Hubungan Revian & Jiandra semakin dekat, mereka sering menghabiskan waktu bersama. Entah berjalan-jalan di akhir minggu, belajar bersama dan Revian yang sering berkunjung ke rumah Jiandra.
“Nih,” Jiandra mengangsurkan kotak bekal saat dijemput Revian.
“Itu kotak bekal Kakak lho, jelas dari Ibu lah. Bingung aku, sekarang anak Ibu tuh aku atau Kakak,” Jiandra memajukan bibirnya.
“Hahaha, makasih lho. Kebetulan nanti gue ada kelas olahraga, jadi nggak usah jajan,” Revian mengambil kotak makan tersebut dan lalu memakaikan helm pada Jiandra.
Tak sampai setengah jam, mereka sudah sampai di sekolah. Suasana cukup ramai karena 15 menit lagi bel masuk akan berbunyi.
“Jian, gue mau ngomong sama lo,” saat baru saja turun dari motor Revian, Jiandra sudah dikagetkan dengan Naren yang mencegatnya.
Gadis itu malah menatap Revian, seolah meminta persetujuan. Revian
“Ma, anakmu yang ganteng pulang,” Revian berteriak riang kala masuk ke rumahnya.“Kak, tungguin sebentar,” Jiandra tampak kesusahan membuka sepatunya. Tadi sepulang sekolah, ia sengaja mengajak gadis itu ke rumahnya. Tentu saja dengan izin dari Ibu terlebih dahulu.“Udah diluar sekolah, Jian. Nggak usah pakai kakak segala,” Revian menaruh sepatu gadis itu di rak.“Maaf, kebiasaan,” “Ada siapa, Rev? teman-temanmu? Oh, yang baru ternyata,” Jilaine tersenyum ramah. Jujur, Jiandra terkesiap sesaat. Ini ternyata sosok Mama yang selalu diceritakan Revian—cantik sekali, tubuhnya tampak begitu proporsional untuk seorang Ibu dengan dua anak lelaki yang sudah beranjak dewasa.“Ternyata ini ya, yang naman
“Lo disini ya, ada Mama gue juga. Lo mau tidur sama gue?” ujar Narthana. Tadi sesuai perintah Papanya, ia mengajak Arusha ke rumahnya. Sementara Revian dan Jivan menuju rumah mereka masing-masing diantar Johnny.“Iya, gue tidur sama lo,” Arusha memijit kepalanya yang terasa pening. Sherianne membawakan bubur labu dan teh hangat untuk keduanya.“Makasih, Tante. Maaf repotin,” ujar Arusha.“Nggak apa-apa, kamu tenang ya. Ada tante sama Narthana disini,” Sehabis makan, Arusha beranjak mandi. Ia berusaha menenangkan dirinya yang kalut dengan segala pikiran yang ada.“Besok lo nggak usah sekolah dulu, nanti gue urus izinnya,” Narthana menyiapkan bantal dan guling tambahan disampingnya.“Nat..,”“Ya?”“Kenapa semua kejadian ini nimpa gue?” tatapan Arusha menerawang.“Mung
“Pak Sena, tamu bapak sudah datang,” ujar Sissy—sekretaris Sena.“Suruh dia masuk, Sy. Jangan lupa siapkan minuman, ya,”“Baik, Pak,” Setelah Sissy berlalu, sesosok pria berusia 60-an awal masuk ke ruangan Sena. Dia adalah Yudha Wiratama—partner bisnis Sena selama 3 tahun belakangan ini. Yudha merupakan pemilik Wiratama Group, yang bergerak di bidang media cetak, radio dan jasa kontraktor. Selama ini Sena sangat terbantu dengan kerjasama di bidang promosi untuk mengembangkan Sera.“Siang, Pak. Maaf saya sudah membuat Bapak datang kemari dan menggunakan waktu Bapak yang berharga,” ujar Sena.“Ah, kamu ini Sen. Santai kayak sama siapa, kita kan sudah berpartner bukan setahun saja, Jadi kamu mau minta tolong apa? Bisa saja sih kemarin kamu cerita di telepon, tapi saya mau mendengarnya langsung,”“Pak, saya ada sedikit masalah.
“Kamu udah bilang sama Papamu kalau mau nginep?” tanya Sherianne. “Udah, aku udah bilang dari semalem kok,” Narthana sibuk mencari saluran radio. “Bagus deh,” 15 menit kemudian, mobil Sherianne sudah terparkir manis di basement. “Ada apa, Ma?” tanya Sherianne. Ternyata ada sosok mamanya—Catherine yang menghampirinya. “Kamu serius mau kembali sama Satya?” Catherine menatap tajam sosok Narthana yang berdiri tak jauh dari Sherianne. Sosok Narthana benar-benar versi kedua Satya, tak lebih maupun tak kurang. “Iya, aku serius,” “Kamu ini, susah sekali nurut sama orangtuamu. Kita mau yang terbaik buatmu,” Sherianne tertawa sumbang. “Haha, buatku? Yakin? Sudah cukup aku turuti keinginan Mama sama Papa 17 tahun belakangan, sekarang giliranku buat lakuin sesuatu yang kumau,” “Dia memangnya mau kembali sama kamu?” “Kalau dia nggak mau, d
“Kalau Keenan ternyata sudah ingat tentang saya, kamu gimana?”“Kamu yakin? Atau harapanmu aja?” Devina menghela nafas panjang, detik berikutnya tangan Sena sudah mengelus punggung tangannya erat.“Saya tahu perasaanmu belum ada, tapi saya janji bakal bikin kamu nyaman, Dev,” Devina diam, ia harus memilih sekarang juga. Antara ia menanti ingatan Keenan hingga kembali atau menjalani kehidupan baru dengan Sena.“Dev..,”“Iya, Sena. Saya mau,” ujar perempuan itu akhirnya. Semoga ini bukan keputusan yang salah, ia berharap ini yang terbaik untuk semua orang. Untuk dirinya dan sosok-sosok yang disayanginya.Dua Hari Kemudian...“Makan nggak bagi-bagi,” Alastair menepuk pundak Elenio.“Kalau gue keselek gimana anjir,” Elenio misuh-misuh.“Makannya kalau
“Bang Johnny !!!” teriakan Sena membuyarkan lamunan lelaki Kivandra itu. “Oi, Sen. Kesini juga lo,” Johnny tersenyum, ia memperhatikan Devina yang berdiri di samping Sena. Pagi ini, keduanya tampak serasi dengan pakaian olahraga bernuansa abu. “Kita makan-makan mau?” tawar Sena. Johnny terdiam sesaat, lalu akhirnya mengangguk. Ia memberi kode pada Revian & Elenio untuk mendekat. “Halo. Om & Kak,” sapa kedua anak itu. “Hai,” Sena tersenyum. “Om Sena mau ngajak kita makan, mau?” tawar Johnny. “Mauuu !!! ayo Om, kebetulan aku juga lapar,” ujar Revian. Johnny hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah anak bungsunya itu, ternyata mereka diajak Sena ke sebuah resto cepat saji. “Sen, gue bisa ngomong empat mata sama lo?” ujar Johnny saat mereka berada di kasir. “Tumbenan, Bang,” Sena mengambil kartu yang dijadikannya alat pembayaran. “Biar Dev
Dua bulan sudah Sherianne & Satya kembali dekat, keduanya sering menghabiskan waktu bersama. Entah sekadar Sherianne mengunjungi Satya di kafe, Satya menjemput Sherianne atau jalan bertiga dengan Narthana di akhir minggu. “Bener nih, kamu nggak mau ikut Mama sama Papa?” tanya Satya. “Nggak ah, aku lagi mager,” Narthana sibuk mencolokkan kabel playstationnya ke TV. “Mageran mulu anak mama nih,” Sherianne dengan gemas mencubit pipi anaknya. “Mamaaaa..sakit !!!” Narthana meringis. “Hihi, abisnya gemes,” Sherianne terkikik. “Mau pada kemana emang?” “Nah kan, baru nanya. Anakmu nih, Sher,” ujar Satya. “Aku anak Papa juga lho,” “Kalian ini ribut terus, ini ada cucu temen Omamu yang nikahan. Mama juga diundang,” “Terus ajak Papa?” “Iya dong, kan dalam rangka,” Sherianne mengedipkan matanya genit. “Mama centiiil !!!” Narthana bergidik. “Awas kalau kamu centil gi
“Ayah belum pulang?” tanya Arusha pada maid. “Belum Mas, mau makan sekarang?” “Nanti nunggu Ayah pulang aja,” Arusha masuk ke kamar dengan lunglai. Sekarang rumah terasa berbeda, semakin dingin dan tak menyenangkan. Beberapa kali Arusha berusaha mendekat, namun Keenan merespon seadanya. Entah benar-benar karena penyakitnya atau memang Ayahnya itu terlalu lelah untuk membangun hubungan mereka dari awal. “Pak, Mas Arusha sudah pulang. Tadi katanya mau makan bareng sama Bapak,” “Iya,” Keenan berlalu, setelah ia berganti baju lalu melangkahkan kakinya menuju kamar Arusha. “Sha, ayo makan,” Keenan mengetuk pintu kamar Arusha. Tak ada jawaban. Keenan mengetuknya lagi, tak ada jawaban dari dalam. Tangannya bergerak perlahan dan membuka pintu kamar tersebut. Ternyata Arusha bergelung dibalik selimutnya. “Sha, ayo katanya mau makan bareng,” Arusha memilih diam.
Sherianne baru menyelesaikan pemotretannya 15 menit yang lalu, ia masih terduduk di ruang ganti sambil menanti sang manajer menyelesaikan urusannya. Ia meraih ponselnya, tak ada kabar dari Satya ataupun Narthana. Sepertinya dua lelakinya itu cukup sibuk minggu ini. Hingga tiba-tiba ia merasakan seseorang hadir tepat di belakangnya dan mencium pipinya."Satya?" Sherianne mendongak kearah kaca yang memantulkan bayangannya dan Satya, lalu perempuan itu tersenyum manis."Kamu belum pulang?" Satya duduk disamping Sherianne."Belum, urusan manajerku belum selesai," tanggap perempuan tersebut. Satya meraih pouch yang biasanya berisi makeup yang dipakai oleh Sherianne."Micelar water kamu mana, deh? Kapas juga?""Buat apa? Kamu kan nggak pakai makeup, Sat," Sherianne mengerenyitkan alis."Bersihin makeupmu lah, Sher. Nggak bagus kalau wajahmu lama-lama pakaiheavy mak
"Nio !!!" suara khas Dhira terdengar di sepanjang lorong kampus, membuat siapapun yang ada disitu menoleh, termasuk sosok yang dipanggil oleh gadis tersebut--Elenio."Kamu kalau manggil pelan-pelan kenapa. Nggak malu diliatin anak-anak yang lain?" Elenio misuh-misuh. Dhira tertawa renyah."Nggak malu ah, lagian kamunya juga tetep noleh. Abis bimbingan?" tanya Dhira."Keliatannya gimana?" tanya Elenio balik."Galak amat deh, ya keliatannya tadi dari ruang dosen. Pasti abis bimbingan," tanggap Dhira."Udah tahu, kenapa masih nanya," Elenio melangkahkan kakinya, Dhira dengan susah payah menyamai langkah kaki Elenio yang panjang."Abis ini mau kemana?" Dhira sama sekali tak menyerah meski mendapatkan tanggapan tak enak dari Elenio."Mau makan sama Air & Rasen," sahut Elenio."Ikut dong," ujar Dhira."Di kantin belakang Teknik, Dhir. Kamu nggak apa-apa?" Dh
Kediaman Naratama suasananya selalu sama, rumah sebesar itu hanya ditinggali Jana, Deva dan putri mereka satu-satunya--Adara, ditambah beberapa maid dan satpam yang menjaga rumah. Jam baru menunjukkan pukul 21.30, namun suasana rumah sudah begitu sepi. Adara sudah terlelap di kamarnya, sementara Jana biasanya tengah menonton serial drama di ruangan yang memang khusus disediakan untuknya melepas penat. Sementara Deva berkutat dengan pekerjaannya.Ia memijat kepalanya yang terasa pening, sudah sejak dua jam lalu ia standbydi depan laptopnya."Istri saya dimana?" tanya Deva sekeluarnya ia dari ruang kerja."Nyonya masih di ruangannya, Tuan. Dari tadi belum keluar," ujarmaid. Deva mengangguk sekilas dan lalu menuju ruangan Jana yang terletak di lantai dua, ia membuka pintu berwarna putih tulang tersebut. Televisi yang menampilkan serial favorit istrinya tersebut ma
Jivan membuka buku Matematikanya, ia melirik ke sekelilingnya dan begitu kosong. Maklum ini jam istirahat dan semua memilih melepas penat entah untuk mengisi perut mereka yang kosong atau berolahraga ringan di lapangan. Biasanya ia akan menghabiskan waktu dengan Arusha, atau dengan Narthana dan Revian yang berada di kelas lain. Tapi kini semuanya berbeda, Narthana dan Revian kini sudah berstatus mahasiswa dan sibuk dengan perkuliahan, Arusha? Sejak masalahnya dengan sang Ayah, ia lebih memilih menjauh dari Jivan dan lingkungan lamanya. Terlebih saat Arusha mendapati bahwa Devina--lebih memilih dengan Papanya dibanding bertahan dengan situasi yang ada. Jivan melirik ponselnya, 15 menit lagi istirahat akan berakhir. Ia menutup bukunya dan melangkahkan kaki menuju kantin. Sesampainya disana, keadaan cukup ramai. Jivan memutuskan untuk membeli sekaleng soda dansnack."Gue duduk disini, boleh?
3 hari berlalu sejak Revian terakhir kali menghubungi Jiandra, ia sempat lupa karena kesibukannya di kampus. Tapi biasanya jika Revian tengah lupa menghubungi--maka Jiandralah yang akan menghubunginya terlebih dulu, entah viachatatauvideo call.Namun hingga kini, gadis itu sama sekali tak menghubunginya. Apakah jadwal sekolahnya sepadat itu?"Anak bujang Papa bengong aja, kenapa nih?" Johnny yang keluar dari kamarnya mendapati sang anak masih berjibaku dengan tugas, di meja ruang TV--Revian duduk bersila di lantai dengan laptop yang menyala--tak lupa ada segelas kopi disampingnya."Jangan ngopi mulu, nanti kamu makin susah tidurnya," peringat Johnny."Justru kalau aku nggak ngopi, yang ada aku ngantuk Pa," kilah Revian. Johnny menggelengkan kepalanya dan menuju dapur untuk mengambil segelas air. Ia mengenggam mug putihnya yang selalu ia pakai untuk meminum air putih dan duduk
Berita tentang runtuhnya bangunan Sagara menghiasi media beberapa hari belakangan ini, Keenan tak bisa sepenuhnya fokus pada pekerjaan karena ia masih harus mengurusi hal yang berkaitan dengan insiden tersebut. Mulai tuntutan hukum dari keluarga korban, kompensasi yang ia harus berikan hingga tekanan dari dewan perusahaan untuk segera menyelesaikan masalah ini. Mereka berkata bahwa masalah ini harus segera diselesaikan, karena semakin lama masalah ini berlarut maka akan berpengaruh terhadap kredibilitas Sagara sebagai salah satu perusahaantour & travel ternama di Indonesia."Ayah mau kemana?" diluar dugaan--Arusha sudah berdiri dihadapan ruang kerja Keenan."Kok kamu disini, Nak?" Keenan menunduk menatap tinggi Arusha yang kini sudah hampir mencapai pundaknya."Abis Ayah di ruang kerja terus. Ini hari Minggu, Yah. Nggak mauquality timesama aku gitu?" rajuk Arusha sambil
7 tahun yang lalu... Keenan baru saja mengantarkan Arusha ke sekolah, ini selalu menjadi rutinitasnya setiap pagi sebelum berangkat ke kantor--kecuali ia ada urusan mendesak di kantor barulah ia menyuruh supir untuk mengantar anaknya tersebut. Di perjalanan menuju kantor, ponselnya berdering.Sissy...calling."Ada apa, Sy?" tanya Keenan--Sissy merupakan sekretarisnya."Pak, saya baru dapat kabar kalau proyek cabang yang di Bogor mengalami kecelakaan, Pak. Konstruksi bangunan runtuh," ujar Sissy."Yang bener kamu, Sy?" tanya Keenan tak percaya."Iya, Pak. Bapak diminta untuk mendatangi lokasi,""Oke, saya kesana sekarang," Keenan memutus sambungan teleponnya, ia pacu mobilnya dengan kecepatan tinggi dan menuju tempat yang dituju.*** 2 jam kemudian, Keenan sudah sampai di lokasi. Sejak 2 tahun lalu ia memang berencana untuk membangun cabang
"Kayak ABG aja jalan-jalan kemallgini," ujar Jilaine saat ia dan Johnny memasuki lobby."Haha, sesekali. Mumpung kamu lagi disini juga, kalau udah pergi ke NY kan kamu susah pulangnya," Johnny mengamit tangan Jilaine."Iya juga sih, kalau sama kamu kan paling nggak jauh dari ngopi,hunting foto,sama jalan-jalan ke alam," mata Jilaine sibuk melihat toko-toko yang berjejer."Kalausummernanti kita liburan berempat gimana? Mau?" tawar Johnny. Jilaine tertawa."Kok ketawa sih?" Johnny mengerenyitkan alis."Kamu dari dulu juga suka serba dadakan kalau ajak pergi, nggak berubah,""Jadi nggak mau nih?" bibir Johnny mengerucut."Hahaha, mau. Tapi bicarain dulu sama anak-anak, apalagi Revian kan baru masuk kuliah,""Oke, nanti aku bicarain sama mereka," mereka masuk ke salah satu toko sepatu.*
"Kamu pindah sekolah aja, ya?" ujar Keenan saat mereka tengah sarapan bersama. Hari ini hari pertama Arusha sekolah setelah liburan kenaikan kelas kemarin, anak itu menaruh garpu dan pisau yang sedari tadi ia gunakan untuk menikmati rotinya."Yah, nanggung. Setahun lagi aku lulus," Arusha menatap Keenan lekat."Nanggung atau kamu nggak mau jauh dari gadis itu?" tanya Keenan. Arusha menghembuskan nafas panjang."Gadis itu punya nama, Yah. Rea,""Jadi kamu nggak mau pindah karena dia? Iya?" cecar Keenan."Yah, dia nggak seburuk itu," Arusha masih berusaha membela."Pengaruh dia baik setelah bikin kamu suka keluar malam dan balap liar?""Dia yang paling ngerti aku sekarang, Yah. Tolong jangan pojokin Rea terus," Keenan menaruh pisau dan garpunya, ia teguk sisa kopi di gelasnya dan beranjak dari kursinya."Kita berangkat sekarang, Ayah ante