“Ini kenapa tulisanmu jelek sekali, Gian?” tanya bu Emira pada Gian di depannya ketika Beliau melihat sekilas buku tugas yang dikumpulkan remaja itu.“Maaf, Bu. Mungkin semalam saya mengantuk sehingga kurang rapi menulisnya.” Gian memberikan alasan sembari menundukkan kepala.Dia memilih menulis ulang tugasnya di buku baru ketimbang harus memberikan selotip di sana dan sini pada buku lamanya. Akan lebih banyak pertanyaan nantinya dan dia malas mengungkap mengenai tindakan Nita tadi.Anggap saja Gian masih baik pada Nita.“Hm, lain kali sempatkan waktu lebih awal untuk membuat tugas di malam hari, Gian.” Bu Emira hanya mengatakan itu saja.“Baik, Bu. Terima kasih.” Kemudian Gian kembali ke bangkunya dengan perasaan lega. Untung sekali dia memiliki kekuatan listrik sehingga dia bisa melakukan sesuatu dengan cepat.Kemudian, Nita masuk ke kelas dengan pergelangan tangan mendapatkan balutan perban.“Kamu dari mana? Kenapa terlambat? Itu tanganmu kenapa?” cecar bu Emira ketika Nita masuk k
Melihat tindakan Gian melepas sarung tangan lateks, Sean makin mencemooh dengan mengatakan, “Wow! Apakah sehari-hari kau memakai benda seperti itu di tanganmu? Apa kau ini pencari perhatian? Kau haus perhatian sampai melakukan hal-hal seacak itu?”“Biarkan aku pergi.” Gian berkata dengan suara pelan sambil tundukkan kepala.“Tidak mau!” Sean menjawab cepat dengan nada menantang. “Memangnya kenapa kalau aku ingin kau lebih lama di sini?” Cengkeraman di bahu Gian semakin dia eratkan.“Tolong, jangan sentuh aku.” Gian melirik Sean.Sebenarnya, Gian sedang memperingatkan untuk kebaikan Sean sendiri. Tapi, Sean justru salah paham mengira ini sebuah tantangan dari Gian. Apalagi tatapan mata Gian diartikan permusuhan oleh Sean.“Kau bule sialan—arrghh!” Mendadak Sean berteriak sambil menarik kembali tangannya dari bahu Gian. Lekas dia kibas-kibaskan tangan itu sembari mendesah sakit. “Arrhh … sialan sekali!”“Kenapa, Bos?” tanya salah satu kawan Sean dengan wajah cemas.“Aku sudah memperinga
Sementara teman-teman sekelasnya sibuk bergembira ketika Gian terkena masalah sampai harus dipanggil ke ruang BP, Alicia justru mencemaskan Gian. Dia melirik ke bangku Gian dan melihat remaja pria itu berjalan ke depan, lalu ikut murid kelas 3 tadi menuju ruang BP.Di ruang BP, sudah ada bu Rina sebagai guru BP. Ada pula pak Jamal dan 2 teman Sean. Gian mengetuk pintu dan masuk.Melihat kedatangan Gian, bu Rina segera berkata, “Duduk di sana.” Beliau menunjuk ke sofa yang masih kosong. “Namamu?”“Gian, Bu.” Jawaban lirih keluar dari mulut Gian yang tertunduk. Elang bersembunyi di dalam saku celana. Saku kemeja sepertinya terlalu kecil untuk menutupi seluruh tubuh Elang.“Gian, yah! Baiklah.” Bu Rina segera mendekat ke Gian. “Kamu tahu kenapa kamu dipanggil ke sini?” Suara Beliau tidak menghakimi dan masih terdengar lembut dan bijaksana.“I—iya, Bu.” Gian menjawab sembari masih tundukkan kepala. Dia berharap semoga tidak mendapatkan hukuman apapun. Ini adalah pertama kalinya bagi dia m
Elang mendongak ke Gian sambil berpegangan pada tepi saku kemeja dan berkata, “Wah! Rupanya kamu sudah paham itu, yah! Kukira kau ini bodoh.”“Hei, jangan meremehkan otakku. Begini ini aku sering masuk 10 besar dari SMP.” Gian mengusap pelan puncak kepala mungil Elang. Mereka pun kembali ke kelas Gian dan cukup membuat teman-teman sekelasnya heran, kenapa cepat sekali?Andaikan tidak ada guru di depan kelas, mereka akan berbondong-bondong mengerubungi Gian untuk bertanya mengenai hukuman apa yang akan didapatkan si Bule Palsu.Seperti apa raut wajah mereka apabila mengetahui bahwa Gian tidak mendapatkan hukuman apapun dan tidnakannya kepada Sean dan kawan-kawannya malah dimaklumi?Pada jam istirahat kedua, Gian tidak sempat dikerubungi teman-teman sekelasnya karena Alicia sudah menarik tangan remaja itu untuk pergi ke tempat lain.“Hei, Gian! Bagaimana tadi di ruang BP?” tanya Robert.“Bule Palsu! Kau dapat hukuman apa?” Imelda ikut berteriak untuk mengetahui apa yang sejak tadi dia t
Tidak disangka-sangka, Gian bisa mengantongi hampir Rp500.000 dalam satu sore saja di hari pertama kerja dia sebagai kuli angkut di pasar induk kotanya.Menggunakan kekuatan fisiknya, dia bisa mengangkut banyak dalam sekali jalan sehingga mempersingkat waktu. Dengan begitu, dia bisa mendapatkan upah dengan cepat.Pulang ke rumah, raut wajahnya riang gembira karena sudah memiliki sekian ratus rupiah. Pasti sebentar lagi dia bisa mengganti tas teman-temannya.Tiba di rumah, hari sudah petang dan Melinda sudah memasang wajah muram ke Gian.“Langsung masak! Setelah makan, segera cuci pakaian!” Demikian Melinda memberikan perintah. Namun, kali ini, dia tidak menggunakan tangan untuk memukul Gian dan hanya bermulut ketus saja.“Ya, Ma.” Gian bergegas ke dapur untuk mengolah bahan-bahan makanan sesuai perintah ibunya, sementara Melinda justru asyik meneruskan menonton televisi. Masih ada sinetron yang ingin dia tonton.Gian melakukan pekerjaannya dengan cepat dan hidangan makan malam tersedi
Memang, tidak semua orang puas akan kinerja pihak lain. Tidak semua orang senang dengan apa yang sudah dilakukan pihak lain, sebaik apapun hasilnya, karena ada iri dan dengki di dalamnya.Ini yang menimpa Gian.Ketika para bos kios senang dengan pekerjaan cepat dan tangkas Gian, banyak kuli angkut lainnya yang kesal karena mereka kalah bersaing dengan Gian. Bahkan, mereka merasa Gian merebut lahan uang mereka.Karena itu, beberapa kuli angkut banyak kios berunding untuk ‘mendisiplinkan’ Gian.Tak mengherankan ketika menjelang petang, ketika Gian hendak pulang ke rumah, saat dia melewati lorong sepi dekat pasar induk, ada 8 orang preman mencegatnya lalu mengerubungi Gian.“Kalian … mau apa?” tanya Gian sambil matanya penuh waspada dengan kedelapan preman.“Ada 2 hal yang perlu kami sampaikan padamu, Bocah. Pertama, beri kami uangmu. Kedua, jangan terlalu bergaya di sini, tak usah menjilat para bos kios dengan bertingkah sok kuat dan mengambil pekerjaan orang lain.” Salah satu preman ya
Melinda menatap heran ke Gian sambil bertanya-tanya apa yang baru saja terjadi pada tangannya yang dipegang Gian. “Mama, bisakah kau lebih lembut padaku bila berbicara?” Gian memainkan jemarinya yang tidak bersarung tangan. “Sekarang aku tidak mau lagi menerima perintah Mama, boleh? Atau Mama ingin merasakan lagi seperti yang baru saja kulakukan?” Otak Melinda seperti kesulitan memproses kalimat Gian. Dia terlihat bingung dan linglung. Oleh karena itu, Gian harus mendekat lagi ke ibunya dan menyentuh lengan Melinda untuk memberikan setruman kecil di sana. “Arghh!” Melinda memekik sekali lagi dan mundur dari Gian sambil tatapan matanya penuh akan teror kengerian saat dia melihat putra ketiganya. “Gian, kamu ….” “Ya, aku mulai sekarang tidak mau lagi mengerjakan tugas rumah yang seharusnya dikerjakan Mama, paham? Atau listrikku ini lebih membuat Mama paham?” Gian memainkan jemarinya di udara. Mengalami sendiri setruman dari sentuhan Gian, mau tak mau Melinda mengangguk karena takut
Pada saat makan malam, Melinda dan Zohan terlihat menunduk menghindari tatapan Gian. Mereka juga lebih banyak diam.Ini membuat Carlen heran. “Kalian ini kenapa? Apakah tadi ada hal menyedihkan terjadi?” tanyanya dan kemudian beralih ke adik bungsunya, “Cher, ada apa di rumah? Kenapa mama dan Hanz pendiam begitu?”Cheryl yang sejak pulang sekolah selalu berkubang di kamar terus dan jarang keluar, hanya mengangkat bahu dengan cepat sambil menjawab singkat secara cuek, “Tak tahu!”Lalu, pandangan Carlen beralih ke Gian, seketika dia merasa ini pasti ada kaitannya dengan adiknya yang satu itu. “Heh, bocah jelek! Kau bertingkah apa hari ini sampai membuat mama dan Hanz seperti itu? Kau pasti melakukan kekacauan di rumah ini, kan?”Gian meletakkan sendok dan garpunya dengan tenang dan menatap kakak sulungnya, “Apakah aku harus selalu menerima tuduhan kalau di rumah ini ada yang tidak beres?” Dia memiringkan kepala sambil menatap tegas ke Carlen, sesuatu yang pastinya tidak pernah berani di
“Ya, misimu sudah selesai. Kau bisa melanjutkan hidupmu seperti dulu atau seperti apapun yang kau inginkan.” Gumpalan itu menyahut Gian. Meski menyenangkan mengetahui bahwa dia sudah menyelesaikan misi, tapi ada keengganan di hatinya. Wajah gembira Gian berganti ke muram dan bertanya, “Apakah aku boleh tetap memiliki kekuatan ini dan meneruskan misi? Aku … jujur saja aku mulai menyukai menolong orang.” Dia sedikit malu saat mengatakannya dan menggaruk belakang kepalanya. Si gumpalan terdiam sesaat, tapi kemudian ada suara lain muncul dan itu barulah suara Dewa Milhesh. Mungkin ucapan Gian segera diteruskan ke sang dewa oleh gumpalan tadi. “Kau ingin tetap melakukan misi kemanusiaan?” tanya Dewa Milhesh ingin memastikan dari Gian sendiri. “Benar, Tuan Dewa.” Gian mengangguk dan meneruskan, “Saya sudah terbiasa melakukan misi ini dan rasanya sedih jika harus menyudahinya. Kalau Tuan Dewa berkenan, bolehkah saya meneruskan misi?” “Hm, ya sudah, kau bisa lanjutkan misimu sampai kau pu
Gian sedang memberikan terapi penting pada seorang bapak untuk mencegah si bapak menderita penyumbatan darah di saluran yang ada pada jantungnya, tapi ternyata ada copet yang sedang dikejar seseorang yang mungkin saja korbannya.Haruskah Gian menghentikan terapi untuk menolong korban copet? Ternyata tidak perlu.Dengan santai, Gian cukup menjulurkan kakinya ke belakang saat dia sedang memberikan terapi di dada si bapak, dan copet yang berlari tadi tersandung dan terjungkal akibat itu sehingga dia bisa diringkus dengan cepat.Sepertinya Gian mulai menyukai misinya yang menyenangkan karena bisa membuat seseorang tersenyum bahagia usai ditolong. Apalagi, misi ini juga tidak memerlukan banyak tantangan. Mudah untuknya.Benarkah akan selalu mudah?***"Jangan kamu kira kamu yang paling hebat hanya karena kamu kuat!" Seorang lelaki menatap penuh dengki ke Gian saat mereka saling berhadapan di sebuah kebun kosong di sebuah desa. "Aku tidak merasa yang paling hebat. Aku hanya meminta kamu be
Ini masih jam 9 malam, belum terlalu larut malam sehingga masih ada banyak orang di jalanan.Ketika Gian baru saja menyembuhkan ibu pemilik warung kecil penjual pecel dan gado-gado, mendadak saja dikejutkan dengan teriakan orang-orang di dekatnya.Ketika Gian menatap apa yang menjadi biang keributan, ternyata ada mobil yang berjalan zig-zag tidak terkendali dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meskipun jalanan sudah cukup sepi, namun masih ada banyak pejalan kaki di sana.Mobil itu tiba-tiba saja sudah berpindah ke daerah jalur sepeda dan hendak menyeruduk beberapa pesepeda yang sedang berada di sana.Gian lekas bergerak cepat dan menghilang dari hadapan ibu tadi dan dia sudah ada di depan mobil tadi dan memegangi bumper depan mobil sehingga kuda besi itu pun bisa berhenti secara paksa.Ketika mobil sudah berhasil dihentikan, orang-orang segera saja mengerumuninya dan terlihat pengendaranya ternyata sedang teler karena itu terlihat jelas dari tingkah lakunya.Oleh karena itu, orang-ora
Gian berjalan kaki keluar rumah, dan bahkan dia tidak menggunakan kendaraan apapun untuk perjalanan misinya. Ini memang yang diperintahkan Dewa Milhesh kepadanya sebagai salah satu hukuman.Karena fisik kuat melebihi manusia biasa, Gian tidak mengalami kesulitan ketika dia harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya tanpa berhenti.Di tas ransel yang dia bawa hanya ada 3 stel baju dan dalaman. Kostum ajaib dari perusahaan Rusia sudah dihancurkan oleh Dewa Milhesh kala itu di puncak gunung.Saat ini, Gian benar-benar mirip bocah petualang biasa. Hanya saja, dia terlihat berbeda karena penampilan menawannya.***Bruakk!Seorang lelaki terpental hingga menabrak tumpukan peti kayu di belakangnya ketika Gian meninjunya meski hanya mengeluarkan sekian persen kecil dari kekuatannya.“Bukankah sudah aku bilang agar kamu bersikap lebih pantas pada yang tua? Bisa-bisanya kamu merampas uang bapak ini!” tegur Gian pada orang yang baru saja dia tinju.Setelahnya, dia mengambil kembali segepok uang Rp
Gian benar-benar tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat ketika mendengar Alicia yang terdengar cemas dan bertanya pada dia.Meski Gian memiliki sekelumit dugaan bahwa orang yang memiliki perasaan kuat padanya hanyalah Alicia, tapi dia tetap saja terkejut mendapati bahwa itu adalah nyata.Padahal, Dewa Milhesh membuka segel penghapusan memori dimulai tadi malam, tapi ternyata Alicia sudah mencari dia sejak siang.Bergegas, Gian meraih ponselnya dan dia lupa bahwa dia sempat mengatur silent pada ponsel itu. Tentu saja, ada banyak panggilan tak terjawab dan chat yang semuanya adalah dari Alicia.“Cia … em, maaf … aku minta maaf, ponselnya aku silent, he he ….” Gian tersenyum canggung.“Oh, aku pikir kamu kenapa. Aku lega bukan main waktu kamu masuk ke kelas. Kau tahu, kau sudah tidak masuk berminggu-minggu, membuatku cemas saja.” Alicia seperti sedang mengomeli Gian, tapi remaja pria itu justru tersenyum senang.Ya, memang dari dulu hanya Alicia yang memiliki kepedulian lebih terhad
Memang informasi yang didapat Gian dari gumpalan gaib itu bukan suara melainkan pemahaman-pemahaman yang ingin dia ketahui.Gian diam dan mencerna apa yang masuk ke otaknya dari gumpalan kabut petir emas.Akhirnya dia paham, bahwa saat ini, semua anggota keluarganya hanya mengingat Gian di rentang waktu saat dia belum memiliki kekuatan super.Meski begitu, wajah Gian saat ini sudah sesuai dengan wajah terakhir dia, yaitu pemuda tampan yang membawa aura bule menawan padanya.Keluarga dan semua orang tidak akan ada yang ingat mengenai Gian memiliki kekuatan ajaib di luar nalar manusia. Oleh karena itu, Dewa Milhesh tidak memperbolehkan dia menunjukkan kekuatan itu jika bukan untuk kebajikan dalam misi kemanusiaan atau Gian bisa mendapatkan hukuman keras dari sang dewa.Karenanya, Gian pada malam harinya ketika pergi ke ruang makan untuk bersantap bersama ibu dan saudara-saudaranya, masih akan ada sikap usil dari Carlen dan Zohan.Namun, mereka sedikit terkejut dengan perubahan wajah Gia
Setelah Dewa Milhesh menunjukkan raut tegasnya yang mengakibatkan penampilannya makin menyeramkan karena kulit kemerahan dia, sang dewata pun mengendur dan menghela napas. “Haahh … manusia tetaplah manusia.”Mendengar suara Dewa Milhesh mendadak lebih lembut, beban di benak Gian menguap secara perlahan dan dia menjadi lebih tenang.“Kau harus bersyukur bahwa aku bukan orang kejam dan seenaknya meski kekuatanku besar. Nak, kau harus meneladani diriku ini, kau paham?!” Sang dewa melotot meski tidak menyebarkan aura mengerikan seperti sebelumnya.Gian tergagap menjawab, “Ba—baik, Tuan Dewa! Tentu! Tentu saya paham! Saya pasti meneladani Anda!” Memangnya apa lagi yang bisa dia ucapkan selain itu agar sang dewata tidak murka?“Hm, baiklah. Aku akan mengabulkan keinginanmu. Jadikan ini pengingat untuk dirimu agar setelah ini, jangan bertindak berlebihan dan merugikan orang baik di luar sana! Kau paham?” tegas Dewa Milhesh sambil menatap tajam ke Gian.“Paham, Tuan Dewa!” Gian mengangguk teg
Hukuman. Dia akan dihukum. Gian berdebar merenungkan kata itu. Apalagi, ini hukuman dari entitas tinggi seperti dewa, akan separah apa hukuman yang diberikan?Melihat Gian yang mulai pias karena ketakutan, Dewa Milhesh menghela napas dan berkata, “Aku ini bukan orang kejam.” Lagi dan lagi, sang dewata mengulang kalimat itu agar tak ada orang yang salah persepsi padanya hanya karena penampilan bengis dan menakutkannya.Tak juga mendapatkan sahutan dari Gian, maka Dewa Milhesh berkata lagi, “Hukuman untukmu adalah … aku cabut semua kekuatan yang ada di tubuhmu, semua yang diberikan mantan muridku.”Gian membelalakkan matanya lebar-lebar. Kekuatan supernya hendak dicabut? Bukankah itu artinya dia menjadi manusia pecundang lagi? Dia akan kembali ke kehidupan lamanya yang menyedihkan, bahkan mungkin kali ini akan lebih menyedihkan karena semua orang pasti mengutuk dan menginginkan dia membusuk di penjara.Karena memikirkan kemungkinan terburuk itu, Gian menundukkan kepala. Sepertinya sudah
Diperalat?Kepala Gian bagai dihantam godam raksasa meski itu hanya sebuah ucapan dari Dewa Milhesh.Saat Gian sedang sibuk memproses ucapan sang dewata, sosok besar di langit itu melanjutkan bicara, “Kamu harus tahu, bahwa sebenarnya tikus putih yang selalu bersamamu itu aslinya adalah siluman tikus iblis, dan rekannya yang memberimu kekuatan listrik itu merupakan jin yang berubah menjadi siluman kucing iblis. Mereka sudah pernah beberapa kali membuat huru-hara di dunia manusia sejak jaman dulu.”Gian terdiam mendengarkan penuturan sang dewata dengan seksama, tidak berani mengeluarkan kalimat meski satu kata pun. Dia harus mengetahui dengan jelas semua hal mengenai Elang dan kekuatan di dirinya.“Kucing putih itu dulunya adalah jin yang menjadi muridku. Awalnya dia baik dan patuh padaku. Namun, sejak berteman dengan siluman tikus, perangainya berubah dan kerap membangkang, hingga aku mengusir dia dari kahyangan.“Selain itu, yang membuatku marah, jin muridku itu mencuri salah satu ra