Mala bahkan kini sudah tidak menangis lagi, dia sudah menguatkan dirinya untuk pasrah dengan apa yang sedang di lakukan Bramono padanya saat ini.Biasanya apa yang di lakukan Bramono saat ini, membuatnya hatinya melayang ke udara, kini dengan perbuatan yang sama, Bramono membuat hatinya Mala terkubur sedalam-dalamnya, di dasar bumi.Mala menoleh ke arah Bramono yang kini sudah terkulai lemas di sisinya, dengan sisa tenaga yang dia punya Mala turun dari tempat tidur, lalu berjalan perlahan masuk ke dalam kamar mandi.Setiap air yang menetes mengenai kulitnya, Mala merasakan rasa sedih dan benci amat luar biasa dalam hatinya, kesedihan karena harus mengalami hal ini, kebencian karena di lakukan oleh orang yang telah membuatnya jatuh cinta."Kenapa kamu tega melakukan ini, padaku!" Lirih Mala di sela tangisnya."Kenapa? apa kamu benar-benar hanya menganggap aku sampah yang tidak berguna, yang sebentar lagi kamu buang," lirih Mala lagi.Mala setelah merasa cukup berada di dalam kamar mand
Bramono sampai tertidur di sofa malam itu, karena menunggu kedatangan Mala. Bramono malam itu tertidur di sofa sepanjang malam, membuat punggung nya agak sakit.Begitu bangun Bramono langsung mencari Mala kembali, barangkali pagi ini Mala sudah pulang.Namun Bramono kembali kecewa, karena Mala ternyata tidak pulang, tanpa banyak berpikir Bramono langsung mengendarai mobilnya menuju apartemen nya.Kedatangan Bramono di ruangan Mala, banyak mendapat tatapan bingung dari para cleaning servise yang kebetulan berada di tempat itu.Tanpa terkecuali om Rudi, om Rudi begitu melihat Bramono langsung menghampiri Bramono, dengan senyum yang lebar"Anda mencari siapa?" Tanya Om Rudi."Mala," jawab Bramono singkat."Mala tidak masuk hari ini," jawab om Rudi."Kamu tidak bohong?" Tanya Bramono sambil menatap tajam Rudi, lalu melihat ke sekeliling tempat itu.Rudi terdiam, mana mungkin dia berani berbohong pada Bramono, bisa di pecat dia. "Tidak, dia ijin lagi hari ini. Katanya sakit," jelas Rudi.
"Makanlah!" Ucap Bramono, sambil menyodorkan sebungkus nasi.Namun Mala, hanya diam mematung, tidak bergerak untuk mengambil nasi itu, dari tangan Bramono.Dengan terpaksa Bramono meletakkan bungkusan nasi itu, di meja yang ada di dekat Mala.Bramono kemudian menatap.ke arah Mala sekali lagi, Mala masih menatap ke depan dengan tatapan mata yang kosong.Bramono pun tak mau mengalah,.dengan aksi Mala ini. Bramono memilih untuk pergi meninggalkan Mala.Sampai di kamar, Bramono baru meluapkan rasa kesalnya pada Mala, dengan masuk ke dalam kamar mandi.Bramono mencuci wajahnya berkali-kali, mencoba menenangkan hatinya, agar tidak berbuat sesuatu yang akan melukai Mala lagi.Bramono tahu Mala melakukan itu karena marah padanya. Mala marah atas perbuatan nya semalam saat dia mabuk.Namun diamnya Mala, benar-benar menguji kesabaran nya. Bramono memutuskan untuk keluar dari kamarnya, tanpa menyentuh makanannya, rasa laparnya menjadi hilang dengan aksi diamnya Mala.Sebelum keluar, Bramono mel
Mala memandang dirinya di cermin, matanya begitu bengkak akibat semalaman dia menangis, haruskah dia keluar sekarang? Dan bertemu dengan Bramono.Sedangkan Bramono sendiri masih berada di dalam kamar, masih mencoba mengingat siapa wanita yang telanjang di atas tubuhnya.Mala dengan terpaksa keluar dari kamar, masalah ini harus kelar, tidak boleh di tunda lagi, Mala takut Bramono berubah pikiran.Mala pergi ke dapur lebih dahulu, dia menyiapkan sarapan, selama di sini Mala melihat Bramono selalu sarapan di luar.Selesai membuat sarapan, Mala mencari Bramono di kamar."Tok, tok, tok" Mala mengetuk pintu kamar."Masuk!" Ucap Bramono, dia tahu siapa yang mengetuk pintu kamarnya.Mala tidak mau masuk ke kamar itu, dia takut membayangkan peristiwa malam itu."Sarapan, sudah siap," ucap Mala.Bramono menatap Mala yang hanya berdiri di depan pintu, Bramono melihat mata Mala, yang menatap ke arah tempat tidur, Bramono menghela nafas panjang lalu beranjak bangun dari tempatnya dan berjalan menu
Mala yang sudah selesai membereskan pakaiannya dan juga barang-barang, di rumah kontrakannya yang baru, menarik nafas lega.Setelah ini, dia baru akan menemui Bramono, tidak mungkin juga dia meninggalkan rumah itu begitu saja.Mala pun pergi mandi, setelah magrib dia baru akan ke rumah Bramono. Setelah magrib sesuai rencana, mala pergi ke rumah Bramono.Mala mencari Bramono di dalam rumah, tapi Bramono tidak ada. Mala memutuskan pergi ke dapur, dia akan masak sambil menunggu kedatangan Bramono."untung masih sisa banyak, bahan makanan," ucap Mala, saat melihat isi kulkas.Mala memang baru saja belanja, sebelum peristiwa itu terjadi.Selesai memasak, mala pun duduk santai di sofa menunggu Bramono datang. Tapi sekian lama Mala menunggu, Bramono tak kunjung datang, Mala melirik jam di tangannya."Lebih baik aku pulang sekarang," ucap Mala.Namun baru saja Mala beranjak dari tempatnya, pintu di buka dari luar, Mala diam menatap Bramono yang sedang berciuman dengan seorang wanita di depan
Mala menghentikan tangisnya, lalu melepaskan diri dari pelukan Harun, kemudian dia masuk ke dalam kamarnya, tanpa berkata apapun pada Harun.Harun hanya bisa menatap pintu kamar Mala yang di tutup, nanti jika sudah tenang, dia pasti akan bertanya tentang hal ini.Bramono pulang ke rumah dengan hati yang kecewa, Mala sudah memilih Harun untuk menjadi tempat kesedihannya.Hari pun telah berganti, seminggu sudah Mala dan Bramono berpisah, tak ada lagi interaksi di antara mereka, Bramono pun sudah pindah lagi ke apartemen, karena rumah itu adalah milik Mala.Bramono memulai harinya tanpa Mala disisinya, di luar semua terlihat biasa saja."Katakan padaku, apa yang dia lakukan beberapa hari ini?" Tanya Bramono pada seseorang di balik telepon."Dia hanya diam di dalam kontrakan nya, bos!""Bagus, awasi dia terus! Jangan sampai ada pria yang mendekatinya!" Lanjut Bramono "Siap bos!" Bramono ternyata diam-diam, meminta orang untuk terus mengawasi Mala, mengawal Mala kemana pun Mala pergi, Br
Bramono dengan perasaan berbunga-bunga, mengendarai motornya ke arah tujuan yang di tunjuk oleh Mala."Jalannya sempit," ucap Bramono."Kita turun di sini saja," jawab Mala.Mala mengajak Bramono ke daerah tempat di mana kontrakan nya yang dulu, Mala berjanji akan makan bersama dengan para tetangga di sana hari ini.Mala sedikit tersenyum saat melihat ekspresi Bramono saat melewati gang kecil yang becek dan kotor itu.Gang ini memang selalu becek walau musim kemarau, karena ada saluran pembuangan air milik warga yang selalu tersumbat hingga airnya keluar ke mana-mana.Mala berpelukan bahagia bisa bertemu dengan mantan tetangganya dulu, mereka pun bergantian memeluk Mala.Bramono hanya berdiri terpaku di tempatnya, melihat tempatnya yang begitu sempit."Siapa dia Mala?" Tanya Bu Harun."Teman, Bu," jawab Mala."O_ibu kira pacar kamu, ganteng," lanjut Bu Harun."Karena dia ganteng, tak mungkin jadi pacar Mala, Bu!" Balas Mala.Bramono masuk ke dalam rumah yang sempit itu, mengikuti Mala
Sepanjang hari itu, Bramono dan Mala bersama-sama, menghabiskan waktu bersama.Mereka seperti sedang melupakan masalah yang sedang mereka alami di antara mereka Bramono kemudian membawa Mala ke rumah mereka, Bramono tak ingin cepat-cepat berpisah dari Mala, lagipula rumah itu sudah kosong beberapa minggu ini."Kita malam ini tidur di sini, besok kita bersihkan rumah ini bersama-sama," ucap Bramono."Memangnya kamu tidak bekerja?""Aku cuti, aku sedang malas bekerja," jawab Bramono dengan dingin.Dia memang sedang malas bekerja, pikirannya selalu saja pada Mala, hingga tak bisa berkonsentrasi, seperti biasanya."Bagaimana jika kamu mencari pembantu atau penjaga untuk rumah ini, biar tidak terlalu kosong," ucap Mala."Kenapa tidak kamu saja yang mengisinya, ini kan rumah kamu," balas Bramono.Mala terdiam, dia tak bisa kembali ke rumah ini, walau rumah ini mengandung banyak kenangan manis, tapi peristiwa itu telah merusak segalanya, menghilangkan kenangan manis yang ada."Nanti saja,
Bramono menatap tidak percaya pada Markus, Markus mengedipkan matanya, melihat keterkejutan Bramono itu.Mendapat kedipan mata dari Markus, Bramono malah makin terkejut, bagaimana bisa Markus yang terkenal dingin, mengedipkan matanya bahkan senyum-senyum seperti sekarang."Dia berubah!" Batin Bramono."Apa kamu ingin menjadi, seperti aku dulu?" Tanya Bramono."Tentu tidak! Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu, aku dan kamu berbeda, aku tidak akan pernah membuat seorang wanita dendam padaku,""Bahkan aku tidak mau membuat senjataku marah, hingga tidak bisa berdiri," lanjut Markus.Bramono menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil tersenyum malu."Semoga apapun usaha kamu, kamu segera mendapatkan hasilnya," ucap Bramono kemudian."Terimakasih! Aku titip Mala dan Brama jaga mereka, jangan buat mereka terluka, karena jika itu terjadi, bisa aku pastikan kamu akan menyesal!" Ancam Markus dengan wajah dinginnya."Siap-siaplah kehilangan segalanya, jika sampai itu benar-benar terjadi!" L
"Aku tadi," Bramono mencoba membuka mulutnya, untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada Mala, namun dengan cepat Mala memotongnya."Seharusnya kamu, tadi cepat masuk ke sini, begitu Markus keluar dari ruangan ini!" Omel Mala."Aku berharap melihat kamu di balik pintu itu, mengintip aku dan Markus dalam ruangan ini!" Omel Mala lagi."Tapi ternyata kamu bahkan, tidak langsung masuk menemui ku, ketika Markus keluar!" Lanjut Mala.Bramono menatap Mala yang terlihat sedih mengatakan semua itu, padanya.Bramono bahkan kini melihat kedua mata Mala sudah berkaca-kaca."Tidak seperti itu! Saat melihat kamu berada dalam satu ruangan bersama Markus! Sebenarnya aku juga ingin ikut masuk! Tapi, aku takut kamu marah!" Ucap Bramono."Aku berpikir mungkin memang kalian berdua, butuh untuk bicara," lanjut Bramono."Aku juga gelisah, saat kalian berdua di dalam ruangan ini, begitu lama!""Apalagi saat melihat Markus keluar dengan wajah marah dan kesal,""Lalu kenapa kamu tidak langsung masuk,
Markus menatap Mala, dengan tajam, dia ingat bagaimana Mala mempermalukan dirinya di pesta ulang tahunnya.Pesta ulang tahun, yang seharusnya menjadi hari yang paling bahagia, berubah menjadi hari yang buruk karena penolakan yang di lakukan Mala pada lamarannya, didepan orang banyak.Bahkan, Mala menambah drama penolakan nya, dengan aksi membuang cincin nya, tanpa rasa bersalah.Flash back on.Markus menjemput Mala dan Brama ke bandara siang itu."Aku akan mengajak kalian jalan-jalan dulu sekarang, apa kalian mau?" Tanya Markus pada Mala dan Brama."Mau!" Jawab Brama dengan semangat.Mendengar hal itu, Markus tersenyum bahagia. Siang itu Mala dan Brama benar-benar di manjakan oleh Markus.Mereka berjalan-jalan mengitari sebuah taman yang sangat indah di tengah kota. Hingga tanpa terasa siang pun sudah berubah menjadi malam.Saat malam datang, Markus tidak membawa Mala dan Brama pulang ke rumah, tapi mengajak Mala dan Brama masuk ke sebuah restoran, untuk makan.Tanpa di ketahui oleh M
Pulang menjenguk Ratna, Mala dan Bramono langsung pulang, mereka pun kini sedang berbaring berdua di atas tempat tidur, sambil menatap langit-langit kamar.Setelah puas menatap langit-langit kamar, Bramono mengubah posisi tidurnya menghadap ke arah Mala.Menatap wajah cantik Mala, merupakan hal yang senang dia lakukan akhir-akhir ini.Mala makin di lihat makin cantik, dia memang untung besar mendapatkan Mala.Bahkan dia sering merasa tidak percaya diri berjalan bersama Mala, kecantikan Mala membuat semua hampir menoleh kearah, Bramono takut suatu ketika Mala menghilang darinya."Kenapa?" Tanya Mala, melihat Bramono menatapnya sambil melamun."Kenapa, apanya?" Tanya Bramono balik."Apa yang sedang kamu, pikirkan?""Aku sedang memikirkan bagaimana seandainya kamu pergi dariku, pasti aku akan mati!" Jawab Bramono."Kenapa bisa begitu?" "Tanpa kamu apalah arti diriku!" "Gombal!" ucap Mala sambil tersenyum."Itu benar, aku sekarang sangat tergantung padamu!""Kalau begitu buatlah, aku be
Ciuman yang sangat panjang dan lama, hingga membuat kedua merasakan sesuatu dorongan yang kuat dalam hati mereka untuk berbuat lebih dari itu.Mendorong Bramono untuk membawa Mala, ke atas tempat tidur dengan lembut, dan mulai merangkak di atas tubuh Mala."Tok, tok, tok!" Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar, membuat gerakan Bramono terhenti.Bramono dan Mala saling pandang."Siapa?" Tanya Bramono."Ini aku ayah, aku ingin tidur bersama ayah!" Jawab Brama.Bramono kembali menatap Mala, Mala tersenyum. Bramono mau tidak mau segera turun untuk membukakan pintu untuk Brama."Kamu mau tidur sama ayah?" "Iya,""Baiklah!" Jawab Bramono. Bramono langsung menggendong Brama lalu masuk ke dalam kamar nya Brama."Baiklah, malam ini kita akan tidur berdua di kamar ini," ucap Bramono.Brama tersenyum senang mendengar itu, dia pun langsung tidur sambil memeluk Bramono erat, seakan-akan tidak akan dia lepaskan lagi.Bramono jadi senyum sendiri, menyadari hal yang tidak jadi dia lakukan bersam
Bramono menatap Mala yang muntah mengenai seluruh tubuhnya, Mala menutup mulutnya, menahan rasa mual yang kembali menyerangnya.Mala tanpa ragu mendorong tubuh Bramono, lalu turun dari tempat tidur, dan kelur dari kamar menuju kamar mandi.Sedangkan Bramono menatap tubuhnya, yang penuh dengan muntah."Oh, Tuhan!" Ucap Bramono, dia pun langsung berlari ke arah kamar mandi menyusul Mala.Mala menatap sedih ke arah Bramono."Maaf!" Lirih Mala "Sudahlah, mungkin bayinya belum mau di tengok," ucap Bramono sedih.***Bramono dengan berat hati harus meninggalkan Mala dan Brama di kampung, hari ini. Bramono harus kembali, ke Jakarta karena Bramonos'grup membutuhkannya.Sampai di Jakarta, Bramono benar-benar langsung pergi menuju kantor, hari itu juga.Dia mencoba berbuat sesuatu yang dia bisa dia lakukan untuk menyelamatkan Bramonos'grup dari kebangkrutan.Siang dan Malam, Bramono berkutat hanya di seputar pekerjaan, tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain.Hingga tanpa terasa, waktu pu
"Tolong!" Ucap Ratna lagi.Rima mengacak-acak rambutnya dengan kesal, bagaimana ini? Bagaimana dia menolong Ratna, jika dia sendiri, dia tidak akan kuat mengangkat Ratna ke atas."Tolong!" Teriak Rima akhirnya, karena tidak tahu harus berbuat apa."Tolong!" Teriak Rima lagi.Para polisi yang belum jauh pergi, seketika menghentikan langkahnya, mereka berbalik ke arah suara Rima yang berteriak minta tolong."Ada apa ini?" Tanya para polisi itu.Ratna bukannya langsung menjawab, dia malah terpaku melihat para polisi tadi yang datang."Maaf ada apa ini?" Tanya polisi yang lainnya.Rima tanpa menjawab, mengangkat tangannya lalu menunjuk ke arah lubang di mana Ratna berada."Dia di sana!" Ucap Rima akhirnya.Para polisi pun segera berlari ke arah yang di tunjuk Rima, mereka tersenyum melihat siapa yang ada di sana."Tolonglah aku!" Ucap Ratna, yang sudah merasa tidak kuat lagi menahan berat tubuhnya sendiri.Para polisi itu langsung bergerak, dan akhirnya mereka bisa mengangkat Ratna ke ata
Mendengar suara itu, Mala pun langsung berbalik badan, untuk melihat siapa pria itu. Mata Mala langsung membesar saat melihat siapa pria itu."Markus!" Ucap Mala.Para warga pun langsung mengalihkan perhatiannya pada Markus, yang berjalan ke arah mereka."Kalian semua pasti mengenal saya bukan? Saya bukan hanya akan meratakan kampung ini dengan tanah, tapi juga mengusir kalian dari kampung ini," ucap Markus.Para warga kembali terdiam, mereka saling pandang satu sama lain."Dengar! Yang kalian usir sekarang, adalah pemilik asli semua tanah yang kalian tempati!" Teriak Markus lagi.Rima dan para warga saling pandang mendengar hal itu. Lalu menatap ke arah Markus lagi."Kalian pasti tahu keluarga Kusuma, dan Mala adalah cicit mereka!" Jelas Markus lagi."Jadi menurut kalian, yang seharusnya pergi dari desa ini, dia apa kalian?" Tanya Markus dengan marah.Markus tadi terkejut saat melihat Mala ada di kampung ini, apalagi melihat Mala yang sedang di usir para warga. Kampung ini adalah
Mala menatap apa yang baru saja dia keluarkan dari dalam perutnya, kenapa bisa seperti ini, kemarin dia merasa baik-baik saja."Kenapa aku tiba-tiba, seperti ini?" Tanya Mala dalam hatinya."Kamu kenapa?" Tanya Bu Minah yang terbangun mendengar Mala muntah-muntah barusan."Entahlah, aku tiba-tiba mual-mual!" Jawab Mala.Bu Minah menatap Mala sesaat, dia jadi ingat saat pertama kali Mala pulang ke rumah ini, Mala pun mengalami hal yang sama."Apa kamu hamil lagi?" Tanya Bu Minah.Mala terkejut mendengar pertanyaan itu, Mala menatap Bu Minah, lalu mengerutkan keningnya."Aku sudah telat dua Minggu Bu!" Jawab Mala."Apa mungkin aku hamil lagi?" Tanya Mala."Apakah ini anak Bramono lagi?" Tanya Bu Minah lagi."Tentu saja, dia suamiku! Ternyata kami tidak bercerai, dia membatalkan proses perceraian kami," jelas Mala.Bu Minah menghela nafas lega, mendengar hal itu."Apa kamu belum berhasil menghubunginya?" Tanya Bu Minah lagi."Handphone ku hilang, aku bingung harus menelepon Bramono bagai