Beranda / Horor / Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib / 8. Lebih Baik Kamu Jangan Balik Lagi Besok!

Share

8. Lebih Baik Kamu Jangan Balik Lagi Besok!

Penulis: Hayisa Aaroon
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-03 08:17:24

Lalu ragu-ragu kakinya kembali mendekat pada majikannya dengan beberapa potong pakaian di tangannya, namun tatapan menilai Tuan Ario yang masih memandangnya dari sela-sela rambut di wajah membuat Tini kembali dilanda gugup. 

"Tuan Ario kok ngeliatinnya gitu, sih?" gumam perempuan itu sembari menoleh ke arah pintu ketika rumah itu kembali dikuasai keheningan. "Tapi dia kan lumpuh, nggak akan bisa macem-macem."

Pandangannya kemudian beralih pada jam dinding, tak terasa waktu bergulir begitu cepat dan hari mulai merangkak siang.

Perempuan itu kemudian teringat pada putrinya seraya meraba dadanya yang terasa penuh. Ia ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya hingga ada waktu untuk sekejap pulang menyusui putrinya.

Kemudian dengan menepis segala ketakutannya pada Tuan Ario, perempuan muda itu mulai menghamparkan selimut ke tubuh majikannya dan dengan telaten melucuti pakaian kotor pria itu tanpa memandang wajah yang sedari tadi menyulut ketakutan di hatinya.

Hingga sang majikan kini jauh lebih bersih dan aroma bubur ayam dari tubuhnya kini berganti wangi linen. 

"Sedikit lagi," gumam perempuan itu dengan mengusap peluh di dahinya saat menggeser posisi tubuh Tuan Ario hingga kepala pria itu ada di sisi tepat tidur dan mudah untuk dikeramas rambutnya yang terkena bubur. 

Biasanya Tini mengurus jompo yang kebanyakan kurus dan tak memerlukan banyak tenaga untuk memindah, bahkan beberapa perempuan tua ia mampu menggendong mereka. 

Tapi kali ini tubuh Tuan Ario terasa berkali lipat lebih berat. Sampai-sampai ia berhenti sejenak hanya untuk mengatur napasnya yang ngos-ngosan. 

Hingga semuanya selesai, Tini baru saja usai menyukur kumis dan janggut Tuan Ario, lalu menyisir rambut Tuannya yang telah dikeringkan. Perempuan itu pun cukup terpana dengan tampilan pria yang kini jauh dari kata gembel. 

Namun sayangnya pria itu masih muram mimik wajahnya. Kemudian pintu yang tiba-tiba terbuka membuat Tini tersentak sampai-sampai sisir di tangannya terjatuh. 

Tini bergegas berbalik badan dan membungkuk dalam saat mendapati Nyonya Arini terdiam di ambang pintu, menatap Tuan Ario dengan sorot yang sulit dimengerti Tini. 

Sedangkan Tuan Ario yang menyadari kehadiran istrinya kemudian membuang muka ke arah jendela, tepat di saat suara ketukan sol sandal selop merah perempuan itu mengisi keheningan. 

"Ohhh ... jadi maunya diurus pembantu muda yang cantik, baru mau diganti bajunya?" 

Suara Nyonya Arini terdengar begitu kental dengan nada sarkas, seraya melirik ke arah Tini yang masih membungkuk dalam. 

"Laki-laki di mana-mana sama saja! Maunya yang lebih muda, lebih cantik."

Lalu Nyonya Arini terkikik, entah apa yang lucu. Cara perempuan itu tertawa terdengar mengerikan di telinga Tini. 

"Laki-laki kaya, ganteng, tapi kalau lumpuh bisa apa?"

Nyonya Arini berkata lagi dengan tatapan mengejek ke arah Tuan Ario yang kini menoleh ke arahnya penuh kebencian.

"Mana calon istri Kang Mas? Dia sudah menikah dengan laki-laki lain yang gagah. Meninggalkan Kang Mas di sini yang cuma bisa habisin duit buat berobat. Udah nggak usah berobat lagi, percuma. Kang Mas lumpuh itu karena karma. Hukuman buat laki-laki yang nggak bisa terima istrinya mandul. Lihat saya, bahkan Kang Mas lumpuh saja saya masih setia dan justru bisa hamil."

Lalu pandangannya beralih pada Tini yang serba salah ada dalam satu ruangan dengan suami istri yang sedang bersitegang. 

"Tini urus Kang Mas cuma sementara, jangan senang dulu. Sekarang Kang Mas baru saya carikan pembantu paling jelek, lebih jelek daripada Jumiati kurang ajar itu. Tini ini ibu susu buat anak kita, jodoh buat anak dalam perut saya. Jadi Kang Mas jangan bersenang hati dulu!"

Dengan mengelus perutnya, kemudian perempuan itu membalik badan, melangkah anggun menuju pintu seraya berkata, "Ayo Tini! Ikut saya! Jam makan siang."

Mendengar itu, Tini bergegas membuang air berbusa dalam baskom enamel bekas mencuci rambut Tuan Ario, lalu meraup pakaian kotor dan menyusul Nyonya Arini. 

"Kamu taruh pakaian kotor di dekat sumur! Terus makan siang di sini. Setelah itu baru kamu suap Tuan Ario!"

Seketika Tini meneguk liur memandang meja makan di dapur yang sudah dipenuhi berbagai makanan lezat, bahkan ada potongan ayam kampung yang hanya bisa Tini santap sekali setahun tepatnya di Hari Raya Idul Fitri.

"Tini, Kamu dengar saya tidak?" tanya Nyonya Rini dengan tersenyum, terhibur dengan wajah Tini yang hampir-hampir meneteskan liur. 

"De-dengar, Nyonya. Ma-makan makanan ini, Nyonya?" 

Tini pun bertambah  heran saat Tumini dibantu pembantu lain masih meletakkan menu-menu lainnya. 

"Saya perlakukan pembantu di sini dengan baik Tini, saya anggap seperti keluarga saya sendiri. Jadi tolong kamu tahu diri, jangan seperti Jumiati. Dia sudah dipengaruhi Tuan Ario, ikut melawan saya. Selama kamu mengurus Tuan, jangan dengar apapun yang berusaha Tuan Ario sampaikan. Apa yang dia tunjukkan tentang saya tidak benar. Dia itu gila, kamu hati-hati. Ya sudah, sana taruh pakaian kotor ke keranjang dekat sumur biar dicuci."

"Njihh ... Nyonya ...!"

Tini bergegas menuju sumur, dan saat kembali, Nyonya Arini telah pergi. 

"Ayo Tin, cepet makan. Abis ini istirahat sebentar. Baru kita kerja lagi. Itu yang di sebelah sana kamu habisin semua makanannya"

Tini membulat matanya mengikuti arah tangan Bibinya. Makanan yang ada di paling ujung meja panjang pelitur cokelat itu dua kali lipat lebih banyak dari porsi makan Tumini. 

"Semua, Mbok De? Enggak salah?" 

"Iya, udah jangan heran. Kamu kurus banget, Tin. Kata Nyonya biar kamu gemuk. Orang itu si Zul sama Atun yang gemuk aja jadi kurus nyusuin anak pertama sama kedua Nyonya."

"Tapi ya kebanyakan Mbok De," balas Tini sembari duduk di kursinya. "Nyonya Arini baik banget ya, Mbok De. Ini ada opor ayam telur, oseng kangkung, anggur, jeruk, tahu, tempe, ada susu juga. Perut saya ya nggak muat to, Mbok De."

"Ya udah kalau nggak habis nanti dibungkus. Udah cepetan makannya. Dikenyangin!"

Tini yang hampir tak pernah makan enak kemudian makan dengan lahap. Namun mengingat ibunya di rumah dan persediaan untuk makan malam, perempuan itu hanya memakan setengah porsi yang disediakan dan membungkus sisanya dengan daun pisang. 

Kemudian Tini kembali ke kamar Tuan Ario di mana pria itu masih duduk bersandar ke bantal yang disusun tinggi pada punggung tempat tidur dihias ukiran bunga-bunga. 

Kini pria itu tampak lebih segar dan tatapannya tak semengerikan ketika Nyonya Arini ada bersama mereka. 

"Nyuwun sewu, Tuan. Makan dulu, ya. Biar Tuan sehat. Sebentar lagi bayi Tuan mau lahir, apa Tuan ndak kepengen gendong? Pasti bayi Tuan cakep kayak Tuan."

Tini yang mencoba membunuh kekakuan seketika tertahan napasnya saat pria muram itu sedikit menoleh ke arahnya, lalu bibirnya tertarik membentuk senyum tipis. 

Tini tak mengira pria itu akan bereaksi terhadap ucapannya. Perempuan itu hanya mencoba mengusir kekosongan, mengingat para jompo kesepian yang senang saat ia banyak berbicara. 

Tini yang terhenyak kemudian meletakkan mangkuk berisi nasi dan telur opor ke atas nakas, lalu memasang serbet ke bagian depan kemeja putih Tuan Ario dengan menghindari kontak mata.

"Lebih baik kamu jangan balik lagi besok kalau masih ingin umur panjang."

Tuan Ario yang tiba-tiba berucap dengan suara lirih berat sontak membuat Tini mundur dengan tatapan membelalak. Bagaimana pria itu bisa bertutur padahal Bibinya bercerita bahwa Tuan Ario tak dapat berbicara. 

Bab terkait

  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   9. Sedikit Gila

    Tini pun terdiam, mencoba mencerna kata-kata aneh majikannya itu. Lantas ia terngiang pesan Nyonya Arini tentang suaminya yang mungkin akan menyampaikan hal buruk tentang perempuan itu, membuatnya semakin yakin bahwa Tuan Ario sedikit gila. Tini kemudian mengabaikan ucapan Tuan Ario dan kembali meraih mangkuk di atas nakas saat pria itu berucap lagi, “Kamu bisa mati kalau kerja di sini. Cepat pergi!” Kali ini nada suara Tuan Ario meninggi, membuat Tini terhenyak. “Maaf, kalau saya pulang dan berhenti bekerja, yang mati mungkin bukan hanya saya, Tuan. Tapi ibu saya yang sedang sakit, juga bayi saya. Maaf, apa maksud Tuan berkata seperti itu? Tolong Tuan jangan apa-apakan saya, ya. Saya di sini cuma mau kerja.” Kewaspadaan Tini sontak meningkat, takut, mungkin saja pria itu akan melukainya, namun mengingat Tuan Ario lumpuh, perempuan itu pun agak tenang. “Bukan saya yang akan mencelakakan kamu, tapi Arini,” bisik Tuan Ario sembari melirik ke arah pintu yang masih tertutup. “Cepat

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-07
  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   10. Bertambah Gila

    Tuan Ario pun terhenyak mendengar pertanyaan Tini. Pembantu yang semula sopan kepadanya, kini nada suaranya mulai terdengar menyebalkan seperti Tumini. "Saya menyuruh Jumiati membeberkan ritual sesat yang dilakukan istri saya, agar istri saya mau berhenti. Karena saya sudah berulang kali memperingatkan istri saya, tapi dia tidak mau mendengar. Saya hanya ingin istri saya sadar, kalau apa yang dia lakukan tidak benar." Pria itu lantas menjeda kata-katanya sejenak, memperhatikan ekspresi Tini yang masih tampak tak percaya pada ucapannya. Lalu dengan menghela napas, pria itu menambahkan, "Semenjak saya kecelakaan, saya tidak pernah menyentuh istri saya, Tini. Tetapi beberapa bulan setelah itu, justru istri saya hamil. Sebelumnya istri saya tidak pernah melakukan ritual-ritual dan membuat sesaji. Jadi antara kehamilan istri saya dan kelakuannya yang mulai aneh-aneh hampir berbarengan. Awalnya saya curiga dia selingkuh. Tapi dia tidak pernah terlihat dengan laki-laki lain. Bahkan di ruma

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-29
  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   11. Bayi Tini

    Mendengar penuturan panjang nyonya Arini, Tini perlahan dirayapi ketakutan. Bayangan wajah Tuan Ario yang muncul saat ia mandi dan membuka pakaian seketika berkelebat, perempuan itu pun susah payah menelan ludah. Tini yang semula menganggap itu hanya khayalannya saja kini mulai beranggapan bahwa itu adalah Tuan Ario, membuat perempuan itu semakin was-was. “Jadi Tini …,” suara Nyonya Arini seketika menyita perhatian Tini, “nanti kalau mulai maghrib, kamu jangan keluar kamar, ya?! Kamar yang akan kamu tempati nanti sudah disediakan kamar mandi langsung di dalamnya. Jadi kalau belum pagi jangan keluar, kunci pintu. Kamu yang lebih muda dari dua ibu susu yang lain, paling cantik juga, jadi … jangan sekali-kali buka pintu sebelum pagi. Apapun yang kamu dengar di luar pintu, jangan pernah keluar. Dua pembantu lain yang jadi ibu susu anak-anak saya begitu setiap hari, biar tidak diganggu Mas Ario. Tapi kamu jangan takut, yang penting kamu dengar kata-kata saya, kamu nggak akan kenapa-napa.

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-30
  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   12. Keluarga Tini

    “Iya, kalau sesajen memang ada banyak. Tapi itu cuma kebiasaan lama keluarga Nyonya Arini. Kayak mbah-mbah jaman dulu gitu lho, Mbok …! Keluarga Nyonya Arini itu masih kayak orang-orang kuno. Nyonya Arini juga orangnya bersih banget, sukanya yang wangi, cantik, rapi. Jadi tadi Tini juga disuruh mandi, luluran, terus ganti pakaian yang bagus. Nyonya Arini nggak suka bau asem. Badan Tini juga diasepin pakai dupa, biar wangi.” “Ohh … gitu.” Ibu Tini pun mengangguk-anggukkan kepala. “Mudah-mudahan itu cuma tradisi keluarga, nggak ada sangkut pautnya sama barang sesat. Coba kamu wudhu lagi di belakang, Tin. Dada kamu juga diusap pakai air wudhu. Ganti dulu pakaian kamu, pakai baju kamu yang biasa.” “Iya, Mbok …!” Tini pun bergegas menuju bagian belakang rumah berlantai tanah yang dipadatkan itu untuk mengerjakan apa yang disarankan oleh ibunya. Tak lama, putri cantik Tini mau disusukan. Tini pun lega dibuatnya. Dengan agak mengantuk, perempuan itu duduk bersandarkan tiang rumah, memper

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-05
  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   13. Siapa yang Harus Tini Percaya?

    Lalu pandangannya berganti pada Tumini. Perempuan itu dengan sangat hati-hati membantu Nyonya Arini menuruni undakan batu. Namun langkahnya terhenti sampai di undakan ke tiga di mana permukaan air bergelombang pelan menyapu batuan hitam. Sedang kaki pucat Nyonya Arini terus melangkah turun memasuki air yang tampak menghitam ditinggal cahaya sore. Tini yang agak kesulitan menonton apa yang dilakukan majikannya itu lantas mendekat, mengendap-endap di antara rumpun bunga mawar warna-warni yang dirawat rapi dan kemudian bersembunyi di balik batang besar pohon asam. Rupanya Nyonya Arini tengah berendam hingga ke batas bawah dada dan dua tangannya terentang dengan anggun, lalu menangkup membentuk sembah tepat di depan wajah. “Dinginnya begini kok Nyonya Arini mandi, to?” Tini pun dibuat bertanya-tanya sembari mengusap lengannya yang dirambati dingin. Bahkan beberapa menit berlalu, Nyonya Arini masih diam. Setengah tubuhnya terbenam dalam air, tampak mengagumkan dikelilingi kabut ti

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-08
  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   14. Semua Semakin Aneh

    Sementara Tuan Ario yang berbaring di atas ranjang masih terus mengerang sakit dan sesekali terdengar seperti orang yang mau muntah. Sedang pandangan Tini terus tertuju ke arah pintu yang perlahan dibuka. Jantungnya pun semakin berdebar tak karuan saat cahaya temaram dari arah jendela kamar yang tak ditutup menampakkan kaki berbalut jarik masuk dan terus mendekat ke arah ranjang. Dengan sangat hati-hati Tini pun mundur semakin jauh ke dalam kolong ranjang, menghindari sesaji di bawah tempat tidur yang telah padam dupanya. “Rasain … kalau siang lagaknya bukan main …!” Terdengar suara Tumini yang mendengkus saat berbicara. Meski Tini merasa agak tenang karena bibinya yang memasuki kamar Tuan Ario, namun Tini masih bertahan di bawah kolong sebab bingung kepada siapa ia harus percaya setelah melihat satu lagi keanehan keluarga majikannya itu.Perempuan itu pun bersyukur saat Tumini hanya membungkuk seraya menggapai-gapai bawah kolong tempat tidur tanpa melongokkan kepala untuk mengamb

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-24
  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   15. Bayi Kembar

    Namun tak ada apapun yang bisa dilihat Tini dari lubang kunci. Lorong itu sepi setelah Tumini memasuki kamar Nyonya Arini dengan baskom enamel putih berisi air hangat. Tini yang masih bingung dengan segala keganjilan di rumah majikannya itu hanya bisa duduk termenung menyandar ke daun pintu yang ia kunci. Lalu ketukan di pintu membuat perempuan itu tersentak, entah sudah berapa lama ia terdiam, mencoba mengingat-ingat apa yang dikatakan oleh Nyonya Arini, Tuan Ario, dan bibinya, agak sulit menentukan mana di antara orang-orang di rumah itu yang ucapannya lebih mendekati kebenaran. Sampai-sampai kakinya yang sedari tadi ia tekuk terasa kebas saat terburu berdiri, dan perempuan itu terkejut manakala mendapati Nyonya Arini berdiri di depan kamarnya dengan menggendong bayi dibungkus kain jarik corak hitam. Anehnya perempuan itu kini telah cantik dengan kebaya hitam berhias sulaman benang emas yang membalut tubuh indahnya. “Tin, Susuin bayi saya, sekarang …! Jangan dikunci dulu pintun

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-17
  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   16. Dua Bayi

    “Eng-enggak apa-apa, Mbok De …! Ini loh … saya kaget kok bayinya kayak udah bisa ngelihat ya? Padahal kata orang-orang tua, biasanya bayi kalau baru lahir kan matanya belum jelas.” “Ya itu karena dia pas melek ke arah atas aja, jadi kayak ngeliatin kamu,” balas Tumini dengan memperhatikan bayi yang sedang memandangi wajah Tini dengan sorot aneh. “Tapi setiap bayi ya beda-beda Tin … jangan kamu samain anaknya Nyonya Arini sama bayi-bayi lain di kampung. Anak-anaknya nyonya Arini udah mateng di perut, mungkin karena ibunya makannya cukup. Nggak kayak orang kampung yang cuma makan singkong.” “Ohhh … gitu ya, Mbok De. Ini badannya juga udah mantep, ya? Udah kayak bayi sebulan. Kalau si Genduk dulu waktu lahir kecil. Kurus, kayak anak kucing. Omong-omong, ibu susu yang lain kok tadi seharian nggak pernah kelihatan ya, Mbok De?” “Ya ada lah … di kamarnya. Anaknya Nyonya Arini yang pertama itu kan udah disapih, udah dua tahunan umurnya, jadi udah nggak punya ibu susu. Yang masih nyusu it

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-27

Bab terbaru

  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   24. Hubungan Ibu Tuan Ario dan Lurah Sukardi

    Tini menatap ibunya dengan sorot mata penuh tanya. "Masalah apa yang si Mbok maksud? Apa hubungannya dengan Bapak?"Ibu Tini menghela napas panjang, ia mulai bercerita dengan suara pelan, nyaris berbisik, "Dulu, Bapakmu, Lurah Sukardi, bukan orang biasa, Nduk. Bertahun-tahun dia menjabat sebagai lurah, dan tidak ada yang berani jadi pesaingnya. Orang-orang takut. Baru setelah Mbah Kiai masuk ke desa kita dan menyebarkan agama Islam, baru itu … bapakmu mulai kehilangan pamornya."Tini mendengarkan dengan seksama, jantungnya berdebar kencang. “Iya, Mbok … saya tahu itu. Lalu …? ” “Dulu, waktu si Mbok pertama kali dinikahi Bapakmu, Mbok kira karena kecantikan si Mbok. Tapi ternyata bukan hanya itu."Ibu Tini berhenti sejenak. Suaranya sedikit bergetar saat melanjutkan, "Rupanya Lurah Sukardi butuh penerus untuk ilmu-ilmu yang diturunkan dari orangtuanya dulu. Sayangnya, istri-istrinya yang dulu tidak ada yang bisa memberi anak dengan bakat khusus. Yang tubuhnya kuat untuk jadi wadah il

  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   23. Tangisan Bayi

    Tumini terkekeh mendengar jawaban Tini, suaranya bercampur dengan sayup-sayup alunan gamelan dari halaman depan. "Ya lihat-lihat dulu siapa yang dulu menghamili kamu, Tin. Kalau sama-sama jongos, ya Mbok De bisa bantu, minimal marah-marah lah, minta tanggung jawab. Nanti kita juga bisa minta bantuan Nyonya Arini. Tapi kalau yang hamilin kamu orang kaya, lihat dulu kayanya sekaya apa. Kalau lebih kaya dari Nyonya Arini ya … Mbokde nggak bisa bantu. Juga Nyonya Arini."Tini menghela napas panjang, aroma bedak bayi yang menguar dari tubuh bayi di dalam dekapannya seakan menenangkan gejolak hatinya. "Kalau gitu, sudah tidak usah dibahas lagi lah Mbok De. Percuma juga dibahas." Lalu perhatiannya beralih pada bayi yang kembali tertidur pulas. "Ini sudah kenyang kayaknya Mbok De."“Ohhh … iya …. Anak-anaknya Nyonya Arini tuh paling enak diasuh. Pokoknya asal kenyang, sudah. Nggak akan rewel. Sakit juga nggak pernah.”Tumini dengan gemas mengambil bayi dalam dekapan Tini. Sembari menimang s

  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   22. Mendhem Ari-ari

    Seketika napas Tini tertahan ketika melihat bayi lain yang menangis di sisi ranjang. Dengan tangan gemetar, ia perlahan membuka kain jarik yang membungkus bayi yang mulai menangis kencang. Wangi bedak bayi menyeruak saat kain tersingkap. Tini menghela napas lega saat mendapati kaki bayi itu normal seperti kaki bayi pada umumnya, bukan ekor ular seperti kejadian sebelumnya yang masih membuatnya bingung antara mimpi atau nyata.Tini lantas meletakkan bayi yang telah tertidur lelap di atas perlak motif bunga yang dilapisi kain batik. Ia lalu beralih mengambil bayi lainnya yang masih menangis. Tangisan bayi tampan itu sontak mereda begitu merasakan kehangatan dekapan Tini dan mulai menyusu dengan rakus.Dengan seksama, Tini memperhatikan kedua bayi itu. Mereka begitu mirip, seolah pinang dibelah dua, dan terasa sama nyatanya. Kemudian ia mulai teringat kata-kata ibu Tuan Ario yang mengatakan bahwa ibu susu lain tak bisa melihat bayi kembaran. Apa artinya itu? Tini benar-benar bingung,

  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   21. Asal Usul Tini

    Suara Tumini yang memanggil dari arah teras depan rumah bergaya joglo itu sontak membuat Tini terkesiap. Perempuan itu menjauh dengan hati-hati dari dekat jendela, lalu bergegas menuju ke arah depan, menghampiri bibinya yang berjalan ke arah gerbang kayu berukir yang tertutup rapat."Mbok De panggil saya?" tanya Tini dengan berlari kecil menyusuri pelataran di hias pot-pot berbunga warna-warni."Iya," Tumini menoleh dengan kesal, wajahnya yang dihiasi kerut tampak lelah. "Kamu ke mana aja to, Tin? Itu bayinya Nyonya Arini mulai nangis. Mbok De mau cek di dapur, apa sudah beres atau belum.""Iya, Mbok De," sahut Tini patuh. Perempuan itu lantas mengikuti bibinya yang berjalan tergesa menuju teras sembari berkata, "Tini ... Tini ... nasibmu jelek amat to? Mbok De kadang kasihan sama kamu. Baru aja kamu dapat kerja di sini, ehh ... malah ketahuan sama ibunya Tuan Ario kalau kamu anaknya ibumu. Mbok De nggak nyangka ibunya Tuan Ario bisa tanya-tanya begitu. Biasanya kalau ada orang kerj

  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   20. Tulang Wangi

    “Saya anaknya Tumirah, Nyonya. Ibu saya adik perempuannya Mbok De Tumini.”“Jadi kamu keponakannya Tumini. Terus … bapak kamu siapa?“ tanya Ibu Tuan Ario dengan nada lebih serius.Kali ini Tini agak malu mengungkapkan siapa ayahnya. Lalu dengan menunduk semakin dalam ia menjawab, “Ibu saya istri mudanya mantan lurah Sukardi.”“Ohhh … Almarhum Sukardi? Pantas saja. Rasanya kamu berbeda, tidak seperti pembantu lain. Dulu sekali bapak kamu pernah menjadi orang yang berjaya dan ditakuti banyak orang. Sampai di akhir masa tuanya Lurah Sukardi masih terus menjadi lurah, tidak ada yang berani menjadi pesaingnya, dan ibumu dulu pernah membuat geger karena hamil dengan Lurah Sukardi yang dulu adalah majikannya, lalu bersedia menjadi istri muda Lurah Sukardi yang sudah memasuki umur tujuh puluh tahun.”Lantas dengan menoleh ke arah Tumini yang masih duduk bersimpuh di lantai ia mengimbuhkan, “Saya tidak tahu kalau Tumini adalah saudara istri muda Almarhum Sukardi. Dulu yang lebih membuat geger

  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   19. Ibu Tuan Ario

    Tini pun duduk bersimpuh di lantai mengikuti dua pengasuh bayi lain, tepat di dekat pintu masuk. Sedang ruang tamu luas itu masih didominasi suara perempuan paruh baya yang sedang mengomentari cucu kedua yang menurutnya terlihat agak kurus. “Kamu ini bagaimana Arini …! Anak-anak harus naik berat badannya, bukan malah turun …! Kamu mengurus dua anak saja tidak becus …!” Mata Tini melebar mendengar itu, lalu mengangkat wajah, memperhatikan ibu susu lain yang duduk bersimpuh di hadapannya dalam balutan kebaya putih dan kain jarik corak hitam dan putih. Kepala dua perempuan di hadapannya tertunduk dalam. Mereka sedikit lebih gemuk daripada Tini. Kemudian didorong rasa penasaran, pandangan Tini semakin terangkat, memperhatikan Tumini yang berdiri dengan menunduk di ambang pintu, masih dengan menggendong bayi. “Mana ini ibu susunya, suruh ke sini …!” Suara ibu Tuan Ario kembali terdengar, diikuti rengekan anak kedua Nyonya Arini yang mulai menangis. Perempuan di hadapan Tini sont

  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   18. Bayi Yang Disembunyikan

    “Kok kamu tanya gitu terus to Tin?” Tumini bertanya balik, mulai tak senang keponakannya itu kembali bertanya. “Ibu susu yang lain hlo nggak ada yang secerewet kamu tanya-tanya terus. Lama-lama heran. Memangnya kamu lihat bayinya ada dua?” “Iya, Mbok De,” jawab Tini pelan dengan menoleh ke arah pintu yang tertutup rapat. “Saya nggak sengaja lihat Nyonya Arini lahiran di kamar, ada dua bayi.” Tumini pun berdecak lidah mendengar itu. “Pasti kamu mimpi, Tin.” “Enggak, Mbok De. Beneran ini nggak mimpi. Saya nggak sengaja lewat, pintu kamarnya Nyonya Arini kebuka sedikit, kayaknya pas itu Mbok De mau angkat air anget, jadi dibiarin kebuka. Apa yang satu cacat, Mbok De? Kok disembunyiin. Kemarin saya kurang jelas lihat gimana rupa bayinya.” Tini pun lanjut mengunyah makanan yang membuat pipinya menggembung, setelah makan hampir setengah nasi di piring enamel berhias bunga merah itu, tetap saja tangannya masih gemetaran saking laparnya. Perempuan itu mengamati wajah Tumini yang berker

  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   17. Kemana Bayi yang Lain?

    Tak ada yang bisa Tini lakukan selain menahan pedih yang seakan terus merambat sampai ke puncak kepala. Namun untungnya, sang bayi akhirnya mulai lemah hisapannya matanya yang indah telah terkatup, terbuai dalam tidur. Dengan sangat hati-hati kemudian Tini meletakkan sang bayi di tengah tempat tidur dan membingkainya dengan dua bantal di sisi kanan dan kiri, lalu memandangi puncak dadanya yang didera nyeri, tampak kemerahan.“Masak baru lahir minumnya udah kayak bayi berapa bulan, nanti kalau udah berapa bulan kayak apa? Duhh …!”Tini pun meniup-niup dadanya dan perlahan mulai mereda denyut nyerinya. Kemudian perut perempuan itu tiba-tiba berbunyi keroncongan, membuat Tini melirik meja dipenuhi makanan, rasanya agak canggung makan lagi setelah seharian ia makan banyak.Namun berlalunya detik semakin rasa laparnya menjadi, Tini pun menoleh ke arah bayi yang tertidur lelap. Lalu dengan sangat hati-hati menuruni tempat tidur dan melangkah ke meja, duduk di kursi yang sandaran dan duduka

  • Garbhini: Ibu Susu untuk Bayi Gaib   16. Dua Bayi

    “Eng-enggak apa-apa, Mbok De …! Ini loh … saya kaget kok bayinya kayak udah bisa ngelihat ya? Padahal kata orang-orang tua, biasanya bayi kalau baru lahir kan matanya belum jelas.” “Ya itu karena dia pas melek ke arah atas aja, jadi kayak ngeliatin kamu,” balas Tumini dengan memperhatikan bayi yang sedang memandangi wajah Tini dengan sorot aneh. “Tapi setiap bayi ya beda-beda Tin … jangan kamu samain anaknya Nyonya Arini sama bayi-bayi lain di kampung. Anak-anaknya nyonya Arini udah mateng di perut, mungkin karena ibunya makannya cukup. Nggak kayak orang kampung yang cuma makan singkong.” “Ohhh … gitu ya, Mbok De. Ini badannya juga udah mantep, ya? Udah kayak bayi sebulan. Kalau si Genduk dulu waktu lahir kecil. Kurus, kayak anak kucing. Omong-omong, ibu susu yang lain kok tadi seharian nggak pernah kelihatan ya, Mbok De?” “Ya ada lah … di kamarnya. Anaknya Nyonya Arini yang pertama itu kan udah disapih, udah dua tahunan umurnya, jadi udah nggak punya ibu susu. Yang masih nyusu it

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status