“Me—menantu?” Mata Gian membesar ketika mendengar ucapan Wina.Gadis itu mengangguk sembari mengulum senyumnya, lalu berkata, “Ya! Papa dan mama sudah tahu hubungan kita dan mereka merestuinya.”“Tapi, aku masih anak SMA, aku belum lulus, Win!” Gian mengatakan hal masuk akal. Bagaimana mungkin dia yang belum lulus SMA malah hendak dijadikan menantu?Wina tertawa ringan menampilkan deretan gigi rapi dan putih dia yang terawat. “Tentu saja kita tidak perlu menikah dalam waktu dekat. Kita bisa bertunangan dulu, Gian.”Meski dikatakan tidak perlu menikah dalam waktu dekat, tetap saja Gian terdiam merenungkan ucapan Wina.Memiliki pasangan secantik dan menawan seperti Wina, lelaki mana yang tidak ingin? Gian juga tak mungkin menolak keberuntungan itu. Cantik, molek seksi, cerdas, baik, sopan, juga dari keluarga kaya! Kurang sempurna apa Wina?Tapi … justru Gian yang merasa dirinyalah yang tidak sempurna untuk Wina.Meski dia kuat dan mengagumkan, namun dia tak akan bisa membahagiakan Wina.
Hal yang paling membuat Gian kesal dan muak selama bekerja pada Gunawan adalah … dia tidak diangkat menjadi ketua pekerja Gunawan. Dia masih saja ada di bawah Wiro. Masih berstatus anak buah.Ini kerap mengganggu pikirannya. Dia kuat dan pastinya jauh lebih hebat ketimbang Wiro, tapi kenapa Gunawan tidak juga melengserkan pria paruh baya itu dan memilih dirinya?Kurang apa Gian membuktikan pada Gunawan bahwa dia lebih layak menjadi ketua pekerja ketimbang Wiro?Inilah yang membuat Gian mulai goyah dan malas. Dia berpikir untuk berhenti saja dari Gunawan.“Memangnya kau yakin ada orang lain yang bisa menggajimu sebesar Gunawan?” tanya Elang ketika Gian mendiskusikan pemikirannya pada suatu sore sepulang sekolah.Gian terdiam memikirkan ucapan Elang. “Um, pastinya aku bisa mencari bos lain yang membutuhkan orang kuat dan hebat sepertiku, bukan?”“Kau yakin bisa cepat mendapatkannya?” Elang masih menggoda dengan ucapan yang membuat otak Gian merasa rumit.“Duh! Lalu bagaimana, Elang? Aku
Cukup sekali tebak saja, sudah bisa diketahui bahwa rombongan yang mengepung mobil Gunawan adalah gerombolan bajing loncat yang meresahkan banyak pengendara di jalanan sepi antar kota dan provinsi pada malam hari seperti ini.Memahami situasi yang sudah seperti ini, maka Wiro memimpin bawahannya keluar dari mobil. Gian juga ikut turun dan bergegas melawan para bajing loncat tersebut.Dengan sekali pukul, Gian langsung merobohkan siapapun orang yang mencoba melawannya. Bahkan tentu ada yang kejang-kejang sampai mulutnya berbusa dan susah bangun kembali.Dari kaca mobilnya, Gunawan menyaksikan perkelahian anak buah dia melawan para bajing loncat tersebut. Perhatiannya tertuju pada aksi Gian yang sangat memukau. Kepala Gunawan manggut-manggut puas melihatnya.Hanya perlu waktu tak sampai setengah jam bagi Gian dan yang lainnya mengurus para bajing loncat dan sebagian besar semuanya dikalahkan oleh Gian.Tentu saja, Gian memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya, menunjukkan kuali
Rasanya Gian nyaris tersedak salivanya sendiri ketika melihat siapa yang mendadak muncul dan berdiri di depannya.“W—Wina?” Gian tak siap dengan ini.“Syukurlah kamu masih ingat nama aku.” Wina tersenyum, kemudian dia melirik ke Sonia di samping Gian yang belum melepaskan belitan tangannya dari lengan si remaja pria.Tahu diri, Gian melepaskan tangan Sonia dari lengannya. “Win, ini ….”“Iya, tak apa, kok Gian.” Wina masih tersenyum dan kemudian berjalan keluar dari warung tenda.Mau tak mau, Gian mengejarnya, meninggalkan Sonia yang kesal.“Win! Wina!” Gian mengejar langkah Wina dan lekas menangkap tangan gadis itu.Wina tertahan langkahnya dan berbalik menghadap ke Gian. Wajahnya terlihat kecewa. “Kenapa malah mengejar aku? Kasihan pacar kamu tadi, Gian.” Dia masih memaksakan senyumnya meski terlihat masam dan sedih.“Aku … itu … dia ….” Gian harus berkata apa? Bahwa Sonia hanya satu dari keenam selir yang dia punyai? Lalu apa tanggapan Wina bila mendengar itu? Bukankah akan lebih ru
Gian berang dengan hardikan Gunawan. Dia merasa tidak dihargai oleh bosnya. Apakah bosnya buta sampai tak bisa melihat potensi besar dan kualitas dirinya? Kenapa masih saja menaruh Gian di bawah Wiro?Dengan sekali cekal, satu tangan Gian mencengkeram leher Gunawan, lalu mengangkat pria gemuk itu dari kursi.Gunawan kesusahan bernapas akibat dari perbuatan Gian. “Krrhh! Kau … kau … tamat! Krrgghh … aku … lapor … polisi … krrghh!”“Apa? Hendak melaporkan aku ke polisi? Kau pikir mereka sanggup menanganiku yang sekuat ini?” Gian memandang penuh cemooh pada Gunawan.“Krrghh … lepaskan .. aku ….” Suara Gunawan makin parau dengan wajah sudah memerah padam dan mulai membiru karena kekurangan pasokan oksigen.“Kau minta kulepas? Boleh! Tapi jadikan dulu aku pemimpin pekerjamu dan bayar aku dua kali lipat dari yang sudah-sudah!” Gian sudah dikuasai emosi. Dia mengingat ucapan Elang untuk tidak lagi membiarkan dirinya diinjak-injak oleh siapapun!Kedua kaki Gunawan bergerak-gerak di udara samb
Gian tidak akan mengetahui bahwa akibat dari perbuatannya, Gunawan kini berada di ruang ICU karena sempat mengalami henti jantung dan sekarang pria itu mengalami koma.Sedangkan Wiro mengalami gegar otak ringan dan tidak dalam situasi bahaya.Meski begitu, keluarga Gunawan tidak terima dan mereka segera melapor ke polisi, apalagi isi brankas Gunawan dikuras. Meski yang ada di brankas itu bukan seluruh harta sang bos, namun tetap saja itu sebuah kerugian.“Pokoknya pelaku bernama Gian itu harus mendekam dan membusuk di penjara!” Istri Gunawan meradang marah di rumah sakit setelah melihat kondisi suaminya yang mengenaskan.Polisi pun didatangkan dengan segera dan menanyai anak buah Gunawan mengenai Gian.“Siapa nama lengkap dia? Di mana alamat rumahnya?” Polisi bertanya ke salah satu anak buah Gunawan.Tapi, mendadak saja orang itu terdiam sembari bingung. “Wah, aku … kami … kami hanya tahu namanya Gian, itu saja, Pak Polisi!” Dia berujar jujur.Rupanya selama ini, Gian tidak pernah dim
Gian masih bersantai sehabis makan malam. Di dekat kakinya, ada Carlen dan Zohan masih memijat kakinya seperti biasa. Ini seperti sebuah rutinitas setiap malam untuk kedua kakaknya.Yah, Gian ingin membalas semua rasa sakit yang pernah diberikan kedua kakaknya selama bertahun-tahun ini.Kemudian, terdengar ketukan di pintu. Gian diam dan tetap memejamkan mata sambil merilekskan dirinya. Toh, ada Melinda yang biasanya ada di ruang tengah menonton televisi.Tak berapa lama, Melinda masuk ke kamar Gian sambil wajahnya menyiratkan bingung. “Gi—Gian, itu … itu di luar … di luar ….” Si ibu sampai gugup menyampaikan hal ke putra ketiganya.Gian membuka mata dan merasa kesal. “Apa, sih? Kenapa jadi gagap begitu, heh!” Dia hardik ibunya, merasa terganggu dengan kemunculan Melinda yang tak jelas berbicara.“Ada … a—ada … po—polisi!” Melinda akhirnya berhasil mengatakannya.Gian bergegas menegakkan tubuhnya. Zohan dan Carlen juga berhenti memijat.“Polisi? Apa-apaan?” Gian bengun dan lekas ke ru
Di motel, Gian tidak bisa tidur. Dia membuka tasnya dan mengeluarkan Elang yang mengomel.“Aku sudah hendak tidur, tapi bisa-bisanya kau malah membawa pergi paksa begini. Mana bantalku tidak kau bawa pula! Kau ini idiot atau apa, sih?” Elang mencicit sambil memarahi Gian.“Maaf, maaf, Elang, aku terlalu terburu-buru dan tak sempat membawa bantalmu. Lagipula, tasku tak muat untuk itu.” Gian mencoba menenangkan kemarahan Elang. “Nanti, kalau kita keluar, aku akan membelikanmu bantal baru, yah!”Elang mendengus keras dan kemudian segera merebahkan dirinya di atas satu-satunya bantal di sana karena Gian memesan kamar dengan single bed saja.Gian menghela napas dan membiarkan Elang tidur. Justru itu bagus, karena dia tidak perlu mendengar omelan si tikus putih itu lagi.Kini, dia memeriksa tasnya. Dia keluarkan isinya. Ada emas batangan dan uang dolar milik Gunawan. Selain itu, juga ada rekening bank. Di dalamnya ada cukup banyak uang dari sang ayah dan juga uang hasil penjualan vila milik
“Ya, misimu sudah selesai. Kau bisa melanjutkan hidupmu seperti dulu atau seperti apapun yang kau inginkan.” Gumpalan itu menyahut Gian. Meski menyenangkan mengetahui bahwa dia sudah menyelesaikan misi, tapi ada keengganan di hatinya. Wajah gembira Gian berganti ke muram dan bertanya, “Apakah aku boleh tetap memiliki kekuatan ini dan meneruskan misi? Aku … jujur saja aku mulai menyukai menolong orang.” Dia sedikit malu saat mengatakannya dan menggaruk belakang kepalanya. Si gumpalan terdiam sesaat, tapi kemudian ada suara lain muncul dan itu barulah suara Dewa Milhesh. Mungkin ucapan Gian segera diteruskan ke sang dewa oleh gumpalan tadi. “Kau ingin tetap melakukan misi kemanusiaan?” tanya Dewa Milhesh ingin memastikan dari Gian sendiri. “Benar, Tuan Dewa.” Gian mengangguk dan meneruskan, “Saya sudah terbiasa melakukan misi ini dan rasanya sedih jika harus menyudahinya. Kalau Tuan Dewa berkenan, bolehkah saya meneruskan misi?” “Hm, ya sudah, kau bisa lanjutkan misimu sampai kau pu
Gian sedang memberikan terapi penting pada seorang bapak untuk mencegah si bapak menderita penyumbatan darah di saluran yang ada pada jantungnya, tapi ternyata ada copet yang sedang dikejar seseorang yang mungkin saja korbannya.Haruskah Gian menghentikan terapi untuk menolong korban copet? Ternyata tidak perlu.Dengan santai, Gian cukup menjulurkan kakinya ke belakang saat dia sedang memberikan terapi di dada si bapak, dan copet yang berlari tadi tersandung dan terjungkal akibat itu sehingga dia bisa diringkus dengan cepat.Sepertinya Gian mulai menyukai misinya yang menyenangkan karena bisa membuat seseorang tersenyum bahagia usai ditolong. Apalagi, misi ini juga tidak memerlukan banyak tantangan. Mudah untuknya.Benarkah akan selalu mudah?***"Jangan kamu kira kamu yang paling hebat hanya karena kamu kuat!" Seorang lelaki menatap penuh dengki ke Gian saat mereka saling berhadapan di sebuah kebun kosong di sebuah desa. "Aku tidak merasa yang paling hebat. Aku hanya meminta kamu be
Ini masih jam 9 malam, belum terlalu larut malam sehingga masih ada banyak orang di jalanan.Ketika Gian baru saja menyembuhkan ibu pemilik warung kecil penjual pecel dan gado-gado, mendadak saja dikejutkan dengan teriakan orang-orang di dekatnya.Ketika Gian menatap apa yang menjadi biang keributan, ternyata ada mobil yang berjalan zig-zag tidak terkendali dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meskipun jalanan sudah cukup sepi, namun masih ada banyak pejalan kaki di sana.Mobil itu tiba-tiba saja sudah berpindah ke daerah jalur sepeda dan hendak menyeruduk beberapa pesepeda yang sedang berada di sana.Gian lekas bergerak cepat dan menghilang dari hadapan ibu tadi dan dia sudah ada di depan mobil tadi dan memegangi bumper depan mobil sehingga kuda besi itu pun bisa berhenti secara paksa.Ketika mobil sudah berhasil dihentikan, orang-orang segera saja mengerumuninya dan terlihat pengendaranya ternyata sedang teler karena itu terlihat jelas dari tingkah lakunya.Oleh karena itu, orang-ora
Gian berjalan kaki keluar rumah, dan bahkan dia tidak menggunakan kendaraan apapun untuk perjalanan misinya. Ini memang yang diperintahkan Dewa Milhesh kepadanya sebagai salah satu hukuman.Karena fisik kuat melebihi manusia biasa, Gian tidak mengalami kesulitan ketika dia harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya tanpa berhenti.Di tas ransel yang dia bawa hanya ada 3 stel baju dan dalaman. Kostum ajaib dari perusahaan Rusia sudah dihancurkan oleh Dewa Milhesh kala itu di puncak gunung.Saat ini, Gian benar-benar mirip bocah petualang biasa. Hanya saja, dia terlihat berbeda karena penampilan menawannya.***Bruakk!Seorang lelaki terpental hingga menabrak tumpukan peti kayu di belakangnya ketika Gian meninjunya meski hanya mengeluarkan sekian persen kecil dari kekuatannya.“Bukankah sudah aku bilang agar kamu bersikap lebih pantas pada yang tua? Bisa-bisanya kamu merampas uang bapak ini!” tegur Gian pada orang yang baru saja dia tinju.Setelahnya, dia mengambil kembali segepok uang Rp
Gian benar-benar tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat ketika mendengar Alicia yang terdengar cemas dan bertanya pada dia.Meski Gian memiliki sekelumit dugaan bahwa orang yang memiliki perasaan kuat padanya hanyalah Alicia, tapi dia tetap saja terkejut mendapati bahwa itu adalah nyata.Padahal, Dewa Milhesh membuka segel penghapusan memori dimulai tadi malam, tapi ternyata Alicia sudah mencari dia sejak siang.Bergegas, Gian meraih ponselnya dan dia lupa bahwa dia sempat mengatur silent pada ponsel itu. Tentu saja, ada banyak panggilan tak terjawab dan chat yang semuanya adalah dari Alicia.“Cia … em, maaf … aku minta maaf, ponselnya aku silent, he he ….” Gian tersenyum canggung.“Oh, aku pikir kamu kenapa. Aku lega bukan main waktu kamu masuk ke kelas. Kau tahu, kau sudah tidak masuk berminggu-minggu, membuatku cemas saja.” Alicia seperti sedang mengomeli Gian, tapi remaja pria itu justru tersenyum senang.Ya, memang dari dulu hanya Alicia yang memiliki kepedulian lebih terhad
Memang informasi yang didapat Gian dari gumpalan gaib itu bukan suara melainkan pemahaman-pemahaman yang ingin dia ketahui.Gian diam dan mencerna apa yang masuk ke otaknya dari gumpalan kabut petir emas.Akhirnya dia paham, bahwa saat ini, semua anggota keluarganya hanya mengingat Gian di rentang waktu saat dia belum memiliki kekuatan super.Meski begitu, wajah Gian saat ini sudah sesuai dengan wajah terakhir dia, yaitu pemuda tampan yang membawa aura bule menawan padanya.Keluarga dan semua orang tidak akan ada yang ingat mengenai Gian memiliki kekuatan ajaib di luar nalar manusia. Oleh karena itu, Dewa Milhesh tidak memperbolehkan dia menunjukkan kekuatan itu jika bukan untuk kebajikan dalam misi kemanusiaan atau Gian bisa mendapatkan hukuman keras dari sang dewa.Karenanya, Gian pada malam harinya ketika pergi ke ruang makan untuk bersantap bersama ibu dan saudara-saudaranya, masih akan ada sikap usil dari Carlen dan Zohan.Namun, mereka sedikit terkejut dengan perubahan wajah Gia
Setelah Dewa Milhesh menunjukkan raut tegasnya yang mengakibatkan penampilannya makin menyeramkan karena kulit kemerahan dia, sang dewata pun mengendur dan menghela napas. “Haahh … manusia tetaplah manusia.”Mendengar suara Dewa Milhesh mendadak lebih lembut, beban di benak Gian menguap secara perlahan dan dia menjadi lebih tenang.“Kau harus bersyukur bahwa aku bukan orang kejam dan seenaknya meski kekuatanku besar. Nak, kau harus meneladani diriku ini, kau paham?!” Sang dewa melotot meski tidak menyebarkan aura mengerikan seperti sebelumnya.Gian tergagap menjawab, “Ba—baik, Tuan Dewa! Tentu! Tentu saya paham! Saya pasti meneladani Anda!” Memangnya apa lagi yang bisa dia ucapkan selain itu agar sang dewata tidak murka?“Hm, baiklah. Aku akan mengabulkan keinginanmu. Jadikan ini pengingat untuk dirimu agar setelah ini, jangan bertindak berlebihan dan merugikan orang baik di luar sana! Kau paham?” tegas Dewa Milhesh sambil menatap tajam ke Gian.“Paham, Tuan Dewa!” Gian mengangguk teg
Hukuman. Dia akan dihukum. Gian berdebar merenungkan kata itu. Apalagi, ini hukuman dari entitas tinggi seperti dewa, akan separah apa hukuman yang diberikan?Melihat Gian yang mulai pias karena ketakutan, Dewa Milhesh menghela napas dan berkata, “Aku ini bukan orang kejam.” Lagi dan lagi, sang dewata mengulang kalimat itu agar tak ada orang yang salah persepsi padanya hanya karena penampilan bengis dan menakutkannya.Tak juga mendapatkan sahutan dari Gian, maka Dewa Milhesh berkata lagi, “Hukuman untukmu adalah … aku cabut semua kekuatan yang ada di tubuhmu, semua yang diberikan mantan muridku.”Gian membelalakkan matanya lebar-lebar. Kekuatan supernya hendak dicabut? Bukankah itu artinya dia menjadi manusia pecundang lagi? Dia akan kembali ke kehidupan lamanya yang menyedihkan, bahkan mungkin kali ini akan lebih menyedihkan karena semua orang pasti mengutuk dan menginginkan dia membusuk di penjara.Karena memikirkan kemungkinan terburuk itu, Gian menundukkan kepala. Sepertinya sudah
Diperalat?Kepala Gian bagai dihantam godam raksasa meski itu hanya sebuah ucapan dari Dewa Milhesh.Saat Gian sedang sibuk memproses ucapan sang dewata, sosok besar di langit itu melanjutkan bicara, “Kamu harus tahu, bahwa sebenarnya tikus putih yang selalu bersamamu itu aslinya adalah siluman tikus iblis, dan rekannya yang memberimu kekuatan listrik itu merupakan jin yang berubah menjadi siluman kucing iblis. Mereka sudah pernah beberapa kali membuat huru-hara di dunia manusia sejak jaman dulu.”Gian terdiam mendengarkan penuturan sang dewata dengan seksama, tidak berani mengeluarkan kalimat meski satu kata pun. Dia harus mengetahui dengan jelas semua hal mengenai Elang dan kekuatan di dirinya.“Kucing putih itu dulunya adalah jin yang menjadi muridku. Awalnya dia baik dan patuh padaku. Namun, sejak berteman dengan siluman tikus, perangainya berubah dan kerap membangkang, hingga aku mengusir dia dari kahyangan.“Selain itu, yang membuatku marah, jin muridku itu mencuri salah satu ra