"Tidak, kau bisa melakukannya sendiri. Aku harus pulang," ucap Leon dengan terburu-buru.
Leon dengan cepat mendorong tubuh Venus saat itu juga. Dia berusaha menyadarkan dirinya sendiri. Kepalanya menggeleng dengan cepat saat nama Cathala teringat di kepalanya. Nama sang kekasih. Secantik apa pun Venus, Leon tetap tidak ingin membuat pengkhianatan pada hubungannya dengan sang kekasih. Dia tidak mau kalau akhirnya dia malah membuat wanitanya kecewa saat dia sendiri saja tidak pernah menyentuh kekasihnya. Sekarang, Leon sudah melangkahkan kakinya dengan cepat. Dia sudah meraih ponselnya saat berjalan menuju pintu kamar hotel tersebut. Sebab satu pesan baru saja masuk pada ponselnya. Itu pesan dari wanita yang ada di pikirannya. Cathala, kekasihnya. "Ah, kau menyelematkan aku, Thala!" Seru Leon dengan senyuman yang terlukis di bibirnya. Setidaknya, sampai senyuman itu memudar dengan langkah yang sudah terhenti saat membaca pesan yang dikirim oleh kekasihnya. [Leon? Apa kau sudah tidur? Aku ingin mengatakan sesuatu padamu, tapi aku tidak bisa mengatakannya lewat telfon apalagi harus bertemu langsung. Ini tentang apa yang terjadi beberapa hari lalu. Tentang kita yang nyaris melakukannya. Saat aku menghindar dan malah melarikan diri dari situasi itu. Aku ingin meminta maaf, karena aku menyembunyikan sesuatu darimu selama ini. Leon, sebenarnya aku sudah tidak perawan lagi. Aku sudah pernah melakukannya, bersama temanku beberapa minggu yang lalu saat aku mabuk dengannya. Alasanku menghindar darimu malam itu karena aku semakin merasa bersalah. Leon, lebih baik kita akhiri hubungan ini. Maaf telah membuatmu kecewa. Aku tahu kau akan membenciku sekarang. Terima kasih untuk waktu yang kau habiskan bersamaku selama ini. With love, your Cathala.] Leon mematung. Dia diam seribu bahasa. Jantungnya berdegup kencang dengan rasa sesak yang dia rasakan pada dadanya. "Sialan!" Teriak Leon dengan ponselnya yang telah dia lemparkan dengan sembarangan. Dapat dipastikan kalau benda itu mungkin mengalami kehancuran. Sama hancurnya dengan hati Leon saat ini juga. Sempat terdiam kembali dengan tangan yang sudah mengusap wajahnya kasar, lantas Leon kembali berbalik. Dia melangkah dengan segala perasaan kacau yang saat ini dia rasakan. Dia, Leon Gauvriel, telah kembali menuju dimana Venus berada. Seorang gadis yang tengah duduk bersandar sembari meneguk botol whisky yang ada di tangannya. Mata Venus berbinar saat dia kembali mendapati pria itu di hadapannya, senyuman lebarnya juga terlukis di tengah mabuknya dia saat ini. "Oh? Leon, kau kembali?" Mengabaikan apa yang gadis itu katakan, Leon kini lebih memilih untuk merebut botol whisky di tangan Venus. Sebelum dia meneguknya sekaligus, menghabiskan sisa alkohol itu di dalam sana dan melemparkan botol tersebut secara sembarangan tanpa perduli apakah botol itu pecah berserakan atau semacamnya. Sementara Venus malah menekuk bibirnya di sana, menatap Leon dengan kesedihan yang dia tunjukan. "Huh, kau menghabiskan minumanku. Padahal aku masih mau minum!" keluhnya bagai anak kecil yang baru saja kehilangan mainannya. Ya, Venus masih dikuasai oleh alkohol. "Apa tawaranmu masih berlaku?" tanya Leon setelah dia kembali menatap Venus yang sekarang ada di hadapannya. Venus tersenyum lebar dan mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali. Leon dapat melihat kalau Venus menjawab pertanyaannya dengan antusias di tengah mabuknya. Dengan Leon yang juga sudah merasakan kepalanya yang pening setelah membiarkan cairan alkohol itu turun dari tenggorokannya. Sebelum pada akhirnya, Leon menatap Venus dengan lekat. Bersamaan dengan dia yang kembali meyakinkan dirinya. "Aku bantu untuk melepaskan pakaianmu!" ujar Leon yang sekarang sudah mendekat ke arah Venus. Venus tidak dapat mengatakan apa pun, sebab pria di hadapannya itu kini telah membungkamnya dengan sebuah pagutan. Pagutan yang mampu membuat matanya terpejam saat itu juga. Leon tahu kalau apa yang dilakukannya sekarang memang terlihat gila. Dia malah tiba-tiba saja berubah pikiran hanya karena sebuah pesan yang menyesakkan. Tapi mau bagaimana lagi? Saat Leon juga membutuhkan pelampiasan saat ini. Terdengar jahat, tapi Leon tidak dapat berpikir dengan jernih saat ini. Apalagi saat dia sudah merasakan bagaimana manisnya bibir kecil milik Venus. Sehingga bukan hanya alkohol yang mulai memabukkan untuk Leon, tapi juga gadis yang saat ini telah saling melumat dengan dirinya. "Eumhh-" Lenguhan kecil terdengar dari bibir Venus. Itu disebabkan oleh tangan Leon yang sudah mengusap lehernya. Bersamaan dengan Leon yang sudah mendorong tubuh Venus pelan hingga gadis itu telah berbaring di atas ranjang tersebut, dengan Leon yang mulai menindihnya. "Apa kamu juga memperbolehkan aku menyentuhmu, Nona?" tanya Leon saat pagutan itu telah dia lepaskan. Dia kini telah menatap Venus yang masih memejamkan matanya dengan bibir yang sudah basah dan pipi yang bersemu merah. Gadis itu benar-benar terlihat sangat mabuk sekarang, saat dia juga dengan yakinnya menganggukkan kepala sebagai sebuah jawaban. "Sentuh aku, Leon. Kau bisa menyentuhku dimana pun. Aku ingin tahu kenapa Ibuku selalu menyukai sentuhan dari para pria!" Seru Venus. Matanya masih terpejam, tapi mulutnya itu terus meracau. Membuat Leon kini telah kembali mengecup bibir Venus, kembali membungkamnya dengan pagutan yang semakin dalam. Satu persatu pakaian Venus berhasil dilepaskan oleh Leon, pria yamg juga sudah berada di dalam pengaruh alkohol itu menikmati segala yang dia lakukan. Memeta tubuh seorang gadis yang baru beberapa jam ini dia temui. Gadis yang telah menjadi Nona-nya. "Tubuhmu indah sekali, kau benar-benar cantik," ucap Leon sembari mengecupi setiap inchi tubuh Venus. Tidak hanya itu, Leon juga sudah memberikan beberapa tanda pada collarbone milik gadis itu. Sampai pada akhirnya, keduanya sudah siap memasuki inti permainan panas yang saat ini tengah mereka lakukan. Permainan yang dipenuhi oleh hasrat yang membawa. Setidaknya, sampai Leon menyadari sesuatu saat dia berusaha mencoba memasukan miliknya pada pusat tubuh gadis tersebut. Sesuatu yang membuat Leon menghentikan apa yang saat ini tengah dia lakukan. "Venus, apa kau masih—? " tanya Leon dengan terbata. Kenyataannya, Leon memang dibuat terkejut dengan hal itu. Dia bisa merasakan sesuatu menghalang di dalam sana. Dimana dia yakin itu adalah selaput dara milik gadis itu. Sesuatu yang menandakan jika Venus memang masih virgin Keyakinan itu ditambah dengan Venus yang sudah menganggukkan kepalanya secara perlahan. Dimana gadis itu juga telah menatap Leon dengan sorot mata sayu dan tangan yang mencengkeram lengan Leon. "H-hentikan …" ucap Venus dengan suara yang lirih. Sedangkan Leon kini hanya terdiam menatap lekat pada Venus di bawah kungkungannya. Dia menatap gadis itu dengan rasa bimbang di dalam hatinya. Di tengah hasrat yang saat itu begitu besar di dalam dirinya. Hasrat menikmati setiap inchi tubuh Venus. "Ini sudah terlalu jauh, apa aku harus tetap melanjutkannya?"
"Nona Venus?" panggil Leon kemudian. Leon membuka matanya, dan dia sama sekali tidak menemukan gadis yang seharusnya berada di sampingnya. Gadis yang semalam dia nikmati setiap lekuk tubuhnya. Gadis yang telah dia ambil kegadisannya. Tidak ada jawaban. Membuat Leon segera bangkit dari posisinya dan memakai celana dalam serta celana panjang miliknya yang sempat berserak di lantai. "Nona Venus? Apa kau di dalam?" tanya Leon bersamaan dengan satu ketukan pada pintu kamar mandi. Bukan tanpa alasan, sebab Leon mendengar suara gemericik air dari dalam sana. Membuatnya berpikir jika mungkin Venus memang sedang berada di dalam sana sekarang. Akan tetapi, karena tidak ada jawaban Leon terus mengetuk pintu tersebut. Dia hanya ingin memastikan kalau gadis itu baik-baik saja. Apalagi saat dia mengingat apa yang telah terjadi semalam di antara mereka berdua. Leon hanya ingin memastikan kalau Venus memang tidak sedang merasakan kesakitan atau semacamnya. Sampai pada akhirnya, gemericik air it
Berjalan dengan Leon yang berada di belakangnya, Venus berkali-kali tersenyum puas atas apa yang telah dia dapatkan. Jelas Leon juga sadar akan hal itu, sebab secara tak langsung gadis itu juga beberapa kali menolehkan kepala ke arahnya.Keputusan Leon memang sudah bulat. Dia sudah memutuskan untuk menerima Venus dan menikah dengannya. Menjadi seseorang yang nyatanya menjadikan dirinya sebagai pria sewaan. Setidaknya, dia melakukan hal ini bukan hanya soal uang. Tapi, juga pembalasan dendamnya pada wanita yang ternyata merupakan ibu Venus."Venus! Dari mana saja?!"Seseorang di depan mereka telah berkata demikian dengan suara yang cukup tegas. Pria berusia enam puluhan itu adalah kakek Venus. Ayah dari ayah Venus. Pria yang memiliki kekayaan berlimpah termasuk dengan Diamond grup."Kakek! Maaf, aku baru pulang sekarang," ucap Venus dengan nada yang sedikit mengayun manja.Tidak hanya itu saja, Venus juga sudah berlari kecil menghampiri kakeknya di sana, dan memberikan sebuah pelukan y
"Bukan urusan Ibu!"Venus yang berkata seperti itu membuat wanita yang baru saja menjatuhkan gelasnya hingga pecah itu berjalan mendekat ke arahnya. "Apa maksudmu? Kau itu anakku, bagaimana mungkin itu bukan menjadi urusanku saat kau—"Wanita itu tidak melanjutkan kalimatnya, saat sorot matanya kini telah mendapati seorang pria yang tengah duduk dan menoleh ke arahnya. Membuat kedua pasang mata itu saling bertatapan kemudian. "Kau?" ucapnya kemudian.Leon mengepalkan tangannya secara tak sadar. Sorot matanya juga terlihat cukup menajam saat wanita tersebut menatapnya dengan sorot mata terkejut."Kau mengenalnya, Lisa?" tanya kakek Venus kemudian.Sampai pada akhirnya, Lisa segera menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dia membantah pertanyaan yang baru saja diberikan oleh ayah mertuanya tersebut. "Tidak, aku sama sekali tidak mengenalnya. Aku hanya terkejut saja. Apa dia pria yang menghamili Venus?" ucap Lisa yang berusaha mengalihkan pembicaraan. Leon jelas tahu sekali wanita itu jug
Keputusan Leon sudah semakin bulat untuk membalaskan dendamnya pada Lisa, wanita yang menyebalkan itu. Dia benar-benar tidak akan membiarkan wanita itu lolos lagi sekali pun Leon sendiri harus menjadi menantunya.Hingga akhirnya, hari ini telah menjadi hari pernikahan Leon dengan Venus. Hari di mana dia pada akhirnya telah berstatus sebagai suami dari gadis cantik yang merupakan penerus Diamond grup."Leon! Tolong geser meja itu, jangan cuma diam saja!"Teriakan itu di dapatkan Leon saat dia sedang berdiri di samping Venus yang memperkenalkannya pada teman gadis itu.Dan ya, teriakan itu berasal dari kakek Venus. Tidak peduli jika Leon adalah pengantin pria di hari ini, kakek Venus masih saja menunjukan ketidaksukaannya pada Leon. Terlebih, dengan fakta bahwa dia masih saja merendahkan Leon karena statusnya yang hanya sebagai bodyguard sewaan untuk cucu tunggalnya tersebut."Sebentar," bisik Leon pada Venus di sana. Di mana akhirnya, dia
Tangan Leon jelas mengepal dengan kuat. Sorot matanya juga sudah menajam saat melihat apa yang ada di depannya saat ini juga.Sungguh, rasanya pikiran pria itu mendadak kacau saat melihat semua itu. Dia sama sekali tidak tahu apa hubungan Cathala dengan kakek Venus. Hanya saja, yang dia tahu Cathala tidak memiliki keluarga seperti kakek Venus ini. Yang Leon tahu, Cathala bahkan seorang wanita yang hidup sebatang kara. Sejak kecil wanita itu juga hanya tinggal di panti asuhan."Kau yakin kalau dia mantan kekasihmu?" tanya Venus kemudian saat melihat Leon yang bersikap seperti itu.Leon mengangguk dengan yakin. Rahangnya terlihat semakin mengeras sekarang. Hingga akhirnya, Venus sudah menggenggam tangan Leon dengan cukup kuat dan mengajaknya untuk berjalan mendekat pada tempat dua orang itu berada."Kalau begitu, kita harus menghampirinya," ucap Venus dengan senyuman angkuh yang telah dia tunjukan.Leon sempat kebingungan. Dia hendak menghentikan langkahnya, tapi sorot mata Cathala sudah
Leon melepaskan dasi yang menggantung di lehernya sejak pagi tadi. Tubuhnya juga telah dia hempaskan pada sofa yang ada di dalam kamar tersebut. Kamar yang akan dis tinggali bersama Venus, istri barunya.Helaan nafas panjang juga telah dia lakukan sambil memijat pangkal hidungnya di sana. Menunjukan betapa lelahnya dia menjalani hari pernikahannya ini. Rasanya lebih melelahkan daripada saat dia bekerja di tempat Madam Ji."Aku akan mandi lebih dulu. Kalau kau mau mandi lebih cepat juga, pergilah ke kamar mandi yang ada di kamar tamu," ucap Venus yang kini sudah melepaskan gaun pernikahannya dan menggantikannya dengan handuk yang melilit di tubuhnya.Tidak menjawab apa pun, Leon hanya menganggukkan kepalanya pelan hingga akhirnya Venus sudah lebih duku masuk ke dalam kamar mandinya.Hening. Leon terdiam dengan mata yang terpejam. Sampai akhirnya dia tak sadar kalau dia baru saja tertidur.***"Leon? Bangunlah."Leon mengerjapkan matanya saat panggilan itu terdengar di telinganya. Bersa
Kalau boleh memaki, rasanya ingin sekali Leon memaki wanita yang kini berdiri di hadapan istrinya. Wanita dengan lingerie yang dibalut dengan kimono tipis yang baru saja mengetuk pintu kamarnya dan mengganggu apa yang akan dia lakukan bersama Venus.Sebab Leon juga sadar, kalau wanita itu dengan sengaja mengganggu waktunya dengan Venus. Wanita itu sengaja mengganggu acara malam pertama mereka di sana."Kenapa sih, bu? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Venus yang kini tengah menatap ibunya dengan kebingungan."Ada seseorang yang sepertinya mengintip ibu di jendela kamar tadi! Ibu takut," ucap sang ibu kemudian.Leon lantas mendecak dan berjalan mendekat pada keduanya. "Bukannya kamar ibu di lantai dua? Bagaimana mungkin seseorang bisa mengintip dari sana? Bahkan, tidak ada balkon di kamarmu," ucap Leon yang ikut bicara.Dia tidak sebodoh itu. Dia tahu jelas kalau Lisa berbohong.Mendengar jawaban Leon pun, akhirnya Venus tidak lagi ikut panik karenanya. Dia juga baru menyadari soal i
"Kau bekerja di dunia malam, Leon. Memangnya kau tidak tertarik untuk menjadi seorang ‘pria panggilan’ saja? Karena aku yakin, kau akan laris manis disewa tante-tante muda kaya raya!" Entah sudah ke berapa kalinya Leon mendengar penuturan teman kerjanya itu. Tentang pertanyaan yang selalu bersangkutan dengan pria panggilan. Iya, bahasa kasarnya, seorang gigolo. Pria yang bisa di sewa untuk memuaskan hasrat seorang wanita yang membutuhkannya. Tapi, untuk ke sekian kalinya juga Leon akan menggelengkan kepalanya sembari tersenyum. "Aku tidak bisa melakukannya, Morgan. Aku tidak suka menjadi pria yang seperti itu." Ya, jawabannya selalu sama. Sebuah penolakan. Dia memilih tetap menjadi bartender saja. Meskipun Leon terlihat seperti membutuhkan banyak uang, dia tidak akan melakukan hal seperti itu. Walaupun dia tak munafik jika terkadang dia memang memiliki hasrat yang besar. Tapi, dia tetap akan melepaskan hasratnya pada sang kekasih saja tidak pada wanita lain, apalagi wanita yang ti
Kalau boleh memaki, rasanya ingin sekali Leon memaki wanita yang kini berdiri di hadapan istrinya. Wanita dengan lingerie yang dibalut dengan kimono tipis yang baru saja mengetuk pintu kamarnya dan mengganggu apa yang akan dia lakukan bersama Venus.Sebab Leon juga sadar, kalau wanita itu dengan sengaja mengganggu waktunya dengan Venus. Wanita itu sengaja mengganggu acara malam pertama mereka di sana."Kenapa sih, bu? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Venus yang kini tengah menatap ibunya dengan kebingungan."Ada seseorang yang sepertinya mengintip ibu di jendela kamar tadi! Ibu takut," ucap sang ibu kemudian.Leon lantas mendecak dan berjalan mendekat pada keduanya. "Bukannya kamar ibu di lantai dua? Bagaimana mungkin seseorang bisa mengintip dari sana? Bahkan, tidak ada balkon di kamarmu," ucap Leon yang ikut bicara.Dia tidak sebodoh itu. Dia tahu jelas kalau Lisa berbohong.Mendengar jawaban Leon pun, akhirnya Venus tidak lagi ikut panik karenanya. Dia juga baru menyadari soal i
Leon melepaskan dasi yang menggantung di lehernya sejak pagi tadi. Tubuhnya juga telah dia hempaskan pada sofa yang ada di dalam kamar tersebut. Kamar yang akan dis tinggali bersama Venus, istri barunya.Helaan nafas panjang juga telah dia lakukan sambil memijat pangkal hidungnya di sana. Menunjukan betapa lelahnya dia menjalani hari pernikahannya ini. Rasanya lebih melelahkan daripada saat dia bekerja di tempat Madam Ji."Aku akan mandi lebih dulu. Kalau kau mau mandi lebih cepat juga, pergilah ke kamar mandi yang ada di kamar tamu," ucap Venus yang kini sudah melepaskan gaun pernikahannya dan menggantikannya dengan handuk yang melilit di tubuhnya.Tidak menjawab apa pun, Leon hanya menganggukkan kepalanya pelan hingga akhirnya Venus sudah lebih duku masuk ke dalam kamar mandinya.Hening. Leon terdiam dengan mata yang terpejam. Sampai akhirnya dia tak sadar kalau dia baru saja tertidur.***"Leon? Bangunlah."Leon mengerjapkan matanya saat panggilan itu terdengar di telinganya. Bersa
Tangan Leon jelas mengepal dengan kuat. Sorot matanya juga sudah menajam saat melihat apa yang ada di depannya saat ini juga.Sungguh, rasanya pikiran pria itu mendadak kacau saat melihat semua itu. Dia sama sekali tidak tahu apa hubungan Cathala dengan kakek Venus. Hanya saja, yang dia tahu Cathala tidak memiliki keluarga seperti kakek Venus ini. Yang Leon tahu, Cathala bahkan seorang wanita yang hidup sebatang kara. Sejak kecil wanita itu juga hanya tinggal di panti asuhan."Kau yakin kalau dia mantan kekasihmu?" tanya Venus kemudian saat melihat Leon yang bersikap seperti itu.Leon mengangguk dengan yakin. Rahangnya terlihat semakin mengeras sekarang. Hingga akhirnya, Venus sudah menggenggam tangan Leon dengan cukup kuat dan mengajaknya untuk berjalan mendekat pada tempat dua orang itu berada."Kalau begitu, kita harus menghampirinya," ucap Venus dengan senyuman angkuh yang telah dia tunjukan.Leon sempat kebingungan. Dia hendak menghentikan langkahnya, tapi sorot mata Cathala sudah
Keputusan Leon sudah semakin bulat untuk membalaskan dendamnya pada Lisa, wanita yang menyebalkan itu. Dia benar-benar tidak akan membiarkan wanita itu lolos lagi sekali pun Leon sendiri harus menjadi menantunya.Hingga akhirnya, hari ini telah menjadi hari pernikahan Leon dengan Venus. Hari di mana dia pada akhirnya telah berstatus sebagai suami dari gadis cantik yang merupakan penerus Diamond grup."Leon! Tolong geser meja itu, jangan cuma diam saja!"Teriakan itu di dapatkan Leon saat dia sedang berdiri di samping Venus yang memperkenalkannya pada teman gadis itu.Dan ya, teriakan itu berasal dari kakek Venus. Tidak peduli jika Leon adalah pengantin pria di hari ini, kakek Venus masih saja menunjukan ketidaksukaannya pada Leon. Terlebih, dengan fakta bahwa dia masih saja merendahkan Leon karena statusnya yang hanya sebagai bodyguard sewaan untuk cucu tunggalnya tersebut."Sebentar," bisik Leon pada Venus di sana. Di mana akhirnya, dia
"Bukan urusan Ibu!"Venus yang berkata seperti itu membuat wanita yang baru saja menjatuhkan gelasnya hingga pecah itu berjalan mendekat ke arahnya. "Apa maksudmu? Kau itu anakku, bagaimana mungkin itu bukan menjadi urusanku saat kau—"Wanita itu tidak melanjutkan kalimatnya, saat sorot matanya kini telah mendapati seorang pria yang tengah duduk dan menoleh ke arahnya. Membuat kedua pasang mata itu saling bertatapan kemudian. "Kau?" ucapnya kemudian.Leon mengepalkan tangannya secara tak sadar. Sorot matanya juga terlihat cukup menajam saat wanita tersebut menatapnya dengan sorot mata terkejut."Kau mengenalnya, Lisa?" tanya kakek Venus kemudian.Sampai pada akhirnya, Lisa segera menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dia membantah pertanyaan yang baru saja diberikan oleh ayah mertuanya tersebut. "Tidak, aku sama sekali tidak mengenalnya. Aku hanya terkejut saja. Apa dia pria yang menghamili Venus?" ucap Lisa yang berusaha mengalihkan pembicaraan. Leon jelas tahu sekali wanita itu jug
Berjalan dengan Leon yang berada di belakangnya, Venus berkali-kali tersenyum puas atas apa yang telah dia dapatkan. Jelas Leon juga sadar akan hal itu, sebab secara tak langsung gadis itu juga beberapa kali menolehkan kepala ke arahnya.Keputusan Leon memang sudah bulat. Dia sudah memutuskan untuk menerima Venus dan menikah dengannya. Menjadi seseorang yang nyatanya menjadikan dirinya sebagai pria sewaan. Setidaknya, dia melakukan hal ini bukan hanya soal uang. Tapi, juga pembalasan dendamnya pada wanita yang ternyata merupakan ibu Venus."Venus! Dari mana saja?!"Seseorang di depan mereka telah berkata demikian dengan suara yang cukup tegas. Pria berusia enam puluhan itu adalah kakek Venus. Ayah dari ayah Venus. Pria yang memiliki kekayaan berlimpah termasuk dengan Diamond grup."Kakek! Maaf, aku baru pulang sekarang," ucap Venus dengan nada yang sedikit mengayun manja.Tidak hanya itu saja, Venus juga sudah berlari kecil menghampiri kakeknya di sana, dan memberikan sebuah pelukan y
"Nona Venus?" panggil Leon kemudian. Leon membuka matanya, dan dia sama sekali tidak menemukan gadis yang seharusnya berada di sampingnya. Gadis yang semalam dia nikmati setiap lekuk tubuhnya. Gadis yang telah dia ambil kegadisannya. Tidak ada jawaban. Membuat Leon segera bangkit dari posisinya dan memakai celana dalam serta celana panjang miliknya yang sempat berserak di lantai. "Nona Venus? Apa kau di dalam?" tanya Leon bersamaan dengan satu ketukan pada pintu kamar mandi. Bukan tanpa alasan, sebab Leon mendengar suara gemericik air dari dalam sana. Membuatnya berpikir jika mungkin Venus memang sedang berada di dalam sana sekarang. Akan tetapi, karena tidak ada jawaban Leon terus mengetuk pintu tersebut. Dia hanya ingin memastikan kalau gadis itu baik-baik saja. Apalagi saat dia mengingat apa yang telah terjadi semalam di antara mereka berdua. Leon hanya ingin memastikan kalau Venus memang tidak sedang merasakan kesakitan atau semacamnya. Sampai pada akhirnya, gemericik air it
"Tidak, kau bisa melakukannya sendiri. Aku harus pulang," ucap Leon dengan terburu-buru.Leon dengan cepat mendorong tubuh Venus saat itu juga. Dia berusaha menyadarkan dirinya sendiri. Kepalanya menggeleng dengan cepat saat nama Cathala teringat di kepalanya. Nama sang kekasih. Secantik apa pun Venus, Leon tetap tidak ingin membuat pengkhianatan pada hubungannya dengan sang kekasih. Dia tidak mau kalau akhirnya dia malah membuat wanitanya kecewa saat dia sendiri saja tidak pernah menyentuh kekasihnya. Sekarang, Leon sudah melangkahkan kakinya dengan cepat. Dia sudah meraih ponselnya saat berjalan menuju pintu kamar hotel tersebut. Sebab satu pesan baru saja masuk pada ponselnya. Itu pesan dari wanita yang ada di pikirannya. Cathala, kekasihnya. "Ah, kau menyelematkan aku, Thala!" Seru Leon dengan senyuman yang terlukis di bibirnya. Setidaknya, sampai senyuman itu memudar dengan langkah yang sudah terhenti saat membaca pesan yang dikirim oleh kekasihnya. [Leon? Apa kau sudah tid
"Kau tidakminum?!" ujar Venus yang sudah menyodorkan botol minuman yang masih beradadi tangannya.Leon menatap padagadis di depannya yang kini telah kembali menenggak minuman beralkohol itulangsung dari botolnya. Kepalanya menggeleng, saat dia juga sudah melihatdengan jelas kalau gadis itu sudah mulai mabuk dengan pipi dan mata yang mulaiterlihat kemerahan.Namun, Leon sendiri tidak bisa menghalanginya. Rasanya dia juga tidak harusterlalu perduli ada gadis itu. Dia merasa kalau dia tidak perlu berurusandengannya. Walaupun dia sendiri juga cukup penasaran akan sesuatu. Tentu inimenyangkut dengan seorang wanita yang sebelumnya dia temui bersama Venusbeberapa menit yang lalu. Sebelum akhirnya Venus tiba-tiba saja mengajaknya ketempat seperti ini.Leon menggelengkan kepalanya. "Tidak, terima kasih," jawabannyamencoba bersikap sopan."Kenapa?" tanya Venus dengan raut wajah yang menunjukan kekecewaanpada Leon di sana.Sekali lagi, Leon malah menggelengkan kepalanya. Helaan nafa