memberikan izin untuk Camelia untuk pergi camping. Untuk hal ini, Dominic mengumpati kebodohannya yang bertindak ceroboh. Ceklek! Pintu ruang rawat terbuka. Sang dokter berdiri di ambang pintu ruang rawat. Detik itu juga Dominic segera menghampiri sang dokter dengan wajah yang kian cemas. “Bagaimana keadaan Camelia?” tanya Dominic cepat seraya menatap tegas sang dokter. Tatapan yang tersirat jelas, meminta sang dokter untuk
“Camelia, kau makan pelan-pelan. Nanti kalau kurang, aku akan meminta pelayan untuk mengantarkan makanan lagi.” Dominic menegur Camelia yang begitu lahap memakan steak. Camelia sudah menghabiskan dua porsi steak, tapi gadis itu masih tak kunjung kenyang. Well, Dominic tak pernah mengira kalau porsi makan Camelia meningkat disebabkan karena hormon kehamilan. “Iya, Dominic. Aku lapar sekali. Sepertinya aku mengandung bayi beruang. Aku mudah sekali lapar,” ucap Camelia seraya mengunyah sirloin steak-nya. Rasa daging yang empuk dan lezat, membuat Camelia begitu lahap. Dominic menyentil kening Camelia. “Kau ini kenapa bicara sembarangan. Bisa-bisanya kau mengatakan hamil bayi beruang.” Bibir Camelia tertekuk. “Apa yang salah dengan sebutan itu? Nafsu makanku meningkat drastis. Dokter juga bilang kandunganku kuat padahal kemarin para penjahat membanting tubuhku ke tanah. Itu kan artinya aku mengandung bayi beruang.” Dominic berdecak seraya menatap kesal Camelia. Bisa-bisanya anaknya di
Suasana ruang rawat Camelia menjadi tegang dan dilingkupi kepanikan hebat. Darah membasahi lantai rumah sakit. Marsha, Selena, Miracle, dan Stella menjerit menangis melihat William jatuh pingsan. Para pengawal yang berjaga di luar langsung menahan Yovanka Nachum beserta dengan Corben Nachum. Camelia yang sejak tadi berada di ranjang rumah sakit, menangis melihat William tertembak. Terlebih suara jeritan tangis Marsha, Selena, Miracle, dan Stella membuat Camelia kian dirundung rasa bersalah yang mendalam. Namun Martin dan Naomi berusaha menenangkan Camelia. Kondisi Camelia yang tengah hamil muda, harus bisa mengendalikan diri dari masalah yang datang. “Sean, kita bawa Daddy William sekarang. Dia pendarahan,” seru Samuel kala melihat darah yang berlinang di tubuh William begitu banyak. Sean mengangguk setuju. Sean, Samuel, Mateo dan Dominic segera membawa William menuju ruang perawatan. Sebelum pergi, Dominic meminta Martin dan Naomi menjaga Camelia. Sedangkan Yovanka Nachum dan Cor
Semua orang terkejut mendengar seruan suara Marsha. Dominic, Sean, Stella, Selena, Samuel, Mateo, dan Miracle langsung mengampiri Marsha berada di sisi William. Tampak raut wajah semua orang panik, namun kepanikan itu memancarkan tatapan penuh harap. “William? Kau mendengarku, Kan?” Marsha menggoyangkan tangan sang suami, meminta suaminya itu untuk bangun. Isak tangis wanita paruh baya itu mulai mereda, tergantikan dengan sebuah pengharapan mendalam. “Mom?” Sean menyentuh bahu sang ibu. “Sean, tadi Daddy-mu menggerakan tangannya. Mommy merasakan gerakan tangan Daddy-mu, Sean,” ucap Marsah lirih. Mendengar ucapan Marsha, membuat semua orang di sana menatap William yang masih memejamkan mata. Mereka semua mendengar suara detak jantung William—yang mana William memang masih hidup. Hanya saja kondisinya William masih belum membuka mata. Hingga kemudian, tiba-tiba mereka semua melihat pelupuk mata William bergerak. Sontak, Sean langsung menekan tombol darurat meminta dokter untuk seg
“Tuan Dominic.” Eldon menundukan kepalanya kala Dominic hendak masuk ke dalam ruang rawat Camelia. Di depan ruang rawat Camelia terjaga ketat oleh para penjaga. Dominic sengaja memperketat keamanan Camelia, guna demi menjaga keselamatan calon istrinya itu. “Bagaimana kabar Yovanka dan Corben?” tanya Dominic dingin dengan raut wajah menahan rasa emosi dalam dirinya. Jika mengingat kejadian Yovanka hampir menembak Camelia, membuat amarah dalam diri Dominic kian menjadi. “Yovanka Nachum sudah masuk ke dalam penjara. Tuan Samuel turut membantu menangani kasus ini. Kakak ipar Anda ingin Yovanka Nachum mendapatkan hukuman jauh berat,” jawab Eldon sopan. Dominic mengangguk singkat. “Good, aku juga ingin gadis itu mendapatkan hukuman berat. Menghabiskan masa muda di penjara, akan membuatnya menyadari kebodohannya. Lalu, bagaimaan dengan Corben Nachum? Apa dia berusaha untuk membebaskan putrinya dari penjara?” “Tidak, Tuan. Tuan Corben Nachum terkena serangan jantung saat tiba di kantor po
Beberapa bulan berlalu … Praha, Republik Ceko. Bangunan kastil kuno di Praha diselimuti oleh salju. Musim dingin di Praha tak mengurangi keindahan bangunan kuno kastil yang terkenal di Praha. Praha adalah ibu kota Republik Ceko yang terkenal memiliki bangunan kastil kuno yang memukau. Tak heran jika banyak pengunjung yang berdatangan ke kota yang indah itu. “Dionte, Dominus. Jangan jauh-jauh mainnya. Nanti kalian hilang.” Camelia berseru mengingatkan kedua anak laki-laki kembarnya. Raut wajah Camelia sedikit kesal karena Dionte dan Dominus begitu asik bermain salju. Padahal Camelia sangatlah cemas takut terjadi hal buruk pada kedua anak laki-lakinya itu. “Mereka akan baik-baik saja. Kau tidak usah khawatir.” Dominic membelai pipi Camelia menenangkan sang istri. Ya, kini Dominic tengah mengajak istri dan anak-anaknya berlibur di Republik Ceko. Camelia menghela napas dalam. “Aku hanya takut kalau anak-anak kita hilang, Dominic. Mereka bayi beruang kesayanganku.” Dominic tersenyum
Bayi mungil cantik begitu tenang berada di dalam pelukan Camelia. Air mata haru bahagianya pun terjatuh. Pipi bulat merah persis seperti tomat. Rambut tebal. Bayi perempuan Camelia dan Dominic itu lahir dengan sempurna dan sangat cantik. Selama proses melahirkan, Camelia benar-benar tak mendapatkan kesulitan. Dominic begitu siaga berada di sisi Camelia. Tak bisa diungkapkan oleh kata, betapa bahagianya Camelia dan Dominic atas kelahiran anak perempuan mereka. Saat ini di ruang rawat VVIP, telah dihadiri oleh keluarga besar Camelia dan keluarga besar Dominic. Tentu Dionte dan Dominus pun sudah datang menyambut adik mereka. Sejak tadi bahkan Dionte dan Dominus nampak sangat girang melihat adik mereka telah lahir. “Dominus adikku cantik sekali seperti boneka.” Dionte bertepuk tangan riang. “Dia adikku juga, Kak.” Dominus melipat tangan di depan dada, menatap jengkel Dionte. Dominic tersenyum sambil mengusap-usap puncak kepala kedua putranya. “Dia adik kalian. Ingat, kalian harus me
Beberapa bulan berlalu … Camelia memakan ice cream, dengan posisi cup besar ice cream berada di atas perut buncitnya. Tampak Camelia begitu lahap memakan ice cream yang baru saja diantar oleh pelayan. Keuntungan hamil adalah Camelia bisa makan sepuasnya, tanpa peduli timbangan akan geser ke kanan. Ditambah, Dominic tak perlah mempermasalahkan bentuk tubuh Camelia. Itu kenapa membuat Camelia semakin suka makan. Usia kandungan Camelia saat ini memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Dokter mengatakan hanya tinggal menunggu hari, anak yang ada di kandungan Camelia akan segera lahir. Dan hal itu yang membuat Dominic tak sama sekali ke kantor. Dominic meminta asistennya yang mengurus pekerjaannya selama tak bisa datang ke kantor. Ngomong-ngomong, Camelia kini mengandung anak perempuan. Untuk kali ini Camelia tidak mengandung anak kembar. Akan tetapi, meski Camelia tak mengandung bayi kembar tetap saja berat badan Camelia naik drastis. Bagaimana tidak? Camelia memiliki hobby makan. Jadi waj
Sebuah restoran di New York dengan bangunan tiga lantai megah, sangat ramai didatangi oleh pengunjung. Para pelayan sejak tadi mondar-mandir sibuk karena harus mengantarkan makanan pesanan para pelanggan. Ya, Camelia ditemani oleh Dominic berada di restoran milik ayahnya. Tentu, restoran Martin Luciano bisa sebesar dan semegah sekarang, karena Dominic banyak membantu. Meskipun, Martin kerap menolak bantuan Dominic, namun Dominic memaksa Martin untuk menerima. Dominic selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukannya demi Camelia. Bertahun-tahun Martin hidup di dalam penjara. Dominic tak ingin keluarga sang istri, harus hidup menderita lagi. Dan apa yang telah dilakukan Dominic berhasil. Martin mampu mengembangkan restorannya. Bahkan kini Martin memiliki empat restoran yaitu di New York, Las Vegas, Chicago, dan Los Angeles. “Sayang, aku tidak menyangka restoran Daddy akan seramai ini. Daddy benar-benar pintar mengolah restoran sampai berkembang pesat,” ujar Camelia seraya menyandarkan k
“Camelia, makanlah perlahan. Jangan terburu-buru seperti itu. Kau bisa tersedak kalau kau makan tidak pelan-pelan.” Dominic mengingatkan sang istri untuk makan perlahan. Ya, kini Dominic tengah membawa Camelia ke salah satu restoran Spanyol yang ada di Brooklyn. Setelah menemani Camelia bekerja; Dominic mengajak sang istri untuk makan bersama. “Iya, Sayang. Makanan ini enak sekali. Jadi aku terlalu lahap,” kata Camelia dengan riang, seraya menyantap makanan yang terhidang. Setelah bekerja, sepertinya membuat nafsu makan Camelia meningkat tajam. Lihat saja begitu banyak makanan yang telah dihabiskan olehnya. Dominic membelai pipi Camelia lembut. “Kalau kurang, kau bisa memesan apa pun yang kau inginkan. Aku senang melihatmu banyak makan.” Camelia tersenyum. “Ini sudah cukup. Oh, ya, Sayang. Tadi kau tidak marah pada Conan, ‘kan?”Dominic mengambil vodka yang ada di atas meja, dan meminum perlahan. “Tidak, aku tidak marah dengannya, tapi aku kurang menyukai kau bernyanyi dengan penya
“Sayang, kalian jangan nakal. Kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma, oke?” “Siap, Mommy! Aku tidak nakal, tapi tadi Dominus makan banyak sekali cokelat sampai bajunya kotor, Mommy.” “Hey, Kak! Kau ini kenapa mengadukan pada Mommy!” Dominus tak terima. “Biar saja, kau tidak mau patuh pada Grandma. Padahal kan apa yang dikatakan Grandma benar. Kalau kau terlalu banyak makan cokelat nanti gigimu bolong, Dominus!” Dionte berseru memarahi suadara kembarnya yang kerap bersikap keras kepala. Dominus memang pencinta cokelat, setiap dilarang maka bocah laki-laki itu malah tak patuh. Hanya tertentu saja Dominus bisa patuh.“Ck! Kau menyebalkan sekali, Kak!” jawab Dominus jengkel sambil melipat tangan di depan dada. Bibir Dominus manyun ke depan, nampak begitu sangat menggemaskan.Camelia menghela napas dalam melihat dari layar ponsel; dua putra kembarnya malah bertengkar. Ya, di kala pagi menyapa hal yang dilakukan Camelia adalah melaukan panggilan video pada kedua putra kembarnya. Ten
Camelia berlari dengan air mata yang berlinang deras membasahi pipinya. Hati Camelia teramat sakit di kala Dominic membentaknya. Camelia memilih untuk pergi dari rumah, karena merasa sang suami tak lagi mencintainya. Namun, di kala Camelia hendak masuk ke dalam mobil; gerak Camelia terhenti saat Dominic langsung menarik kasar tangan Camelia. Camelia sempat berontak, tapi berujung sia-sia. Tenaga Camelia tidak mampu menyaingi Dominic. “Dominic lepaskan aku! Aku mau pergi saja! Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia sesegukan. Dominic menatap tajam Camelia. “Kau mau pergi ke mana, Camelia! Ini sudah malam! Berhenti berbicara konyol!” “Aku mau pergi ke tempat yang membuatku tenang. Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia berusaha melepaskan cengkraman tangan Dominic. Tapi, alih-alih terlepas malah Dominic kian mencengkram kuat pergelangan tangan Camelia, hingga membuat Camelia merintih kesakitan. “Berani sekali kau pergi tanpa izin dariku, Camelia!” geram Dominic m
“Dominic, pemuda tadi lucu sekali. Dia mengkoleksi banyak fotoku, Dominic. Bahkan dia memiliki semua albumku. Aku senang sekali kalau ada yang menyukai karyaku.” Camelia berceloteh seraya menatap Dominic yang tengah melajukan mobilnya. Tampak Dominic hanya diam dan menatap lurus ke depan. Sorot mata Dominic tajam, menunjukan amarah tertahan. Camelia sama sekali tidak menyadari kalau Dominic marah. Dia malah memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar sang suami, di kala sudah selesai bercerita. Sejak dulu memang Camelia sangat bahagia setiap kali ada orang yang begitu mengagumi karyanya. Dalam dunia entertainment, memang pasti akan lovers dan haters, namun Camelia tak terlalu memedulikan jika ada yang membenci dirinya. Bisa dikatakan, jumlah haters yang dimiliki Camelia tak terlalu banyak. Orang jauh lebih mengagumi Camelia, karena sifat Camelia yang hangat dan ramah. Tak pernah sedikit pun, Camelia menolak ketika penggemar mengajak Camelia secara langsung untuk berfoto. Sifat
“Bye, Daddy, Bye, Mommy.” Dionte dan Dominus melambaikan tangan mereka pada Dominic dan Camelia. Raut wajah Dionte dan Dominus sumiringah bahagia. Dua bocah laki-laki itu dijemput oleh sopir dari William. William dan Marsha begitu merindukan Dionte dan Dominus. Itu kenapa menjemput dua anak laki-laki kembar Dominic dan Camelia. “Bye, Sayang. Jangan menyusahkan Grandpa dan Grandma kalian. Jangan nakal, Oke?” seru Camelia sambil melambaikan tangannya pada kedua putranya. “Oke, Mommy. Kami tidak akan nakal,” jawab Dionte dan Dominus serempak. “Patuhlah pada Grandpa dan Grandma kalian,” seru Dominic mengingatkan dua putra kembarnya, agar patuh. Dionte dan Dominus mengangguk patuh. “Siap, Daddy!” Kemudian, mobil yang membawa mereka mulai melaju meninggalkan halaman parkir mansion. Tampak Camelia terus melukiskan senyumannya. Memang, jika William dan Marsha berada di New York, pasti William dan Marsha akan menjemput Dionte dan Dominus.“Sayang, hari ini kau tidak bekerja?” tanya Cameli