Share

Part 13

Penulis: Putri Dita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Maaf bu Dela, ditunggu bapak di mobil." Ujarnya dengan menunjuk mobil yang kukenali sebagai mobil pribadi Jendra, iya aku mengenalinya, karena beberapa kali saat Jendra menemuiku, dia menggunakan mobil tersebut.

Mematikan sambungan telepon yang tak juga mendapat jawaban dari Stevan, aku segera menghadap pada Aldo.

"Oh iya mas Aldo, sebentar ya." Membalikan badan pada teman-temanku yang kini menatapku penuh tanya. "Guys gue pamit dulu, bye see you tomorrow."

Tanpa menunggu respon dari teman-temanku, aku segera melenggang pergi, menghindar sebelum keluar pertanyaan-pertanyaan dari mereka. Semoga saja besok mereka tidak mencecarku dengan pertanyaan, kalau tidak aku harus segera mengarang cerita.

Sambil berjalan aku memejamkan mata sejenak, merutuki diriku sendiri kenapa aku lupa pesan Jendra tadi. Semoga mereka tidak menyadari yang tadi menghampiriku asisten Walikota. Terus berjalan menuju mobil Jendra terparkir dengan Aldo didepanku. Mobilnya sendiri terparkir agak jauh dari pintu keluar, mengingat meskipun sudah tutup, tapi banyak lalu lalang petugas atau peserta pameran yang baru selesai menutup standnya.

Aldo membukakan pintu belakang penumpang, terlihat Jendra didalam sana. Menghempuskan nafas pelan, aku masuk dan duduk disampingnya. Lalu Aldo menutup pelan pintu mobil saat melihatku sudah duduk dengan nyaman.

"Jalan Do." Perintah Jendra

"Baik Bapak." Aldo pun menjawab dengan sopan dan mulai melajukan mobilnya.

"Kita mau kemana?" tanyaku.

"Nanti juga lo tahu." Jendra menjawab dengan entengnya.

Aku memejamkan mata sejenak mengumpulkan kesabaran. Huh berasa diculik gue, tinggal bilang aja kita mau kemana! Aku merutuk dalam hati.

Ponsel ditasku berbunyi, kulihat Jendra menoleh kearahku saat mendengar ponselku berdering. Membuka tas mencari keberadaan ponselku yang tadi kumasukkan asal kedalamnya. Ketemu!

"Halo Stev, hmm sorry gak jadi minta jemput."

"Iya kak, sorry tadi lagi dijalan ga bisa ngangkat telepon kakak. Kakak pulangnya gimana?" Tanya Stevan.

"Gak apa-apa kakak sekarang masih dijalan, mau keluar bentar sama temen."

"Oke, kabari aku lagi kalau temen kakak gak bisa anter pulang. Bye"

"Bye Stev."

Aku menutup telepon, kulihat Jendra sudah memiringkan badannya menghadapku, aku mengangkat alis bertanya.

"Siapa?" tanya singkat.

"Adek gue. Kita sebenernya mau kemana sih Dra, ini udah malem." Gemas karena dari tadi Jendra tidak mengatakan tujuannya dan sepanjang perjalanan mendiamkanku.

"Kita ke apartemen gue?" Lagi, jawabnya dengan enteng.

"Apartemen siapa?lo punya apartemen disini?" Tanyaku heran, bukannya Jendra punya rumah dinas ya.

"Iyalah apartemen gue, udah lama dari lulus kuliah gue punya apartemen sendiri biar punya privasi. Dan ga mungkin kan gue bawa lo ke rumah dinas, pasti lo ga bakalan mau?" Aku hanya menganggukkan kepala, benar juga.

***

Aku hanya bungkam selama sisa perjalanan, membiarkan kesunyian mengisi mobil ini. Saat mobilnya memasuki area apartemen dan melintas di depan pos penjagaan, seorang petugas keamanan mengganggukkan kepalanya sopan, dan Mas Aldo yang hanya membunyikan klakson untuk membalasnya. Kompleks apartemen yang dimasuki kendaraan laki-laki ini berada di kawasan mewah diantara bangunan apartemen sekitarnya. Tak perlu dipertanyakan lagi, apartemen ini merupakan salah satu apartemen elite dan mewah di kota Aare. Tidak jauh berbeda dari apartemen Jendra yang berada di Ibukota Milton. Menurut informasi yang beredar, apartemen ini merupakan salah satu bisnis property milik keluarga Jendra.

Untuk menghindari perhatian dari banyak orang, Aldo memarkirkan mobil di basement. Sesampainya di basement pun, pintu lift sudah di jaga oleh seorang pengawal. Jendra dibukakan pintu oleh Aldo, sedangkan pintu disisiku dibukakan pengawal yang sudah standby disana. Ketika aku keluar dari mobil, Jendra sudah berdiri disampingku, menggandeng tanganku dan menarikku perlahan menuju pintu lift.

Malam ini Jendra menggunakan kaos putih polos dengan dipadukan sweater abu-abu dan celana chinos, tampilannya sangat kontras dengan tadi siang saat menggunakan seragam khaki. Berbanding terbalik denganku, yang masih memakai pakaian dari pagi tadi, dan jangan lupakan wajahku pasti sudah kusam.

Didalam lift, Jendra masih tidak bicara, dengan tangan yang masih tertaut, sedangkan tangannya yang satunya sibuk dengan ponsel. Aku mencoba melepaskan kaitan tangannya, namun Jendra malah mengeratkan genggamnya tanpa perlu menoleh padaku, tetap sibuk dengan ponselnya. Menyerah, jika seperti ini terus bisa-bisa jantungku yang meledak. Bohong kalau aku bilang tidak merasakan getaran di jantungku saat Jendra menggandeng atau menggenggam tanganku. Sebisa mungkin aku harus bisa menahan diri.

Tepat di lantai 20 pintu lift terbuka, Jendra menarik tanganku pelan dan membimbingku untuk mengikutinya menuju pintu apartemennya . Di apartemen ini sepertinya lebih exclusive daripada di Ibukota, karena dalam satu lantai ini hanya ada 1 pintu unit. Bukan, bukan unit apartemen, ini adalah penthouse. Kalau apartemen Jendra di Ibukota dalam 1 lantai terdapat 3 pintu unit, sedangkan di kota Aare sendiri hanya 1 pintu, yang tentu saja hanya Jendra penghuni satu-satunya di lantai 20 ini.

Untuk akses masuk, Jendra menekan jempolnya pada gagang pintu, terdengar bunyi beep, dan dia mendorong pintu terbuka lebar mempersilahkanku masuk ke dalam. Sesuai dugaanku, ini benar penthouse bukan lagi apartemen. Ruangannya tampak begitu luas dengan jarak lantai dan langit-langit lumayan tinggi. Apartemen ini terdiri dari 2 lantai. Ruangan di dalam apartemen tampak terkesan kosong dan lapang karena tidak banyak perabotan dan dekorasi, layaknya hunian laki-laki pada umumnya.

Di lantai 1, ruang tamu hanya diisi dengan sofa berbentuk letter L dengan warna putih. Masuk lebih dalam lagi, sama seperti apartemennya yang di Ibukota, ruang tv dan ruang makan sekaligus dapur dijadikan satu, jadi saat memasak bisa sekalian sambil menonton tv. Satu yang menarik perhatianku, hampir semua dinding di sini di dominasi oleh kaca. Letaknya yang berada di pinggir jalan, membuat yang tinggal disini bisa melihat pemandangan jalan raya di bawah sana. Jendra menaruh window seat disalah satu sisinya sehingga di sore atau malam hari bisa bersantai sambil memandangi jalanan kota.

Jendra melepas jaket sweater yang digunakannya sehingga menyisakan kaos putih polos dibadannya. Mengabaikan Jendra, aku berjalan menuju ke window seat, duduk disana menatap pemandangan jalanan. Dari dulu aku selalu suka melihat pemandangan jalanan dengan lampu-lampu dari para pengendara. Tanpa sadar, Jendra sudah menyusul duduk sampingku, "Ayo makan dulu, gue lapar."

Aku menggelengkan kepala, "lo aja yang makan Dra, tadi di pameran gue udah makan malam." Tolakku karena memang tadi aku sempat makan malam meskipun harus menghabiskan makanan secepat yang aku bisa agar bergantian waktu makan dengan temanku yang lain.

"No, lo harus nemenin gue makan malam. Selesai makan nanti kita ngobrol-ngobrol di sini lagi." Bersikeras Jendra mengajakku makan dengan menarik pelan tanganku menuju meja makan.

Karena sibuk mengagumi apartemen Jendra, saat masuk tadi aku tidak terlalu memperhatikan meja makan, yang ternyata sudah ada beberapa menu tersaji di meja makan. Jendra mempersilahkan aku duduk, sedangkan dia duduk di depanku.

"Gue udah kenyang Dra," ujarku sambil menatap Jendra yang sudah bersiap mengambil makanan.

"Gak apa-apa lo bisa nyamil salad buah atau lo diem aja disitu, temenin gue makan. Gue gak mau makan sendirian."

Memutar bola mata malas, aku menuruti Jendra saja. Menemani dia makan, sambil nyamil salad buah yang tersaji di meja.

Bab terkait

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 14

    “Lo kenapa baru makan jam segini Dra?Jam makan lo telat banget.” Tanyaku setelah melihat jm di dinding menunjukkan pukul 20.45. Makan malam yng terlalu larut menurutku.Menyelesaikan kunyahannya Jendra menjawab, “Gue pikir lo belum makan, makanya nungguin lo sekalian.”“Ya kali jam segini gue belum makan, bisa pingsan di pameran gue.”“Emang sempet tadi makan malam?dari laporan orang-orang, pameran hari pertama ramai banget.”“Lebih tepatnya di sempat-sempatin sih, jadi gantian makannya dan gak bisa lama-lama makannya. Yang penting udah isi energy, balik lagi deh ke stand. Gila ya promosinya Dinas Pariwisata sini, sampai bisa ramai gitu yang datang.”“Iyalah, gue selalu tegasin ke Kepala Dinas sama ketua Panitia Pelaksana buat bikin promosi sebaik mungkin agar menarik pengunjung, karena event ini ngundang peserta dari daerah lain, jadi jangan sampai para peserta kecewa. Udah denger kan nanti di hari terakhir bakalan ada konser penutupnya?”“Iya gue tahu

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 15

    Aku mencari keberadaan tasku, saking gugupnya aku sampai lupa meletakkan dinmana tasku. Dan ternyata tasku ada di meja depan, aku berdiri dan mengambil ponsel di dalam tas.Berdeham sesaat untuk meredamkan kegugupan, "ehmm..ya halo Stev?" Aku yang masih berdiri, terkesiap kaget, saat Jendra mencekal lenganku dan menarikku hingga terjerembab duduk dipangkuannya. Jendra memeluk pinggangku sehingga aku tidak bisa beranjak kemana-mana.Berusaha fokus kembali pada panggilan Stevan, "iya habis ini kakak pulang, ini lagi siap-siap.""Kakak perlu aku jemput gak?ini udah malem banget.""Gak usah Stev, kakak pulang sendiri aja. Bye!"Mematikan panggilan telepon Stevan, aku menundukkan kepala menatap kedua tangan Jendra yang melingkari pinggangku. Aku menoleh ke balik pundak dan kurasakan kepala Jendra bersandar di pundakku."Dra gue harus pulang udah jam 11 malem." Aku berusaha melepaskan tangan Jendra, bukannya terlepas, tangannya semakin erat melingk

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 16

    Hari ke 3 pameran, aku kebagian masuk pagi. Setelah kemarin aku masuk siang dengan Angga, hari ini kami di rolling masuk pagi. Memang kami memakai sistem sehari masuk pagi, sehari masuk siang, toh pamerannya cuman seminggu jadi kami membuat selang seling saja untuk pembagian jam jaganya. Pagi jam 7 aku berangkat ke pameran, kali ini aku menumpang Stevan, mumpung dia ada kelas kuliah pagi."Nanti aku gak bisa jemput kakak pulangnya, aku harus jemput cewekku. Gara-gara kakak bareng, aku gak jadi berangkat dia deh." Stevan menggerutu begitu menurunkanku di lobby pintu masuk pameran."Iya iya, nanti kakak pulang sama kak Tina sekalian mau hangout. Kamu nih ga ikhlas banget sih nebengin kakak, ntar gak kakak tambahin lo ya uang jajannya.""Bisanya ngancem doang, ya udah jangan lupa transferannya, Bye kak" segera Stevan memacu motornya setelah berpamitan denganku.Karena aku berangkat dengan Stevan menggunakan motor, pakaian yang hari ini aku gunakan celana highwaist w

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 17

    “Udah semua Ngga?kalau masih ada, gue bantuin mumpung gue udah selesai bersih-bersihnya." Tanyaku begitu Angga meletakkan kardus besar di area pojok."Udah kok, ini udah kardus terakhir. Gue mau beli kopi ke depan haus banget habis angkut-angkut, lo nitip sekalian ga?""Pastinya lah gue nitip, kebetulan tadi di rumah belum ngopi, nitip dong yang cappucino ice ya.""Pagi-pagi gak baik Dela minum yang dingin-dingin." Tiba-tiba Pak Arya muncul disampingku dan nimbrung obrolanku dengan Angga."Gak apa-apa kali pak, gak setiap hari juga." Jawabku sambil mendorong bahu Angga agar segera pergi sebelum petuah Pak Arya semakin panjang dan membatalkan Angga beli kopi.Setelah Angga pergi, aku mulai menata stok produk di etalase. Sedangkan Pak Arya masih duduk di meja kasir, mungkin kelelahan sehabis angkut barang tadi. Sejak putus kalau harus berduaan dengan Pak Arya rasanya masih canggung. Meskipun setiap report bulanan, staff selalu harus menyerahkan lapo

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 18

    Aku dan Tina janjian di restoran masakan Korea pukul 15.00, tadinya aku pikir dia akan datang terlambat, karena aku sudah hafal kebiasaan Tina yang tidak bisa ontime. Tapi berhubung hari ini ada Pak Arya, jadi aku datang lebih awal dan membuatku lumayan lama menunggu Tina datang. Sambil menunggu Tina, aku memesan minuman dan kue. "Hei, udah lama datengnya?" Akhirnya Tina datang, untungnya hari ini dia tidak datang terlambat. "Tumben lo gak telat?" "Tadi dari toko, jadi gak telat." Jawabnya sambil nyengir. Tina ini memiliki usaha toko kue yang sebagian besar dia yang membuat sendiri. Dari jaman dulu, Tina memang suka memasak, lebih seringnya masak dessert gitu, makanya dia akhirnya bikin toko kue sendiri. "Gak lagi banyak klien?katanya lo lagi hectic banget makanya baru sekarang bisa ketemu gue." "Udah ga terlalu sih, kue-kue nya udah gue desain tinggal karyawan gue yang eksekusi." Ujarnya. "Ya udah lo pesen gih makanan, gue tadi udah pesenan d

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 19

    “Dra, mau dimasakin apa?" Tanyaku begitu kami sampai di apartemennya. "Nasi goreng aja, gue lagi pengen nasi goreng." Jawabnya sambil melepas topi dan kacamata yang dia kenakan. "Emang ada ready nasi?" "Ada kok tadi gue udah minta Aldo buat pesen ke orangnya dibikin nasi. Coba cek aja di magic com. Gue tinggal mandi dulu ya, gerah badan gue habis perjalanan jauh." Aku lihat Jendra mulai menaiki tangga menuju ke kamarnya. "Oke, nanti lo selesai mandi, nasgornya siap." Sahutku padanya. Membuka kulkas mencari bahan-bahan untuk membuat nasi goreng. Aku melihat ada sosis dan bakso, yang bisa buat tambahan toping nasi goreng. Saat sedang menyelesaikan memasak nasi goreng, aku mendengar langkah kaki menuruni anak tangga, tanpa menoleh pun aku tahu kalau itu Jendra. Aroma sabun menguar memenuhi area sekitar dapur. "Masih belum selesai?" Tanyanya Aku menoleh sekilas, dan menyesali detik itu juga. Mengumpat lirih karena merasa salah tingkah saat me

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 20

    *Dela.." bisiknya disela ciuman kami.Lalu aku merasakan tangan Jendra sudah berada dipinggangku, mengangkat tubuhku cepat. Refleks aku melingkarkan kaki dipinggangnya.Perlahan tanpa melepaskan ciuman kami, Jendra melangkah menuju sofa balkon. Melepaskan ciuman kami sesaat, Jendra membaringkanku di sofa dengan kepalaku bersandar di lengan sofa sedangkan Jendra berada tepat diatasku dengan kedua tangannya yang berada di samping kepalaku untuk menopangnya agar tidak menindihku. Dari jarak sedekat ini, aku merasa jantungku rasanya ingin meledak karena kerasnya debaran jantungku dan efek ciuman panas kami.Jendra memandangku dengan matanya yang berkilat gairah, nafasnya terdengar memburu. Tidak memberiku waktu untuk menarik nafas terlalu lama, Jendra kembali memagutkan bibirnya ke bibirku, kali ini dia memberikan tekanan ditiap pagutannya. Membuatku kembali terbuai untuk membalas ciumannya, lidah kami saling membelit satu sama lain. Udara yang tadi terasa sejuk, sekarang

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 21

    Begitu sampai di parkiran basement, sebuah motor sport sudah terparkir tepat didepan pintu lift. Disampingnya juga ada Aldo yang dengan sigap menyerahkan kunci motor dan helm fullface pada Jendra."Dra, lo serius mau pake motor?" Tanyaku heran, bisa-bisanya dia naik motor. Apa ga bahaya Pak Walikota ini naik motor sendiri."Kenapa?lo gak nyaman kalau naik motor?""Ck bukan gitu, lo ga inget status lo?bahaya tahu kalau ngendarain motor sendiri tanpa pengawalan."Jendra menarik tanganku untuk mendekat, memasangkan helm ke kepalaku dan merapatkan kembali resleting jaket yang aku kenakan."Aman Dela, lo santai aja. Nanti ada yang ngikut gue kok, termasuk Aldo.""Tapi kan nanti kita mampir dulu beli martabak, kalau ada orang yang ngelihat lo gimana?" gusar memikirkan saat membayangkan harus mengajak Jendra mampir beli martabak dulu."Udah gak usah tapi-tapian, buruan naik keburu tambah malem."Dengan berpegangan pada satu tangan Jendra, aku berusah

Bab terbaru

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 5 -Bertemu Orang Tua Dela (Jendra POV)

    Pagi setelah Dela mengakhiri hubungan kami, aku benar-benar kalut. Aku langsung memerintahkan Aldo untuk kembali ke kota Aare. Dalam pikiranku, satu-satunya cara agar Dela tidak pergi dariku adalah menemui orang tuanya dan langsung melamarnya. Mungkin Dela akan marah, tapi aku tidak peduli. Salahkan dia yang seenaknya mengambil keputusan sendiri. Aku juga bisa seperti itu. Saat aku menyuruh Aldo untuk dia langsung ke rumah Dela, dia menolak ideku. “Maaf, Pak, sekarang sudah malam. Sangat tidak sopan kalau Bapak ke sana malam-malam.” “Terus kapan, Do? Saya gak mau menunggu lama-lama.” Aldo menghela nafas pelan.,“Besok pagi saja, Pak Jendra. Malam ini Bapak bisa istirahat dulu. Tidak mungkin Bapak menemui orang tua Bu Dela dengan keadaan kacau seperti ini.” Aku berpikir sebentar, apa yang diucapkan Aldo ada benarnya juga. Gak mungkin aku ketemu orang tuanya dengan kondisiku yang kacau begini. Akhirnya, aku memutuskan untuk pulang ke rumah dinas.Keesokkan harinya, aku sudah segera

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 4 - Memberi Restu (Jendra POV)

    "Ma, aku udah bilang mau membatalkan perjodohan ini. Kenapa Mama masih aja maksa aku?" "Ini semua demi kamu, Jendra, demi masa depan karir kamu. Cinta bisa datang setelah kalian menikah." Klise. Jujur saja aku meremehkan pendapat mama dalam kepalaku. Namun, saat bicara aku berusaha membuat nada suaraku senormal mungkin. "Aku sama sekali gak pengen meraih kesuksesan menggunakan cara seperti ini. Kalau memang masyarakat puas dengan kinerjaku selama periode ini, pasti mudah untuk melanjutkannya lagi." "Meski begitu kamu juga harus tetap punya penguasa yang akan mendukung kamu demi melancarkannya!" Halo? Ingin rasanya aku menunjuk diriku sendiri. Apa seorang lelaki dewasa berumur 28 tahun seperti diriku tidak pantas disebut sebagai ‘penguasa’ karena hanya memimpin perusahaan-perusahaan warisan sang ayah di bawah ketiak ibunya? Aku menggelengkan kepala tidak percaya. "Mama masih gak percaya dengan kemampuanku dan orang-orang yang selama ini mendukungku? Apa selama ini semua pencapaia

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 3 - Berjuang (Jendra POV)

    Sore hari aku kembali ke kantor setelah sejak pagi melakukan peresmian maupun pengecekan proyek di beberapa daerah. Sebenarnya aku lelah, tapi beberapa berkas proyek dari kantor dinas yang ada di atas mejaku membutuhkan tanda tanganku. Saat sedang sibuk membaca dengan teliti berkas yang ada di tanganku, pintu diketuk dari luar. "Masuk," jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari berkas. "Maaf, Pak Jendra, di luar ada Bu Tari," ucap Aldo. Memejamkan mata sejenak menahan kesal, aku mengangkat kepala dan berkata, "Antarkan dia ke sini." Aku tahu tidak bisa terus begini, semuanya harus segera diputuskan. Malam setelah pertemuan pertama keluarga dulu, beberapa kali Tari memang mencoba menghubungiku dan mengajakku bertemu, tapi selalu kutolak dengan berbagai alasan. "Maaf, Mas Jendra, Tari harus datang ke sini," cicit Tari begitu berdiri di hadapanku. Tangannya tertaut, cara bicaranya gugup. Cari simpati dia? "Hmm." Berdiri dari kursiku, aku berjalan menuj

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 2 - Meninggalkannya (Jendra POV)

    Setelah sambungan telepon terputus, aku yang saat ini berada di dalam toilet menatap pantulan diriku pada cermin. Aku merasa bersalah pada Dela karena telah meninggalkannya sendirian di restoran, padahal aku yang mengajaknya ke sana. Andai saja Mama tidak memaksaku untuk bertemu dengan tamunya, aku tidak akan meninggalkan Dela sendirian. Aku membasuh wajahku agar lebih segar. Hatiku tiba-tiba diliputi rasa gelisah.Terdengar pintu kamar mandi diketuk dari luar."Pak Jendra, apa masih lama di dalam toiletnya?" Terdengar suara Aldo memanggil.Menghela napas, lalu aku sekali lagi mengambil tisu untuk mengeringkan sisa-sisa air di wajahku, sebelum kemudian bergerak membuka pintu toilet."Maaf, Bapak ditunggu Bu Wahyu di ruang makan karena sebentar lagi makan malamnya selesai.""Hmm," jawabku dengan gumaman malas, kemudian melangkahkan kaki menuju ruang makan diikuti Aldo.Sesampainya di ruang makan, orang-orang masih duduk dengan pos

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Extra Part 1 - Reuni (Jendra POV)

    Hari reuni SMP Pratamadya Kota Aare akhirnya datang juga. Aku tidak sabar menunggu untuk segera sampai di hotel tempat acara. Begitu turun dari mobil, aku menuju ballroom yang sudah ramai oleh teman-teman seangkatanku. Banyak wajah-wajah familier yang masih bisa aku kenali. Banyak di antaranya menghampiriku dan menyapaku. Yang lain ada yang hanya menoleh menyadari kedatanganku, sisanya ada pula yang tidak peduli. Yah, teman datang dan pergi seiring usia. Seleksi alam. Di SMP dulu aku termasuk salah satu murid populer hingga tak heran satu sekolah mengaku-ngaku sebagai temanku. Walaupun ada banyak juga yang memang masuk lingkaran pertemananku, seiring berjalannya waktu dan kesibukan, aku mulai jarang bisa kumpul dengan mereka dan sempat lost contact juga. Jadi, ya ... kabar reuni ini pun disampaikan Andi, salah satu teman terdekatku semasa SMP. Kebetulan dia yang jadi ketua panitianya, dan menawarkan proposal padaku untuk mensponsori acara ini sekalian mengajakku ikut. Awal

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 55 (End)

    Resepsi berakhir. Akhirnya. Jendra membawaku menuju kamar hotel yang sudah disiapkan. Setelah tadi berpamitan terlebih dahulu pada kerabat dan keluarga kami yang masih tersisa, Jendra langsung menggandeng tanganku menuju lift. Di depan lift sudah ada Mas Aldo yang begitu kami masuk langsung memencet tombol lantai 20 yang setahuku merupakan lantai tertinggi gedung ini.“Loh, bukannya kamar kita ada di lantai 15, ya?” tanyaku heran.“Kamar kita pindah, Sayang.” Tangannya merangkum wajahku, dan sempat mengecup pelan bibirku sebelum kembali menghadap ke depan. Genggaman tangan Jendra masih terasa erat di jemariku.Begitu lift berdenting menandakan kami telah sampai di lantai 20, pintu lift terbuka. Aku yang sedikit kesulitan dengan gaun panjangku sempat hampir terjungkal, beruntung Jendra memegangi tanganku hingga aku tak sampai jatuh. Tiba di depan pintu kamar dengan nomor 2001, Jendra menempelkan access card pada pintu dan menarikku untuk ikut masuk ke dalamnya.

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 54

    Dua minggu sebelum pernikahan, aku sudah disibukkan dengan fitting beberapa baju yang akan digunakan saat akad hingga resepsi. Kini aku sedang mencoba baju yang akan kugunakan untuk acara akad dibantu oleh Mbak Erna, designer baju yang saat ini aku coba. Ada kebaya berwarna putih dengan detail swasroski di seluruh bagian atasnya, sedangkan bawahnya dipadukan dengan kain bermotif batik parang. Di atas kepalaku terpasang veil sepanjang hampir tiga meter hingga membentuk ekor di belakang tubuhku. Aku memandang diriku di cermin dengan takjub, tidak percaya bahwa kebaya yang kukenakan tampak begitu cantik dan indah. Mbak Erna membuka tirai ruang gantiku setelah memastikan kebaya yang aku kenakan sudah rapi. Keluargaku dan keluarga Jendra menatap takjub padaku, bahkan Dinda berdiri dan menghampiriku, bertepuk tangan heboh sambil menatapku. “Kak Dela cantik banget!” pujinya yang membuatku tersipu malu. “Puji aja terus sampai lupa sama Mas-nya sendiri,” protes Jendra yang tad

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 53

    “Gimana, Kak, tadi rapatnya?” tanya Mama begitu aku masuk setelah mengantarkan Jendra ke depan.Jadi tadi aku akhirnya mengikuti rapat PKK seperti yang dikatakan Bu Vani-istri Wakil Wali Kota. Rapat berjalan dengan lancar, meskipun awalnya ada beberapa ibu-ibu yang terkejut dengan kehadiran dan bertanya-tanya tentang siapa aku. Dan jangan lupakan kehadiranku yang datang bersama Jendra semakin membuat penasaran. Beruntung Bu Vani berbaik hati mengenalkanku kepada Ibu-ibu yang hadir di sana. Tadi Jendra tidak ikut saat kami rapat, dia hanya mengantarku sampai di ruang rapat, setelah itu dia pergi di area luar resto bersama Pak Wakil Wali kota dan Aldo.Kembali lagi pada pertanyaan Mamaku tadi.Aku duduk di samping Mama, merangkul lengannya dan bersandar di bahu Mama. “Semuanya berjalan lancar, Ma. Banyak ibu-ibu yang usianya lebih tua dari aku, tapi mereka tetap menghormatiku. Aku juga bersyukur Ibu Wakil Wali kota baik banget orangnya, tadi banyak ngajarin aku t

  • Gara-gara Reuni, Wali Kota itu Jadikanku Istri   Part 52

    Acara pertemuan di restoran Hotel Emerald kali ini berlangsung dengan hangat dan dihadiri oleh keluarga inti saja karena masih merupakan pertemuan pertama kedua keluarga. Awalnya, aku sempat khawatir Bu Wahyu akan berubah pikiran saat bertemu dengan keluargaku—entah kenapa sejujurnya masih saja ada ketakutan dalam diriku kalau Bu Wahyu belum seratus persen menerimaku. Namun, semua kekhawatiranku hilang saat melihat interaksi Mamaku dengan Bu Wahyu, terlihat mereka bisa mengobrol seperti teman lama. Diam-diam aku tersenyum sendiri, bahagia melihatnya. Aku menolehkan wajahku ke samping saat merasakan jemari tangan Jendra mengusap sudut mataku. Ternyata tanpa sadar aku meneteskan air mata bahagia. “Kenapa nangis?” bisiknya pelan. “Gak apa-apa, aku cuma terharu. Aku bahagia, Dra,” ujarku. Jendra meraih tanganku, mengusapnya perlahan. “Aku lebih bahagia, Dela.” Sore itu kami semua larut dalam bahagia bersama keluarga kami. Banyak yang kami bicarakan mulai dari pe

DMCA.com Protection Status