Apa yang Asher temukan? 🤔
Asher dan Enzo yang sedang berjongkok di depan laci langsung menoleh ke belakang, menatap Laura datang mendekat dengan wajah terkejut. Manik mata Laura bergetar tak beraturan ketika melihat sebuah botol plastik putih segenggam tangan Enzo. Badannya bergetar dan bulu di sekujur tubuhnya meremang.“Itukah ... obat yang membuat Mama celaka?” Laura takut mendengar jawabannya.Selama ini, banyak bukti tak langsung yang menunjukkan kejahatan Gilda. Akan tetapi, Laura ingin terus menyangkal.Rasanya tidak adil bagi dirinya, Jake, Joanna, dan Callista sendiri, jika Gilda benar-benar membunuhnya. Karena itu, Laura memusatkan pikiran hanya untuk bayi dan suaminya.Di saat dia hampir dihadapkan oleh kenyataan, dan setelah membaca surat Callista, Laura menjadi takut ... Bagaimana jika dirinya tak bisa memenuhi harapan ibunya?Tak mungkin Laura bisa menahan kebencian dan dendam pada sang ibu tiri!Rasa marah kepada Simon pun muncul lagi. Jika Simon menggunakan akalnya, semua kejadian buruk yang me
Gugup, hanya itu yang Laura rasakan ketika mendekati Asher. “Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba mengajak pulang?” Asher menghela napas pelan. “Hasil lab pada obat yang kemarin kita temukan sudah keluar. Sebaiknya kita selesaikan dulu masalah dengan Gilda, sebelum Jake mendahului kita.” “Bagaimana hasilnya?” Dada Laura berdegup kencang. Apakah benar jika obat itulah yang menyebabkan Callista meninggal? “Theo belum membuka hasil lab itu karena menantiku. Kita harus berkemas sekarang.” Asher menggandeng tangan Laura. Namun, Laura segera melepaskannya. Laura berlari kecil mengambil buku yang baru saja dibacanya. Kemudian menggenggam tangan Asher dengan erat sambil memeluk buku itu.“Buku apa itu?” “Huh? Oh, ada tulisan Mama saat mengajari aku menulis di sini. Aku hanya ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan.” Asher mengangguk-angguk. Tak begitu menaruh perhatian pada barang-barang masa kecil Laura. Pikirannya juga dipenuhi oleh rasa penasaran akan hasil tes obat itu.Saat merek
Asher mendengarkan degup jantung Laura meningkat dua kali lipat. Dia kembali mengusap kepalanya di dada Laura selagi bicara dengan Theo. “Bagus. Siapkan semua ahli hukum terbaik untuk menuntut Gilda agar mendapatkan hukuman yang setimpal. Pelayan itu merupakan saksi dan kaki tangan. Dia juga harus mendapatkan hukuman,” titah Asher. ‘Baik, Tuan.’ Asher lalu memutuskan sambungan telepon. Asher tahu, Laura pasti merasa gelisah, sedih, dan marah saat ini. Dia hanya bisa menenangkan Laura dengan dekapan hangat seraya mengusap lembut punggungnya. Sayangnya, kali ini Asher pun tak dapat melakukan sesuatu untuk mencegah kesedihan dan kemarahan sang istri. Dia tak akan mampu memutar waktu kembali ke masa lalu, apalagi mencegah kejadian yang menewaskan ibu mertuanya. “Kenapa ada manusia sejahat itu hanya karena harta?” Suara Laura sangat lirih dan terdengar pilu. “Walaupun aku sudah tahu jika Gilda pelakunya, tetapi aku masih berharap jika Mama benar-benar sakit waktu itu. Karena tidak ada
“Apa?!” jerit Gilda. “Sayang, apa maksud ucapanmu barusan? Maaf, aku kurang paham.” Gilda tak mungkin memercayai ucapan dan raut muka yang ditunjukkan Shane barusan. Shane terlihat sinis dan jelas-jelas menolak permintaannya.Pasti dirinya hanya berhalusinasi, pikiran Gilda.“Bagus kalau kita tidak bisa bertemu lagi. Jalanilah hukumanmu dengan baik. Aku dengar, hukumanmu akan dikurangi jika kau menyerahkan diri.” Shane menjelaskan panjang lebar maksudnya. Gilda menggelengkan kepala tak percaya. Mulutnya terbuka lebar, seakan melihat pria di depannya seperti bukan seseorang yang dikenalnya. Kenapa Shane tiba-tiba berubah? Seharusnya tidak seperti itu!“Kau tega melihatku menderita di penjara?” Air mata mulai berlinang di pipi Gilda. Bukan hanya untuk mengambil simpati dan rasa bersalah Shane, dia menangis karena takut jika Shane benar-benar tak mau menggantikan dirinya masuk penjara. Shane merupakan satu-satunya orang yang dapat Gilda manfaatkan sekarang. Gilda berusaha keras meya
“Apa?! Bagaimana bisa orang itu tiba-tiba masuk rumah sakit?!” Asher sampai berdiri dan melepaskan tangan Laura sambil menyambar ponselnya. ‘Maaf, Tuan. Kami datang terlambat. Gilda sudah sampai di sana lebih dulu dan berusaha mencelakainya. Saya sudah mendapat bukti rekaman CCTV. Untuk sementara, kita gunakan kasus itu terlebih dahulu untuk menuntutnya.’ “Lakukan segala cara untuk membuat orang itu hidup walaupun hanya lima menit, agar kita bisa merekam ucapannya dan membongkar rahasianya dengan Gilda,” perintah Asher.Laura yang tadinya bersemangat, mendadak lesu. Gilda benar-benar melarikan diri seperti dugaannya. Cara Asher dan Callista tak akan pernah berhasil melawan ular berbisa seperti Gilda. Bahkan, ular pun tak akan mau disamakan dengannya.Sebelumnya, Laura sudah menebaknya. Wanita licik seperti Gilda pasti akan memiliki seribu cara untuk berkelit dari tanggung jawab atau hukum.“Jangan cemas, Sayang. Kita harus bersabar untuk menangkap penjahat besar sepertinya.” Asher m
“Jake, kau tidak bisa seenaknya main hakim sendiri di negara ini. Kau bisa membuat Oma Joanna kecewa dan khawatir.” Bicara keras dengan Jake tak akan mengubah keadaan. Asher tahu itu. Asher melakukan pendekatan lain, bicara sebagai teman Jake. Mungkin, Jake bisa sedikit melunakkan hatinya yang diselimuti dendam.“Kau diam saja keponakan. Aku tidak akan melakukan sesuatu tanpa pertimbangan matang.” “Lalu apa yang akan kau lakukan padanya? Membunuhnya? Kau tidak akan mendapat apa pun setelah melakukannya, kecuali hukuman.” “Kau tidak akan pernah tahu karena bukan kau yang kehilangan keluarga dekatmu. Jika kau yang berada di posisiku sekarang, aku yakin kau pasti akan menyiksa orang-orang itu lebih kejam dariku dan tanpa ampun.” Asher tak bisa membantah ucapan Jake. Dia memang hanya membayangkan dari posisi Laura. Namun, dia sendiri tak pernah mengalami kejadian serupa.Jake menghela napas singkat. Dia menepuk pundak Asher selagi berbalik masuk ke dalam rumah. Tampaknya, Jake tak ing
Dengan ekspresi yang ditunjukkan sang dokter, tak ada satu pun yang merasa tak khawatir. Bahkan, Joanna terlihat tak rela jika Simon meninggal sebelum membayar karma atas perbuatan buruknya selama bersama Callista. Apalagi Laura, anak kandung Simon. Kaki Laura sampai terasa lemas dan seakan kehilangan tempat berpijak. Apakah ayahnya sudah tiada? Dia segera menggenggam kenop pintu untuk mencegah dirinya terjatuh. “Maaf, kami tidak membawa alat yang lengkap. Kita harus segera membawa Tuan Simon Hartley ke rumah sakit, Tuan. Detak jantungnya sangat lemah. Kemungkinan besar, efek samping dari obat-obatan itu masih ada,” terang dokter. Laura merasakan dadanya berdesir. Beban di hatinya sedikit terangkat tatkala mendengar penjelasan dokter. Ketakutan melihat kematian Simon sirna begitu saja. Setidaknya, Simon belum mati. Laura dapat membenci Simon lebih lama lagi, begitu pikir Laura, tetapi tidak dengan kata hatinya.“Bisa dipindahkan dengan mobil?” tanya Asher. Tak bisa dipungkiri, As
“Lalu bagaimana kondisinya sekarang?”Dokter itu menghela napas. “Semoga malam ini Tuan Simon dapat melewati masa kritisnya. Kandungan obat itu sangat pekat, artinya bukan hanya satu atau dua obat yang ditelannya.”Asher tahu makna tersirat dari ucapan dokter itu. Jika Simon tak berhasil bertahan, kemungkinan besar mereka akan kehilangan Simon.Dia pernah melihat kakeknya meninggal. Ayah dari Adam itu juga komat-kamit seperti Simon, menyebutkan semua keluarga terkasihnya sebelum beristirahat untuk selamanya.“Jika Anda punya waktu, saya minta kerja samanya untuk menyelidiki tentang obat tersebut pada pihak berwajib, Tuan Smith. Kandungannya sangat berbahaya. Jika dikonsumsi terus-menerus dapat mengakibatkan cacat otak atau kematian.”Seperti Callista ....“Baiklah. Sekarang sudah larut malam. Anda bisa menghubungi saya besok. Saya juga ingin menemukan pengedar obat terlarang itu.”Di luar ruangan dokter Adam sudah menunggu Asher. Mereka berdua mendiskusikan masalah tersebut dengan sang
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang