Hujan deras turun membasahi kota. Gorden jendela sedikit bergerak akibat terkena angin. Gelegar petir terdengar. Perlahan Camelia yang tertidur lelap, mulai terbangun akibat mendengar suara petir itu. Tampak mata Camelia mengerjap beberapa kali, dan menggeliat. Camelia merasakan sekujur tubuhnya pegal. “Ssssh.” Camelia meringis saat merasa kepalanya sedikit pusing. Sayup-sayup, mata Camelia mulai mengendar ke sekitar—menatap dirinya berada di dalam kamar Dominic. Detik itu juga, ingatan Camelia mengingat kejadian permainan panas dengan Dominic di dalam kamar mandi. Camelia menundukan kepalanya, melihat dirinya sudah memakai gaun tidur. Camelia yakin pasti Dominic yang memakaikan dirinya gaun tidur. Pasalnya, tadi Camelia sangat lelah sampai tidak sanggup lagi membuka mata. “Kau sudah bangun?” Dominic melangkah masuk ke dalam kamar. Refleks, Camelia mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. “Dominic? Kau dari mana?” Camelia menatap Dominic yang mendekat padanya. “Aku dari lu
Camelia menatap sketsa wajahnya yang telah berada di dalam bingkai. Tampak manik mata abu-abu Camelia begitu memancarkan kebahagiaan melihat sketsa wajahnya sendiri. Tiga puluh menit lalu, Dominic telah menyelesaikan skesta wajah yang sebelumnya hanya setengah gambar saja. Sungguh, Camelia tak pernah mengira kalau Dominic selama ini memiliki sketsa wajahnya. Di dunia ini tak ada yang kebetulan, pasti semesta memiliki maksud tujuan, membuat dirinya dan Dominic bertemu di dunia mimpi dan dunia nyata. “Kau sepertinya suka sekali dengan hasil skesta wajah yang aku gambar.” Dominic membelai pipi Camelia lembut. Camelia mengalihkan pandangannya, menatap Dominic penuh kasih sayang. “Kau sangat hebat, Dominic. Kau mampu membuat sketsa wajah yang mirip sekali denganku.” Dominic mengecup kening Camelia lembut. “Pekerjaanku mengharuskanku, bisa melakukan segalanya, Camelia. Dulu aku tidak bisa menggambar, tapi aku belajar untuk bisa. Kunci utama keberhasilan adalah mau belajar.” Dominic haru
Saat pagi menyapa, Camelia dan Dominic sudah duduk di kursi meja makan, bergabung dengan William, Marsha, Sean, Stella, Samuel, Selena, Mateo dan Miracle. Mereka menikmati sarapan lezat yang terhidang di hadapan mereka. Sejak kemarin, memang Sean, Stella, Samuel, Selena, Mateo, Miracle serta Dominic dan Camelia menginap di rumah orang tua mereka. Tentu ini semua atas permintaan William dan Marsha. Untuk anak-anak Sean, Stella, Samuel, Selena, seta Mateo dan Miracle tengah sibuk dengan persiapan masuk sekolah. Mereka diawasi oleh para pengasuh mereka. “Dominic, kapan kau akan pindah ke New York?” Sean menatap lekat Dominic. “Kemungkinan lusa ini,” jawab Dominic memberitahu. Sean mengangguk. “Kalau begitu aku dan Stella serta anak-anak kami juga akan segera kembali ke New York.” “Samuel, Selena, Mateo, Miracle. Kalian jangan kembali dulu ke rumah kalian. Lusa ini kalian juga harus ke New York. Setelah ini, akan ada pertemuan dengan keluarga Camelia,” tukas William tegas menatap an
Segala hal tentang persiapan kepindahan ke New York sudah rampung seratus persen. Dokumen-dokumen milik Camelia untuk masuk kuliah nanti, telah disiapkan. Bisa dikatakan Dominic memang sangat mempersiapkan semuanya dengan sangat matang. Dominic tidak mau sampai ada yang tertinggal. Sejak dulu, memang Dominic begitu teliti. Ngomong-ngomong, hari ini keluarga besar Dominic sudah lebih dulu terbang ke New York meninggalkan kota Madrid. Keluarga besar Dominic memutuskan untuk terbang lebih dulu ke New York, karena kebetulan William dan Sean memiliki pekerjaan di sana. Sedangkan Dominic dan Camelia baru melakukan penerbangan pada esok hari. Sejak kejadian kemarin, Camelia selalu tersenyum, menampilkan wajah yang sumirigah bahagia. Tentu saja Camelia bahagia karena keluarga Dominic menerimanya. Sekalipun status sosialnya sangat berbeda jauh dari Dominic, tapi tetap keluarga besar Dominic menyambutnya dengan tangan terbuka, tanpa sama sekali melihat dari mana asalnya. Camelia memang kera
New York City, USA. Hiruk pikuk kota New York menyambut Camelia dan Dominic yang baru saja tiba di pusat kota bisnis di Amerika. Tampak banyak orang berpakaian resmi yang berjalan cepat. Banyak orang terlihat sangat sibuk. Langkah kaki yang bahkan terkesan terburu-buru. Tentu, Camelia kini tengah digenggam oleh Dominic. Mereka melangkah masuk ke dalam mobil yang telah menjemput mereka di lobby. Sepanjang perjalanan, Camelia menatap ke luar jendela, melihat keindahan kota New York. Senyuman di wajah Camelia terlukis penuh kehangatan. Jika dulu, Madrid adalah kota dirinya dilahirkan dan dibesarkan, sekarang New York adalah kota di mana dirinya dan Dominic akan memulai kehidupan baru. “Dominic, dulu kau tinggal di kota apa?” Camelia menatap Dominic yang kini sibuk dengan iPad di tangan pria itu. “Dulu aku tidak suka menetap tinggal di satu kota. Pekerjaanku yang membuatku berpindah-pindah. Terkadang aku ada di London, terkadang di New York, dan masih banyak kota lainnya,” jawab Domi
“Camelia, mau sampai kapan kau membuang wajahmu ke luar jendela seperti itu?” Dominic berucap seraya mengulum senyumannya. Sejak kejadian tadi, Camelia malah mendiaminya, dan membuang wajah ke arah luar jendela mobil. Well, Dominic tahu kalau sekarang Camelia tengah cemburu. Hal itu sangatlah menggemaskan di mata Dominic. “Dominic, aku sedang tidak ingin bicara.” Camelia menjawab dengan bibir tertekuk. Gadis itu masih memikirkan perkataan sekumpulan perempuan tadi. Dada Camelia seakan begitu panas membayangkan perkataan sekumpulan perempuan tadi. Sungguh, perasaan yang Camelia seperti tersudut oleh api panas. Camelia tak suka banyak perempuan yang mengagumi Dominic seperti tadi.Dominic berdeham sebentar. “Kau tidak ingin bicara, tapi kau menjawab ucapanku, Camelia.” Camelia mengalihkan pandangannya, menatap Dominic dengan tatapan jengkel. “Kau menyebalkan, Dominic.” Camelia memukul dada bidang Dominic. Dominic tersenyum samar. Pria itu menarik tubuh Camelia, membawa Camelia masuk
Keheningan menyelimuti ruangan di mana Camelia dan Dominic tengah menikmati minuman mereka bersama dengan Martin, Naomi, dan Ethan. Sedari tadi Camelia tak banyak bicara. Camelia masih merasa canggung pada ibu tiri dan adik tirinya itu. Wajar saja, karena ini adalah pertemuan pertama Camelia dengan ibu tiri dan adik tirinya. “Camelia, kau cantik sekali. Kau mirip dengan mendiang ibumu,” ucap Naomi penuh dengan kelembutan pada Camelia. Camelia tersenyum. “Terima kasih. Kau juga sangat cantik.” Camelia balas memuji Naomi. Gadis itu bingung, bagaimana memanggil Naomi. Harusnya Camelia memanggil Naomi dengan sebutan ‘Mommy’, karena bagaimana pun Naomi adalah ibu tirinya. Akan tetapi, Camelia masih merasa canggung. Naomi mengalihkan pandangannya pada Ethan. “Ethan, berikan salam pada Kak Dominic dan Kak Camelia. Waktu itu kau bilang ingin sekali bertemu dengan kakak perempuanmu, Kan? Sekarang kakak perempuanmu ada di depanmu.” Ethan menatap Dominic, menunduk sopan pada Dominic. Detik d
Tubuh Camelia terasa pegal luar biasa. Dan ketika gadis itu baru saja membuka mata, yang pertama Camelia rasakan adalah tubuhnya terasa remuk. Jarang berolah raga membuat Camelia setiap kali diserang Dominic akan selalu mudah kelelahan. Camelia memijat tengkuk leher belakangnya, demi mengobati sedikit rasa pegal di tubuhnya. Perlahan, tatapan Camelia menatap ke jam dinding—waktu menunjukan pukul 10 pagi. Camelia langsung mengembuskan napas kasar. Jika saja, dirinya sudah masuk kuliah, maka hobby Camelia adalah dimarahi dosen, karena selalu datang terlambat. “Kau sudah bangun?” Dominic melangkah masuk ke dalam kamar, menatap Camelia yang tengah duduk di ranjang. Dominic mendekat, dan memberikan segelas susu cokelat yang ada di tangannya pada Camelia. Pun Camelia mengambil gelas itu, dan meminumnya perlahan. “Kenapa kau tidak membangunkanku, Dominic? Ini sudah jam 10 pagi.” Camelia bertanya kala sudah menegak habis susu cokelat dari Dominic. Gadis itu meletakan gelas kosong ke atas m
Pemberitaan tentang Camelia di media semakin meluas. Nama Camelia kian melambung akibat rekaman suaranya yang menjadi trending pertama. Tak sedikit media yang selalu ingin mewawancarai Camelia. Memang, sejak di mana Camelia banyak sekali dikenal publik, Dominic membatasi Camelia berinteraksi pada media. Pasalnya, Dominic tak ingin Camelia kelelahan. Usia kandungan Camelia yang sudah mulai besar membuat Dominic sangat memilih-milih apa yang Camelia lakukan dan tak dilakukan. Jika ditanya, maka Camelia pun tak pernah mengira akan berada di titik sekarang. Camelia seperti berada di dalam dunia mimpi. Memiliki suami yang luar biasa hebat, dan karir yang cemerlang. Hari demi hari, Camelia selalu lewati dengan penuh kebahagiaan. Tak pernah sedikit pun Camelia mengeluh, karena hidupnya sekarang memang sudah berkelimpahan dengan berkat kebahagiaan. Dan hari ini akan menjadi hari di mana yang mengukir sejarah. Untuk pertama kalinya Camelia akan turun di konser penghargaan musik. Ya, jelas
Hari berganti hari. Usia kandungan Camelia sudah memasuki enam belas minggu—yang mana Camelia sudah memasuki trimester kedua. Perut Camelia semakin membesar. Setiap kali orang melihat Camelia pasti menduga kalau Camelia tengah hamil tujuh bulan. Wajar saja, selain hamil kembar, Camelia juga hobby sekali makan. Setiap jam, Camelia selalu lapar. Jadi tak heran kalau melihat tubuh Camelia sekarang lebih berisi dari sebelumnya. Weekend ini, Camelia akan turut serta dalam konser penghargaan musik. Hidup Camelia sehari-hari memang kerap masuk dapur rekaman suara. Hamil, sama sekali tidak menghalangi Camelia dalam meraih impiannya. Pun Dominic sangat mendukung apa pun hal positive yang dilakukan Camelia. Tentunya, Camelia tetap dalam pengawasan ketat dokter kandungan. Sekalipun, Dominic membebaskan Camelia untuk berkarir tetap saja Dominic sangat menjaga ketat Camelia. Makanan yang Camelia makan saja wajib dari chef terbaik, dan tidak boleh sembarangan. Dominic memang ingin memberikan yang
Camelia tak henti tersenyum sambil mengusap perut buncitnya. Ingatan Camelia mengingat perkataan ibu mertuanya yang mengatakan dirinya hamil bayi kembar. Hatinya bergetar dilingkupi kebahagiaan. Tentu, Camelia sangat senang jika bayi beruang yang ada di perutnya adalah kembar.Sejak awal, impian Camelia adalah memiliki banyak anak dari Dominic. Camelia ingin sekali mansionnya penuh dengan canda dan tawa dari anak-anaknya kelak. Sungguh, membayangkan itu semua, membuat Camelia terus melukiskan senyuman bahagia. “Camelia, apa kau sudah siap?” Dominic melangkah mendekat pada Camelia yang berada di kamar sambil menatap cermin. Camelia mengalihkan pandangannya, menatap Dominic yang mendekat padanya. “Sudah, Sayang. Tadi siapa yang menghubungimu?” tanyanya ingin tahu. Baru saja Dominic keluar, karena mendapatkan telepon. Akan tetapi, Camelia tidak tahu sang suami mendapatkan telepon dari siapa. “Irwin Leaman yang menghubungiku. Dia mengatakan konser penghargaan musik akan diadakan bulan
Kabar tentang Camelia telah rekaman suara, dan berhasil menjadi trending topic membuat keluarga Geovan kerap dimintai wawancara oleh wartawan. Hal ini kadang membuat seluruh anggota tanpa terkecuali cukup risih dengan kejaran para wartawan. Akan tetapi, keluarga Geovan nampak tetap mendukung Camelia. Walau tak dipungkiri, bisa dikatakan Camelia telah mengukir sejarah. Selama ini, belum pernah ada anggota keluarga Geovan yang masuk ke dalam dunia entertainment. Seluruh anggota keluarga selalu murni pengusaha. Hari berlalu begitu cepat. Dominic dan Camelia kini telah kembali ke kota yang menjadi tempat di mana mereka tinggali. Beberapa minggu berbulan madu di Spanyol, telah meninggalkan jutaan memori indah yang tak bisa diungkap oleh kata. Bukan hanya memori indah tentang mereka berdua, tapi memori di mana perjalanan karir Camelia dimulai. Siapa yang menyangka sosok yang terkenal memiliki jutaan kekurangan rupanya memiliki segudang talenta yang belum tentu dimiliki oleh orang lain.
Satu minggu sudah Dominic dan Camelia berbulan madu. Dua hari pertama Dominic dan Camelia menikmati waktu mereka berjalan-jalan di Madrid. Sekarang mereka berada di Barcelona menikmati keindahan kota terbesar kedua di Spanyol. Tiga hari lalu, setelah Camelia melakukan rekaman suara, dia belum mendapatkan info apa pun, karena proses masuk ke dalam kanal youtube tidak bisa langsung. Tentu selama berada di Barcelona, Dominic mengajak Camelia berjalan-jalan ke tempat romantis. Dominic mengalihkan perhatian Camelia agar tak terlalu memikirkan hasil dari test pasar yang akan dilakukan pihak PH tempo hari. Pun memang Dominic selalu mendukung apa pun yang Camelia lakukan. Jikalau, sang istri gagal tetap baginya Camelia telah melakukan yang terbaik. Plaza de España adalah tempat yang kini tengah Dominic dan Camelia kunjungi. Dua insan yang saling mencintai itu sudah datang ke Plaza de España menikmati indahnya pagi. Dominic memeluk pinggang Camelia menatap pemandangan indahnya bangunan yang
Langkah kaki Dominic dan Camelia sama-sama terhenti kala sosok pria berdiri menghalangi langkah mereka. Tampak Dominic dan Camelia menatap pria asing di hadapan mereka. Tinggi tubuh pria asing itu nyaris sama seperti tinggi tubuh Dominic. Hanya saja dari wajah pria asing itu sepertinya jauh lebih tua dari Dominic. “Kau siapa?” Dominic bertanya tanpa basa-basi. Sepasang iris mata cokelat gelap Dominic menatap dingin pria asing yang menghalangi langkahnya itu. “Irwin Leaman. Namaku Irwin Leaman. Maaf, apa benar kau Tuan Dominic Geovan?” Pria bernama Irwin Leaman tersenyum sopan ke hadapan Dominic. “Dari mana kau mengenalku?” Sebelah alis Dominic, penuh selidik. Dominic nampak seperti mengenal pria bernama ‘Irwin Leaman’, namun Dominic lupa. Irwin kembali tersenyum. “Aku pemilik Leaman Framont, salah satu Production House Di New York. Aku cukup sering bertemu dengan ayahmu.”Dominic terdiam sejenak mendengar apa yang dikatakan Irwin. Nama ‘Leaman Framont’, benar-benar tak asing di te
Para pelayan nampak tengah sibuk membawakan barang-barang milik Dominic dan Camelia masuk ke dalam mobil. Tak hanya barang-barang saja, tapi beberapa cemilan khusus juga wajib dibawa. Tentu, karena Camelia tak bisa menahan lapar. Camelia kerap mengemil setiap satu jam sekali atau dua jam sekali. Seperti yang Camelia kerap katakan dirinya tengah hamil bayi beruang, jadi wajar saja kalau Camelia mudah sekali lapar. “Dominic, kenapa kita tidak naik mobil saja ke Barcelona? Kalaiu menggunakan mobil hanya memakan waktu tidak sampai enam jam, Dominic,” kata Camelia yang ingin menuju ke Barcelona lewat darat. Camelia sedang enggan lewat udara. Terlebih Madrid ke Barcelona tidaklah jauh. Ya, sesuai dengan janji Dominic, hari ini Dominic akan mengajak Camelia ke Barcelona. Hanya saja tadi malam Camelia meminta ke Barcelona lewat jalur darat. Itu adalah permintaan konyol yang tak mungkin Dominic setujui. “Camelia Madrid ke Barcelona memakan waktu hampir enam jam. Kau pasti akan kelelahan,” u
Camelia memejamkan mata seraya merentangkan kedua tangannya, menikmati udara sore di hutan. Tak menampik, Camelia merindukan moment di mana dirinya dan Dominic menikmati bersama di hutan waktu dulu. Kala itu Camelia masih menjadi tawanan Dominic. Siapa yang sangka kalau dalam sekejap semuanya berubah. Camelia jatuh cinta pada pria yang menyandera dirinya. Kalau orang dengar pasti akan berpikir dirinya sudah tak waras. Tapi inilah fakta yang ada. “Kau di sini rupanya.” Dominic memeluk pinggang Camelia dari belakang, membenamkan wajahnya di leher istrinya itu. Sedari tadi Dominic mencari keberadaan sang istri, malah ternyata istrinya ada di belakang rumah menikmati udara sore hari yang menyejukan. Camelia tersenyum saat Dominic memeluknya dari belakang. Camelia memeluk tangan Dominic sambil berkata, “Sayang, dulu pertama kali kau membawaku ke hutan, aku sangat takut, tapi sekarang berbeda. Memang, aku masih sedikit takut, tapi sudah jauh lebih baik. Buktinya tadi aku bisa dekat denga
Madrid, Spain. Camelia menatap hamparan jalanan kota Madrid dari dalam mobil. Camelia tersenyum hangat. Rasanya sudah lama dirinya meninggalkan kota kelahirannya. Padahal Camelia belum meninggalkan Madrid sampai satu tahun, tapi nampaknya Camelia sudah sangat merindukan kota kelahiran dan kota di mana dirinya dibesarkan. Madrid menjadi kota di mana Camelia menyimpan jutaan kenangan. Kenangan indah, dan kenangan tidak menyenangkan ada di kota itu. Namun, sekalipun ada kenangan tidak menyenangkan, Camelia tetaplah sangat bahagia. Karena Madrid pun mempertemukannya dengan belahan jiwanya. “Camelia, apa kau ingin kita langsung ke pemakaman ibu dan saudara kembarmu?” tanya Dominic seraya membelai pipi Camelia. Camelia mengangguk. “Ya, aku ingin ke makam mereka sekarang, Sayang. Aku merindukan mereka.” Dominic mengecup kening Camelia, menyetujui keinginan sang istri tercinta. Ya, baru saja mendarat di Madrid, Dominic pun langsung menawarkan pada Camelia untuk mengunjungi makam. Sepanja