Semua anggota direksi telah berkumpul di ruang rapat. Terlihat wanita tua itu tengah duduk di antara mereka dengan pakaian rapi. Bersama sang cucu, yang sekarang memakai pakaian lebih formal dari sebelumnya, ketika pria itu menjadi manager keuangan.
"Saya sebagai salah satu pemegang saham. Mengajukan cucu saya, menjadi CEO perusahaan, menggantikan ibu Bella yang tengah berada di rumah sakit."
"Anda tidak berhak menentukan sendiri, Ibu Tiara, tanpa ada persetujuan dari ibu Bella dan juga pak Barata yang memiliki, saham lebih besar di perusahaan."
Dimas hanya bisa menghela nafas. Tidak membantah segala perkataan dari neneknya.
"Baiklah, kalian tahu, kan? Cucu saya, sangat kompeten dalam berkerja. Terbukti ia san
Nadia membersihkan tubuh sang mama dengan sangat hati-hati, menggunakan kain basah telah dipijat. yang dicelupkan ke air hangat.“Ma, dulu mama yang mandiin, Nadia. Sekarang, giliran Nadia yang melakukannya. Mama, cepat bangun ya? Nadia kangen diomelin sama mama. Gak ada yang lebih ngertiin Nadia, hanya mama.”Nadia beralih mengusap wajah sang mama dengan kain lainnya, wajah mamanya sangat cantik, walaupun sekarang tengah dalam keadaan memejamkan matanya.Hidung yang mancung, bibir tipis dan mungil, sama sepertinya. Dan alis yang berjejer rapi dan berwarna hitam alami, tanpa sipat alis. Nadia menyentuhnya, sambil menggigit bibir bawahnya bergetar, menahan isakan.Nadia tidak boleh
Ryan mengangkat sebelah alisnya, ketika melihat tiga gadis, tengah berpelukan di depan pintu, setelah ia membuka pintu ruang inap tersebut. Untuk mengecek keadaan pasien."Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Ryan, membuka suara. Karena ketiga gadis itu enggan untuk melepaskan pelukan mereka. Walaupun dirinya menatapnya dengan pandangan aneh."Pelukan, Pak," jawab Lala, perlahan melepaskan rangkulan mereka.Ryan menggelengkan kepalanya, setelah itu melangkah ke arah pasien. Ryan mulai mengganti infus dan mengejek layar eskalator. Belum ada perkembangan sampai saat ini."Mohon, kalian jangan berisik!" Ryan berbalik dan memberikan peringatan."Iya, Pak. Tap
Seminggu telah berlalu, tidak ada tanda-tanda sang mama akan sadar, dan membuka matanya kembali. Hal tersebut tidak menyurutkan semangat Nadia, untuk menyelesaikan proposalnya, hingga sekarang gadis itu tengah berdiri di depan ketiga dosen pembimbingnya, untuk menjelaskan semua isi proposal yang sekarang ditampilkan di slide ppt, pancaran layar ict proyektor dari laptop nya.“Sekian penyampaian dari saya. Saya undur diri, dan terima kasih,” ujar Nadia setelah menyelesaikan semuanya. Ia sejenak mengatur nafasnya, karena gugup berhadapan langsung dengan para dosen.“Kamu dinyatakan lulus. Silahkan menyusun skripsi,” ungkap sang dosen, membuat mata Nadia melebar sempurna.Dirinya berhasil, setelah berbagai macam perjuangan yang ia lakukan. Se
Nadia bersimpuh di samping nisan sang mama. Padahal Nadia telah bersusah payah terbangun dari mimpinya. Namun semuanya nyata, mamanya telah meninggalkannya berdua bersama sang papa.Semua anggota keluarga perlahan meninggalkan area pemakaman. Menyisakan Bara, Aldi dan Nadia di sana.“Om, boleh pulang duluan. Pasti semua anggota keluarga menunggu Om, untuk mengadakan pengajian.”“Nadia,” irih Aldi, mengambil nafas panjang dan segera mengangguk.Nadia tidak bergeming, dengan memakai pakain hitam dan kerudung. Nadia sesenggukan menangisi kepergian sang mama.Karena tidak ada jawaban dari sang putri, Aldi beranjak dari sana d
Nadia kecil menutup kedua telinganya ketika mendengar suara petir bergemuruh di luar sana. Nadia berbaring dan menutup diri dengan selimut tebal, ia ingin berlari keluar kamar dan menghampiri kedua orang tuanya. Namun ia tidak berani sekedar mengintip dari celah selimut tebal itu. Karena tubuh mungilnya menggigil.Ceklek! Suara pintu terbuka. Menampilkan seorang wanita dengan senyuman tulus, menghidupkan lampu kamar. Sehingga perlahan Nadia mengendurkan selimutnya dan melihat sang mama sekarang berada di dekatnya."Ma...Mama, Nadia takut."Gadis kecil itu refleks memeluk sang mama dengan cukup erat. Bella mengusap kepala putrinya dengan lembut. Beberapa kali Nadia menutup matanya, namun bayangan menyeramkan suara petir membuatnya kembali terbangun.
Nadia menggelengkan kepalanya ketika Bara menyodorkan makanan di depannya."Sudah jam 9 Sayang. Kamu belum makan sampai sekarang. Kamu harus minum obat," ujar Bara harus ekstra sabar dengan kekasihnya. Bara memilih cuti untuk dua hari. Menunggu Nadia pulih dan benar-benar sembuh. Namun lihatlah! sekarang, Nadia enggan untuk memakan sesuatu. Membuat Bara gemas melihat nya."Aku ngak lapar," jawabnya dengan lesu."Nadia," lirih Bara."Kenapa?" sungut Nadia, "Kalau kamu ngak mau ngurusin aku, sana pergi! Jangan kembali lagi ke sini! kamu selalu saja mau paksa aku. Aku ngak suka!" kukuh Nadia keras kepala.Bara menghela nafas pelan. Menaruh mangkok
"Maaf Tuan, Nyonya. Nyonya Tiara memaksa untuk masuk!" ujar satpam di rumah mereka yang bertugas menjaga gerbang.Tiara menatap mereka semua dengan tatapan nyalang, seakan meremehkan."Almarhumah Bella telah meninggal. Jadi, perusahaan akan saya ambil alih. Itu hak saya!" tegasnya. Tidak memiliki urat malu.Kinara terkekeh sinis mendengarnya, "Apa saya tidak salah dengar, Nyonya Tiara? Kenapa Anda sangat terobsesi dengan perusahaan itu? Bukannya, Anda sangat membenci almarhumah, selama ini."Tiara baru menyadari Kinara berada di sana. Dua wanita seumuran itu saling melemparkan tatapan mematikan."Aldi! Dimana, Nadia? Cucu saya? Biarkan dia menandatang
Celina menundukkan kepalanya sedari tadi. Banyak pasang mata yang menatapnya rendah bahkan tidak segan mengeluarkan kata-kata menusuk membuat hati Celina sakit dan nyeri. Ada apa dengan mereka semua? Bahkan tadi, ketika berada di luar gerbang, para mahasiswa yang Celina kenal anak organisasi pergerakan, melemparinya dengan bola kertas sehingga dirinya langsung masuk ke dalam kampus dan fakultas hukum. “Gais! putri dari nyonya penipu telah datang. Silahkan disambut dengan sangat antusias.” Itu suara Lala yang sudah menunggu kedatangan Celina di lorong fakultas hukum bersama dengan Maya beserta teman kelasnya. “Gue gak nyangka ya... mamanya penipu sekarang ternyata putri tercintanya juga penipu. Bahkan menipu sahabatnya sendiri.”