Seminggu berlalu, hubungan Gian dan Alicia baik-baik saja tanpa ada ketegangan atau friksi lainnya.Hanya saja, Gian semakin populer di sekolah. Surat cinta kian banyak diberikan untuknya entah secara diam-diam maupun terang-terangan. Dari siswi kelas 1 sampai kelas 3, semua ingin mendapatkan perhatiannya.Sebagai kekasih yang tidak terungkap di publik, Alicia benar-benar harus meluaskan samudera kesabarannya. Matanya harus diupayakan selalu sejuk setiap melihat para gadis terus menempeli kekasihnya.“Cinta, hati, dan perhatian aku hanya untukmu saja, kok Cia!” Gian kerap mengatakan ini setiap mereka bertemu di luar sekolah.Seperti malam ini, Gian pergi ke rumah Alicia untuk mengajak gadis itu makan malam. Karena dia pernah melindungi dan menyelamatkan Alicia dengan begitu dramastis di kincir raksasa, kedua orang tua Alicia tidak keberatan dengan kedatangan Gian setiap malam menemui Alicia.“Cia, malam ini ingin makan apa?” tanya Gian sambil menoleh ke samping ketika mereka sudah ber
Meski begitu, tetap saja Marsel merasa kaget sekaligus sakit ketika punggungnya mendapatkan sensasi setruman. “Arrghh!” Dia berteriak sambil menjauh dari Gian.Tatapan mata Marsel ganas ketika dia menoleh ke Gian. “Kau! Berani kau denganku, yah! Cari gara-gara dengan anak kampung ini, hah?”Pengunjung lainnya tidak mengambil peduli dengan apa yang sedang terjadi di meja Alicia. Entah mereka sungguh tidak peduli, atau takut terlibat saja.Marsel mengira, Gian membawa alat kejut listrik semacam stungun atau taser. Dia begitu marah dirinya dilukai dengan setruman.Dayat dan Alex ikut melotot ganas ke Gian. Mereka tak terima kawan mereka dipecundangi.“Tolong menyingkir dari sini, kakak-kakak sekalian.” Gian berkata pada ketiga pemuda itu. Setelah dia mengamati sekeliling dan mendapati sikap diam pengunjung dan pemilik warung, dia segera memiliki asumsi bahwa orang-orang di sini takut pada ketiga pemuda itu.Bisa jadi Marsel, Dayat, dan Alex sudah biasa mengganggu pengunjung di area ini,
Wajar bila Alicia takut, karena si kakak besar itu memang tak hanya sebutan saja melainkan tubuhnya juga besar dan kekar, penuh akan tato di semua lengannya, menambah seram penampilannya ketika hanya mengenakan kaos singlet begitu.Sementara, ketiga pemuda preman dan anak buah si kakak besar diam menanti pertunjukan menarik ketika pemimpin mereka akan menggilas Gian dengan benar.“Salam, Bos Gian!” Si kakak besar malah membungkukkan badan ke Gian. Benar-benar membungkukkan badan sampai 90 derajat dengan sikap tegas mirip seperti orang Jepang ketika memberi salam hormat kepada seseorang yang sangat dijunjung tinggi.Pemandangan itu tidak bisa diterima akal waras semua anak buahnya di sana, bahkan ketiga pemuda itu menangis darah di hati mereka. Kenapa kakak besar kebanggaan mereka malah bersikap demikian pada bocah yang bahkan lengannya saja berukuran sepertiga dari lengan kakak besar mereka?“Benu.” Gian mengucapkan sebuah nama.“Ya, Bos Gian!” Benu sekali lagi membungkuk hormat ketik
Keju dan cokelat kini dijadikan panggilan kesayangan antara Gian dan Alicia. Secara kebetulan, itu memang merupakan bahan makanan kesukaan masing-masing.Malam itu merupakan malam menyenangkan bagi pasangan kekasih tersebut. Meski mereka tidak bisa menampakkan kemesraan di sekolah, tapi kencan setiap malam merupakan solusi terbaik agar ikatan indah antara mereka terus bisa membara dan tak padam.“Coco, aku pulang dulu, yah!” Gian pamit ke Alicia ketika selesai kencan dan mengantar pulang gadisnya.Alicia mengangguk sembari mengulum senyuman. Kemudian dia berkata, “Kei, hati-hati di jalan, yah!” Setelah melihat Gian mengangguk, dia mendekat ke pemuda itu dan mengecup pipi Gian, lalu berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah tersipu malu.Gian termangu di atas motor dan kemudian terkekeh geli dengan sikap imut kekasihnya. Setelahnya, dia melajukan motor kembali ke jalan raya.Ketika motor Gian sedang berhenti di lampu merah, dia masih mengingat kencan hari ini bersama Alicia beserta ter
Pengemudi mobil terkejut bukan kepalang dengan tindakan Gian membuat penyok parah kap depan mobil. Apalagi saat Gian menghampirinya dan menyetrum dia hingga pingsan di kursi kemudi.Lantas, Gian membuka paksa pintu belakang mobil dan mendapati seorang lelaki dengan wanita muda yang pakaiannya sudah tak beraturan.“Siapa kau! Kenapa mengganggu kami!” Lelaki itu ketakutan melihat Gian yang ternyata sangat kuat dan bisa melumpuhkan ketiga anak buahnya.“Tak penting siapa aku. Yang terpenting, kau sudah melakukan hal buruk pada wanita itu.” Mata Gian sembari melirik wanita muda yang ketakutan di sudut kabin sana.Sepertinya lelaki jahat itu tak mau rugi dan mengeluarkan belatinya, hendak menjadikan wanita di sebelahnya sebagai sandera.Namun, gerakan Gian lebih cepat dan bergegas dia setrum lelaki itu hingga mengejang dan keluar busa dari mulutnya.Kini, semua lelaki jahat di mobil sudah ditaklukkan Gian. Dia berkata ke wanita tadi, “Nona? Kamu tidak apa-apa?”Wanita itu masih meringkuk k
Pada esok sore, sesuai dengan janjinya, Wina datang ke rumah Gian. Yang pertama kali membuka pagar depan untuk gadis itu adalah Zohan.Mata Zohan berbinar ketika melihat ada gadis cantik molek yang berpenampilan seperti nona kaya yang elegan di depan rumahnya.“Cari siapa, ya?” Hati Zohan berdentum penuh harap agar dia bisa berkenalan dengan Wina.“Gian ada?” Pertanyaan Wina seakan mengguyur gelora api di Zohan menggunakan air es.Seketika, Zohan muram karena gadis molek di depannya ternyata mencari Gian. Kalau Wina adalah teman Cheryl atau teman kerja Carlen, mungkin dia masih bisa sedikit berharap. Tapi bila teman Gian, mau tak mau dia harus padamkan geloranya.“Oh, um … iya, ada. Tunggu sebentar.” Berat hati, Zohan masuk ke rumah untuk mengabarkan ke adiknya mengenai Wina.Gian melompat dari kasurnya ketika diberitahu akan kedatangan Wina. “Wah!, Selamat datang, Kak! Maaf, rumahnya hanya seperti ini.” Dia menyambut Wina di teras depan dan kemudian memimpin gadis kaya itu masuk ke r
Gian buru-buru mengangkat panggilan dari kekasihnya sambil berjalan masuk ke gang dan berbicara, “Ya, Coco, ada apa?”“Tumben kamu tidak chat aku sore ini. Sibuk, yah?” Alicia bertanya di sana.Gian mengiyakan saja, “Iya, Coco. Nanti malam kita jalan, yuk!” Tak lupa akan kegiatan kencan tiap harinya dengan gadis itu.“Siapa takut!” Alicia menjawab dan tertawa ringan. “Ini kamu di mana? Kok ada suara anak-anak main di sana?”“Oh, ini aku di gang.” Gian menjawab santai.“Sedang apa?” Alicia heran, baru kali ini teleponnya dijawab sembari Gian ada di luar rumah.“Baru dari warung depan gang, disuruh Mama.” Gian terpaksa berbohong, khawatir jika dia menceritakan mengenai Wina, Alicia akan marah tanpa mau tahu awal mula kenapa dia bisa berkenalan dengan Wina.Yah, biasanya perempuan seperti itu, kan? Ini yang Gian tangkap dari banyaknya cerita kawan dan apa yang ditampilkan di drama-drama romansa.“Oh! Duh, kamu memang anak baik dari dulu, yah!” puji Alicia.…Pada jam 7 malam, Gian sudah
Akhirnya, acara makan malam Gian dan Alicia justru harus terganggu dengan kedatangan sepupu Alicia beserta teman-teman Timur Tengahnya.Mereka mengajak dua sejoli untuk pindah ke meja yang lebih besar. Tentu saja Alicia tidak mungkin bisa menolak kemauan anak dari pemilik restoran.Gian banyak diam dan sebagai pengamat saja ketika kekasihnya menjadi pusat perhatian para pemuda itu. Lagipula, dia juga tidak diperhatikan oleh mereka, jadi dia memilih diam saja.Ketika hidangan datang, Yagdar segera berseru, “Wah! Nanti katakan ke kasir, Cia tak perlu membayar!” katanya pada pelayan.“Baik!” Pelayan itu membungkuk hormat ke Yagdar sebagai tuan muda di sana dan pergi untuk menyampaikan titah yang diberikan padanya.Mereka terus saja memfokuskan diri pada Alicia meski seharusnya gadis itu sudah mulai merasa jengah karena tak bisa makan dengan tenang. Berulang kali dia urung memasukkan makanan ke mulut karena sibuk ditanya berbagai hal oleh teman-teman sepupunya.Hal ini turut membuat Gian
“Ya, misimu sudah selesai. Kau bisa melanjutkan hidupmu seperti dulu atau seperti apapun yang kau inginkan.” Gumpalan itu menyahut Gian. Meski menyenangkan mengetahui bahwa dia sudah menyelesaikan misi, tapi ada keengganan di hatinya. Wajah gembira Gian berganti ke muram dan bertanya, “Apakah aku boleh tetap memiliki kekuatan ini dan meneruskan misi? Aku … jujur saja aku mulai menyukai menolong orang.” Dia sedikit malu saat mengatakannya dan menggaruk belakang kepalanya. Si gumpalan terdiam sesaat, tapi kemudian ada suara lain muncul dan itu barulah suara Dewa Milhesh. Mungkin ucapan Gian segera diteruskan ke sang dewa oleh gumpalan tadi. “Kau ingin tetap melakukan misi kemanusiaan?” tanya Dewa Milhesh ingin memastikan dari Gian sendiri. “Benar, Tuan Dewa.” Gian mengangguk dan meneruskan, “Saya sudah terbiasa melakukan misi ini dan rasanya sedih jika harus menyudahinya. Kalau Tuan Dewa berkenan, bolehkah saya meneruskan misi?” “Hm, ya sudah, kau bisa lanjutkan misimu sampai kau pu
Gian sedang memberikan terapi penting pada seorang bapak untuk mencegah si bapak menderita penyumbatan darah di saluran yang ada pada jantungnya, tapi ternyata ada copet yang sedang dikejar seseorang yang mungkin saja korbannya.Haruskah Gian menghentikan terapi untuk menolong korban copet? Ternyata tidak perlu.Dengan santai, Gian cukup menjulurkan kakinya ke belakang saat dia sedang memberikan terapi di dada si bapak, dan copet yang berlari tadi tersandung dan terjungkal akibat itu sehingga dia bisa diringkus dengan cepat.Sepertinya Gian mulai menyukai misinya yang menyenangkan karena bisa membuat seseorang tersenyum bahagia usai ditolong. Apalagi, misi ini juga tidak memerlukan banyak tantangan. Mudah untuknya.Benarkah akan selalu mudah?***"Jangan kamu kira kamu yang paling hebat hanya karena kamu kuat!" Seorang lelaki menatap penuh dengki ke Gian saat mereka saling berhadapan di sebuah kebun kosong di sebuah desa. "Aku tidak merasa yang paling hebat. Aku hanya meminta kamu be
Ini masih jam 9 malam, belum terlalu larut malam sehingga masih ada banyak orang di jalanan.Ketika Gian baru saja menyembuhkan ibu pemilik warung kecil penjual pecel dan gado-gado, mendadak saja dikejutkan dengan teriakan orang-orang di dekatnya.Ketika Gian menatap apa yang menjadi biang keributan, ternyata ada mobil yang berjalan zig-zag tidak terkendali dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meskipun jalanan sudah cukup sepi, namun masih ada banyak pejalan kaki di sana.Mobil itu tiba-tiba saja sudah berpindah ke daerah jalur sepeda dan hendak menyeruduk beberapa pesepeda yang sedang berada di sana.Gian lekas bergerak cepat dan menghilang dari hadapan ibu tadi dan dia sudah ada di depan mobil tadi dan memegangi bumper depan mobil sehingga kuda besi itu pun bisa berhenti secara paksa.Ketika mobil sudah berhasil dihentikan, orang-orang segera saja mengerumuninya dan terlihat pengendaranya ternyata sedang teler karena itu terlihat jelas dari tingkah lakunya.Oleh karena itu, orang-ora
Gian berjalan kaki keluar rumah, dan bahkan dia tidak menggunakan kendaraan apapun untuk perjalanan misinya. Ini memang yang diperintahkan Dewa Milhesh kepadanya sebagai salah satu hukuman.Karena fisik kuat melebihi manusia biasa, Gian tidak mengalami kesulitan ketika dia harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya tanpa berhenti.Di tas ransel yang dia bawa hanya ada 3 stel baju dan dalaman. Kostum ajaib dari perusahaan Rusia sudah dihancurkan oleh Dewa Milhesh kala itu di puncak gunung.Saat ini, Gian benar-benar mirip bocah petualang biasa. Hanya saja, dia terlihat berbeda karena penampilan menawannya.***Bruakk!Seorang lelaki terpental hingga menabrak tumpukan peti kayu di belakangnya ketika Gian meninjunya meski hanya mengeluarkan sekian persen kecil dari kekuatannya.“Bukankah sudah aku bilang agar kamu bersikap lebih pantas pada yang tua? Bisa-bisanya kamu merampas uang bapak ini!” tegur Gian pada orang yang baru saja dia tinju.Setelahnya, dia mengambil kembali segepok uang Rp
Gian benar-benar tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat ketika mendengar Alicia yang terdengar cemas dan bertanya pada dia.Meski Gian memiliki sekelumit dugaan bahwa orang yang memiliki perasaan kuat padanya hanyalah Alicia, tapi dia tetap saja terkejut mendapati bahwa itu adalah nyata.Padahal, Dewa Milhesh membuka segel penghapusan memori dimulai tadi malam, tapi ternyata Alicia sudah mencari dia sejak siang.Bergegas, Gian meraih ponselnya dan dia lupa bahwa dia sempat mengatur silent pada ponsel itu. Tentu saja, ada banyak panggilan tak terjawab dan chat yang semuanya adalah dari Alicia.“Cia … em, maaf … aku minta maaf, ponselnya aku silent, he he ….” Gian tersenyum canggung.“Oh, aku pikir kamu kenapa. Aku lega bukan main waktu kamu masuk ke kelas. Kau tahu, kau sudah tidak masuk berminggu-minggu, membuatku cemas saja.” Alicia seperti sedang mengomeli Gian, tapi remaja pria itu justru tersenyum senang.Ya, memang dari dulu hanya Alicia yang memiliki kepedulian lebih terhad
Memang informasi yang didapat Gian dari gumpalan gaib itu bukan suara melainkan pemahaman-pemahaman yang ingin dia ketahui.Gian diam dan mencerna apa yang masuk ke otaknya dari gumpalan kabut petir emas.Akhirnya dia paham, bahwa saat ini, semua anggota keluarganya hanya mengingat Gian di rentang waktu saat dia belum memiliki kekuatan super.Meski begitu, wajah Gian saat ini sudah sesuai dengan wajah terakhir dia, yaitu pemuda tampan yang membawa aura bule menawan padanya.Keluarga dan semua orang tidak akan ada yang ingat mengenai Gian memiliki kekuatan ajaib di luar nalar manusia. Oleh karena itu, Dewa Milhesh tidak memperbolehkan dia menunjukkan kekuatan itu jika bukan untuk kebajikan dalam misi kemanusiaan atau Gian bisa mendapatkan hukuman keras dari sang dewa.Karenanya, Gian pada malam harinya ketika pergi ke ruang makan untuk bersantap bersama ibu dan saudara-saudaranya, masih akan ada sikap usil dari Carlen dan Zohan.Namun, mereka sedikit terkejut dengan perubahan wajah Gia
Setelah Dewa Milhesh menunjukkan raut tegasnya yang mengakibatkan penampilannya makin menyeramkan karena kulit kemerahan dia, sang dewata pun mengendur dan menghela napas. “Haahh … manusia tetaplah manusia.”Mendengar suara Dewa Milhesh mendadak lebih lembut, beban di benak Gian menguap secara perlahan dan dia menjadi lebih tenang.“Kau harus bersyukur bahwa aku bukan orang kejam dan seenaknya meski kekuatanku besar. Nak, kau harus meneladani diriku ini, kau paham?!” Sang dewa melotot meski tidak menyebarkan aura mengerikan seperti sebelumnya.Gian tergagap menjawab, “Ba—baik, Tuan Dewa! Tentu! Tentu saya paham! Saya pasti meneladani Anda!” Memangnya apa lagi yang bisa dia ucapkan selain itu agar sang dewata tidak murka?“Hm, baiklah. Aku akan mengabulkan keinginanmu. Jadikan ini pengingat untuk dirimu agar setelah ini, jangan bertindak berlebihan dan merugikan orang baik di luar sana! Kau paham?” tegas Dewa Milhesh sambil menatap tajam ke Gian.“Paham, Tuan Dewa!” Gian mengangguk teg
Hukuman. Dia akan dihukum. Gian berdebar merenungkan kata itu. Apalagi, ini hukuman dari entitas tinggi seperti dewa, akan separah apa hukuman yang diberikan?Melihat Gian yang mulai pias karena ketakutan, Dewa Milhesh menghela napas dan berkata, “Aku ini bukan orang kejam.” Lagi dan lagi, sang dewata mengulang kalimat itu agar tak ada orang yang salah persepsi padanya hanya karena penampilan bengis dan menakutkannya.Tak juga mendapatkan sahutan dari Gian, maka Dewa Milhesh berkata lagi, “Hukuman untukmu adalah … aku cabut semua kekuatan yang ada di tubuhmu, semua yang diberikan mantan muridku.”Gian membelalakkan matanya lebar-lebar. Kekuatan supernya hendak dicabut? Bukankah itu artinya dia menjadi manusia pecundang lagi? Dia akan kembali ke kehidupan lamanya yang menyedihkan, bahkan mungkin kali ini akan lebih menyedihkan karena semua orang pasti mengutuk dan menginginkan dia membusuk di penjara.Karena memikirkan kemungkinan terburuk itu, Gian menundukkan kepala. Sepertinya sudah
Diperalat?Kepala Gian bagai dihantam godam raksasa meski itu hanya sebuah ucapan dari Dewa Milhesh.Saat Gian sedang sibuk memproses ucapan sang dewata, sosok besar di langit itu melanjutkan bicara, “Kamu harus tahu, bahwa sebenarnya tikus putih yang selalu bersamamu itu aslinya adalah siluman tikus iblis, dan rekannya yang memberimu kekuatan listrik itu merupakan jin yang berubah menjadi siluman kucing iblis. Mereka sudah pernah beberapa kali membuat huru-hara di dunia manusia sejak jaman dulu.”Gian terdiam mendengarkan penuturan sang dewata dengan seksama, tidak berani mengeluarkan kalimat meski satu kata pun. Dia harus mengetahui dengan jelas semua hal mengenai Elang dan kekuatan di dirinya.“Kucing putih itu dulunya adalah jin yang menjadi muridku. Awalnya dia baik dan patuh padaku. Namun, sejak berteman dengan siluman tikus, perangainya berubah dan kerap membangkang, hingga aku mengusir dia dari kahyangan.“Selain itu, yang membuatku marah, jin muridku itu mencuri salah satu ra