Tubuh Camelia terasa pegal luar biasa. Dan ketika gadis itu baru saja membuka mata, yang pertama Camelia rasakan adalah tubuhnya terasa remuk. Jarang berolah raga membuat Camelia setiap kali diserang Dominic akan selalu mudah kelelahan. Camelia memijat tengkuk leher belakangnya, demi mengobati sedikit rasa pegal di tubuhnya. Perlahan, tatapan Camelia menatap ke jam dinding—waktu menunjukan pukul 10 pagi. Camelia langsung mengembuskan napas kasar. Jika saja, dirinya sudah masuk kuliah, maka hobby Camelia adalah dimarahi dosen, karena selalu datang terlambat. “Kau sudah bangun?” Dominic melangkah masuk ke dalam kamar, menatap Camelia yang tengah duduk di ranjang. Dominic mendekat, dan memberikan segelas susu cokelat yang ada di tangannya pada Camelia. Pun Camelia mengambil gelas itu, dan meminumnya perlahan. “Kenapa kau tidak membangunkanku, Dominic? Ini sudah jam 10 pagi.” Camelia bertanya kala sudah menegak habis susu cokelat dari Dominic. Gadis itu meletakan gelas kosong ke atas m
Camelia memainkan kukunya secara pelan kala William telah pergi bersama dengan ayahnya. Raut wajah gadis itu menunjukan jelas sedikit kecemasan dan tersirat penuh khawatir. Akan tetapi, Camelia tetap berusaha untuk tenang. Memang, ada rasa takut dalam diri Camelia, namun Dominic segera menyentuh tangannya. Dominic seakan menyalurkan aura positive pada Camelia. Dominic memberikan tatapan hangat, dan senyuman pada Camelia. Ya, tindakan Dominic memang berhasil membuat Camelia jauh lebih baik. Detik di mana Dominic memberikan senyuman, Camelia langsung menyambut senyuman Dominic. Camelia beruntung, karena memiliki Dominic di sisinya. “Camelia, biarkan Daddy-mu bicara dengan Daddy William. Mereka antar laki-laki pasti memiliki pembahasan yang sangat penting, demi menyangkut kebaikanmu dan Dominic di masa depan nanti.” Marsha berucap dengan nada lembut, dan tatapan kasih sayang seorang ibu pada Camelia. Marsha ingin sekali ikut berbicara dengan Martin, tapi Marsha mengurungkan niatnya. M
“Camelia tunggu.” Martin berhasil menahan lengan Camelia. Pria paruh baya itu kini berdiri di depan Camelia, menatap mata Camelia yang memerah akibat tangisnya. Sungguh, hati Martin sesak melihat Camelia menangis. Camelia terisak, menatap Martin dengan tatapan pilu. “A-apa benar yang aku dengar, Dad? A-apa benar kau pernah hampir membunuh anak perempuan Daddy William?” tanyanya lirih. Ya, semua percakapan Martin dan William telah Camelia dengar. Camelia tak pernah mengira mendengar percakapan itu. Hati Camelia tercabik. Semua percakapan antara ayahnya dan calon ayah mertuanya sangatlah jelas. Martin terdiam dengan wajah muram, dan pancaran mata penuh rasa bersalah. Martin menyadari bahwa dirinya harus segera memberitahu Camelia segalanya. Termasuk tentang masa lalunya. “Aku akan bercerita padamu, tapi aku mohon kau dengarkan penjelasanku dulu, Camelia,” ujar Martin seraya menatap dalam mata Camelia. Tatapan yang tersirat penuh permohonan pada putrinya itu. Camelia terisak pelan.
Sejak kejadian tadi pagi, Camelia lebih banyak diam, tak mengatakan sepatah kata pun. Bahkan di kala keluarga Dominic dan keluarganya sudah berpamitan pulang, tetap saja Camelia diam. Kecerian di wajah Camelia telah sirna tergantikan dengan kemuraman. Sempat banyak yang bertanya akan perubahan di raut wajah Camelia, namun Camelia hanya beralasan kurang enak badan. Tentu banyak yang memercayai Camelia, karena gadis itu baru saja tiba di New York. Waktu menunjukan pukul sepuluh malam. Camelia masih duduk di ranjang, dan belum sama sekali menutup mata. Nampaknya gadis itu sama sekali tak bisa tidur. Padahal sekitar tiga puluh menit lalu, di kala Dominic berpamitan ingin ke ruang kerjanya, Dominic berpesan pada Camelia untuk tidur lebih dulu. Tatapan Camelia menatap lurus ke depan, dengan raut wajah yang membendung kemuraman. Benak gadis itu memikirkan tentang semua perkataan ayahnya. Kenyataan pilu yang harus Camelia terima dalam hidupnya sangatlah menyesakan. Sungguh, Camelia tak pern
Pelupuk mata Dominic bergerak-gerak di kala pria itu hendak membuka mata. Perlahan Dominic menyeka matanya menggunakan punggung tangannya. Dan saat mata Dominic sudah terbuka, tatapan pria itu langsung menoleh ke samping, ke tempat Camelia. Namun seketika kening Dominic mengerut kala melihat di sampingnya kosong. Dominic segera melihat ke jam dinding—waktu menunjukan pukul enam pagi. Biasanya di jam seperti ini, Camelia masih tertidur pulas. Tapi kenapa malah gadis itu sudah tidak ada di pelukannya? Detik itu juga, Dominic menyibak selimut dan turun dari ranjang—melangkah menuju kamar mandi. “Camelia? Camelia?” panggil Dominic seraya menggedor pintu kamar mandi. Namun, sayangnya tak ada respon dari dalam kamar mandi. Pun Dominic tak mendengar suara gemericik air. Raut wajah Dominic berubah, menunjukan mencurigai sesuatu. Buru-buru, Dominic masuk ke dalam kamar mandi. Tiba-tiba, kilat mata Dominic memancarkan kepanikan melihat kamar mandi kosong. Dominic mengendarkan pandangannya, m
Camelia duduk di lantai dengan derai air mata yang terus berlinang. Camelia memeluk lututnya sendiri. Bahunya bergetar, akibat tangis sesegukan. Camelia tahu, apa yang dilakukannya pasti akan membuat Dominic murka, tapi bagi Camelia ini adalah yang paling terbaik. Camelia tidak mau sampai Dominic menyesal di kemudian hari. Segalanya bisa berubah. Itu yang ada di dalam pikiran Camelia. Kelak Dominic pasti akan menyesal. Bagaimanapun, statusnya dengan Dominic bagaikan langit dan bumi. Lepas dari status sosialnya, kesalahan di masa lalu sang ayah, membuat Camelia tak sanggup berhadapan dengan keluarga Dominic. Memang, Camelia tahu bahwa keluarga Dominic menerimanya. Apa pun status sosialnya. Tetapi, gadis itu selalu merasa berdosa setiap kali melihat Dominic dan keluarga Dominic. Hal itu yang membuat Camelia pada akhirnya memilih untuk menyerah. Andai saja target ayahnya, bukan kakak kandung Dominic, maka Camelia tidak akan sampai memilih untuk menyerah. Perlahan, Camelia menyeka air
Tubuh Camelia bergetar mendengar ancaman Dominic. Air mata Camelia tak henti berlinang deras. Mata gadis itu sudah sembab memerah, akibat tangis yang tak kunjung berhenti. Perkataan Dominic menggetarkan hati Camelia, tapi semuanya seakan terpenjara. Rasa takut dalam diri Camelia menyelimuti gadis itu. “Kenapa, Dominic? Kenapa kau begitu menahanku? Harusnya kau membenciku, Dominic. Aku adalah anak dari pembunuh bayaran, yang hampir merenggut nyawa kakakmu.” Camelia berkata begitu lirih, menahan pilu dan sesak di hati. “Jadi ini yang menjadi alasan utama, kau memilih pergi dariku, Camelia?” Dominic menurunkan nada suaranya, menahan geraman. Sorot mata Dominic, memancarkan jelas betapa pria itu kecewa pada Camelia. Camelia mengangguk. “Iya, aku memilih pergi karena aku selalu merasa aku memiliki kesalahan besar padamu dan keluargamu, Dominic.” “Apa aku dan keluargaku menyudutkanmu, sampai kau merasa melakukan kesalahan besar?” Dominic membalikan ucapan Camelia. Camelia menggelengka
“Morning.” Camelia tersenyum melihat Dominic tengah memeluknya erat. Tubuh gadis itu sangat lelah, tapi merasakan pelukan hangat Dominic, membuat rasa lelah dalam diri Camelia, seakan sirna tak lagi ada. “Morning.” Dominic mencium bibir Camelia. “Bagaimana tidurmu semalam?” bisiknya. “Sangat nyenyak. Aku selalu nyaman tidur dalam pelukanmu, Dominic,” jawab Camelia seraya membenamkan wajahnya, di dada bidang Dominic. Dominic menyentil kening Camelia. “Kau selalu nyaman tidur dalam pelukanku, tapi kenapa kau malah melarikan diri?” Bibir Camelia tertekuk saat Dominic mengungkit-ungkit kesalahannya. “Dominic, aku sudah minta maaf. Kemarin juga aku sudah mendapatkan hukuman. Kenapa kau masih saja mengungkit-ungkit kesalahanku?” Camelia menjadi kesal, karena Dominic malah mengungkit-ungkit kesalahannya. Padahal kemarin dirinya sudah meminta maaf, dan juga sudah mendapatkan hukuman. Sungguh, menyebalkan! Dominic melumat bibir Camelia yang tertekuk itu. “Aku belum puas dengan hukuman ke
Pemberitaan tentang Camelia di media semakin meluas. Nama Camelia kian melambung akibat rekaman suaranya yang menjadi trending pertama. Tak sedikit media yang selalu ingin mewawancarai Camelia. Memang, sejak di mana Camelia banyak sekali dikenal publik, Dominic membatasi Camelia berinteraksi pada media. Pasalnya, Dominic tak ingin Camelia kelelahan. Usia kandungan Camelia yang sudah mulai besar membuat Dominic sangat memilih-milih apa yang Camelia lakukan dan tak dilakukan. Jika ditanya, maka Camelia pun tak pernah mengira akan berada di titik sekarang. Camelia seperti berada di dalam dunia mimpi. Memiliki suami yang luar biasa hebat, dan karir yang cemerlang. Hari demi hari, Camelia selalu lewati dengan penuh kebahagiaan. Tak pernah sedikit pun Camelia mengeluh, karena hidupnya sekarang memang sudah berkelimpahan dengan berkat kebahagiaan. Dan hari ini akan menjadi hari di mana yang mengukir sejarah. Untuk pertama kalinya Camelia akan turun di konser penghargaan musik. Ya, jelas
Hari berganti hari. Usia kandungan Camelia sudah memasuki enam belas minggu—yang mana Camelia sudah memasuki trimester kedua. Perut Camelia semakin membesar. Setiap kali orang melihat Camelia pasti menduga kalau Camelia tengah hamil tujuh bulan. Wajar saja, selain hamil kembar, Camelia juga hobby sekali makan. Setiap jam, Camelia selalu lapar. Jadi tak heran kalau melihat tubuh Camelia sekarang lebih berisi dari sebelumnya. Weekend ini, Camelia akan turut serta dalam konser penghargaan musik. Hidup Camelia sehari-hari memang kerap masuk dapur rekaman suara. Hamil, sama sekali tidak menghalangi Camelia dalam meraih impiannya. Pun Dominic sangat mendukung apa pun hal positive yang dilakukan Camelia. Tentunya, Camelia tetap dalam pengawasan ketat dokter kandungan. Sekalipun, Dominic membebaskan Camelia untuk berkarir tetap saja Dominic sangat menjaga ketat Camelia. Makanan yang Camelia makan saja wajib dari chef terbaik, dan tidak boleh sembarangan. Dominic memang ingin memberikan yang
Camelia tak henti tersenyum sambil mengusap perut buncitnya. Ingatan Camelia mengingat perkataan ibu mertuanya yang mengatakan dirinya hamil bayi kembar. Hatinya bergetar dilingkupi kebahagiaan. Tentu, Camelia sangat senang jika bayi beruang yang ada di perutnya adalah kembar.Sejak awal, impian Camelia adalah memiliki banyak anak dari Dominic. Camelia ingin sekali mansionnya penuh dengan canda dan tawa dari anak-anaknya kelak. Sungguh, membayangkan itu semua, membuat Camelia terus melukiskan senyuman bahagia. “Camelia, apa kau sudah siap?” Dominic melangkah mendekat pada Camelia yang berada di kamar sambil menatap cermin. Camelia mengalihkan pandangannya, menatap Dominic yang mendekat padanya. “Sudah, Sayang. Tadi siapa yang menghubungimu?” tanyanya ingin tahu. Baru saja Dominic keluar, karena mendapatkan telepon. Akan tetapi, Camelia tidak tahu sang suami mendapatkan telepon dari siapa. “Irwin Leaman yang menghubungiku. Dia mengatakan konser penghargaan musik akan diadakan bulan
Kabar tentang Camelia telah rekaman suara, dan berhasil menjadi trending topic membuat keluarga Geovan kerap dimintai wawancara oleh wartawan. Hal ini kadang membuat seluruh anggota tanpa terkecuali cukup risih dengan kejaran para wartawan. Akan tetapi, keluarga Geovan nampak tetap mendukung Camelia. Walau tak dipungkiri, bisa dikatakan Camelia telah mengukir sejarah. Selama ini, belum pernah ada anggota keluarga Geovan yang masuk ke dalam dunia entertainment. Seluruh anggota keluarga selalu murni pengusaha. Hari berlalu begitu cepat. Dominic dan Camelia kini telah kembali ke kota yang menjadi tempat di mana mereka tinggali. Beberapa minggu berbulan madu di Spanyol, telah meninggalkan jutaan memori indah yang tak bisa diungkap oleh kata. Bukan hanya memori indah tentang mereka berdua, tapi memori di mana perjalanan karir Camelia dimulai. Siapa yang menyangka sosok yang terkenal memiliki jutaan kekurangan rupanya memiliki segudang talenta yang belum tentu dimiliki oleh orang lain.
Satu minggu sudah Dominic dan Camelia berbulan madu. Dua hari pertama Dominic dan Camelia menikmati waktu mereka berjalan-jalan di Madrid. Sekarang mereka berada di Barcelona menikmati keindahan kota terbesar kedua di Spanyol. Tiga hari lalu, setelah Camelia melakukan rekaman suara, dia belum mendapatkan info apa pun, karena proses masuk ke dalam kanal youtube tidak bisa langsung. Tentu selama berada di Barcelona, Dominic mengajak Camelia berjalan-jalan ke tempat romantis. Dominic mengalihkan perhatian Camelia agar tak terlalu memikirkan hasil dari test pasar yang akan dilakukan pihak PH tempo hari. Pun memang Dominic selalu mendukung apa pun yang Camelia lakukan. Jikalau, sang istri gagal tetap baginya Camelia telah melakukan yang terbaik. Plaza de España adalah tempat yang kini tengah Dominic dan Camelia kunjungi. Dua insan yang saling mencintai itu sudah datang ke Plaza de España menikmati indahnya pagi. Dominic memeluk pinggang Camelia menatap pemandangan indahnya bangunan yang
Langkah kaki Dominic dan Camelia sama-sama terhenti kala sosok pria berdiri menghalangi langkah mereka. Tampak Dominic dan Camelia menatap pria asing di hadapan mereka. Tinggi tubuh pria asing itu nyaris sama seperti tinggi tubuh Dominic. Hanya saja dari wajah pria asing itu sepertinya jauh lebih tua dari Dominic. “Kau siapa?” Dominic bertanya tanpa basa-basi. Sepasang iris mata cokelat gelap Dominic menatap dingin pria asing yang menghalangi langkahnya itu. “Irwin Leaman. Namaku Irwin Leaman. Maaf, apa benar kau Tuan Dominic Geovan?” Pria bernama Irwin Leaman tersenyum sopan ke hadapan Dominic. “Dari mana kau mengenalku?” Sebelah alis Dominic, penuh selidik. Dominic nampak seperti mengenal pria bernama ‘Irwin Leaman’, namun Dominic lupa. Irwin kembali tersenyum. “Aku pemilik Leaman Framont, salah satu Production House Di New York. Aku cukup sering bertemu dengan ayahmu.”Dominic terdiam sejenak mendengar apa yang dikatakan Irwin. Nama ‘Leaman Framont’, benar-benar tak asing di te
Para pelayan nampak tengah sibuk membawakan barang-barang milik Dominic dan Camelia masuk ke dalam mobil. Tak hanya barang-barang saja, tapi beberapa cemilan khusus juga wajib dibawa. Tentu, karena Camelia tak bisa menahan lapar. Camelia kerap mengemil setiap satu jam sekali atau dua jam sekali. Seperti yang Camelia kerap katakan dirinya tengah hamil bayi beruang, jadi wajar saja kalau Camelia mudah sekali lapar. “Dominic, kenapa kita tidak naik mobil saja ke Barcelona? Kalaiu menggunakan mobil hanya memakan waktu tidak sampai enam jam, Dominic,” kata Camelia yang ingin menuju ke Barcelona lewat darat. Camelia sedang enggan lewat udara. Terlebih Madrid ke Barcelona tidaklah jauh. Ya, sesuai dengan janji Dominic, hari ini Dominic akan mengajak Camelia ke Barcelona. Hanya saja tadi malam Camelia meminta ke Barcelona lewat jalur darat. Itu adalah permintaan konyol yang tak mungkin Dominic setujui. “Camelia Madrid ke Barcelona memakan waktu hampir enam jam. Kau pasti akan kelelahan,” u
Camelia memejamkan mata seraya merentangkan kedua tangannya, menikmati udara sore di hutan. Tak menampik, Camelia merindukan moment di mana dirinya dan Dominic menikmati bersama di hutan waktu dulu. Kala itu Camelia masih menjadi tawanan Dominic. Siapa yang sangka kalau dalam sekejap semuanya berubah. Camelia jatuh cinta pada pria yang menyandera dirinya. Kalau orang dengar pasti akan berpikir dirinya sudah tak waras. Tapi inilah fakta yang ada. “Kau di sini rupanya.” Dominic memeluk pinggang Camelia dari belakang, membenamkan wajahnya di leher istrinya itu. Sedari tadi Dominic mencari keberadaan sang istri, malah ternyata istrinya ada di belakang rumah menikmati udara sore hari yang menyejukan. Camelia tersenyum saat Dominic memeluknya dari belakang. Camelia memeluk tangan Dominic sambil berkata, “Sayang, dulu pertama kali kau membawaku ke hutan, aku sangat takut, tapi sekarang berbeda. Memang, aku masih sedikit takut, tapi sudah jauh lebih baik. Buktinya tadi aku bisa dekat denga
Madrid, Spain. Camelia menatap hamparan jalanan kota Madrid dari dalam mobil. Camelia tersenyum hangat. Rasanya sudah lama dirinya meninggalkan kota kelahirannya. Padahal Camelia belum meninggalkan Madrid sampai satu tahun, tapi nampaknya Camelia sudah sangat merindukan kota kelahiran dan kota di mana dirinya dibesarkan. Madrid menjadi kota di mana Camelia menyimpan jutaan kenangan. Kenangan indah, dan kenangan tidak menyenangkan ada di kota itu. Namun, sekalipun ada kenangan tidak menyenangkan, Camelia tetaplah sangat bahagia. Karena Madrid pun mempertemukannya dengan belahan jiwanya. “Camelia, apa kau ingin kita langsung ke pemakaman ibu dan saudara kembarmu?” tanya Dominic seraya membelai pipi Camelia. Camelia mengangguk. “Ya, aku ingin ke makam mereka sekarang, Sayang. Aku merindukan mereka.” Dominic mengecup kening Camelia, menyetujui keinginan sang istri tercinta. Ya, baru saja mendarat di Madrid, Dominic pun langsung menawarkan pada Camelia untuk mengunjungi makam. Sepanja