Share

Namira

Penulis: Ina Shalsabila
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-23 18:40:10

“Mama nonton TV loh, Pa. Seluruh bandara di pulau itu di tutup dari pagi karena cuara buruk, hujan dan badai. Pertanyaan mama, Papa pulang naik apa, hah?”

Mati.

Melihatnya berkacak pinggang, nyaliku langsung menciut. Aku menggaruk kepala yang tak gatal. Mencoba menetralkan perasaan kacau yang tiba-tiba menyelimuti diri.

“Em ... sebenarnya, papa-“

“Apa? Mau ngeles?” Lolita tak memberiku kesempatan untuk mengulik.

“Bukan. Papa—“

Tiba-tiba ponselku berdering. Aku hendak beralih.

“Di sini saja ngangkat teleponnya. Mama mau dengar dengan siapa Papa bicara. Kalau perlu diload speaker sekalian. Mana tau Papa punya gun**k di luaran sana.” Lolita meradang, nada bicaranya naik satu oktaf.

“Astaga, ma. Ini Wina, Mama,” balasku.

Aku mengambil duduk di pinggir ranjang agar Lolita mendengar pembicaraanku dengan Wina.

“Halo, kenapa, Win?” tanyaku tanpa basa-basi.

“Saya di depan rumah, Bapak,” jawabnya.

Lolita mencelos saat aku memandangnya setelah memutus panggilan.

“Wina ada di bawah. Ayo ikut papa kalau gak percaya.”

Aku bergerak mendekati Lolita. Lalu, menarik pergelangan tangannya.

“Nggak, ah!” Lolita menolak.

“Ayo ikut. Mama tanya langsung sama Wina. Pekerjaan papa ngapain saja.”

Akhirnya, Lolita menyerah juga dan mengikuti ajakanku. Aku dan Lolita menuruni anak tangga setelah memerintahkan seorang baby sitter mengawasi Tiara.

“Pak, Bu,” sapa Wina saat melihat kehadiran kami.

Aku menyuruhnya duduk.

“Sekarang, silahkan tanyakan dengan Wina. Papa ngapain saja semalam. Win, ngapain saja semalam sama saya?”

Aku melontarkan pertanyaan dengan perasaan kacau. Berharap Wina memiliki kepekaan yang tinggi.

“Oh, ini saya mau mengantarkan laptop milik Pak Tama yang saya bawa. Semalam Pak Tama menyuruh saya melanjutkan pekerjaan di rumah. Jadi, laptopnya saya bawa. Maaf Bu Lita, apa saya telah melakukan kekeliruan?”

Wina berucap sangat meyakinkan. Lolita terlihat menghela nafas. Mudah-mudahan dalam hatinya merasa lega dan melupakan kejadian ini.

“Gak ada,” jawab Lolita singkat.

“Baik, Pak, Bu, saya pamit dulu kalau begitu. Terima kasih, assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

“Waalaikumsalam,” jawabku dan Lolita hampir bersamaan.

Kami menatap Wina hingga tubuhnya menghilang di balik pintu.

“Bagaimana? Masih curiga?” Aku bertanya sambil melingkarkan tangan ke pinggangnya.

Lolita tak menjawab. Ia malah melepas pelukanku dan bergegas pergi.

“Pa,” panggil Lolita. Rupanya dia berbalik sebelum menaiki tangga.

“Ya, kenapa?” Aku mendekatinya.

“Mama percaya, tapi masih ragu.”

Setelah mengucapkan uneg-unegnya, dia berlalu dari hadapanku.

Menimbang kecurigaan yang akhirnya terbantahkan, aku berinisiatif untuk menjauhi Namira. Kecurigaan Lolita juga harus aku waspadai. Terlebih wanitaku ini tipe wanita tegas yang mudah mengajukan protes jika tak sesuai dengan hati nuraninya.

**

Sejenak perdebatan tentang kepulanganku bisa diterima oleh Lolita. Apalagi yang mau dibantah olehnya. Saksi hidup juga sudah aku hadirkan untuk memperkuat alasan. Walaupun akhirnya, aku harus mentransfer sejumlah uang sebagai tutup mulut pada Wina, sekretarisku di kantor.

Aku pulang lebih awal. Hampir setiap hari seperti ini. Kulakukan demi Lolita dan putri kecil kami. Lagipula, Lolita juga meminta untuk membagi waktu lebih banyak agar bisa semakin dekat dengan Tiara. Sebab, akhir-akhir ini Tiara semakin jarang menanyakan keberadaanku. Lolita mengkhawatirkan Tiara akan kehilangan sosok ayah jika aku masih egois mengabaikan kebersamaan dengan putri kami.

“Pa,” panggil sambil Lolita menarik selimut menutupi tubuh kami.

“Papa,” panggilnya lagi karena aku tak merespon.

“Apa?” balasku. Tak menjawab bukan berati tak mendengar, tapi aku sedang terfokus ke layar ponsel.

“Tiara minggu depan ulang tahun. Rencananya mama mau bikin acara di rumah saja. Bagiamana, Pa?”

Aku meletakkan ponsel. Lalu merentangkan lengan kiri agar Lolita mendekat. Ia pun bergerak merapat.

“Boleh. Mama aturlah. Butuh bantuan?” tanyaku menawarkan. Biasanya, jika seorang wanita sudah berbicara tentang suatu acara, maka diakhiri dengan permohonan dana.

“Em ....” Lolita mulai berpikir. Ah, barangkali sedang menghitung.

“Butuh berapa?” tanyaku langsung. Lolita tampak tersenyum manja. Sebab, aku langsung bisa menebak keinginannya.

“Nanti saja, deh. Biar pakai uang mama dulu. Soalnya mama mau ajukan yang lebih, hehehe ....”

Bisa ditebak.

Lolita memang cerdas. Soal hitung-hitungan uang, dia ratunya. Tak masalah bagiku. Terpenting adalah dia dan Tiara sama-sama senang.

**

Dua hari lalu, aku menemui Namira di kediamannya. Sebuah rumah yang kubeli atas namanya. Sekitar lima belas menitan dan itu cukup membuatnya marah karena beberapa hari aku abaikan, pasca peristiwa kedokku yang hampir terbongkar oleh Lolita. Jadi, aku memutuskan menjaga jarak dengan Namira.

“Aku nggak bisa lama-lama jauh dari Mas Tama,” protesnya saat aku ungkapkan keinginan.

“Sementara waktu, Sayang. Sampai Lolita percaya lagi sama Mas. Percaya, deh, Mas juga gak bisa lama-lama seperti ini.” Aku memberi pengertian.

Namira mencebik. Lalu, menjatuhkan diri di sofa.

“Mas sudah transfer, kok. Di cek deh.”

Namira mencebik lagi.

“Ayo, cek dulu,” perintahku.

Dengan malas, dia meraih ponselnya.

Satu menit, ekspresinya masih biasa saja.

Dua menit, dia mulai gelisah karena loading lama.

Tiga menit, senyum itu merekah juga. Namira langsung berdiri dan memeluk, memberikan sebuah kecupan ringan di bibirku.

“Cukup?” tanyaku memastikan.

 Sebenarnya tanpa bertanya pun, aku sudah tau jawabannya. Raut wajah itu tak bisa disembunyikan lagi.

“Hu’um,” jawabnya sambil mengangguk. Lalu, aku meninggalkannya setelah itu.

.

Aku tersenyum membayangkan wajah imutnya. Jadi kangen ingin bertemu.

“Menepi sebentar, Pak,” ucapku pada Maman.

Aku menekan nomor kontak Namira. Sebentar kemudian tersambung, tetapi tak diangkat.

“Kemana, sih?” gerutku. Memutuskan melakukan panggilan ulang. Nada dering lagu favorit Namira masih kudengar sampai berhenti dengan sendirinya.

Aku mulai kesal.

“Gak mungkin masih kuliah. Ini ‘kan sudah sore.” Aku bergumam sendiri.

Aku memeriksa pesan terkirim, hanya dibaca saja, tanpa dibalas.

“Pasti lagi shopping. Begini nih kalau habis dapat transferan. Pasti sibuk belanja.”

Aku menutup ponsel. Meminta Maman melanjutkan perjalanan.

Aku harus segera sampai di rumah. Sebab, Lolita memintaku segera pulang untuk membicarakan acara ulang tahun Tiara.

Sebenarnya aku kurang setuju jika Lolita membuat acara di rumah. Karena pastinya bakal ribet dan menghabiskannya banyak tenaga. Aku lebih suka dia menyewa tempat. Dengan begitu, akan lebih mudah menghemat waktu dan tenaga.

Namun, lagi-lagi aku tak bisa menolak keinginannya

Sesampainya di rumah, aku langsung di sambut oleh Lolita, seperti biasanya.

“Tiara lagi mandi, Pa, tapi sepertinya sudah selesai,” ucap Lolita saat aku mengedarkan pandangan. Ia bisa menebak, bahwa aku sedang mencari Tiara.

“Oh, itu di belakang ramai.”

Terdengar suara riuh di belakang.

“Oh, itu. Mama tadi kerepotan menghias ruangan ini. Jadi, mama meminta bantuan seseorang. Coba tebak, siapa yang datang?” Lolita tersenyum menggoda. Ia menarik tanganku untuk diajak ke belakang. Ia bergelayut manja. Aku dan Lolita berjalan beriringan.

“Siapa?” tanyaku penasaran.

“Tebak, dong!”

“Malas. Papa gak suka bermain teka-teki.”

“Is, papa begitu.” Lalu kami tertawa bersamaan. Aku mencubit hidung Lolita yang bangir dan enyibakkan rambut yang terjatuh menghalangi sebagian wajahnya.

Lolita menghentikan langkah tepat saat aku memberi sebuah kecupan di pipinya. Dia membalas dengan pukulan kecil di lenganku.

“Malu, ah! Dilihatin Namira itu.”

Seketika menoleh dan langsung bertemu pandang dengan ... Namiraku.

****

Bab terkait

  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Merasa Beruntung

    PoV NamiraSebagai wanita kedua, aku merasa lebih beruntung dari istri sahnya. Lihat barang bawaanku, sepatu, tas, baju yang kesemuanya bermerek. Bahkan, aku bisa mentraktir teman-teman kuliahku. Semua yang kunikmati sama dengan istri pertama.Hanya mobil yang belum kumiliki. Bukan tak mampu membeli, tetapi suamiku melarang aku memilikinya. Sebab, orang-orang bakal mempertanyakan, dari mana uangku itu berasal.Sudahlah! Terpenting, aku bisa menikmati hidup tanpa kekurangan.Aku baru saja memasuki rumah, meletakkan barang belanjaan dan mengempaskan tubuh ke ranjang. Aku meraih bantal di sisi kananku, lalu menciumnya. Aroma parfum maskulin masih bisa kubaui.“Kangen, Mas,” gumamku.Sudah seminggu ini, Mas Tama tidak datang menemuiku. Alasan klasik, takut istrinya curiga, karena liburan minggu lalu ketika bersamaku, berhasil diendus wanita berlesung pipi itu. Bersyukurnya tidak sampai terbongkar.Aku pun akhirnya menyetujui ketika Mas Tama meminta menjaga jarak dan menggantikan kekecewaa

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-23
  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Bertahan Demi Tama

    PoV NamiraHatiku terbakar, panas dan rasanya ingin meledak.“Malu, ah! Dilihatin Namira itu.”Mbak Lita menunjukku. Seketika itu juga, Mas Tama menoleh dan bersitatap langsung denganku. Jelas, dia terkejut. Sangat terkejut.Aku pun demikian, tetapi cepat menguasai keadaan. Sedangkan Mas Tama tak berani lagi memandangku. Bahkan dia membuang muka.Aku sakit. Apakah sehina ini menjadi yang kedua? Kenapa sesakit ini luka yang harus kutuai? Padahal semestinya, kudapatkan senyum yang sama seperti Mbak Lita. Senyum kebebasan di atas kesenangan yang tidak dibuat pura-pura.“Na, kamu tadi bikin apa?”Aku gelagapan ketika Mbak Lita menanyaiku.“Em, sub buah sama puding, Mbak,” jawabku.“Bawa sini, gih. Kita makan sama-sama. Oya, mama panggil Tiara dulu ya, Pa? Lagi mandi kayaknya.”Mas Tama mengangguk sambil berpura-pura memainkan ponsel.Mbak Lita meninggalkan ruang makan. Kini tinggal kami berdua. Mas Tama sedang duduk di kursi, menghadap meja. Aku berada di depan kulkas, mengeluarkan puding

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-23
  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Kemarahan karena Diabaikan

    PoV Namira Aku menaiki mobil Mas Tama, hanya berdua saja. Mbak Lita melambaikan tangan, masih tampak berdiri di teras rumah sampai bayang tubuhnya tak terlihat lagi. Aku tersentak ketika Mas Tama meraih jemariku. “Dingin tanganmu.” Dia membawa dalam genggaman. Aku menikmati dengan segenap rasa. Rindu yang teramat dalam ini seakan mampu mengesampingkan kemarahan yang tadinya minta ditumpahkan. “Maaf, Mas tadi cuek. Sebenarnya gak tega melihatmu diabaikan seperti tadi,” ucapnya. Aku seperti mereview kejadian tadi yang membuatku terlihat sangat bodoh. “Lain kali gak usah minta Mbak Lita untuk menjemput ke kampus dan minta bantuan ngurus ini dan itu. Aku sudah seperti kacung di rumah suamiku sendiri.” Aku mengadu. “Maaf, Sayang. Tapi mas gak pernah menyuruh Lita buat mendatangi kampusmu. Mungkin dia kangen sama kamu. Kan sudah lama kamu nggak pernah main ke rumah.” “Cih, untuk apa? Aku juga punya rasa khawatir kali, Mas. Masa mendatangi kandang macan.” “Jangan gitu dong, Sayang.

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-23
  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Bertemu Seseorang

    PoV LolitaJam berdentang dua belas kali, saat aku memutuskan memasuki kamar. Tadinya berdiam di kamar Tiara sambil menunggu Tama, tapi belum tampak juga. Bahkan ponselnya tidak aktif. Kebiasaan.Seperti inilah Tama akhir-akhir ini. Tiba-tiba pamit pergi, lalu pulang lewat tengah malam. Ke mana lagi kalau bukan pergi sama Roy, kaki tangannya yang sangat dia percayai.Ya sudahlah, toh semua demi pekerjaannya.Aku merebahkannya diri. Membuka-buka galeri, memilih foto-foto yang paling menarik untuk kuunggah ke Facebook.Ternyata Namira pintar mengambil gambar, rata-rata foto yang dihasilkannya bagus-bagus. Aku sampai bingung memilihnya.Mata semakin berat saja, malah enggan untuk beralih posisi. Aku menggeletakkan ponsel di samping kiri. Lalu, menikmati buaian malam.*Hawa dingin membuatku terbangun. Lupa merapatkan selimut. Tiba-tiba perasaanku tak enak, kemana Tama?Aku mengerjab, meraih ponsel dan melihat jam di sana terpampang angka dua.Aku memeriksa aplikasi perpesanan. Tama mengi

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Sebuah Kecurigaan

    “Iya, Tama memang pergi semalam,” akuku.Aku mulai terfokus menunggu ucapan Mita selanjutnya. Dia mencurigakan Tama, apa alasannya?“Aku melihatnya bersama wanita di sebuah rumah,” ucapnya pelan dengan suara berbisik. Mungkin menghindari pengunjung lain agar tidak mendengarnya.Aku mengingat-ingat kembali. Mungkinkah wanita yang dimaksud Mita adalah Namira?Lalu tiba-tiba tawaku menyembur. Mita jelas terkejut melihatku menertawakannya.“Namira,” sebutku. “Dia saudara kami. Saudara sambung, sih. Semalam memang suamiku mengantarnya pulang. Kan di rumah lagi ada acara ulang tahunnya Tiara.” Aku memberi penjelasan, tapi Mita tak tampak lega.“Kamu percaya pada gadis itu?” tanyanya serius. Dia terus menebarkan pengaruhnya.“Kenapa memangnya?” Aku balik bertanya karena merasa diinterogasi.Mita mendekatkan ponsel miliknya, membuka galeri dan menunjukkan deretan foto-foto di sana.“Mereka memasuki rumah ini," ucapnya sambil menunjuk sebuah rumah yang memang terlihat asing dalam penglihatanku

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Menginginkan Anak

    Tiara melompat-lompat kegirangan sambil menunjuk ke depan. Di mana hamparan pasir membentang di hadapannya.Baru saja menginjakkan kaki di sebuah vila yang dipesan Tama, aku sudah dibuat takjub dengan interior vila mungil ini. Belum lagi keberadaannya yang langsung menghadap ke laut. Membuatku berdecak kagum.Di samping kanan vila terdapat kolam renang dan sebuah paviliun unik khas Bali yang langsung menghadap ke pantai.“Suka?” Tama memelukmu dari belakang.“Hu’um.”Aku masih terkesiap dengan pemandangan yang ada.“Walaupun dekat pantai dan ombaknya tenang, tapi papa gak izinkan kalian mandi di sana, ya?”Aku hendak memprotes, tapi Tama buru-buru menghadapkan aku ke samping kiri.“Ke sini aja kalau mau berenang.”Tama menunjukkan sebuah kolam renang yang menjadi fokusku sejak tadi.“Ini tempat asing. Apapun alasannya, papa nggak mau dibantah,” lanjutnya memperingatkan.“Siap!” jawabku. Tak masalah bagiku, toh demi keselamatan kami.“Sana, ajak Tiara main dulu. Papa mau mengirim kerja

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Ancaman

    PoV Tama“Pa, mama pakai HP papa tadi buat upload foto. Nanti biarmama aja yang balas komentarnya pake HP mama. Dimatiin aja HP-nya kalau malas berisik dengar notifikasinya.”Lolita berucap sambil memasang dasi. Aku hanya sekali menjawabnya dengan gumaman. Semenjak liburan ke Bali Minggu lalu, Lolita tampaksemakin senang. Apalagi ketika aku mengizinkan menggunakan ponselku untukmengunggah statusnya. Sebab, sebelumnya aku tak pernah memberi izin. Aku perlu meyakinkan Lolita setelah dia bertemu dengan Mita.Sebelumnya, aku memergoki Lolita menemui sahabatnya, Mita. Lolitatak cukup pintar bermain di belakangku. Dia tak mengetahui jika aku memasang GPS yang langsung terhubung ke ponselku sehingga aku mengetahui kemanapun dia pergi.Setelah itu, aku mengendalikan Namira agar jangan dulumeminta untuk bertemu. Dia menyetujui, oleh sebab tugas kuliah yang menumpukdan sebuah pekerjaan yang baru saja aku rekomendasikan kepadanya. Kalau bukan alasan itu, Namira pasti menolak. Dia 'kan keras kep

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Mengetahui Keduanya

    PoV TamaAku terbangun saat ponsel di bawah bantal berdering.“Pa, alarmnya bunyi tu. Katanya mau lembur.” Lolita berucap dengan mata yang masih terpejam.Pukul sebelas malam. Aku beranjak dari pembaringan. Menyambar piyama yang teronggok di pinggir ranjang, lalu mengenakannya. Segera ke luar kamar menuju ruang kerja.Baru saja hendak membuka pintu, terdengar seseorang melangkahkan memasuki ruang sebelah.Penasaran, aku mengikuti bayang di bawah pencahayaan yang temaram itu.Namira? Ngapain masuk ke ruangan gym.Aku bergerak lebih cepat. Lalu, menyambar tubuh itu dan membungkam mulutnya.“Diam, ini aku!" Aku membawanya masuk ke ruang gym."Mas lepaskan, tapi jangan teriak."Perlahan, aku melepaskan tangan pada bekapan mulutnya."Jahat, ih!" Namira memukul dadaku beberapa kali."Jangan berisik. Nanti ada yang dengar." Aku mengingatkan. "Kenapa? Ada apa datang kemari? Kenapa gak bilang mau datang, hah?"Karena panik, aku melontarkan pertanyaan berulang kali."Salah sendiri ingkar janji.

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29

Bab terbaru

  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Selamanya ....

    *Lewat tengah malam, perutku terasa perih. Mungkin karena sejaksore tidak terisi nasi. Aku terjaga, Kemudian bangkit. Lolita tak ada di sisiku.Dia sedang di kamar mandi, karena terdengar bunyi gemericik air.Aku memutuskan menurunkan kaki sambil memandang ke meja. BiasanyaLolita meletakkan makanan di sana. Ternyata benar. Ada dua piring teronggok di meja.Aku menyambar piyama yang sudah dipersiapkan Lolita, lalu mengenakannya.Pakaianku masih berserakan di atas ranjang. Aku tak memperdulikannya karena rasalapar sudah mendera.Sepiring nasi terasa masih hangat. Sepertinya Lolita barusaja meletakkan di sini. Sepiring lagi berisi lauk pauk. Aku langsung melahap makananini hingga habis.Lolita tersenyum ketika mendapati dua piring telah kosong.“Kelaparan rupanya,” sindirnya.“Mama membuat tenagaku habis,” balasku.“Kok mama, Papa yang minta tambah.”“Itu karena Mama memancing terus.”“Idih!”Walaupun tak ingin diprotes, tetapi dia malah mendekatiku lagi.Malahan kali ini, pakaiannya senga

  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Pelajaran Berharga

    Tama duduk di balik kemudinya. Sementara Lolita dan Namiraduduk di jok belakang. Akhirnya, ia berhasil meyakinkan Teguh untuk membawapulang Namira.Sesekali terdengar suara perbincangan kedua wanita itu. Tamasendiri tak ingin terlibat dalam percakapan keduanya. Ia memilih fokusmengendarakan mobil.Sesampainya di rumah, Lolita sudah menyediakan kamar untuk Namira.Kamar yang terletak di sebelah kamar Tiara, di mana pernah ditempati Namira waktu dulu.“Ini kamarmu,” ucap Lolita sambil membuka pintunya.“Di bawah aja, Mbak. Kamar yang dulu ‘kan kosong.”Lolita sedikit tertunduk. Ada sayatan yang melukai hatinya mendengarucapan Namira. Ia teringat kamar pembantu yang dipaksa untuk didiami Namira saatwanita itu kepergok menjadi istri muda suaminya.“Itu kamar pembantu. Maaf, Na, untuk kejadian waktu itu.”“Bukan salah Mbak Lita.”“Tetap saja aku sudah keterlaluan waktu itu.”“Semuanya salahku, Mbak. Aku yang rakusakan harta mas Tama, iri hati melihat kebahagian Mbak Lita. Aku memaksa mas Ta

  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Kehilangan

    Seorang pria sedang menunduk di depan sebuah pusara.Tangisnya tak berhenti meski rintik-rintik gerimis mulai berjatuhan.Ceceran lumpur bekas galian makam mengotori bawah celananya.Tak ada niat ingin beranjak pergi, bahkan ketika langit sore mulai gelap.“Pak, sebentar lagi hujannya deras dan sudah mau malam.Sebaiknya kita pulang saja,” ucap salah seorang dari anak buahnya.Pria itu tak juga mengangkat kepalanya. Ia terus tertunduk. Sedih.Seorang anak buahnya membentang payung. Hujan yang mulaideras membuatnya segera mendekati pria itu lagi yang keukeh tak mau pulang, lalumelindunginya dengan tulus.“Pak Teguh, hari sudah gelap,” ucap seorang pembawa payungtadi mengingatkan. Barulah Teguh mengangkat wajah. Ia mengusap nisan kayu yangbasah oleh hujan.“Maafkan papa, Nak. Beristirahatlah dengan tenang,” ucapnyasendu. Teguh berdiri menatap nisan itu sebelum benar-benar pergi.Senja yang tak lagi kemerahan, senja yang sudah bergantimalam membawa Teguh meninggalkan area pemakaman putri ke

  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Oh, Namira

    Tama menghubungi semua teman-teman Lolita. Terutama Mita, satu-satunya teman yang ia datangi secara langsung. Tapi, Mita tidak mengetahui keberadaan sahabatnya.Tama mengkhawatirkan keadaan Lolita karena sudah dua jam tidak dapat dihubungi.Ia panik, takut jika terjadi sesuatu pada diri istrinya. Apalagi Lolita sedang hamil tua.“Ya Allah, di mana kamu, Ma?”Berulang kali menyentuh nama Lolita pada layar pipih ponselnya. Tapi, tak juga mendapat jawaban, nomor ponsel Lolita tidak bisa dihubungi.Sementara itu, seseorang yang sedang dikhawatirkan sedang menikmati makanannya. Lolita sudah menghabiskan setengah dari isi nasi kotak sambil mengaktifkan ponselnya.Setelah mengurus Namira dan membayar biaya administrasi, ia berpamitan untuk mencari makanan, karena rasa lapar mendera.Ponselnya langsung berdering begitu mendapat sinyal.“Halo, Ma. Mama di mana saja? Dua jam papa seperti orang stres nyariin Mama.” Tama terdengar sangat panik.“Aku di rumah sakit, Pa. HP baru aktif lagi.”“Mama

  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Hanya Membantu

    “Bu, kayaknya tempat yang ibu tuju jauh dari hunian.Maksudnya, rumah di sana masih jarang-jarang. Saya pernah ke sana satu kali,”ucap sopir taksi itu memberitahu. Sejenak, Lolita takmenyahut. Lalu berisaham meyakinkan hatinya. “Gak apa-apa, Pak.Saudara saya sedang butuh pertolongan di sana,” ucapnya yakin.“Oke kalau begitu.”Mereka bercakap-cakap tentang keadaan tempat yang akanmereka datangi. Meski di sana rumahnya jarang-jarang, tapi ada juga yangmelewati jalanan itu. Rata-rata para petani, terlihat dari bawaan mereka.“Itu sepertinya rumah yang ibu maksud,” ucap sopir sambilmenunjuk rumah bercat coklat.Terlihat lebih mewah dari rumah-rumah yang lainnya, berdiri diatas dataran tinggi.“Berhenti di sini, Bu?”Lolita mengamati sekitar rumah sebelum meyakinkan bibirnya untukmenjawab si sopir.“Iya, Pak,” jawabnya.Si sopir menghentikan laju kendaraan tepat di depan pintu pagar.“Pak, jika saya tidak keluar selama setengah jam, tolong hubungi suami saya. Ininomornya.” Lolita menyodo

  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Demi Nyawa Namira

    Lolita sendiri menjadi tercengang, heran sekaligus takpercaya. Namira pandai memainkan sandiwara. Ia tak mempercayainya. Namun,melihat sorot mata ketakutan wanita itu dan raut wajah saat melihat sosok Teguhkeluar dari toilet, membuat Lolita bertanya-tanya. Ada sesuatu yang tidakseharusnya terjadi pada diri Namira.“Sayang.” Panggilan Tama mengalihankan lamunannya. Lolita menggenggamrobekan kertas yang diberikan Namira tadi, kemudian menyambut kedatangan Tamayang membawa piring.“Kenapa?” tanya Tama melihat gelagat aneh istrinya.“Gak ada. Lama nungguin Papa,” jawabnya no berbohong.“Oh, toiletnya antriannya panjang, Sayang.” Tama meletakkansepiring makanan di hadapan Lolita.“Papa gak makan?”“Gak usah. Mama saja.”Tama mengedarkan pandangan ke samping kanan dan kiri. Tampakseberapa orang yang bisa kenal. Ia melambaikan tangan dan tersenyum.“Ma, papa ngobrol dulu sama temen, ya? Tuh, di situ,” pintaTama sambil menunjuk seorang pria berperawakan tinggi, putih, dan bermatasipit. Keturu

  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Sebuah Pengakuan

    Dalam perjalanan, Lolita berceloteh tentang Namira. Tama enggan mendengarkan. Tapi tetapi pura-pura demi menyenangkan istrinya yangakhir-akhir ini lebih sensitif.“Kayaknya dia lagi sakit deh, Pa. Masa jalannya pakai kursiroda.” Lolita berucap dengan santai.“Kasihan ya, Pa,” tambahan lagi karena Tama tak menanggapi.“Ck, jangan terlalu mengurusi urusan orang lain, Ma. Kita sudah lama tidak membahasnya lagi kan?” Tama mengingatkan.“Cuma penasaran, Pa.”“Buka saja media sosialnya kalau penasaran. Beres kan?”“Bener-bener. Tumben Papa nyuruh begitu?”“Daripada ribut tanyaini itu sama papa dan papa gak tau jawabannya? Apa perlu papa yang talkingakunnya?”“Eh, eh, jangan dong!”Tama tertawa melihat respons Lolita yang cemberut sambil mengutak-atikponselnya.“Mama ngapain?”“Lihat facebook sama ig dia.”Mendadak Tama menyambar ponselnya, lalu mengantongi.“Pa.”“Kita makan dulu. Papa gak suka membicarakan nama diaapalagi saat kita makan. Ayo turun.”Mereka sudah sampai di depan sebuah kaf

  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Melewati Masa Sulit

    Pandangannya mengitari area parkiran. Mencari posisimobilnya yang berdiam di sudut halaman. Tiba-tiba pandangan menangkap sosok Namira. “Kenapa sih, duniaterasa sempit. Di mana-mana ketemu dia melulu,” gerutunya. “Astagfirullah!” iaberucap kembali ketika melihat wanita itu terhuyung dengan di bantu seoranglaki-laki yang pernah datang bersama Teguh. Namira tampakkesakitan sambil memegangi bagian bawah perutnya. “Dia sakit? Ataujangan-jangan ....”Lolita mundur beberapa langkah hingga tubuhnya terhadangtiang di sebuah lorong.“Sakit, Pi ...,” keluh Namira sambil di dorong menggunakankursi roda. Teguh terlihat mengiringi Namira. Hingga rombongan itu menghilangdi ujung lorong, Lolita tetap tertegun di tempatnya.Rasa penasaran memenuhi isi kepala. Lolita berpikir sejenaksebelum akhirnya mengikuti Namira dari jarak jauh.Namira langsung mendapat penanganan. Lolita menemukan Teguhsedang menelepon seseorang di luar ruangan. Suaranya tak jelas. Lolita mendekatuntuk mendapat informasi. Saya

  • Gara-gara Status Facebook Istri Pertamaku   Anugerah Terindah

    Keesokan harinya, kondisi Lolita masih juga belum berubah. Bahkan kondisi tubuhnya semakin lemah. Ia menolak ketika Tama memanggilkan dokter untuknya. Lolita sendiri merasa hanya butuh istirahat.Hingga siang hari, keadaannya tidak kunjung membaik. Iseng-iseng ia menyuruh Ipah membeli alat tes kehamilan. Sebenarnya tidak mempercayai jika ia sedang mengidam.“Tak ada salahnya dicoba,” gumamnya sambil membuka alat itu. Ia mencelupkan ke dalam air seni yang sudah ditampungnya. Dadanya berdebar menunggu setiap detik hingga terpampang jelas dua garis merah.“Alhamdulillah!” serunya dari dalam kamar mandi.Lolita buru-buru keluar untuk berbagi kebahagiaan dengan Ipah. ARTnya terlihat sangat senang, sama seperti Lolita.“Ibu saya buatkan sup biar segar badannya. Dari tadi pagi belum makan lo,” ucap Ipah menawarkan.“Boleh. Jangan terlalu asin ya? Di banyakin kentangnya, saya lagi malas makan nasi,” balas Lolita.“Siap, Bu.” Ipah gegas ke bawah untuk mengeksekusi masakan untuk Lolita.Lolita

DMCA.com Protection Status