Tubuh Amera telah basah oleh keringat, ia menghampiri Hermawan yang baru saja keluar dari ruangan kerjannya."Pak Her," panggil Amera membuat lelaki itu berbalik badan dan menatap ke arahnya.Amera merasa bersalah, karena telah teledor. Bukan hanya itu saja, Amera bahkan belum memberikan jawaban pasti tetang ajakan lelaki yang ada dihadapannya itu untuk menikah.Sebab, Amera masih tidak mau kalau nama Kejora diubah. Walaupun hanya demi status saja, sebab bagi Amera. Kejora tetap anak kandung Rudy, sekalipun suaminya telah tiada."Ayo ikut aku," ajak Hermawan membuat Amera mendongak untuk menatap wajah lelaki itu.Sesaat kemudian, Amera bergegas mengikuti langkah jenjang Hermawan. Hingga mereka berada di area pakiran.Amera selalu mengabaikan tatapan sinis karyawan lain, walaupun sering terdengar bisikan-bisikan mereka yang merendahkan dirinya serta mengatakan hal yang menyakitkan.Bahkan, Amera bisa mengingatnya. Seperti, 'Janda gatel!.' 'Wanita murahan,' dan lain-lainnya lagi."Pak,
Mata Amera membulat sempurna, ketika melihat siapa yang baru saja menabrak dirinya. Dengan cepat ia bergegas bangun dan meraih tangan wanita itu, di saat hendak kabur."Mau ke mana kamu, hah!" bentak Amera dengan garang, emosinya mendidih seketika. Tidak perduli dengan para karyawan yang mulai ramai setelah jam makan siang dan ingin kembali bekerja.Amera tidak akan pernah melepaskan mangsanya, cengkraman tangan ia perkuat dan membuat wanita itu mengeluh kesakita."Lepaskan! Dasar wanita bar-bar!" pekik Siska mengeluh. Namun Amera tetap tidak mau melepaskannya."Ngapain kamu ke sini, hah?" bentak Amera lagi.Selvi yang baru saja masuk telah disuguhkan dengan pemandangan yang cukup ekstrim tersebut, sebisa mungkin wanita itu terlihat tetap tetang dan melangkah perlahan."Ingat karma, Vi," batin Selvi. Namun, naas. Amera menyeru namanya dengan lantang dan membuat langkah Selvi harus berhenti seraya berbalik badan.Niat hati tidak ingin terlibat dalam urusan Amera, tapi wanita itu yang
Amera tetap mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaan adik iparnya, walaupun tidak bisa disembunyikan bahwa ada rasa cemburu yang mengusik ketenangan hati wanita itu.Rasa nyaman dan sikap manis yang selalu Andre berikan membuat Amera tidak bisa membohongi dirinya sendiri, kalau terbuai dalam perhatian adik iparnya itu berikan.Namun, sekali lagi keegoisan membuat Amera tidak mau mengakui semua itu dan menyimpannya baik-baik di dalam hati tanpa berniat sama sekali untuk mengungkapkan perasaannya tersebut.Setelah mengatur perasaannya yang sempat bergejolak, Amera melangkah dengan pasti menuju ke ruangan Hermawan."Pak Her!" seru Amera.Beberapa kali ia mengetuk pintu ruangan lelaki paruh baya itu, tapi tidak ada sahutan dari dalam. Hingga Amera memutuskan untuk masuk ke ruangan tersebut.Amera memutar hendel pintu yang ternyata tidak terkunci dan mendorongnya secara perlahan, manik matanya menatap ke adaan ruangan tersebut. Mencari keberadaan Hermawan, ruangan itu begitu sunyi. Samar-s
Di sebuah rumah yang megah, seroang wanita paruh baya menatap penuh kekecewaan ke arah Amera. Wanita itu adalah Bik Tini, walaupun bukan ibu kandung Amera. Tetap saja, ia mengkhawatirkan keadaan Amera dan Kejora.Setelah diajak pulang dengan tiba-tiba dan diberitahu, bahwa Hermawan merupakan dalang dari kematian Amar dan Darati. Tentu saja Bik Tini bukan hanya khawatir, melainkan benar-benar marah."Nak Mera, kenapa kamu baru bilang sekarang? Bagaimana kamu bisa membiarkan Kejora dekat dengan lelaki itu!" kata Bik Tini meluapkan perasaannya.Mereka kini duduk di ruangan tamu, sedangkan Kejora yang kelelahan akibat perjalan udara yang mereka tumpangi sudah terlelap di dalam kamar.Amera membuang nafas panjang, memperbaiki posisi duduknya agar menjadi nyaman sebelum menjawab pertanyaan dari Bik Tini barusan.Andaikan Amera mengetahui kebusukan Hermawan dari awal? Mungkin dirinya akan menjebloskan lelaki itu ke penjara, namun sayangnya Amera tidak memiliki bukti yang kuat."Aku belum yak
Sejak semalam Amera sudah menyusun rencananya, mulai dari mencoba merentas data perusahan Hermawan. Sampai mengumpulkan data-data tentang kematian kedua orangtuanya, semua itu Amera lakukan seorang diri. Karena kini tidak ada orang yang bisa dipercaya olehnya.Kasus kematian orangtuanya begitu bersih dan kemungkinan kecil bisa menjerat Hermawan, sebab kecelakaan yang menimpa Amar dan Darati begitu rapi. Bahkan kasusnya sudah lama ditutup.Di saat Amera tengah memikirkan cara untuk mendapatkan bukti yang akan ia pergunakan menjerat Hermawan, tiba-tiba saja dari luar kamar Amera mendengar suara ribut-ribut."Di mana wanita murahan itu!" Suara yang begitu familiar mengusik pendengarannya, membuat Amera bergegas keluar kamar, baru saja ia membuka pintu wajah Rossa yang tengah berkacak pinggang menyambutnya.Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu kini menampakkan aura tidak bersahabat, walaupun hal tersebut memang tabiat Rossa setiap kali bertemu dengan Amera.Namun, kali ini ad
"Jangan, Ndre!" teriak Rossa histeris.Rossa bahkan memeluk kaki Andre membuat putranya itu menatap penuh iba ke arah Mamanya tersebut, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, perusahan yang selama ini dikelolah olehnya merupakan milik Amera.Andre tidak memiliki hak apapun atas perusahaan tersebut, hanya saja menjalankan bisnis itu dengan baik dan mengambil upah yang sesuai dengan hasil kerjanya."Aku gak bisa, Ma. Mau bagaimana pun juga? Perusahan itu milik Mbak Amera," jelas Andre tidak berdaya.Kali ini Amera benar-benar menjadi wanita paling tidak berperasaan, setidaknya ia ingin membalas sedikit rasa sakitnya kepada Rossa yang selalu berlaku seperti ibu mertua kejam.Amera merasa, tidak ada yang salah dengan apa yang ia lakukan saat ini. Sebab, Amera hanya mengambil apa yang menjadi miliknya. "Kamu akan menyesali semua ini, Mera! Dasar wanita murahan!" teriak Rossa membuat Andre menahan tubuh wanita itu yang ingin menyerang Amera, sedangkan Amera hanya menatap lekat tanpa me
"Ndre," suara seruan pelan mengusik tidur Andre yang baru saja memejamkan mata.Lelaki itu menatap ke arah wanita yang kini duduk di tepi ranjang dengan pakaian yang begitu seksi, namun sayang. Andre tidak tertarik sama sekali, kemudian memilih untuk bangun dan bersandar pada headboard tempat tidur.Bola mata Andre sebuk membuka pesan Chet yang masuk ke ponselnya, tanpa menghiraukan Hesti sama sekali dan membuat wanita itu semakin merana."Ndre, apa sih salahku sama kamu?" tanya Hesti dengan lirih."Salah kamu itu, hanya satu! Yaitu, mau menikah denganku," balas Andre acuh tanpa melirik ke arah Hesti sama sekali.Kini keduanya tengah berada di salah–satu villa yang merupakan aset perusahaan Darati Utama, dengan alasan pergi berbulan madu. Andre meminta izin kepada mamanya untuk membawa Hesti, padahal itu semua hanya akal-akalan Andre saja.Andre ke villa tersebut memiliki tujuan dan maksud lain, setelah pertengkaran dirinya bersama Amera beberapa waktu lalu. Andre memang menghindari k
"Hesti!" Andre memanggil nama istrinya itu dan kembali masuk ke kamar, namun ada yang aneh dengan wanita itu.Hesti nampak begitu gugup, bahkan belum juga menganti pakaiannya yang robek. Buru-buru Andre memalingkan wajahnya dan memberi perintah kepada Hesti, untuk bersiap-siap. Sebab, hari ini mereka berdua akan segera pulang.Tugas Andre sedikit lagi selesai, setelah meng-upload data terbaru tentang villa dan berbagai hotel lainnya. Andre benar-benar akan membantu Amera untuk mendapatkan hak penuh atas perusahaan Darati Utama."Bersiaplah! Malam ini kita pulang!" Setelah mengatakan hal itu, Andre bergegas pergi lagi. Di villa tersebut, tidak ada kegiatan lain yang keduanya lakukan. Kecuali, mengurusi pekerjaan. Bulan madu yang diimpikan oleh Hesti hanya akan terjadi di dalam angan-angannya saja. Sebab, Andre tidak akan pernah bisa menyentuh Hesti. "Huff, aku harus bergerak cepat," gumam Andre seraya melangkah menuju ke area lain yang berada di sisi barat villa. Di sana ada sebuah po
Di saat Amera berniat untuk melarikan diri, tiba-tiba saja pergelangan tangannya dicengram erat oleh Andre.Lelaki itu menariknya masuk ke ruangan di mana ada Mama Rossa yang tengah di rawat, jantung Amera berdetak semakin kencang. Terlebih ketika matanya menatap ke arah ranjang rumah sakit, di mana wanita yang ia ingin hindari itu tengah terbaring lemah."Mama," panggil Andre dengan suara pelan seraya meraih tangan Mama Rossa. Wanita itu mengalihkan perhatiannya sejenak untuk menatap wajah Andre, sebelum membuang kembali wajahnya ke arah berlawanan."Kenapa kamu bersama dia?" tanya Mama Rossa membuat hati Amera tersentil.Andre menatap ke arah Amera sejenak dan tersenyum lebar, seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.Kemudian Andre kembali mengajak Mama Rossa berbicara tentang penyebab wanita yang telah melahirkannya itu bisa masuk ke rumah sakit."Mama lelah, bisa tinggalkan Mama? Mama ingin beristirahat," kata Mama Rossa dengan nada pelan."Baiklah, aku akan pergi. Ta
Amera hanya bisa menggigit bibir bawahnya ketika Hesti datang dengan keadaan marah-marah dan menarik tangan Andre untuk keluar dari ruangan tersebut.Kini hanya ada Amera seroang diri di dalam kamar, ia menutup pintu yang masih terbuka lebar itu dan berjalan gontai menuju ke ranjang."Selalu aku yang bersalah," gumamnya pelan seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Terlalu munafik untuk Amera mengatakan dirinya baik-baik saja saat ini, padahal ia juga seroang wanita yang memiliki perasaan.Semua yang teradi di dalam hidupnya terlalu berat untuk ia pikul seroang diri, terlebih harus berhadapan dengan Hesti yang menjadi madunya."Ya Tuhan, kuatkanlah aku," batin Amera, kemudian ia pun memejamkan kedua matanya.Di saat Amera tengah merasa kesepian dan rasa sedih yang mendalam akan semua hal yang terjadi, Andre dan Hesti malahan melakukan hal lain.Kedua insan itu menghabiskan beberapa ronde malam pertama yang mereka lewatkan begitu saja, Andre benar-benar lepas kendali sampai tum
"Mas, aku—" Suara Hesti tercekat di leher, ketika melihat sebuah adengan yang tidak senonoh dari suami dan madunya itu.Nampan yang dibawa oleh wanita itu sampai terjatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras, membuat Amera dan Andre tersadar.Mereka berdua kembali berusaha untuk bangun, walaupun Amera merasa kesulitan dan tidak sengaja menyentuh sesuatu yang terasa keras."Kalian!" pekik Hesti dengan mata yang memerah. Antara marah dan merasa cemburu, mata wanita itu mengembun.Hati Hesti benar-benar terasa dicabik-cabik, ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi dan bergegas menghampiri Amera."Dasar! Wanita pelakor!" teriak Hesti murka dan menjambak rambut Amera dengan begitu kerasnya dan membuat wanita itu meringis kesakitan.Andre yang melihat keganasan Hesti pun berusaha untuk melerai dengan cara menarik tubuh Hesti yang masih menggenggam erat rambut Amera."Lepaskan, Hes!" perintah Andre. Namun, seolah tuli. Hesti tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andre.Wanita itu
Di saat Amera yang tengah merasa sedih dengan penolakan yang dilakukan oleh Kejora yang berada di bawah pengaruh Hermawan, kini kepala Andre malahan semakin terasa ingin pecah.Semenjak kepergian Amera dan Hesti, Andre mulai mengerjakan sesuatu dan menemukan sebuah fakta yang sulit ia terima."Dasar!" geram Andre seraya menjambak rambutnya. Mata elang lelaki itu menatap tajam sebuah laporan yang dikirim ke alamat emailnya, sesuatu hal yang sama sekali tidak pernah bisa ia bayangkan.Kemudian Andre terdiam sejenak, memikirkan jalan keluar yang akan dirinya ambil untuk selanjutnya. Semua yang terjadi benar-benar membuat otak lelaki tampan itu terasa buntu, sampai sebuah ide melintas begitu saja."Baiklah, aku akan mengikuti permainanmu. Tapi, jangan salahkan aku, jika nanti kamu akan menyesali semuanya," senyum smirk nampak mengerikan disudut Andre yang telah memikirkan sebuah rencana untuk menjebak seseorang yang telah membuatnya panik bukan kepalang.Hingga Andre bekerja sampai sore
Di saat Andre harus memutar otak untuk bisa menutupi pengeluaran yang diakibatkan oleh Hesti yang mengambil uang perusahaan untuk biaya berobat Mama Rossa dan Bik Tini yang berada di rumah sakit.Siang ini lelaki itu kembali dihadapkan dengan meeting mendadak yang diminta oleh pihak Hermawan, membuat kepala Andre terasa ingin pecah."Apakah Mbak yakin akan tetap melakukan meeting ini?" tanya Andre dengan nada khawatir seraya memijat pelan kepalanya. Tatapan mata lelaki itu tidak bisa lepas dari wanita cantik yang tengah duduk manis dihadapannya.Amera mendekati Andre dan meraih tangan suaminya itu, apa yang dilakukan oleh Amera sedikit membuat Andre terkejut. Sebab, begitu banyak hal yang terjadi dalam waktu dekat ini membuat hubungan mereka terasa aneh.Andaikan Amera masih menjadi Kakak iparnya, mungkin Andre akan menghindari tatapan lekat dan lembut wanita itu, namun sayang. Mereka telah sah menjadi suami istri dan hal itu membuat Andre harus terbiasa bersentuhan dengan Amera."Nan
Hesti mulai menjalankan rencananya, ia akan membuat hidup Amera bagaikan di dalam sebuah neraka yang tidak pernah berujung.Pagi ini, dengan senyuman manis wanita itu menyambut kedatangan suaminya dan adik madu yang amat ia benci."Aku pikir kalian akan menghabiskan waktu untuk berbulan madu di hotel?" tanya Hesti dengan nada menyindir. Namun, diabaikan oleh Andre dan Amera yang langsung masuk ke rumah.Melihat betapa angkuhnya pasangan itu membuat Hesti geram dan menghentakkan kakinya, ia menatap tajam punggung suami dan adik madunya itu."Permainan baru saja dimulai," batin Hesti.Mau bagaimana pun juga, Hesti adalah istri pertama Andre dan tentu saja wanita itu memiliki derajat lebih tinggi daripada Amera.Namun, apapun yang akan dilakukan oleh Hesti. Tidak akan berpengaruh signifikan terhadap Andre dan Amera yang memang memiliki tujuan lain atas pernikahan yang keduanya lakukan.Kini Andre dan Amera yang baru saja masuk ke kamar meletakan koper mereka di samping lemari, kemudian k
Entah setan mana yang merasuki Andre, kini dirinya hanya bisa menjabak rambutnya dengan kasar seraya menatap Amera yang terbaring lemah di atas ranjang.Andre benar-benar lepas kendali, ia hanya manusia biasa. Di mana terlalu banyak tekanan yang diterima dan tidak bisa ia luapkan."Arggg," geram Andre kesal dengan keadaan. Namun, ia tidak bisa menyalahkan apa yang sudah terjadi. Andaikan saja Hermawan tidak mengancam dirinya, mungkin Amera tidak akan sekecewa itu padanya."Maafkan aku, Mbak," kata Andre dengan raut wajah yang begitu menyesal. Padahal, Amera telah sah menjadi istrinya dan apapun yang ada pada Amera merupakan hak sah untuknya. Namun, seolah yang baru saja ia lakukan adalah sebuah dosa dan kesalahan besar sampai membuat Andre meminta maaf.Sedangkan Amera hanya mampu terdiam dengan lelehan air mata, ia melihat betapa brutalnya Andre menggauli tubuhnya.Bahkan suaminya terus merancau dengan menyebut nama Kejora, andaikan dirinya mau mendengarkan alasan Andre sebentar saja
Andre telah mengatur semuanya, mulai dari acara repsepsi sampai keamanan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.Acara tersebut di mulai dari jam 8 malam dan berada di hotel ternama, setelah tadi pagi mereka melakukan acara ijab kobul. Kini rencana kedua pun mulai dijalankan."Apakah semuanya sudah siap?" tanya Andre kepada anak buahnya, sebab sebentar lagi para tamu undangan akan berdatangan."Sudah Tuan," jawab seseorang dengan berpakaian serba hitam."Baiklah, lakukan dengan sebaik mungkin! Aku tidak ingin ada kesalahan sedikitpun!" perintah Andre dengan menekankan setiap ucapannya dan mendapatkan anggukan dari anak buahnya itu. Kemudian lelaki itu pun pergi, kini Andre melangkah menghampiri Amera yang telah duduk di atas pelaminan.Malam ini bukan hanya acara resepsi pernikahan mereka saja, melainkan acara pelantikan Amera sebagai pemilik sah perusahan Darati Utama."Apakah Mbak merasa gugup?" bisik Andre tepat di samping telinga Amera yang nampak dari tadi tidak tenang.
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Andre sebelumnya, pagi hari ini mereka akan mengadakan acara ijab kobul. Dikarenakan Amera yang tidak memiliki orangtua dan sanak saudara, maka diputuskan mereka mengambil wali nikah Amera dari pihak KUA sebagai wali hakim.Tidak ada pernikahan yang mewah seperti sebelumnya, hanya sebuah ijab kobul yang sederhana dan disaksikan oleh beberapa orang saja. Sebab, mereka memiliki sebuah rencana besar."Saya terima nikah dan kawinnya Amera Darati binti Amar dengan mas kawinnya Perusahan Darati Utama dibayar tunai!" ucap Andre dengan sekali hentakan nafas saja dan mengguncang tangan penghulu yang berada di hadapannya.Kemudian sang penghulu tersebut menatap ke arah saksi yang berada di kiri dan kanannya, lalu keduanya mengucapkan sah bersamaan.Doa-doa pun mulai di lantunkan, sampai di mana Amera di minta untuk mencium tangan Andre yang telah sah menjadi suaminya.Tangan Amera nampak begitu bergetar, hal itu membuat Andre berinisiatif untuk mengusap lem