“Ini maksudnya apa, Cel?!” bentak Bara menghajar meja yang berada di depan mereka. Tubuh Bara menyeluruh ke lantai. Dada Bara terasa sesak.
Brak! Bruk! Suara nyaring terdengar kembali.
“Lo monster. Lo pembohong ulung. Karena lo gue nampar gadis gue. Lo murahan dan lo pantas mati.”
Celina menunduk dan menggigit bibir bawahnya karena ketakutan. Bara seperti monster dengan urat-urat leher yang menonjol dan menatapnya ingin memangsa.
Bara telah di bohongi habis-habisan. Celina tidak sakit, hanya memiliki penyakit biasa yakni maag. Dan mama Celina adalah penipu dan orang yang dengan sengaja menabrak mobil mama Nadia, hingga beliau kritis dan menutup mata.
Nadia menatap Bara dengan perasaan membuncah. sekarang mereka tengah menghabiskan waktu di pinggir danau. tempat mereka biasa menghabiskan waktu bersama. Sebelum kedatangan Celina, masuk ke hubungan mereka dan menjadi penyakit di dalamnya.“Aku tahu, Bar. aku sangat jarang mengungkapkan rasa cintaku untukmu. tapi... bukan berarti aku gak cinta sama kamu.”Bara menatap manik mata indah gadisnya. Bara tersenyum dan mengangguk.“Aku tahu, Sayang. kamu sangat cinta sama aku. Karena... kalau kamu gak cinta sama aku. Maka... aku akan memaksa!”Nadia terkekeh dan mencubit pelan pinggang Bara, membuat Bara menarik pipinya.
Bara mengecup bertubi-tubi tangan sang kekasih yang kini enggan untuk membuka mata. Beberapa menit yang lalu Nadia dikabarkan kejang-kejang, membuat dada Bara terasa panas dan sakit. Ia menekan jantungnya menghalau rasa ketakutan dan shock dalam tubuhnya.Bara takut, Nadia-nya menyerah dan memilih meninggalkannya.Tidak ada satupun orang di ruangan itu. Sehingga Bara menerobos masuk dan duduk di samping Nadia sekarang ini. Meraba wajah Nadia yang terlihat pucat dan juga sangat lemah.Bara tidak bisa melihat Nadia seperti ini. Demi Tuhan! Rasanya ditikam oleh belati berkali-kali lipat."Sayang, kamu jangan buat aku khawatir. Jangan main-main lagi, ya?"
Bara mencengkram hendle pintu ruangan Nadia. Dokter Ryan tengah menangani Nadia di sana. Bara tidak berani mendekat karena di sana papa Nadia menatapnya dengan tajam dan menyuruhnya untuk tidak mendekati Nadia.Jari-jemari Nadia perlahan bergerak, membuat semua orang di sana terharu. Nadia melewati masa kritisnya. Bara refleks mendekati Nadia dan tidak peduli akan kemarahan papa Nadia nantinya."Ayo kamu bisa, Sayang. Nadia-nya Bara bisa." Bara menggenggam tangan Nadia. Aldi ingin menghentikan nya, namun melihat kesungguhan di mata Bara, ia mundur perlahan dan membiarkan Bara untuk memberikan penyemangat untuk Nadia, putrinya."Buka mata cantik kamu, Sayang. Kita semua menunggumu."Nadia membuka matanya perlah
Candra memperhatikan interaksi mereka berdua di kejauhan. Tidak tentang apapun, namun mengenai Nadia yang akan pulang besok pagi."Bagaimana keadaan sahabat saya, Pak? tanya Maya. Ia cukup hormat dengan dosen nya ini. Sehingga bertanya dengan selembut mungkin, walaupun sebenarnya ia paling malas melakukannya.Untuk Lala, gadis itu tidak bisa ke rumah sakit hari ini, karena izin mengantar mamanya ke pasar membeli stok kulkas yang telah kosong.Nanti siang, gadis itu akan datang ke rumah sakit."Keadaan Nadia sudah membaik.""Bagaimana dengan kaki sahabat saya, Pak? Hem … begitupun dengan trauma Nadia?"
Hari ini adalah hari yang mereka semua tunggu-tunggu. Nadia diperbolehkan pulang karena kondisinya telah membaik. Terlihat Bara sangat sibuk membersihkan brangkat Nadia dan menenteng tas berisi semua perlengkapan gadis itu.Nadia duduk di kursi roda bersama dengan Aldi. Aldi sempat terharu melihat bagaimana sibuk nya Bara karena kepulangan Nadia."Bara! Sudah?" tanya Aldi.Bara menghela nafas lega dan mengangguk. Tas berwarna pink ia tenteng keluar mengikuti Aldi yang mendorong kursi roda putrinya."Terima kasih, Dokter."Di luar Ryan dan kedua sahabat Nadia menunggunya di sana."Sudah tugas
"Mau ke rumah Nadia?" tanya Rani, mengoleskan selai roti rasa vanilla dengan telaten.Bara mengangguk, "Iya, Ma. Bara telah menyewa lima asisten pribadi untuk Nadia."Rani mengangguk setuju. Semoga Nadia bisa memaafkan Bara dan juga segera melaksanakan pernikahan mereka."Papa kemana, Ma?" tanya Bara mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan."Papa kamu sibuk, gantiin kamu."Ya, untuk bulan ini Bara tidak ingin meninggalkan Nadia barang sedikitpun. Bara harus selalu ada di samping Nadia-nya."Kapan Nadia mulai terapi nya?" tanya Rani kembali.
Setelah membersihkan Nadia dan memakaikannya dengan pakaian yang nyaman. Kinara membawa Nadia ke depan meja makan. Raut kebahagiaan di wajah wanita paruh baya itu terlihat sangat jelas. Nadia akhirnya mau keluar kamar."Selamat pagi kesayangan, Papa," sapa Aldi seceria mungkin. Walaupun terlihat sangat aneh, karena dirinya tidak biasa melakukannya. Namun ini hanya untuk Nadia, putri kesayangan nya.Nadia menatap sang papa dan mengangguk. Aldi menghela nafas pelan melihatnya. Kapan putrinya akan seceria dulu? Aldi sangat merindukan putrinya."Sayang! Papa dan Nenek, bahkan Bara tidak akan pernah meninggalkan kamu. Jadi, jangan sedih ya? Princess nya, Papa."Kinara menggeser nasi goreng seafood ke depan Nadia. Gadis i
Hari ini Nadia dan Bara ke rumah sakit, hanya berdua. Tidak ditemani beberapa asisten yang bertugas mengurus Nadia. Bara ingin melakukannya sendiri. Bara dengan enteng membawa segala keperluan Nadia di dalam tas. Seperti seorang ayah yang akan mengantarkan anaknya untuk ke dokter. “Bagaimana, Nadia? Apakah sudah siap?” tanya dokter Ryan menyambut mereka berdua. Nadia sebenarnya tidak yakin dirinya akan bisa berjalan kembali. Kedua kakinya terasa mati rasa. Melihat tidak ada kesungguhan di dalam manik mata Nadia. Dokter Ryan seakan sudah terlatih untuk menghadapi situasi ini. “Nadia, yakinkan pada dirimu sendiri. Kamu bisa melakukannya.”