Share

Bab 3. Tak Kapok

Author: flam_boyan
last update Last Updated: 2024-03-12 13:36:43

Satu jam lamanya Intan berpikir antara maju dan mundur. Selama itu pula tidak ada tanda-tanda kepulangan dari Agung. Hingga akhirnya jari lentiknya mentransfer uang lima ratus ribu kepada joki pinjol.

[Sudah saya transfer, Kak. Ini buktinya!] Intan mengirim pesan beserta bukti transfer pada jasa pinjol.

[Baik, Kak, akan kami proses. Mohon menunggu sebentar.] balas joki itu dengan cepat.

Intan kembali menunggu sambil harap-harap cemas. Dia takut kalau dia tertipu lagi. Tak sampai sepuluh menit joki itu kembali mengirim pesan kepada Intan.

Inti dari pesan itu adalah keharusan memilih paket yang isinya jumlah uang yang akan cair. Paket itu mulai dari satu setengah juta rupiah hingga dua belas juta. Menurut joki itu uang yang ditransfer itu hanyalah sebagai deposit yang nantinya akan ditransfer kembali saat uang yang dijanjikan cair.

[Memangnya harus deposit, ya, Kak? Saya sudah tidak punya uang lagi, Kak. Tolong saya, Kak!] Intan kembali mengiba dan merengek kepada joki pinjol.

[Mohon maaf, Kak, kami tidak bisa membantu mencairkan dana tanpa Kakak deposit lebih dahulu. Tenang saja, Kak, karena nantinya uang deposit itu akan dikembalikan bersamaan dengan dana yang sudah kakak pilih. Kami real 100% amanah, Kak. Jadi Kakak tidak perlu khawatir. Bisa Kakak lihat testimoni dari para nasabah kami sebelumnya.]

Penjelasan dari joki pinjol itu begitu menyakinkan hingga Intan mentransfer kembali uang satu setengah juta rupiah yang sebelumnya dia dapat dari sisa pinjaman lima ratus ribu tadi.

[Sudah, Kak.] Tulis Intan pada pesan berikutnya.

[Baik, Kak. Silahkan tunggu satu hingga dua jam, ya, Kak. Nanti saya akan kabari lagi jika sudah selesai.] balas si Joki.

Sembari menunggu kabar dari si joki Intan kembali berselancar di dunia maya. Lebih tepatnya berselancar ke hal-hal yang berkaitan dengan pinjaman online.

Pikiran Intan makin kacau karena sudah lebih dari satu jam dia belum juga mendapat kepastian. Namun beberapa menit kemudian joki itu mengirim pesan pada Intan.

[Alhamdulillah dananya sudah cair dengan total tiga puluh sembilan juta lima ratus ribu rupiah, Kak. Untuk dapat melakukan pencairan dana, Kakak hanya perlu deposit lagi dana sebesar tujuh juta rupiah. Dana itu nantinya akan langsung ditransfer lagi ke rekening Kakak.]

Intan syok dan dia sadar kalau dia sudah kena tipu. Dia menangis tanpa suara. Tangannya gemetar dan kepalanya menjadi berdenyut. Sungguh malang nasib Intan. Alih-alih ingin melunasi hutang tapi dia malah kena tipu.

[Apa tidak bisa langsung ditransfer saja ke rekening saya, Kak? Toh nanti uangnya itu juga akan kembali ke saya. Mohon maaf saya sudah tidak ada uang lagi. Apalagi uang sebesar itu, Kak.] Intan mencoba untuk negosiasi siapa tahu bisa dan dia tidak ditipu. Walaupun sebenarnya Intan sudah yakin dia ditipu.

[Tidak bisa, Kak. Itu sudah menjadi syarat untuk pencairan dana agar bisa ditransfer ke rekening Kakak. Coba dulu cari uangnya, Kak. Kita tunggu sampai malam ini.]

Sudah pukul sebelas malam. Intan sudah pasrah dan ikhlas harus kehilangan uang dua juta hanya dalam hitungan jam saja. Bukannya berkurang tapi hutangnya kini semakin bertambah karena keb*dohannya.

[Terima kasih, ya, Kak, sudah menipu saya. Semoga uang dari saya berkah untuk Kakak dan tim. Tapi perlu Kakak tahu jika saya tidak ikhlas sampai m*ti sekalipun. Semoga kalian semua akan menerima ganjaran yang setimpal.] Pesan terakhir yang Intan kirimkan ke joki itu sebelum akhirnya Intan memblokir nomor joki tersebut.

***

Sepanjang malam Intan terjaga. Dia sendirian memikirkan cara agar bisa membayar hutang yang dua hari lagi kena jatuh tempo.

"Kamu b*doh banget, sih, Tan! Bisa-bisanya kena tipu lagi. Dimana akal sehatmu?" umpat Intan untuk dirimu sendiri.

Kumandang adzan subuh mulai terdengar. Bersamaan dengan itu suara motor Agung terdengar. Intan sadar tapi dia enggan untuk menyambut Agung. Pikiran Intan sudah kalut lebih dulu.

Agung masuk ke dalam kamar dengan wajah lesu dan matanya yang merah karena dia juga tidak tidur semalaman. Agung mengambil baju dan segera pergi mandi.

"Tulis semua hutangmu di sini. Nama aplikasi dan jumlahnya," kata Agung sambil memberikan buku dan bolpoin pada Intan.

Setelah memberikan itu Agung keluar kamar untuk mandi. Tujuannya untuk menyegarkan pikirannya. Agung sama sekali tidak menyangka jika istrinya berani dan nekat meminjam uang secara online.

Sudah jauh sebelum hal ini terjadi Agung selalu mengatakan pada Intan agar berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Dia juga sudah mewanti-wanti Intan agar tidak sembarangan memberikan identitas diri. Tapi nyatanya semua itu tidak didengarkan oleh Intan.

Di satu sisi Agung kecewa dengan Intan. Tapi di sisi lain Agung juga menyadari kesalahannya karena belum bisa memberikan nafkah yang layak untuk istri dan anaknya.

Intan membuka satu per satu aplikasi pinjaman online yang ada di ponselnya. Dia menulis hutangnya sambil menangis. Sikap suaminya langsung berubah kepada dirinya. Padahal saat ini yang Intan butuhkan adalah pelukan dari Agung. Paling tidak Intan merasa ada suaminya yang bisa memberikannya kenyamanan walaupun tidak bisa mencari solusi.

Lima belas menit sudah berlalu. Agung sudah selesai mandi dan Intan menghampiri Agung untuk menyerahkan catatan yang diminta oleh Agung.

Melihat angka dalam catatan itu membuat kepala Agung hampir pecah. Rumah tangga yang sudah dia jalani hampir sepuluh tahun itu nyatanya tak membuat istrinya mau terbuka dengannya.

"Dari semua ini kapan tagihan terdekat?" tanya Agung datar.

Intan menunjuk dua aplikasi yang dia catat. Dia tak berani menatap mata suaminya itu. "Besok tanggal 30, Yah."

"Dua hari lagi? G*la kamu, ya! Hutang sebanyak ini buat apa aja? Gak habis pikir aku sama kamu!" ungkap Agung.

"Ya buat kebutuhan rumah dan biaya hidup, Yah," jawab Intan.

"Kok bisa sebesar ini? Jangan-jangan kamu main j*di?" tuduh Agung.

"Astaghfirullah, Yah! Kok bisa berpikiran begitu? Mana ngerti aku soal begituan," sanggah Intan.

Intan sangat kecewa dengan tuduhan Agung. Padahal dia berusaha membantu Agung walaupun caranya salah. Selama ini jika Intan selalu mengeluh uang kurang Agung tak pernah menanggapinya dengan serius.

Agung juga jarang sekali menghadapi pemilik kontrakan yang marah ketika mereka telat membayar kontrakan. Belum lagi kebutuhan kedua anaknya yang baru berusia lima tahun dan juga dua tahun.

Menjadi istri itu ternyata tidak mudah. Istri harus dituntut bisa segala hal. Bukan hanya bisa mengurus rumah dan juga anak, tapi istri juga harus bisa menyulap uang yang kurang menjadi cukup tanpa mengurangi jatah dari setiap porsi.

"Kamu mau kemana, Yah?" seru Intan saat Agung pergi begitu saja tanpa pamit kepadanya padahal mereka tengah mengobrol.

"Astaghfirullah hal adzim! Ya Allah ...."

Related chapters

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 4. Meratapi Nasib

    "Ya Allah, aku memang salah dalam hal ini. Tapi, aku juga melakukan ini untuk keluargaku. Aku tahu caranya salah. Kenapa sikap suamiku seperti itu, Ya Allah? Apakah dia akan menceraikan aku? Harusnya dia juga introspeksi diri kenapa sampai bisa istrinya punya hutang banyak begini. Aku harus bagaimana, Ya Allah?" Intan menangis karena ditinggal sendirian oleh Agung. Tak berselang lama kedua anaknya pun bertengkar berebut mainan dan menangis. Intan tambah stres dibuatnya. Dia membiarkan kedua anaknya menangis karena dia juga belum bisa mengontrol dirinya sendiri. "Apa aku minta bantuan sama Ibu, ya? Tapi, selama ini aku belum bisa memberikan apapun pada mereka. Apakah aku tega membuat mereka menderita? Tidak! Aku tak boleh melakukan itu!" "Bu! Ibu! Adik jatuh, Bu!" teriak anaknya yang pertama. Intan langsung lari ke dalam kamar dan mendapati jidat anak keduanya sudah benjol karena jatuh membentur lantai. Tangan Intan sigap mengambil anaknya lalu memeluknya erat. "Maafkan Ibu, Nak! I

    Last Updated : 2024-03-12
  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 5. Uang Segepok

    Bruk! Agung pulang dan langsung meletakkan amplop cokelat di atas meja. Hari ini dia pulang lebih malam daripada biasanya. Intan yang mendengar suara keras pun langsung bergegas keluar. Mata Intan menyipit ketika melihat amplop cokelat itu. Dia pun bertanya pada Agung. "Apa itu, Yah?""Besok bayar semua hutang-hutang kamu tanpa ada yang tersisa sedikitpun!" jawab Agung sambil berlalu meninggalkan Intan di sana. Intan belum paham maksud dari ucapan Agung itu. Dia penasaran dan kemudian membuka amplop cokelat itu. Mata Intan membulat sempurna melihat tumpukan uang berwarna merah dan juga biru itu. Dia sampai berkedip beberapa kali karena takut jika itu hanya mimpi. "Ini benar-benar uang? Tapi darimana Ayah dapat uang sebanyak ini dalam waktu yang singkat?" tanya Intan dalam hati. Agung selesai mandi dan dia pun duduk di kasur depan televisi sambil memainkan ponselnya. Sesekali Agung terlihat tertawa dan tersenyum. "Uang darimana itu, Yah?" tanya Intan. Tumpukan uang itu masih ada d

    Last Updated : 2024-03-12
  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 6. Kesepakatan

    Agung terpaksa menolong wanita yang menjadi pelanggannya tadi. Tak tega juga rasanya meninggalkan dia dalam kondisi sakit. “Di sini saja, Mas!” ucap wanita yang bernama Dona itu. Perlahan, Agung menurunkan Dona di atas tempat tidur. Karena merasa sudah tidak dibutuhkan lagi bantuannya, Agung pamit untuk pulang. “Tunggu, Mas! Bukankah tadi aku sudah bilang akan membayar kamu karena pertolonganmu ini. Kenapa mau pergi begitu saja?” Dona mencoba menghalangi Agung agar tidak pulang lebih dulu. “Tidak usah, Mbak. Saya ikhlas menolong Mbak. Gak enak juga lama-lama di sini. Nanti takutnya timbul fitnah, Mbak,” sahut Agung dengan kepala menunduk. “Gak usah takut, Mas. Di lingkungan sini aman kok. Dan tidak ada yang terlalu ‘kepo’ dengan urusan orang lain.” Seulas senyum centil ditunjukkan oleh Dona. Dona terlihat sibuk dengan ponselnya. Dia menelpon seseorang untuk membelikan obat pijat untuk kakinya. Agung pun hanya diam mendengarkan. “Saya harus upah dengan apa, Mas? Katakan saya pad

    Last Updated : 2024-03-30
  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 7. Sah

    “Kok tanya mau kemana, sih? Aku, kan, sudah memberimu uang yang kau minta. Jadi, sekarang giliran kamu untuk memenuhi kesepakatan kita,” sahut Dona.Gleg! Agung menelan ludahnya. Dia masih mengira jika Dona tidak sungguh-sungguh ingin dinikahi. Tapi, nyatanya sekarang dia menagih kesepakatan yang sudah dia buat bersama Dona. “Siapkah aku punya dua istri? Bagaimana nanti aku mencukupi keduanya? Satu saja aku masih tidak mampu,” tanya Agung dalam hatinya yang kembali ragu. “Kamu gak berubah pikiran, kan?” “Kalau sampai kamu berubah pikiran, aku akan menagih uang yang aku beri dengan bunga seratus persen!” ucap Dona seraya ada ancaman di kalimatnya. “Ti—tidak. Tentu saja tidak. Saya siap dan sangat siap!” Buru-buru Agung menjawabnya walaupun sedikit terbata. Dona tersenyum hingga menampilkan deretan giginya yang putih bersih. “Bagus! Kamu tidak perlu takut, nanti setelah menikah aku menuntutmu macam-macam. Aku hanya ingin kamu ada saat aku butuh. Soal biaya hidup, aku yang tanggung.

    Last Updated : 2024-04-02
  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 8. Teman Intan

    “Bukankah dia temannya Intan? Iya, bukan, sih?” gumam Agung. Dona tak sengaja mendengar gumaman Agung walaupun tak begitu jelas. “Kamu kenapa? Lihat siapa?” tanya Dona karena penasaran. “Oh enggak. Aku mau tanya, apa yang datang ini semua kenal dengan kamu? Semua teman kamu?” Dona menganggukkan kepala. Mereka bicara berbisik sambil menyalami tamu undangan yang naik ke atas panggung pelaminan. “Jadi, kamu tahu siapa perempuan yang pakai baju batik coklat itu?”“Batik coklat? Yang mana?” Kepala Dona mendongak dan berusaha mencari orang yang dimaksud oleh Agung. “Itu dia yang lagi berjalan ke arah sini. Dia pakai batik coklat dan bawahan yang senada. Itu teman istriku. Gawat kalau dia sampai tahu aku disini!” Agung mulai panik karena dia sekarang yakin jika benar kalau perempuan itu temannya Intan. Mereka pernah bertemu saat tak sengaja berpapasan di minimarket. “Oh itu!” Dona menunjuk ke arah perempuan yang dimaksud Agung. Agung pun membenarkannya dengan menganggukkan kepala. “Di

    Last Updated : 2024-04-07
  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 9. Ribut Besar

    “Kesalahan apa yang aku buat sehingga kamu tega menyakitiku? Tidak ingatkah kamu jika kamu sudah ada Abid dan Aldo?” Dada Intan terasa sesak karena menahan air mata sejak tadi. Agung pun tak menyangka jika Intan tahu soal pernikahannya dengan Dona secepat ini. Dia tak tahu Intan dapat foto pernikahannya dengan Dona dari siapa. Tapi, Agung bisa menebak jika itu dari teman Intan. “Sudahlah aku mau istirahat saja. Toh aku mau bicara kamu juga tidak mau mendengar,” ucap Agung. Dia pun pergi masuk ke dalam kamar dan menguncinya dari dalam. Niat hati dia pulang ingin melepas rindu pada istri dan anaknya tapi malah berujung keributan. Waktu yang diberikan Dona untuknya hanya dua hari. Sehingga Agung harus bisa memanfaatkan waktu itu dengan baik. Sekarang dirinya sudah tidak bisa sebebas dulu jika ingin bersama dengan Intan. Hidupnya sudah separuh dikendalikan oleh Dona. Jika dia tidak menurut sedikit saja, Dona bisa-bisa marah besar dan mengusirnya dari rumahnya. Yang itu berarti dia har

    Last Updated : 2024-04-15
  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 10. Kedatangan Mertua

    “Ibu?” lirih Intan saat melihat mertuanya datang membawa tas besar. “Agung mana? Ibu mau minta uang. Kamu juga sekarang susah sekali dimintai uang. Apa jangan-jangan kamu lagi yang hasut anakku agar tidak memberikan Ibu uang lagi?” tuduh Ibu Siti begitu saja tanpa ba-bi-bu. “Mas Agung sedang tidak ada di rumah, Bu. Kami memang sedang kesusahan, Bu. Bukan maksud aku menghalang-halangi Mas Agung memberikan Ibu uang,” sanggah Intan dengan kepala tertunduk. “Alah itu bisa-bisanya kamu saja, kan? Kamu dan anak-anakmu itu memang bisanya nyusahin aja! Andai dulu anakku tidak menikah dengan kamu, pasti hidupnya tidak seperti ini!” Bukan hanya sekali dua kali Intan mendengar keluhan mertuanya yang seperti itu. Wajar saja jika Ibu Siti tidak suka dengan Intan. Pasalnya, dulu Ibu Siti hendak menjodohkan Agung dengan perempuan kaya raya. Tapi sayang, Agung lebih memilih Intan daripada perempuan yang bahkan Agung belum sempat melihatnya. “Kami memang seda—”“Minggir!” Intan didorong begitu sa

    Last Updated : 2024-04-17
  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 11. Tawaran

    “Aku tidak mau dimadu,” ucap Intan dengan sangat jelas. “Lalu, maumu apa? Aku sudah menikah dengan Dona dan itu tidak mungkin dibatalkan,” kata Agung. Ibu Siti berdecak lalu berkata, “Sudahlah terima saja nasibmu. Makanya jadi istri itu jangan hanya bisanya menyusahkan suami. Wajar saja anakku cari istri lain.”“Contohlah Dona ini. Selain cantik, dia juga pintar cari duit. Jangan hanya bisanya menghabiskan uang suami! Bahkan berhutang lagi,” sambung Ibu Siti. Mata Intan ke arah Agung. Dia tak menyangka jika Agung sudah mengatakan pada mertuanya kalau dia terjerat pinjol. Itu artinya Dona juga sudah mengetahuinya. “Apa kata Ibu? Aku habisin uang Mas Agung? Itu juga semua gara-gara Ibu!” timpal Intan dengan emosi. “Apa maksudmu, Intan?” tanya Agung. Ibu Siti terlihat agak panik. Gerak-gerik Ibu Siti makin menunjukkan kalau memang ada yang disembunyikan. Tapi hanya Intan yang menyadari hal itu. Dona hanya menjadi penonton setia di sana. Belum waktunya untuk Dona bicara. Intan terl

    Last Updated : 2024-04-18

Latest chapter

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 44. Bagas

    Masih menjadi pertanyaan bagi Bagas kepada Intan berubah pikiran. Ibu Lastri sama sekali tidak membantunya mendapat jawaban. “Dapat kerjaan? Dapat dimana? Kenapa bisa cepat sekali dapat kerjanya?” gumam Bagas saat di dalam mobil. “Pasti ada sesuatu yang tidak beres. Ponsel yang aku berikan saja sampai dikembalikan. Aku harus cari tahu ada apa!” “Assalamualaikum!” Bagas masuk ke dalam rumah sambil mengucap salam. Ibu Dewi yang tengah bersantai pun menjawab dan melihat ke arah anaknya yang baru saja pulang. “Waalaikumsalam. Lho … kenapa kamu murung, Sayang? Ada masalah, kah, di rumah sakit?” tanya Ibu Dewi setelah menjawab salam. Hati dan pikiran Bagas lelah. Dia langsung berbaring di dekat Ibu Dewi. Kepalanya dia letakkan dipangkuan sang ibu. Tempat ternyaman yang Bagas punya saat ini. Matanya terpejam beberapa detik. “Kamu kenapa, Gas? Cerita sama bunda,” ucap Ibu Dewi lirih. “Bagas capek, Bun.” Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Setelah beberapa saat ada di pangkuan ibunya

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 43. Sintia Berulah

    Tak ada hanya didorong, Intan dijambak orang itu. Seorang perempuan berambut panjang dan berkulit putih. Intan sama sekali tidak mengenal perempuan yang ada di depannya itu. Sungguh sadis perbuatan perempuan itu karena dilakukan di depan anak Intan. Bahkan anak Intan sampai menangis melihat ibunya dianiaya orang asing. “Hey, perempuan gak tahu diri … jangan ganggu tunangan orang kamu, ya!” katanya. “Ganggu tunangan orang? Siapa? Aku saja tidak kenal kamu,” jawab Intan sembari menahan sakit dibagian telapak tangan yang lecet karena kena batu. “Jangan pura-pura gak ngerti kamu! Kamu, kan, yang kemarin bikin Bagas gak pulang tepat waktu?” sahut perempuan itu. Yap! Perempuan itu adalah Sintia, tunangan dari Bagas. Intan tidak tahu karena memang belum pernah bertemu dengan Sintia sebelumnya. “Astaghfirullah! Jadi Mas Bagas maksud kamu? Maaf, ya, aku gak meminta dia untuk menungguku. Aku juga tidak tahu kalau kamu tunangannya,” jelas Intan. “Satu lagi, aku tidak merebut Mas Bagas dar

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 42. Pulang

    “Jangan menuduh sembarangan kamu! Kalau tidak tahu ceritanya, gak usah sok tahu! Udahlah aku lagi males berdebat sama kamu.” Bagas mematikan teleponnya dengan perasaan kesal. Baru saja Sintia meneleponnya dan menuduh dirinya tengah berselingkuh. Tentu saja Bagas marah karena tuduhan itu tidak berdasar. Memang akhir-akhir ini hubungan mereka sedang tidak baik. Ada saja hal membuat keduanya bertengkar. Kata Ibu Dewi, itu merupakan ujian saat seseorang hendak menikah. Tapi, yang dirasakan Bagas bukan seperti itu. Sintia semakin semena-mena dan terkesan seperti anak kecil. Dia selalu ingin diprioritaskan tanpa mengerti kesibukan Bagas. Selesai menelepon Bagas duduk-duduk dulu di depan ruangan Intan. Dia mengontrol emosinya lebih dulu di sana sambil memikirkan permintaan Intan. Setelah dipikirkan, memang seharusnya Bagas sudah pulang. Tugasnya sebagai dokter tidak bisa ditinggalkan lama begitu saja.“Halo, Bay …” Bagas menelepon Bayu. “Ada apa, Gas? Intan gak apa-apa?” tanya Bayu. Sa

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 41. Selamat

    Bagas dan Bayu terkejut melihat beberapa polisi yang ikut masuk ke dalam bangunan kosong tersebut. Mereka bahkan tak tahu darimana arah polisi-polisi itu datang. “Berarti di dalam gawat, Gas. Kita tunggu saja sampai Sandi dan timnya selesai, ya,” ujar Bayu pada Bagas yang masih ingin masuk ke dalam menyusul Sandi. Setelah dipikir-pikir, Bayu ada benarnya juga. Biar bagaimanapun dia tak memiliki basic beladiri. Apalagi jika di dalam ada orang yang bersenjata. Memang lebih baik menunggu Sandi di luar. Tak berselang lama, ada suara tembakan yang membuat Bagas dan Bayu terkejut. Keduanya saling memandang dan menelan ludah. Situasi semakin menegangkan kala mereka mendengar suara tembakan untuk yang kedua kalinya. “Gimana ini, Bay? Aku tetap ingin masuk ke sana,” ujar Bagas. “Bahaya, Gas! Nyawamu bisa jadi taruhannya. Kita tunggu saja di sini,” jawab Bayu. Bagas menuruti ucapan Bayu walaupun dia sebenarnya tak tenang. Tapi, lima belas menit kemudian dia sudah tidak tahan dan memilih

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 40. Tak Ada Bukti

    Agung sudah hampir sampai di rumah Dona. Tapi, saat dia sudah dekat, Agung melihat ada polisi tengah berdiri di depan rumah Dona. Sontak saja hal itu membuat Agung takut. Dia bersiap untuk lari. Namun naasnya, dia menginjak botol air mineral yang dia jatuhkan sendiri sampai menimbulkan bunyi. “Tangkap dia, Pak!” Kalimat ini yang didengar Agung berulang kali. Agung berlari tak tentu arah. Dia sama sekali tidak berani menoleh ke belakang. Dia terus saja berlari walaupun sebenarnya kakinya sudah capek. Setelah berlari hampir setengah jam, akhirnya Agung bisa tertangkap juga. Dia menyerah karena benar-benar sudah tidak kuat berlari lagi. Dua polisi tersebut langsung membawa Agung ke mobil polisi lalu diinterogasi. Terlihat Bayu dan Bagas sudah menunggu di sana. “Mana Intan?!” seru Bagas. Bogem mentah hampir saja melayang di pipi Agung kalau tidak dicegah pak polisi.“Sabar! Belum tentu juga mas ini tersangkanya. Dengarkan dulu saja,” ucap Bayu. Dia juga ikut menenangkan Bagas. Walau

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 39. Upaya Penyelamatan

    “Ada apa, Bay?” tanya Bagas yang sudah menyusul. “Intan dibawa mobil itu, Gas. Ayo kita kejar mereka!” Bayu dan Bagas langsung berlari menuju mobil. Secepat kilat Bayu berusaha mengejar mobil berwarna hitam yang membawa Intan. Keduanya sama-sama tegang dan fokus ke depan. “Cepat kejar, Bay! Jangan sampai kita kehilangan mereka!” Bayu mengangguk dan tetap fokus mengemudi. Di tengah-tengah pengejaran, ponsel Bagas selalu berbunyi. Ada pesan masuk yang sangat banyak dan juga panggilan dari Sintia. Tak ingin terganggu dengan panggilan Sintia itu, Bagas memutuskan untuk menonaktifkan ponselnya. “Kok aku ada firasat kalau itu suaminya Intan, ya, Gas,” kata Bayu di sela-sela mengemudi. “Aku gak tahu, Bay. Tapi, kenapa dia melakukan itu? Apa alasannya?”Keduanya terus bicara. Semakin mereka banyak bicara membuat Bayu tidak konsentrasi hingga dirinya menabrak tiang listrik di pinggir jalan. Karena hal itu, mereka kehilangan jejak mobil yang membawa Nirmala. “Maafin aku, Gas,” ucap Bayu

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 38. Dalam Bahaya

    “Kamu kenapa, sih, Gas? Memangnya aku salah omong, ya?” tanya Bayu sesaat setelah Intan pergi. Bagas berdecak. “Aku tahu kamu, Bay. Gak usah aneh-aneh, deh, kamu itu! Intan itu perempuan baik-baik, Bay.”“Astaga! Jadi kamu mikir aku mau aneh-aneh sama, Intan? Ya enggak lah, Gas! G*la aja kamu! Aku cuma kasihan aja sama dia,” bantah Bayu cepat. Sudah berteman lama membuat Bagas tahu sifat Bayu. Sejak dulu memang Bayu suka menggoda dan merayu perempuan hanya untuk mainan. Makanya sampai saat ini Bayu juga belum menikah karena dia masih ingin menikmati hidup dengan bersenang-senang. “Aku tahu kamu, Bay. Makanya aku ingatkan kamu jangan macam-macam dengan Intan. Kasihan dia dan anak-anaknya nanti.” Nasehat Bagas kali ini mengena di hati Bayu. “Gak, Gas. Aku sekarang gak begitu. Sudah capek aku, Gas. Aku sudah berubah dan gak mau main-main lagi, Gas.”Setelah ibunya meninggal, Bayu memang berubah drastis. Dia menjadi pekerja keras dan jarang sekali mendekati perempuan seperti dulu. Bay

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 37. Bantuan

    “Halo, Bro! Tumben kamu telepon. Pasti ada maunya, ya?” “Iya, Bro. Aku butuh bantuanmu di Pengadilan Agama Tangerang sekarang. Bisa, kan?”“Wait! Wait! Ada apa nih? Kok ke pengadilan agama? Ada urusan apa kamu di sana?”Seperti itulah awal mula percakapan Bagas dan Bayu di telepon. Yap! Bagas meminta bantuan pada Bayu temannya yang berprofesi sebagai pengacara untuk mendampingi Intan. Ide itu muncul dari Ibu Dewi yang merasa iba pada Intan. Awalnya Bagas memang terlihat cuek. Tapi pada saat dia mengantar Intan, hatinya merasa tersentuh. “Jangan salah sangka dulu. Aku minta kamu dampingi temanku di sana. Dia sekarang lagi ada sidang cerai dengan suaminya,” ujar Bagas menjelaskan. “Teman apa teman? Memangnya kamu sudah putus sama Sintia, Bro? Bukannya sebentar lagi kalian menikah?” tanya Bayu. “Sudah kamu gak usah banyak tanya dulu. Kasihan dia di sana sendirian dan pasti bingung. Nanti kapan-kapan aku ceritakan sama kamu. Namanya Intan. Dia teman kecilku dulu. Tolong bantu dia, ya

  • Gara-gara Hutang, Suamiku Menikah Lagi   Bab 36. Sidang

    Sesampainya Intan di pengadilan, dia langsung masuk ke dalam ruang sidang. Intan tampak percaya diri walaupun tanpa didampingi pengacara. Jelas kontras sekali dengan Agung yang masuk dengan Dona serta pengacara. “Yakin tidak didampingi pengacara?” tanya Dona dengan suara pelan. Dona sengaja menghampiri Intan yang duduk di sebelah kiri. Sedangkan Agung dan pengacaranya duduk di sebelah kanan. Intan diam tak menjawab. Dia merasa tak perlu menanggapi pertanyaan dari Dona tersebut. Bahkan Intan sama sekali tidak melihat ataupun melirik ke arah Dona. Dia menganggap seolah-olah Dona tidak ada di sana. “Oke kalau itu maumu, Intan. Tapi aku kasih tahu sama kamu, ya … kalau ini belum ada apa-apanya. Kamu akan lebih menderita lagi!” ucap Dona lagi. Dona kembali duduk bersama dengan Agung. Dia terlihat tengah bicara sesuatu dengan Agung dan juga pengacara yang sudah disewanya. Persidangan pun dimulai. Semuanya berjalan dengan lancar di awal-awal. Tapi, di pertengahan sidang, emosi Intan tak

DMCA.com Protection Status