Akankah kisah mereka akan segera berakhir dengan kesedihan? 🫥
Asher Smith, pria yang menyatakan dirinya sangat jenius dalam masalah percintaan, lantaran memiliki banyak ide brilian untuk menyenangkan Laura. Sepanjang empat tahun, Asher selalu mengajak Laura liburan di tempat-tempat tak terduga. Biarpun selalu berlagak menolak, Laura tak pernah merasa bosan karena Asher selalu memberikan kejutan lebih dari ekspektasi. Kehidupan mereka selalu dipenuhi suka cita dengan ide petualangan gila Asher Smith. Hingga satu bulan yang lalu, tepat di saat si kembar menginjak usia lima tahun, Asher dan Laura memutuskan untuk menghadirkan anggota keluarga baru, yaitu calon adik Claus dan Collin. “Aku ingin anak perempuan. Kita perlu merencanakan liburan di tempat-tempat tertentu yang katanya bisa menghadirkan bayi perempuan,” ujar Asher waktu itu. Sesungguhnya, tak ada tempat yang seperti dikatakan Asher. Kalaupun ada, hanyalah sebuah mitos yang tak terbukti kebenarannya. Asher menggunakan cara tersebut untuk mengulang bulan madu selama lima tahun terakhir
Setelah lama terdiam karena sedang konsentrasi memeriksa, Ruben menghela napas lega. “Tuan, apakah Anda sering melewatkan makan selama beberapa hari terakhir? Atau mungkin Anda terlalu sering minum alkohol tanpa makan apa pun?” Asher mengerutkan kening. “Satu bulan ini aku hampir dua puluh empat jam bercinta dengan Laura! Apa lagi yang akan aku lakukan saat bulan madu!?” Asher memang sering membeli wine dengan harga fantastis untuk menemani perjalanan bulan madu mereka. Laura pun juga sangat menikmati walaupun Asher hanya mengizinkan Laura minum tak lebih dari tiga gelas. Apalagi, Laura jadi semakin liar di ranjang setelah menenggak sedikit alkohol. Meskipun demikian, Asher tak pernah minum berlebihan. Lalu, apa hubungannya dengan kesehatan jantungnya? Asher tahu takaran tepat agar tidak berlebihan dalam mengonsumsi sesuatu. “Jangan terlalu lama menunda! Carikan donor jantung sekarang! Dan jangan bilang kepada siapa pun! Jika operasiku gagal, Laura dan anak-anak akan sangat terpu
“Claus, Papa sedang sakit. Mama harus menjaga papamu. Jangan nakal, ya, Sayang.” Laura memberi pengertian Claus yang lebih sering membantah dibanding Collin. Asher menghela napas lega karena tak mungkin ada yang percaya dengan kata-kata anak kecil. Andaikan bukan dirinya yang membuat kebohongan, Asher akan selalu mendukung dan percaya dengan pendapat kedua anak kembarnya. Tapi, tunggu sebentar ... ‘Aku tidak pernah berbohong. Laura sendiri yang bereaksi berlebihan!’ batin Asher. “Tidak, Mama. Aku sejak tadi ada di sini dan mendengar Paman Ruben bilang kalau Papa tidak boleh terlambat makan dan minum alkohol agar tidak sakit perut lagi!” Claus menjelaskan panjang-lebar karena merasa Laura tak memercayai dirinya. “Claus ....” Asher memanggil Claus dengan suara lemah. “Temani Papa tidur malam ini ....” Dia harus segera menyumpal mulut Claus dengan sesuatu agar berhenti bicara. Mata Claus berkaca-kaca karena semua orang melihatnya dengan tatapan tak percaya. Ada pula yang justru terse
Alan Ruiz menghirup udara yang terasa berbeda saat dia turun dari pesawat terbang. Dia menikmati suasana tanpa ekspresi berarti meski dadanya berdebar kencang. Tak sabar menemui gadisnya yang sebentar lagi wisuda. “Aku belum merestuimu, Alan Ruiz,” tegas Rangga. Rupanya Rangga bisa melihat gerakan kecil dan samar di bibir Alan. Dia tahu kurang-lebihnya, apa yang sedang ada di dalam benak Alan. “Aku tahu ... aku hanya senang bisa bertemu lagi dengan keluargaku,” balas Alan. “Oh, jadi kau sudah melupakan Rachel?” Rangga tersenyum miring. Alan jadi serba salah. Jika nama Rachel atau apa pun yang berhubungan dengan gadis itu muncul di antara mereka, Rangga pasti akan menyadarkan Alan bahwa dirinya belum direstui. Akan tetapi, saat Alan mengatakan rindu kepada keluarganya lebih dulu, Rangga marah kepadanya. Alan jadi bingung harus bersikap bagaimana. Dia tak bisa mengerti apa yang sebenarnya diinginkan Rangga. Meski selama empat tahun ini, mereka setiap hari berjumpa. “Tidak. Aku ha
Selagi Asher merayu Laura yang tak ingin bercinta karena kondisi sang suami yang belum pulih, Adam saat ini sedang berdiri menghadapi para tamu yang tak diundang. Adam Smith, pria yang berpengalaman dan berwibawa itu, sedang berdiri kaku di depan tamu dengan keringat dingin mengalir di tubuhnya. Dia bingung harus memulai dari mana untuk membuka acara yang seharusnya tak pernah ada. Setidaknya, bukan saat ini. Adam yakin jika Asher akan hidup lebih lama darinya. “Tuan Adam, bagaimana bisa orang segagah Tuan Asher yang sangat sehat bisa meninggal secepat ini?” celetuk rekan bisnis Adam. Adam berdeham berulang-ulang ketika beberapa orang ikut mengucap belasungkawa. Bahkan, ada beberapa wartawan datang dengan raut wajah penuh kesedihan. Asher Smith yang dikenal sebagai pria arogan itu, sebenarnya banyak membantu di berbagai bidang secara diam-diam. Banyak orang yang tertolong oleh Smith Group ketika Asher masih menjadi penguasa. Biarpun ada sebagian orang yang makan hati lantaran kat
Di kediaman Smith, Rangga sejak tadi juga mencari-cari keberadaan Rachel. Dia mendapat firasat buruk sejak Alan menghilang dari pandangannya. “Sabar, Mas .... Mungkin Rachel sedang bersama Tuan Asher dan Laura.” Vina menepuk-nepuk lembut lengan sang suami. Rangga dan Vina gegas menuju kamar Asher. Beruntung, Laura tak mau melayani Asher. Jika tidak, Rangga mungkin akan melihat mereka karena pintu tak terkunci, dan ayah Rachel itu menerobos masuk ke dalam tanpa mengetuk pintu. “Tidak ada ....” Rangga semakin terlihat marah. “Mereka tidak ada di sini!” “A-ada apa, Tuan Rangga?” tanya Laura panik karena Asher masih menarik-narik dirinya. “Lepaskan aku ...,” bisiknya kepada Asher. Sudah sampai di kamar Asher, Vina tak enak hati kalau tidak menjenguk terlebih dulu. Dia menyeret Rangga duduk di dekat ranjang Asher. Asher memijat pelipisnya karena tak jadi bersenang-senang dengan sang istri. Rasa nyeri di perutnya masih sesekali terasa dan dia tetap menginginkan Laura. Rasa tak nyaman
Alan teringat kenangannya di masa lalu. Ketika seorang wanita pertama kali mencium pipinya. Rasanya begitu menyenangkan hingga membuat dirinya menginginkan ciuman terus-menerus dari wanita itu. Dia bersikap manis dan patuh agar mendapat ciuman di pipi atau kecupan singkat di bibirnya. Bibir wanita itu terasa empuk dan membuat hatinya terasa hangat. Lambat laun, para wanita lain datang dan juga ingin mencium pipinya. Alan jadi tak suka dengan ciuman di pipi. Oleh karena itu, setiap kali wanita itu akan mencium pipinya, Alan menolak dengan tegas. Namun, wanita itu sepertinya terobsesi dengan Alan. Karena hingga sekarang, dia tetap selalu mencuri-curi ciuman di pipinya. Wanita itu adalah Pamela Ruiz, ibu kesayangan Alan. Wanita pertama yang mencium pipinya. Anehnya, sekarang Alan sangat bahagia ketika pipinya merasakan bibir wanita lagi. Perutnya berdesir hingga menjalar di sekujur tubuh. Alan Ruiz mendadak menginginkan ciuman lain di pipi dan bibirnya. Seperti Pamela dan para wanit
Beberapa menit lalu sebelum Alan datang .... “Oh, kenapa ada cincin di sini?” Rachel mengambil cincin itu dari saku jas Alan. Alan sebelumnya mencengkeram kotak perhiasan kecil itu hingga rusak dan tak dapat ditutup. Juga karena sudah lama berada di saku Alan dan dibawa ke mana-mana, kotal kecil hitam itu jadi rapuh. Rachel memutar cincin itu dan melihat tulisan di bagian dalam. Kedua alisnya terangkat begitu membaca namanya terukir di sana. “Apa ini untukku?” Rachel tersenyum kecil membayangkan Alan malu-malu akan memberikan cincin itu. Lalu, angin mulai bertiup kencang sehingga jas Alan berkibar-kibar. Kotak perhiasan rusak itu terjatuh di pasir. Rachel memakai cincin itu agar tak terjatuh dan hilang di pasir. Sementara dia memungut kotak perhiasan dan mencoba memperbaikinya. Rachel pikir, dia tak sengaja merusak kotak itu. Di saat Alan terlihat dari kejauhan, Rachel dengan panik menyatukan kotak perhiasan itu meski tak berhasil. Dia buru-buru melepas cincin dari jari manisnya