"Bar! Katanya kan, mama yang akan nyariin aku dress-nya. Kok kamu, sih?" tanya Nadia menatap Bara yang sekarang tiba-tiba menjemputnya dari kantor sang mama untuk pergi ke butik.
Bara masih diam enggan untuk menjawab pertanyaannya. Bara menyetir mobil mewahnya dengan kecepatan sedang. Ia menghela nafas dan menoleh ke arah kekasihnya.
"Biar aku yang pilih, agar gak terbuka. Seperti kemauan aku."
"Kan aku yang pakai. Kenapa kamu yang milih?" sangkal Nadia merasa tidak dihargai.
"Aku tunanganmu."
"Tapi aku ingin tampil seksi, Bar. Biar...."
"Biar semua tamu kepincut sama kamu dan kamu akan meninggalka
Sudah lima kali Nadia bolak-balik mengganti pakaian nya. Bara sangat menyebalkan dan posesif."Bar! Capek yang ini ajha," rengek Nadia. Bara memperhatikan nya dari atas sampai bawah kaki Nadia, yang menutupi lutut gadis itu dan akhirnya mengangguk.Nadia menghembuskan nafas lesu. Sudah dua jam mereka memilih membuat Nadia kecapean. Kakinya kram karena kelamaan berdiri.Nadia keluar dari kamar ganti. Dress-nya akan di bungkus nanti oleh ibu Della. Nadia menghampiri Bara yang sekarang bersama seseorang. Sejak kapan dosennya ada di sana?"Pak Ryan!" cicit Nadia takut menyapanya."Iya, Nadia. Kalian di sini juga?"
Semua anggota keluarga konglomerat menghadiri pesta yang diadakan oleh perusahaan Bella group. Terlihat mobil mewah berhenti di hadapan mereka semua. Dengan penampilan elegan dan dirangkul oleh sang tunangan, Nadia berjalan bersama Bara di karpet merah menuju atas panggung. Begitupun dengan kedua orang tua mereka yang mengikuti dari belakang.Suara pujian dan bisik-bisik terdengar dari para tamu yang hadir malam ini, karena melihat penampilan dua keluarga konglomerat tersebut, sangat memukai malam ini. Bahkan para reporter dan fotografer berlomba-lomba meliput dan mengambil gambar sebanyak-banyaknya.“Lihatlah! Mereka sangat serasi.”“Beruntungnya menjadi pasangan seorang Barata Mahendra.”“Dia pria yang sangat setia. Lihatlah! S
"Nenek! bikin Dimas malu di hadapan tante Bella. Sebenarnya Nenek mau apa, ah?!" bentak Dimas menatap tajam Tiara."Ini juga demi masa depan kamu, Dimas. Nenek sedang berusaha agar kamu menjadi pimpinan utama di sana. Bukan hanya menjadi manager keuangan seperti sekarang ini. Gajinya tidak seberapa dan direndahkan oleh semua orang.""Dimas! Gak akan suka merampas kedudukan seseorang. Siapa yang merendahkan, Dimas? Tidak ada! Hanya Nenek yang terlalu serakah.""Dimas!" peringkat Amara."Mama mau belain, Nenek? Ingat Ma! Kita bukan siapa-siapa di rumah ini. Nenek juga sudah dikasih semua property, almarhum kakek, kan? Terus sekarang Nenek mau menguasai perusahaan itu? Dimas gak habis pikir sama, Nenek."
Lala segera menarik tangan Nadia ketika baru sampai kampus. Mereka sekarang duduk di taman. Banyak mahasiswa yang memperhatikan Nadia, membuat Nadia sekarang menjadi selebriti sekarang, karena terlihat terkenal dan famous.“Lihat, nih!” Lala mengangkat ponselnya, memperlihatkan Nadia foto mesranya ketika berdansa semalam. Ketika pesta perusahaan.“Lo hebat!” pujian Lala kembali terdengar membuat Nadia tersenyum bangga, ingin sekali lala menggeplak kepala Nadia karena terlihat sangat sombong.“Gue cantik, kan? Iya lah. Gue kan mau nunjukin ke dunia. Bahwa gue cinta sejati Bara. Tunangannya, nih.”“Ide yang bagus. Celina bisa tahu diri,” sambung Maya. Entah mengapa membu
"Nadia!" Sudah beberapa kali Bella mengetuk pintu, tidak ada sahutan dari dalam sana."Nadia, Bara ada di bawah mau ngajak kamu malam minggu ke pasar malam.""Nadia lagi mager, Ma. Sibuk, bilang ajha ke Bara seperti itu. Dia ngerti kok nanti."Bella menghela nafas. Anak muda, ya seperti ini. Merajuk tidak jelas mengunci diri di kamar tidak ingin ditemui. Bukannya menyelesaikan masalah. Malah memperlarut masalah semakin lama dan akan membesar."Nadia, Mama tidak pernah mengajarkan kamu seperti ini, Nak!" peringkat sang Mama.Terdengar suara sandal Nadia mendekati pintu dan membukanya. Nadia dengan wajah suram, berdiri di depan sang mama. Hanya memakai
“Maaf, Nadia. Lama menunggunya?” tanya Ryan menghampiri Nadia yang tengah meminum pesanan, dari beberapa menit yang lalu.Ryan duduk berhadapan dengannya. Nadia bisa melihat wajah dosennya ini terlihat kelelahan. Mungkin karena tergesa-gesa menyusulnya kemari.“Gak apa-apa, Pak,” ucap Nadia dengan wajah canggung. Seorang dosen itu, harus dihormati. Jadi, Nadia sekarang tengah memperbaiki adabnya, agar ilmu yang ia peroleh mulia dan bermanfaat untuk semua orang.Ryan mengangguk dan tersenyum. Ia langsung mengeluarkan sesuatu dari tasnya, dan menyerahkannya kepada Nadia. Membuat gadis itu melebarkan matanya dengan wajah kembali ceria. Ia langsung mengambilnya.“Saya nyari kemana-mana. Ter
"Saya pulang ya, Pak. Sekali lagi, saya minta maaf sebesar-besarnya."Setelah mereka turun dari mobil. Nadia langsung ingin berpamitan dan pulang."Nadia, ayo mampir! Kamu sepertinya terlihat pucat. Nanti saya suruh supir saya, yang mengantar kamu.""Tapi, Pak. Saya....""Ini perintah dari dosen!" tegas Ryan tidak ingin dibantah. Walaupun sudut bibirnya terasa nyeri.Dengan ragu, Nadia mengangguk dan ikut masuk ke dalam rumah dosennya."Astaga, Ryan kamu membawa perempuan? Dia siapa? Pacar kamu kan? Akhirnya putra mami normal."Nadia tersenyum canggung. Tunggu! Normal? Jadi, selama ini dosennya tidak pernah memiliki kekasih
Nadia mondar-mandir menelpon Bara. Karena mamanya terus saja bertanya tentang keberadaan Bara. Ryan yang ada di samping Nadia hanya bisa diam memperhatikan, gelagat gelisah gadis itu. Sejak satu jam yang lalu."Bara!" Akhirnya sambungan terhubung, membuat Nadia menghela nafas lega."Ini gue Celina. Bara lagi beli makanan.""Kalian dimana sekarang?""Rumah gue.""Oh gitu. Ya udah, gue tutup."Sambungan terputus. Nadia mencengkram ponselnya dengan wajah suram."Kamu yang sabar, Nadia."
Dua bulan telah berlalu. Kedua sahabat Nadia sudah resmi menikah dan sekarang fokus dengan rumah tangga mereka masing-masing.Nadia menghela nafas pelan ketika dirinya akhirnya bisa berjalan kembali, setelah terapi setiap minggu dan memiliki keinginan yang kuat untuk berjalan. Namun jangan lupakan dibalik kesembuhan Nadia, terdapat seorang pria yang setia dan penyabar di sampingnya.Nadia masih tidak menyangka, ternyata Bara adalah jodohnya dan pernikahan mereka sudah berumur tiga bulan. Bara adalah segalanya untuk Nadia. Tuhan menghadirkan Bara sebagai penerang di kehidupan Nadia yang sunyi dan sepi.“Semoga Bara menyukai hadiahku.”Nadia segera bersiap setelah menyiapkan kejutan untuk Bara. Hari
Senyuman Lala luntur ketika melihat calon suaminya mengobrol dengan dokter muda yang terlihat sangat cantik dan dewasa.Lala mengeratkan pegangan tangannya di rantang yang ia bawa untuk dokter Ryan.Lala berdiri di ujung pintu. Sepertinya mereka tidak menyadari dirinya berada di sana. Karena terlalu asyik mengobrol. Lala mundur perlahan dan segera berbalik arah kembali menuruni anak tangga.Ryan menatap dokter Neza dengan pandangan sulit diartikan. Dokter Neza adalah dokter baru di rumah sakit ini dan sepertinya menyukainya. Karena sedari tadi mencoba mencairkan suasana untuk menggodanya.“Dokter Ryan juga berprofesi menjadi seorang dosen? Wah hebat ya. Dokter sanga
“Sebenarnya, aku ada niatan untuk menjenguk nenek di rumah sakit jiwa,” ujar Nadia pelan, membuat semua orang yang ada di meja makan berhenti sejenak dari aktivitasnya.“Tidak!” tegas Bara, membuat Nadia bukannya takut malah pantang menyerah.“Kenapa, Sayang? Sampai mau jenguk nenek kamu yang jahat dan tidak manusiawi itu?” tanya Rani menatap Nadia, membuat Nadia menghela nafas pelan.“Nadia, ingin berdamai dengan semuanya. Tenang, hanya nenek ajha, kok. Ngak sama dia-dia itu,” ujar Nadia lagi.“Dia siapa?” tanya Bara.“Mantan sahabat kamulah. Siapa lagi, yang kamu belain mati-matian sampai membuang cincin ak ....”
Bara meneliti wajah Nadia yang tengah tertidur. Cantik dan manis. Bibir mungil semanis madu itu selalu berhasil membuatnya tidak berhenti mengecupnya seperti sekarang ini.Mereka masih berada di kantor. Sebentar lagi jam pulang kerja tiba. Namun melihat istrinya masih memejamkan matanya. Bara jadi tidak tega membangunkan Nadia.Bara menghela nafas dan merogoh ponselnya. Ia menyalakan kamera dan mengambil gambar Nadia sebanyak-banyaknya."Sayang banget sama kamu." Bara mendusel hidungnya di leher Nadia, membuat Nadia terusik."Eugh …." Akhirnya Nadia terbangun dan bergumam kesal kepadanya. Karena menganggu tidur nyenyak wanita itu."Sayang, dah
Nadia meringis kala merasakan sakit yang menderai . Nadia menatap Bara yang pagi ini sudah rapi untuk berangkat bekerja.“Sayang, ayo mandi. Kita ke kantor.”Nadia terperangah mendengarnya, “Kamu sendirian pergi. Aku di rumah ajha.”“Nggak bisa, Sayang. Kamu harus ada di samping aku setiap waktu.”Tanpa izin, Bara menggendong Nadia dan masuk ke dalam kamar mandi. Dengan telaten, Bara membasuh dan membersihkan tubuh Nadia dengan sangat lembut dan hati-hati.Setelah menghabiskan waktu 5 menit. Bara menggendong Nadia dan mendudukkannya di pinggir ranjang.Bara beralih mencari dress untuk sang istri. Warna marun dan juga mantel tebal untuk sang istr
Seminggu telah berlalu. Sepasang pengantin baru tersebut, sekarang akhirnya pulang ke rumah orang tua Bara. Nadia mengambil nafas panjang ketika Bara dengan seenaknya, tidak ingin menurunkannya ke kursi roda. Bara mengendongnya sampai ke dalam rumah. Nadia hanya bisa pasrah dan mengeratkan pelukannya ke leher suaminya.Barang-barang, semuanya telah dibawa oleh sopir dan para pembantu ke dalam kamar mereka.“Wah, pengantin baru sudah pulang ternyata,” ujar Rani terlihat antusias. Nadia duduk bersama Bara di depan meja makan, bersama dengan kedua orang tua Bara.“Bagaimana bulan madunya, Sayang?” tanya Rani kepada Nadia.Nadia tersenyum kikuk dan menunduk, “Lancar, Ma.”Mereka berdua mengucap
“Bisa gak sih, kamu gak buat masalah sekali saja.” Nadia menyilang tangan di dadanya bersandar di punggung ranjang kamar hotel.Bara menghela nafas pelan, “Ini juga demi kamu, Sayang. Aku gak suka semua orang menghina kamu, Nadia. Tolong ngertiin aku!” Bara sedikit meninggikan suaranya, membuat Nadia menggelengkan kepalanya tidak percaya.“Kamu marah sama aku? Kamu bentak aku?” tandas Nadia.“Sayang, bukan seperti itu.”“Iya, kamu udah gak sayang sama aku. Kamu mengulangi kesalahan yang dulu. Kamu ... hiks.”Nadia merasakan sesak di dadanya. Wanita itu kembali terbayang kejadian yang dulu. Katakan dirinya berlebihan, namun trauma itu kembali muncul.
Hari ini pasangan pengantin baru tersebut memilih menghabiskan waktu di taman. Banyak anak-anak bermain di ujung sana dengan gembira, membuat Bara dan juga Nadia ikut tersenyum melihatnya.“Kamu mau makan apa, Sayang?” Bara mengelus bahu Nadia yang berada di dekapannya.Nadia yang merada di dekapan suaminya mendongak, sejenak memikirkan sesuatu yang akan ia beli. Nadia melonggarkan pelukannya dan mulai mengitari ke segala penjuru taman, dengan bola mata cantiknya, banyak berbagai macam makanan ringan penggugah selera.“Cilok, harga 5 ribuan.” Nadia menunjuk dagang cilok dengan dagunya, yang terlihat memakai sepeda motor tengah dikerumuni banyak orang.“5 ribuan?” Bara mengangkat sebelah alisnya.
“Katanya ... mau istirahat. Ini langsung unboxing kamar hotel.” Nadia mendengus sembari berbaring di atas bantal yang sangat empuk. Warna putih mendominasi, mencirikan mereka tengah berada di hotel bintang lima.Padahal tadi, sebelumnya. Bara sudah berkata bahwa mereka akan istirahat setelah acara pernikahan usai. Tapi apa? Hanya omong kosong saja.Bara membuka jasnya. Pria itu melangkah ke arah kamar mandi dan menutupnya dengan rapat. Ada apa dengannya? Nadia memutus pandangannya dan mulai memejamkan matanya.Beberapa menit telah berlalu. Bara keluar dengan memakai kaos oblong. Pria itu mengusap kepalanya yang perlahan mulai kering karena usapan handuk yang bersih.Bara menghela nafas ketika melihat Nadia memejamkan matanya karena kelelahan. Tapi, bagaimana