Tak pernah ada dalam bayangan Danar kalau semua anak buahnya bisa mengalami kejadian yang aneh seperti itu ketika melawan seseorang, terutama melawan pecundang semacam Gian.“Kau ingin merasakan apa yang dirasakan teman-temanmu?” Segera, ucapan Gian mengalun memasuki pendengaran Danar.Danar tidak sempat menyahut dan hanya menoleh kaget akan kalimat Gian hingga tiba-tiba saja Gian sudah bergerak cepat seperti kilat ke hadapannya, menyebabkan dia kaget bukan kepalang.Lalu, kedua tapak tangan tanpa sarung lateks itu menyentuh kedua pangkal lengan Danar.“Awrgh! Aawrgh! Awrrghh!” Danar segera saja mengalami kejang-kejang dan jatuh di lantai. Dia masih sadar dan melihat Gian yang berjongkok ke dirinya sambil memberikan senyum seringai padanya. Seketika, Gian terlihat sangat menakutkan baginya.“He he … kau sudah merasakannya? Kalau kau ingin merasakan yang lebih dari itu, boleh saja, cari saja masalah denganku, maka aku dengan senang hati memberikan padamu.” Sembari ujung telunjuknya men
Melinda belum sempat mencegah ketika anak sulung kesayangannya sudah menghampiri Gian dan berniat mencekal kerah seragam sang adik.Namun, alih-alih bisa mencengkeram kerah baju, Carlen justru kejang-kejang karena tersetrum ketika perutnya disentuh tapak tangan Gian.Si sulung kejang-kejang hingga tersungkur di lantai dan meneruskan kelojotan di sana sampai memuntahkan makanan yang sudah tertelan, sungguh pemandangan yang aneh dan menjijikkan.Cheryl yang menonton pun segera menyingkir karena tak mau terkena muntahan Carlen.Gian sudah lebih dulu menyingkir.Melinda bergegas menolong putranya di lantai dan berseru ke Gian, “Kamu kenapa jahat sekali dengan kakakmu? Kamu monster! Kamu monster, Gian!”Gian menatap ibunya dan dia berkata dengan suara penuh kekecewaan, “Selama ini dia menindasku sejak aku kecil, apakah itu tidak Mama pandang sebagai kejahatan? Dia dan Hanz kerap memperbudak aku, menindasku, bahkan menyiksaku sejak dulu, apakah Mama pernah membelaku?”Melinda baru saja berh
Gian sudah menetapkan misinya yaitu balas dendam pada orang-orang yang telah menyakiti hati dan fisik dia selama ini.Itu benar-benar dia laksanakan.Dia datangi preman-preman sekolah yang pernah merugikan dia. Satu demi satu mereka merasakan setruman Gian hingga kelojotan dan tak bisa melaporkan perbuatan Gian karena dia sudah mengancam mereka semua.Lagipula, jika dilaporkan, atas tindakan apa? Mana mungkin polisi memercayai ada manusia memiliki kekuatan listrik untuk mencelakai orang lain? Yang ada, pelapornya akan dikata sinting dan mengada-ada saja.Oleh karena itu, selama beberapa hari ini, Gian bisa puas menuntaskan kemarahan terpendamnya kepada siapapun yang telah menyakiti dia.Hanya dalam waktu sekejap saja, nama Gian sudah tersebar di sekolahnya sebagai orang yang harus diwaspadai.Mereka tidak lagi berani berbuat macam-macam pada Gian. Ini sungguh merupakan hal melegakan bagi Gian. Kehidupan sekolahnya menjadi lebih tentram dan damai seperti yang dia dambakan selama ini.“
Sedikit bingung dan bertanya-tanya mengenai kenapa Alicia ingin bicara dengannya, Gian tetap menghampiri gadis itu. “Ya, Cia?”“Yuk ke halaman belakang!” ajak Alicia, kali ini tidak menggandeng tangan Gian seperti biasanya.Gian patuh dan berjalan beriringan dengan Alicia ke halaman belakang sekolah.Di sana ternyata sudah ada beberapa siswa bergerombol sedang mengobrol dan beberapanya merokok. Melihat kedatangan Gian, mereka segera mematikan rokok dan lekas pergi dengan raut segan pada Gian.Alicia melihat itu semua dengan lirikannya dan kemudian menempati beton yang tadinya diduduki para siswa itu. “Duduklah, Gian!” Sembari dia menepuk sisi di sebelahnya yang kosong.“Iya.” Gian menempatkan pantat di sebelah Alicia.“Kamu tahu kenapa aku mengajak kamu ke sini dan ingin bicara padamu?“Tidak, aku tidak tahu, Cia. Memangnya ada apa?”“Gian, aku perhatikan belakangan ini kenapa sepertinya anak-anak ketakutan kalau melihat kamu, yah?”“Itu … tapi ….”“Iya, aku tahu, itu memang bagus kar
Danar melihat Alicia dan Gian sedang berduaan di halaman belakang, duduk berdampingan di balok beton yang dibuat seperti bangku panjang di sana.Ada darah yang mendidih karena cemburu, tapi Danar teringat bagaimana dirinya disetrum oleh Gian, maka menelan kecemburuannya, ia pun mengajak anak buahnya untuk pergi dari sana, mencari tempat lain untuk bersantai.Tentu saja Alicia dan Gian melihat Danar dan gengnya ternyata tidak mendekat dan justru meninggalkan halaman belakang, dan itu cukup mengagetkan bagi Alicia.Sedangkan bagi Gian, dia sudah bersiap memberi pelajaran tak enak pada Danar dan kawan-kawannya apabila masih nekat mendekat saat dia dan Alicia berduaan begini. Tapi, ternyata itu tidak perlu terjadi, Danar sudah menyingkir lebih dulu, seakan menghindarinya.Alicia memiringkan kepalanya dengan raut sedikit bingung akan sikap Danar. “Tumben sekali dia tidak cari gara-gara.”Gian tergelitik untuk bertanya, “Apakah kau lebih suka dia mendekat ke sini, Cia?”“Oh! Tentu saja tida
Mulut Gian melongo, kenapa ibunya datang bersama kakak sulungnya, Carlen? Bukankah kemarin dia sudah menegaskan pada sang kakak untuk tidak perlu datang karena dia hanya menginginkan Melinda saja yang menerima rapornya?Di area depan sekolah, banyak murid yang menatap Melinda dan Carlen, bertanya-tanya siapa gerangan lelaki di samping wanita paruh baya itu?“Eh? Bule dari mana itu?” Seorang siswi bertanya-tanya di samping temannya ketika Carlen melewati dirinya.Temannya juga menyahut, “Duh, tampan sekali bule itu! Aku jadi deg-degan begini!”“Astaga, kenapa dia begitu memesona? Seketika rahimku menghangat!” Siswi lain berbisik kepada kawannya ketika melihat Carlen bagai melihat pangeran impian.Banyak siswi yang terpesona oleh Carlen. Mana mungkin tidak? Dia tinggi, fitur wajahnya sangat Eropa dan rambutnya cokelat keemasan. Apalagi ketika dia tersenyum, wanita segala usia pasti terpikat!Tidak ada yang mengetahui Melinda karena biasanya rapor Gian diambilkan oleh tetangga mereka sej
Kecurigaan Gian semakin tebal ketika dia terus saja mendengar teman-temannya terus membandingkan dia dengan Carlen dan si sulung hanya tersenyum menanggapi mereka, sementara Melinda sedang di dalam kelas dengan wali murid lainnya.“Ya ampun! Kamu kakaknya Gian?” jerit Imelda seperti tidak ingin percaya.“Ini tidak bohong, kan? Coba sini Kakak aku cubit!” Evita yang genit langsung mencubit lengan Carlen, tapi tidak keras-keras tentunya.“Auw! Ha ha, kenapa aku malah dicubit?” Carlen berlagak memekik kecil menanggapi Evita. “Kan kamu yang butuh diyakinkan.”Evita hanya terkekeh nakal dan siswi lainnya merasa iri karena itu.“Kakak namanya siapa?” tanya Devi.“Carlen. Atau panggil saja Len.” Carlen memberikan jawaban disertai senyuman simpatik yang sanggup melelehkan hati para siswi yang merubunginya di depan kelas.Sonia segera menyahut, “Aku panggil Sayang saja, yah!”Segera saja Sonia mendapatkan sorakan “huu” dari teman-temannya yang merubungi Carlen.Guru yang sedang berbicara denga
Alicia dan Gian bertanya-tanya dalam hati masing-masing, untuk apa Carlen menghampiri mereka di halaman belakang. Terlebih Gian, dia memasang wajah muram dan tatapan tajam untuk memberikan peringatan pada kakaknya.“Halo.” Suara Carlen mengalun baik dengan wajah penuh senyum simpatik ketika dia melihat Alicia. “Teman dekatnya adik aku, ya?” Dia sambil menunjuk ke Gian.Karena hanya pertanyaan wajar, Alicia mengangguk sebagai respon awal dan menjawab, “Iya.”Pandangan Carlen masih tertuju ke Alicia saja tanpa ingin melirik adiknya, dan dia menjulurkan tangan ke gadis itu, “Perkenalkan, namaku Carlen, atau kamu bisa panggil aku Len. Rasanya tidak afdal kalau tidak mengenal teman baik adikku.”Karena itu tujuan Carlen dan Alicia hal demikian masuk akal, maka dia menyambut uluran tangan Carlen dan menjabatnya dengan pantas selama beberapa detik, itupun Alicia yang menarik terlebih dahulu tangannya.Carlen hendak mengatakan sesuatu ketika Gian mendahului dengan berkata, “Cia, kamu duluan,
“Ya, misimu sudah selesai. Kau bisa melanjutkan hidupmu seperti dulu atau seperti apapun yang kau inginkan.” Gumpalan itu menyahut Gian. Meski menyenangkan mengetahui bahwa dia sudah menyelesaikan misi, tapi ada keengganan di hatinya. Wajah gembira Gian berganti ke muram dan bertanya, “Apakah aku boleh tetap memiliki kekuatan ini dan meneruskan misi? Aku … jujur saja aku mulai menyukai menolong orang.” Dia sedikit malu saat mengatakannya dan menggaruk belakang kepalanya. Si gumpalan terdiam sesaat, tapi kemudian ada suara lain muncul dan itu barulah suara Dewa Milhesh. Mungkin ucapan Gian segera diteruskan ke sang dewa oleh gumpalan tadi. “Kau ingin tetap melakukan misi kemanusiaan?” tanya Dewa Milhesh ingin memastikan dari Gian sendiri. “Benar, Tuan Dewa.” Gian mengangguk dan meneruskan, “Saya sudah terbiasa melakukan misi ini dan rasanya sedih jika harus menyudahinya. Kalau Tuan Dewa berkenan, bolehkah saya meneruskan misi?” “Hm, ya sudah, kau bisa lanjutkan misimu sampai kau pu
Gian sedang memberikan terapi penting pada seorang bapak untuk mencegah si bapak menderita penyumbatan darah di saluran yang ada pada jantungnya, tapi ternyata ada copet yang sedang dikejar seseorang yang mungkin saja korbannya.Haruskah Gian menghentikan terapi untuk menolong korban copet? Ternyata tidak perlu.Dengan santai, Gian cukup menjulurkan kakinya ke belakang saat dia sedang memberikan terapi di dada si bapak, dan copet yang berlari tadi tersandung dan terjungkal akibat itu sehingga dia bisa diringkus dengan cepat.Sepertinya Gian mulai menyukai misinya yang menyenangkan karena bisa membuat seseorang tersenyum bahagia usai ditolong. Apalagi, misi ini juga tidak memerlukan banyak tantangan. Mudah untuknya.Benarkah akan selalu mudah?***"Jangan kamu kira kamu yang paling hebat hanya karena kamu kuat!" Seorang lelaki menatap penuh dengki ke Gian saat mereka saling berhadapan di sebuah kebun kosong di sebuah desa. "Aku tidak merasa yang paling hebat. Aku hanya meminta kamu be
Ini masih jam 9 malam, belum terlalu larut malam sehingga masih ada banyak orang di jalanan.Ketika Gian baru saja menyembuhkan ibu pemilik warung kecil penjual pecel dan gado-gado, mendadak saja dikejutkan dengan teriakan orang-orang di dekatnya.Ketika Gian menatap apa yang menjadi biang keributan, ternyata ada mobil yang berjalan zig-zag tidak terkendali dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meskipun jalanan sudah cukup sepi, namun masih ada banyak pejalan kaki di sana.Mobil itu tiba-tiba saja sudah berpindah ke daerah jalur sepeda dan hendak menyeruduk beberapa pesepeda yang sedang berada di sana.Gian lekas bergerak cepat dan menghilang dari hadapan ibu tadi dan dia sudah ada di depan mobil tadi dan memegangi bumper depan mobil sehingga kuda besi itu pun bisa berhenti secara paksa.Ketika mobil sudah berhasil dihentikan, orang-orang segera saja mengerumuninya dan terlihat pengendaranya ternyata sedang teler karena itu terlihat jelas dari tingkah lakunya.Oleh karena itu, orang-ora
Gian berjalan kaki keluar rumah, dan bahkan dia tidak menggunakan kendaraan apapun untuk perjalanan misinya. Ini memang yang diperintahkan Dewa Milhesh kepadanya sebagai salah satu hukuman.Karena fisik kuat melebihi manusia biasa, Gian tidak mengalami kesulitan ketika dia harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya tanpa berhenti.Di tas ransel yang dia bawa hanya ada 3 stel baju dan dalaman. Kostum ajaib dari perusahaan Rusia sudah dihancurkan oleh Dewa Milhesh kala itu di puncak gunung.Saat ini, Gian benar-benar mirip bocah petualang biasa. Hanya saja, dia terlihat berbeda karena penampilan menawannya.***Bruakk!Seorang lelaki terpental hingga menabrak tumpukan peti kayu di belakangnya ketika Gian meninjunya meski hanya mengeluarkan sekian persen kecil dari kekuatannya.“Bukankah sudah aku bilang agar kamu bersikap lebih pantas pada yang tua? Bisa-bisanya kamu merampas uang bapak ini!” tegur Gian pada orang yang baru saja dia tinju.Setelahnya, dia mengambil kembali segepok uang Rp
Gian benar-benar tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat ketika mendengar Alicia yang terdengar cemas dan bertanya pada dia.Meski Gian memiliki sekelumit dugaan bahwa orang yang memiliki perasaan kuat padanya hanyalah Alicia, tapi dia tetap saja terkejut mendapati bahwa itu adalah nyata.Padahal, Dewa Milhesh membuka segel penghapusan memori dimulai tadi malam, tapi ternyata Alicia sudah mencari dia sejak siang.Bergegas, Gian meraih ponselnya dan dia lupa bahwa dia sempat mengatur silent pada ponsel itu. Tentu saja, ada banyak panggilan tak terjawab dan chat yang semuanya adalah dari Alicia.“Cia … em, maaf … aku minta maaf, ponselnya aku silent, he he ….” Gian tersenyum canggung.“Oh, aku pikir kamu kenapa. Aku lega bukan main waktu kamu masuk ke kelas. Kau tahu, kau sudah tidak masuk berminggu-minggu, membuatku cemas saja.” Alicia seperti sedang mengomeli Gian, tapi remaja pria itu justru tersenyum senang.Ya, memang dari dulu hanya Alicia yang memiliki kepedulian lebih terhad
Memang informasi yang didapat Gian dari gumpalan gaib itu bukan suara melainkan pemahaman-pemahaman yang ingin dia ketahui.Gian diam dan mencerna apa yang masuk ke otaknya dari gumpalan kabut petir emas.Akhirnya dia paham, bahwa saat ini, semua anggota keluarganya hanya mengingat Gian di rentang waktu saat dia belum memiliki kekuatan super.Meski begitu, wajah Gian saat ini sudah sesuai dengan wajah terakhir dia, yaitu pemuda tampan yang membawa aura bule menawan padanya.Keluarga dan semua orang tidak akan ada yang ingat mengenai Gian memiliki kekuatan ajaib di luar nalar manusia. Oleh karena itu, Dewa Milhesh tidak memperbolehkan dia menunjukkan kekuatan itu jika bukan untuk kebajikan dalam misi kemanusiaan atau Gian bisa mendapatkan hukuman keras dari sang dewa.Karenanya, Gian pada malam harinya ketika pergi ke ruang makan untuk bersantap bersama ibu dan saudara-saudaranya, masih akan ada sikap usil dari Carlen dan Zohan.Namun, mereka sedikit terkejut dengan perubahan wajah Gia
Setelah Dewa Milhesh menunjukkan raut tegasnya yang mengakibatkan penampilannya makin menyeramkan karena kulit kemerahan dia, sang dewata pun mengendur dan menghela napas. “Haahh … manusia tetaplah manusia.”Mendengar suara Dewa Milhesh mendadak lebih lembut, beban di benak Gian menguap secara perlahan dan dia menjadi lebih tenang.“Kau harus bersyukur bahwa aku bukan orang kejam dan seenaknya meski kekuatanku besar. Nak, kau harus meneladani diriku ini, kau paham?!” Sang dewa melotot meski tidak menyebarkan aura mengerikan seperti sebelumnya.Gian tergagap menjawab, “Ba—baik, Tuan Dewa! Tentu! Tentu saya paham! Saya pasti meneladani Anda!” Memangnya apa lagi yang bisa dia ucapkan selain itu agar sang dewata tidak murka?“Hm, baiklah. Aku akan mengabulkan keinginanmu. Jadikan ini pengingat untuk dirimu agar setelah ini, jangan bertindak berlebihan dan merugikan orang baik di luar sana! Kau paham?” tegas Dewa Milhesh sambil menatap tajam ke Gian.“Paham, Tuan Dewa!” Gian mengangguk teg
Hukuman. Dia akan dihukum. Gian berdebar merenungkan kata itu. Apalagi, ini hukuman dari entitas tinggi seperti dewa, akan separah apa hukuman yang diberikan?Melihat Gian yang mulai pias karena ketakutan, Dewa Milhesh menghela napas dan berkata, “Aku ini bukan orang kejam.” Lagi dan lagi, sang dewata mengulang kalimat itu agar tak ada orang yang salah persepsi padanya hanya karena penampilan bengis dan menakutkannya.Tak juga mendapatkan sahutan dari Gian, maka Dewa Milhesh berkata lagi, “Hukuman untukmu adalah … aku cabut semua kekuatan yang ada di tubuhmu, semua yang diberikan mantan muridku.”Gian membelalakkan matanya lebar-lebar. Kekuatan supernya hendak dicabut? Bukankah itu artinya dia menjadi manusia pecundang lagi? Dia akan kembali ke kehidupan lamanya yang menyedihkan, bahkan mungkin kali ini akan lebih menyedihkan karena semua orang pasti mengutuk dan menginginkan dia membusuk di penjara.Karena memikirkan kemungkinan terburuk itu, Gian menundukkan kepala. Sepertinya sudah
Diperalat?Kepala Gian bagai dihantam godam raksasa meski itu hanya sebuah ucapan dari Dewa Milhesh.Saat Gian sedang sibuk memproses ucapan sang dewata, sosok besar di langit itu melanjutkan bicara, “Kamu harus tahu, bahwa sebenarnya tikus putih yang selalu bersamamu itu aslinya adalah siluman tikus iblis, dan rekannya yang memberimu kekuatan listrik itu merupakan jin yang berubah menjadi siluman kucing iblis. Mereka sudah pernah beberapa kali membuat huru-hara di dunia manusia sejak jaman dulu.”Gian terdiam mendengarkan penuturan sang dewata dengan seksama, tidak berani mengeluarkan kalimat meski satu kata pun. Dia harus mengetahui dengan jelas semua hal mengenai Elang dan kekuatan di dirinya.“Kucing putih itu dulunya adalah jin yang menjadi muridku. Awalnya dia baik dan patuh padaku. Namun, sejak berteman dengan siluman tikus, perangainya berubah dan kerap membangkang, hingga aku mengusir dia dari kahyangan.“Selain itu, yang membuatku marah, jin muridku itu mencuri salah satu ra