Share

Part 38

Author: Putri Dita
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Aku langsung menatapnya tajam, "kamu kebiasaan deh suka cium-cium. Otak mesumnya dikurangin bisa?" Protesku padanya.

Jendra tertawa mendengar protesku, lalu mencubit pelan hidungku, "sakit tahu" aku menepis tangannya yang mencubit hidungku.

"Kamu sih ngegemesin, nikah aja yuk"

"Mulutnya, jangan aneh-aneh ya" ancamku padanya untuk meningkahi salah tingkahku karena ucapan Jendra barusan.

Lagi Jendra menatapku dengan lembut, "aku serius sayang, lagian tadi di depan wartawan kan aku udah bilang kalau kamu calon istriku."

Aku berdecih, "ck itu mah jawaban ngaco kamu biar gak di kejar-kejar pertanyaan wartawan mulu. Oh iya kok bisa ada pertanyaan dari wartawan tentang calon istri ya?"

“Biasa wartawan suka gitu, lihat aku sama cewek aja langsung digosipin. Makanya udah gak kaget kalau ada pertanyaan kayak gitu.” Aku memutar bola mata malas mendengernya.

Lalu aku teringat sesuatu, "Dra, tadi kan ada yang mencet bel, kenapa ga di bukain pintu?"

"I
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 36

    Aku berjalan ke dalam kamar mandi membawa kaos dan handuk yang tadi diberikan oleh Jendra. Di dalam kamar mandi, aku berhenti di depan kaca. Menatap bayangan diriku disana, memegang pipiku yang memerah malu. Aku masih tidak percaya, rasanya seperti mimpi kalau Jendra benar mencintaiku. Menggelengkan kepala, aku kembali mengusap wajahku yang masih ada sisa-sisa air. Selesai mandi, ternyata Jendra masih berada di dalam kamar. Dia saat ini sedang duduk di ujung kasur dengan kepala tertunduk, sibuk dengan ponselnya. Begitu mendengar aku memanggilnya, Jendra baru menegakkan kepalanya. Bukannya menjawab panggilanku, dia malah diam sambil terus menatapku. Aku menunduk melihat penampilanku, kaos hitam yang tadi diberikan Jendra saat aku kenakan hanya bisa menutupi bagian atas tubuhku 5 cm dari lutut, aku tidak menggunakan celana kerjaku lagi, karena menurutku akan membuatku gerah. "Dra, kenapa sih ngeliatinnya gitu?kependekan ya?aku pake celana kerjaku lagi aja deh." Ucapku, yang

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 37

    "By the way emang kamu gak apa-apa besok cuti. Bukannya jadwal Walikota lagi padat-padatnya?" "Gak apa-apa lah, selama ini aku juga belum ada cuti sama sekali. Malah kadang sabtu atau minggu aku masih kerja." "Kok bisa kamu kepikiran buat cuti hari ini?" Tanyaku penasaran. "Ya buat jaga-jaga aja kalau kamu gak mau ketemu aku lagi, dan kamu ga mau dengerin penjelasanku, jadi aku gak perlu bolak balik." "Halah, tapi kamu pakai jebakan biar bisa ketemu aku. Kamu sogok apa Tina sampai dia mau kerjasama?" "Itu namanya trik sayang, coba kalau aku datang ke kantor kamu, pasti kamu bakalan lebih marah sama aku terus semakin sulit buat aku ketemu kamu. Atau aku ke apartemen, udah pasti kamu ga bakalan bukain pintu." "Iya sih, kalau kamu nekat datang ke kantor aku bakalan marah banget dan bakalan bikin gempar juga di kantor." Terdengar bunyi bel, segera Jendra berdiri untuk membukakan pintu. Mungkin Mas Aldo yang mengantarkan makanan. Sesaat setelah Jendra m

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 39

    Oh iya, mengenai kedatanganku yang tiba-tiba semalam, kedua orang tuaku cukup terkejut karena sebelumnya aku sama sekali gak ngasih kabar akan pulang. Mama langsung mencercaku dengan pertanyaan aku pulang dengan siapa, kenapa beberapa minggu ini gak pulang, tiap di telepon susah. "Tadi siapa yang nganterin Kakak?Tumben gak naik kereta?" "Pulang bareng temen Mah, lumayan irit ongkos." dustaku pada Mama. "Kenapa gak disuruh mampir dulu, gak sopan banget kamu udah numpang tapi gak nawarin mampir." Aku hanya nyengir mendengar omelan Mama, "dia sibuk Mah, udah ditungguin juga sama keluarganya." Dan akhirnya malam itu aku dan Mama bercerita-cerita sampai malam sambil menunggu Stevan pulang. Kembali lagi tentang Jendra yang memaksaku untuk ikut pada kunjungannya. Aku sudah selesai bersiap-siap saat mendengar ponselku berdering. "Iya halo Dra. Iya ini udah selesai bentar lagi aku keluar." “Aku perlu turun gak?” tanyanya. “Ga usah macem-macem gak

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 40

    Tak terasa sudah hari Senin lagi. Setelah dadakan cuti hari Jumat kemarin, Shela langsung memberondongku dengan pertanyaannya. Kami baru sempat bertemu di kantor, karena kemarin aku kembali ke apart malam hari. Salahkan saja Jendra yang menahanku di apartnya begitu kami sampai di Ibukota. Dia baru mengantar ke apartku ketika dia akan kembali ke kota M."Lo kemana aja selama cuti kemarin?tumben banget cuti dadakan gak ngabarin gue dulu. Gue cari lo di unit juga gak ada.""Gue di culik Jendra, gak di pulangin ke apartemen." Jawabku cuekShela melototkan matanya, "seriusan?bukannya lo gak mau ketemu dia lagi?"Sebelumnya aku sudah menceritakan semuanya pada Shela. Karena waktu malam itu dia menemukanku menangis di apartemen sendirian. Akhirnya aku mencurahkan semuanya pada Shela."Hmmm dia nyuruh Tina buat janjian ketemuan sama gue, eh ternyata yang datang malah Jendra. Dan akhirnya di cafe itu chaos gara-gara banyak wartawan.""Oh gue tahu, gue sempet ba

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 41

    Pagi ini aku terbangun dengan mata yang sembab. Tadi selesai mandi, aku berkaca dan mataku terlihat bengkak. Ternyata bukan hanya hatiku yang berantakan, tapi wajahku kini terlihat sama mengerikannya juga. Meskipun sudah menggunakan concealer untuk menyembunyikan lingkar hitam di bawah mata, tapi tidak banyak membantu. Semalaman aku terus menangis. Hatiku masih terus merasa sesak setiap mengingat foto itu. Masih teringat jelas dalam ingatanku, foto yang diambil dari sisi samping itu, menampilkan Jendra dan Tari. Tidak perlu melihatnya 2 kali, terlihat jelas wajah dan postur tubuh itu milik Jendra. Aku yang sudah pernah melihatnya shirtless ataupun saat mengenakan baju, aku langsung mengenali bahwa itu Jendra. Aku ingin menyangkal tentang kebenaran foto itu, tapi semuanya tampak nyata. Dan ancaman yang dilontarkan Tari, membuatku tidak mempunyai pilihan lain. Aku juga memikirkan bagaimana nanti aku menghadapi Jendra. Aku ingin segera mengkonfrontasinya, meskipun aku tahu na

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 42

    "Ya halo?" jawabku. "Mbak Dela masih belum jauhin mas Jendra?Jangan dikira aku ga ngawasin mbak ya." Aku menghapus air mataku yang kembali menetes, "aku butuh waktu buat bicara sama Jendra." Terdengar suara Tari yang tergelak, "butuh waktu?tadi mbak udah ketemu sama mas Jendra, kenapa ga bilang langsung aja, ngapain di tunda-tunda." "Gak semudah itu Tari." "Mbak jangan anggap ancaman aku cuman gertakan aja ya, kalau sampai kesabaranku hilang. Tinggal tunggu saja kabar kehancuran mas Jendra di media massa. Aku sudah pernah bilang, aku gak masalah kalau harus hancur bareng mas Jendra." "Jangan macem-macem kamu Tari." Ucapku geram. "Makanya jangan buat kesabaranku habis. Aku tunggu kabar selanjutnya." Panggilan Tari berakhir. Aku menatap kosong ke depan, semakin kalut setelah menerima telepon dari Tari. Lama terdiam, tiba-tiba suara bell berbunyi, aku berjalan menuju pintu untuk membukanya. "Selamat malam, pesanan atas nama Dela."

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 43

    Namun, dugaanku salah. Ternyata Jendra masih belum tidur. 5 menit setelah pesanku terkirim, dia langsung meneleponku. Aku yang tidak sanggup bicara dengan Jendra, memilih mengabaikannya. Puluhan kali panggilan masuk, sampai akhirnya dia mengirim pesan. Jendra : Sayang?Sayang, angkat telepon aku. Becanda kamu gak lucu ya. Aku hanya membaca dan mengabaikan pesannya. Kembali ada pesan masuk dari Jendra. Jendra : Jangan kayak gini, jelasin maksud pesan kamu sayang. Please, kita baru mulai, kenapa kamu tiba-tiba bilang kayak gitu. Kamu gak bisa ngambil keputusan gegabah Dela. Pesan dan panggilan dari Jendra terus masuk ke dalam ponselku. Aku takut saat berbicara dengan Jendra akan membuatku menyerah. Malam ini aku matikan ponselku. Aku yakin Jendra tidak akan kesini, karena besok dia masih harus bekerja. ***Ternyata perkiraanku lagi-lagi salah, pulang kerja aku menemukan Jendra di depan pintu aparte

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 44

    Setelah kepergian Jendra kemarin, sama sekali tidak ada pesan atau telepon darinya. Pagi ini aku memutuskan untuk mengajak Shela membeli sarapan di luar. Aku ingin menghirup udara segar, agar bisa mengurangi sesak di hatiku. Aku menunggu Shela di lobby, karena tadi dia bilang sudah siap. Saat menunggu Shela, ada pesan masuk dari Mama yang menanyakan kabarku. Dan tentu saja aku menjawab bahwa aku baik-baik saja, dan meminta maaf karena beberapa minggu ke depan mungkin aku tidak bisa pulang. "Ya Ampun Del, mata lo parah banget sih bengkak kayak gitu." Begitu sampai Shela langsung terkejut melihat keadaan mataku. Aku mengedikkan bahu, "ntar juga kempes sendiri, tadi udah gue kompres kok." "Sumpah lo nangis berapa lama sampek bengkak gitu?semalem gue samperin lo gak mau." Semalam Shela meneleponku mengajak untuk beli makan diluar karena dia melihatku seharian kemarin lemes dan tidak bersemangat, jadi dia berinisiatif mengajakku keluar untuk refreshing. Namun saa

Latest chapter

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 5 -Bertemu Orang Tua Dela (Jendra POV)

    Pagi setelah Dela mengakhiri hubungan kami, aku benar-benar kalut. Aku langsung memerintahkan Aldo untuk kembali ke kota Aare. Dalam pikiranku, satu-satunya cara agar Dela tidak pergi dariku adalah menemui orang tuanya dan langsung melamarnya. Mungkin Dela akan marah, tapi aku tidak peduli. Salahkan dia yang seenaknya mengambil keputusan sendiri. Aku juga bisa seperti itu. Saat aku menyuruh Aldo untuk dia langsung ke rumah Dela, dia menolak ideku. “Maaf, Pak, sekarang sudah malam. Sangat tidak sopan kalau Bapak ke sana malam-malam.” “Terus kapan, Do? Saya gak mau menunggu lama-lama.” Aldo menghela nafas pelan.,“Besok pagi saja, Pak Jendra. Malam ini Bapak bisa istirahat dulu. Tidak mungkin Bapak menemui orang tua Bu Dela dengan keadaan kacau seperti ini.” Aku berpikir sebentar, apa yang diucapkan Aldo ada benarnya juga. Gak mungkin aku ketemu orang tuanya dengan kondisiku yang kacau begini. Akhirnya, aku memutuskan untuk pulang ke rumah dinas.Keesokkan harinya, aku sudah segera

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 4 - Memberi Restu (Jendra POV)

    "Ma, aku udah bilang mau membatalkan perjodohan ini. Kenapa Mama masih aja maksa aku?" "Ini semua demi kamu, Jendra, demi masa depan karir kamu. Cinta bisa datang setelah kalian menikah." Klise. Jujur saja aku meremehkan pendapat mama dalam kepalaku. Namun, saat bicara aku berusaha membuat nada suaraku senormal mungkin. "Aku sama sekali gak pengen meraih kesuksesan menggunakan cara seperti ini. Kalau memang masyarakat puas dengan kinerjaku selama periode ini, pasti mudah untuk melanjutkannya lagi." "Meski begitu kamu juga harus tetap punya penguasa yang akan mendukung kamu demi melancarkannya!" Halo? Ingin rasanya aku menunjuk diriku sendiri. Apa seorang lelaki dewasa berumur 28 tahun seperti diriku tidak pantas disebut sebagai ‘penguasa’ karena hanya memimpin perusahaan-perusahaan warisan sang ayah di bawah ketiak ibunya? Aku menggelengkan kepala tidak percaya. "Mama masih gak percaya dengan kemampuanku dan orang-orang yang selama ini mendukungku? Apa selama ini semua pencapaia

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 3 - Berjuang (Jendra POV)

    Sore hari aku kembali ke kantor setelah sejak pagi melakukan peresmian maupun pengecekan proyek di beberapa daerah. Sebenarnya aku lelah, tapi beberapa berkas proyek dari kantor dinas yang ada di atas mejaku membutuhkan tanda tanganku. Saat sedang sibuk membaca dengan teliti berkas yang ada di tanganku, pintu diketuk dari luar. "Masuk," jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari berkas. "Maaf, Pak Jendra, di luar ada Bu Tari," ucap Aldo. Memejamkan mata sejenak menahan kesal, aku mengangkat kepala dan berkata, "Antarkan dia ke sini." Aku tahu tidak bisa terus begini, semuanya harus segera diputuskan. Malam setelah pertemuan pertama keluarga dulu, beberapa kali Tari memang mencoba menghubungiku dan mengajakku bertemu, tapi selalu kutolak dengan berbagai alasan. "Maaf, Mas Jendra, Tari harus datang ke sini," cicit Tari begitu berdiri di hadapanku. Tangannya tertaut, cara bicaranya gugup. Cari simpati dia? "Hmm." Berdiri dari kursiku, aku berjalan menuj

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 2 - Meninggalkannya (Jendra POV)

    Setelah sambungan telepon terputus, aku yang saat ini berada di dalam toilet menatap pantulan diriku pada cermin. Aku merasa bersalah pada Dela karena telah meninggalkannya sendirian di restoran, padahal aku yang mengajaknya ke sana. Andai saja Mama tidak memaksaku untuk bertemu dengan tamunya, aku tidak akan meninggalkan Dela sendirian. Aku membasuh wajahku agar lebih segar. Hatiku tiba-tiba diliputi rasa gelisah.Terdengar pintu kamar mandi diketuk dari luar."Pak Jendra, apa masih lama di dalam toiletnya?" Terdengar suara Aldo memanggil.Menghela napas, lalu aku sekali lagi mengambil tisu untuk mengeringkan sisa-sisa air di wajahku, sebelum kemudian bergerak membuka pintu toilet."Maaf, Bapak ditunggu Bu Wahyu di ruang makan karena sebentar lagi makan malamnya selesai.""Hmm," jawabku dengan gumaman malas, kemudian melangkahkan kaki menuju ruang makan diikuti Aldo.Sesampainya di ruang makan, orang-orang masih duduk dengan pos

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 1 - Reuni (Jendra POV)

    Hari reuni SMP Pratamadya Kota Aare akhirnya datang juga. Aku tidak sabar menunggu untuk segera sampai di hotel tempat acara. Begitu turun dari mobil, aku menuju ballroom yang sudah ramai oleh teman-teman seangkatanku. Banyak wajah-wajah familier yang masih bisa aku kenali. Banyak di antaranya menghampiriku dan menyapaku. Yang lain ada yang hanya menoleh menyadari kedatanganku, sisanya ada pula yang tidak peduli. Yah, teman datang dan pergi seiring usia. Seleksi alam. Di SMP dulu aku termasuk salah satu murid populer hingga tak heran satu sekolah mengaku-ngaku sebagai temanku. Walaupun ada banyak juga yang memang masuk lingkaran pertemananku, seiring berjalannya waktu dan kesibukan, aku mulai jarang bisa kumpul dengan mereka dan sempat lost contact juga. Jadi, ya ... kabar reuni ini pun disampaikan Andi, salah satu teman terdekatku semasa SMP. Kebetulan dia yang jadi ketua panitianya, dan menawarkan proposal padaku untuk mensponsori acara ini sekalian mengajakku ikut. Awal

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 55 (End)

    Resepsi berakhir. Akhirnya. Jendra membawaku menuju kamar hotel yang sudah disiapkan. Setelah tadi berpamitan terlebih dahulu pada kerabat dan keluarga kami yang masih tersisa, Jendra langsung menggandeng tanganku menuju lift. Di depan lift sudah ada Mas Aldo yang begitu kami masuk langsung memencet tombol lantai 20 yang setahuku merupakan lantai tertinggi gedung ini.“Loh, bukannya kamar kita ada di lantai 15, ya?” tanyaku heran.“Kamar kita pindah, Sayang.” Tangannya merangkum wajahku, dan sempat mengecup pelan bibirku sebelum kembali menghadap ke depan. Genggaman tangan Jendra masih terasa erat di jemariku.Begitu lift berdenting menandakan kami telah sampai di lantai 20, pintu lift terbuka. Aku yang sedikit kesulitan dengan gaun panjangku sempat hampir terjungkal, beruntung Jendra memegangi tanganku hingga aku tak sampai jatuh. Tiba di depan pintu kamar dengan nomor 2001, Jendra menempelkan access card pada pintu dan menarikku untuk ikut masuk ke dalamnya.

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 54

    Dua minggu sebelum pernikahan, aku sudah disibukkan dengan fitting beberapa baju yang akan digunakan saat akad hingga resepsi. Kini aku sedang mencoba baju yang akan kugunakan untuk acara akad dibantu oleh Mbak Erna, designer baju yang saat ini aku coba. Ada kebaya berwarna putih dengan detail swasroski di seluruh bagian atasnya, sedangkan bawahnya dipadukan dengan kain bermotif batik parang. Di atas kepalaku terpasang veil sepanjang hampir tiga meter hingga membentuk ekor di belakang tubuhku. Aku memandang diriku di cermin dengan takjub, tidak percaya bahwa kebaya yang kukenakan tampak begitu cantik dan indah. Mbak Erna membuka tirai ruang gantiku setelah memastikan kebaya yang aku kenakan sudah rapi. Keluargaku dan keluarga Jendra menatap takjub padaku, bahkan Dinda berdiri dan menghampiriku, bertepuk tangan heboh sambil menatapku. “Kak Dela cantik banget!” pujinya yang membuatku tersipu malu. “Puji aja terus sampai lupa sama Mas-nya sendiri,” protes Jendra yang tad

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 53

    “Gimana, Kak, tadi rapatnya?” tanya Mama begitu aku masuk setelah mengantarkan Jendra ke depan.Jadi tadi aku akhirnya mengikuti rapat PKK seperti yang dikatakan Bu Vani-istri Wakil Wali Kota. Rapat berjalan dengan lancar, meskipun awalnya ada beberapa ibu-ibu yang terkejut dengan kehadiran dan bertanya-tanya tentang siapa aku. Dan jangan lupakan kehadiranku yang datang bersama Jendra semakin membuat penasaran. Beruntung Bu Vani berbaik hati mengenalkanku kepada Ibu-ibu yang hadir di sana. Tadi Jendra tidak ikut saat kami rapat, dia hanya mengantarku sampai di ruang rapat, setelah itu dia pergi di area luar resto bersama Pak Wakil Wali kota dan Aldo.Kembali lagi pada pertanyaan Mamaku tadi.Aku duduk di samping Mama, merangkul lengannya dan bersandar di bahu Mama. “Semuanya berjalan lancar, Ma. Banyak ibu-ibu yang usianya lebih tua dari aku, tapi mereka tetap menghormatiku. Aku juga bersyukur Ibu Wakil Wali kota baik banget orangnya, tadi banyak ngajarin aku t

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 52

    Acara pertemuan di restoran Hotel Emerald kali ini berlangsung dengan hangat dan dihadiri oleh keluarga inti saja karena masih merupakan pertemuan pertama kedua keluarga. Awalnya, aku sempat khawatir Bu Wahyu akan berubah pikiran saat bertemu dengan keluargaku—entah kenapa sejujurnya masih saja ada ketakutan dalam diriku kalau Bu Wahyu belum seratus persen menerimaku. Namun, semua kekhawatiranku hilang saat melihat interaksi Mamaku dengan Bu Wahyu, terlihat mereka bisa mengobrol seperti teman lama. Diam-diam aku tersenyum sendiri, bahagia melihatnya. Aku menolehkan wajahku ke samping saat merasakan jemari tangan Jendra mengusap sudut mataku. Ternyata tanpa sadar aku meneteskan air mata bahagia. “Kenapa nangis?” bisiknya pelan. “Gak apa-apa, aku cuma terharu. Aku bahagia, Dra,” ujarku. Jendra meraih tanganku, mengusapnya perlahan. “Aku lebih bahagia, Dela.” Sore itu kami semua larut dalam bahagia bersama keluarga kami. Banyak yang kami bicarakan mulai dari pe

DMCA.com Protection Status