Melissa memang mengatakan tidak masalah untuk pulang sendiri, meski tak tahu di mana alamat rumah Darren berada, tapi dengan black card yang diberikan padanya, itu tidak menjadi masalah besar karena Melissa bisa dengan mudah menginap di hotel bintang lima di kota ini.
Masalah kenapa tentang dia tidak pulang ke rumah setelah diturunkan Darren di pinggir jalan, dia akan menjelaskan dengan tenang dan mengatakan bahwa Melissa tidak hapal alamat rumah mereka.Melissa mulai bersiap, sementara mobil Darren sudah berhenti di pinggir jalan, pikirannya sibuk mengingat-ingat nama hotel yang ada di novel ini agar bisa dia gunakan untuk bermalam.Dia sampai lupa tidak menanyakan keadaan Rania."Kamu sungguh tidak apa-apa?"Darren, anehnya bertanya sekali lagi.Melissa menatap pria itu dengan bingung, dia yang berinisiatif menurunkan di pinggir jalan dan dia yang ragu sendiri? Benar-benar pria aneh!"No problem."Melissa menjawab sambil mengulas senyum terbaiknya.Dia benar-benar tak masalah, justru sudah tak sabar merasakan bagaimana pengalaman menginap di hotel berbintang, yang selama ini hanya bisa dia saksikan di sekitar gadis itu tanpa pernah mampu mencicipinya.Tiba-tiba Darren melepaskan jas yang dia pakai."Pakai ini juga agar kamu tidak kedinginan, kamu tidak tahan dingin dan sekarang sedang hujan, Alice."Penuh perhatian, Darren menyampirkan jas yang tadi dia lepaskan di pundak Melissa, gara-gara tindakannya ini Melissa sempat berpikir kalau dia sebenarnya pria yang penuh perhatian, tapi tentu saja segera dia tepis pikiran menggelikan tersebut.Darren mungkin hanya bertindak sebagai suami yang baik, tapi tentang dia yang menaruh perhatian pada Melissa, itu adalah hal paling mustahil di dunia ini!Bukankah dalam novel disebut dengan jelas kalau pria ini sangat membenci Alice sampai-sampai dengan tanpa hati menendang wanita itu keluar begitu kontrak mereka habis?Hah. Melissa menertawakan dirinya sendiri yang hampir terbawa perasaan akan sikap Darren beberapa waktu lalu itu."Terima kasih, Darren. Sampai bertemu kembali di rumah," ucap Melissa, seraya membuka pintu mobil dan keluar dari sana, meninggalkan Darren di belakang kemudi yang menatap dirinya dengan ekspresi rumit."Kamu sungguh tidak apa-apa aku turunkan di pinggir jalan seperti ini, Alice?"Pertanyaan yang dia lontarkan dengan wajah bersalah tersebut dijawab Melissa dengan senyuman disertai gelengan ringan."Hey, memangnya di mana letak salahnya? Ini cara paling efektif agar kamu bisa segera sampai di rumah sakit, Suamiku," jawab Melissa dengan tenang.Bukankah Rania saat ini membutuhkan dirinya? Cepat pergi sana dan biarkan dia menikmati kemewahan menginap di hotel bintang lima.Batin Melissa melanjutkan.Darren tampak tercenung sebentar mendengar jawaban ringan dari Melissa tersebut, mungki mengira bahwa sang istri tengah menyindir dirinya karena lebih memikirkan pacar daripada istri sah,tapi dia memilih tidak mengatakan apa pun."Sudah, pergi sana," ucap Melissa pada Darren yang belum juga menjalankan mobilnya padahal Melissa kini sudah berdiri di pinggir jalan dengan aman."Sampai bertemu di rumah, Istriku. Hati-hati," pesannya.Melissa menganggukkan kepala seraya membuka payung besar pemberian suaminya tersebut dan berdiri di pinggir jalan menunggu taksi lewat, sementara mobil mewah milik Darren mulai berjalan menjauh.Melissa memandang mobil hitam yang dikendarai oleh Darren tersebut sambil mulai berjalan pelan, menunggu taksi sekaligus berpikir ke hotel mana malam ini dia akan menginap.Dia sudah tak sabar untuk ber istirahat dengan tenang malam ini, tiba-tiba merasa sangat antusias karena sama sekali tak menyangka akan mendapatkan kesempatan seperti ini, di mana untuk pertama kalinya, dia bisa sendirian tanpa diganggu oleh siapa pun.Melissa tersenyum sendiri, terus berjalan dengan semangat saat dia membayangkan kemewahan yang akan dia dapat malam ini.Dia mana memilih hotel paling baik dan mahal untuk memanjakan diri, Darren tidak akan marah jika pundi-pundi uangnya tersebut berkurang sedikit karena dia gunakan untuk menyewa kamar hotel, bukan?Di bawah guyuran hujan, Melissa terus berjalan dan berbicara sendiri dalam hati.Apakah dia perlu sedikit minum anggur malam ini? Ah, bukankah itu ide bagus? Hotel mewah dan segelas anggur, perpaduan yang hebat dan sempurna!Dua hal yang tak akan bisa dia lakukan, saat menjadi Melissa, akan dia realisasikan malam ini.Langkah semakin cepat saat memikirkan hal menyenangkan seperti di atas, hidup di sini ternyata tidaklah seburuk yang dia duga.Melissa akan menikmati semuanya, sebelum terbangun dan kembali ke tubuh aslinya dan bekerja sebagai office girl lagi.Melissa sudah mempunyai tujuan di hotel mana dia menginap.Dalam novel disebut bahwa ada satu hotel yang sangat terkenal di kota ini, hotel itu merupakan jenis hotel bintang lima bernama Zeus.Fasilitasnya luar biasa dan pasti sangat mewah.Melissa membuka tas untuk mengambil ponsel, mencari tahu apakah ingatan tentang nama hotel tersebut tidak salah sehingga saat menyebut alamatnya nanti, dia tidak akan tersesat, baru saja jemari mengetik nama hotel tersebut dan menekan tombol pencarian, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di samping tempat Melissa yang sedang berdiri.Gerakan tangan Melissa spontan terhenti di atas layar karena menatap sosok yang baru keluar dari mobil tersebut.Seseorang yang keluar dari dalam mobil dengan memakai kemeja putih tersebut tampak tergesa-gesa dan berjalan mendatangi dirinya dengan langkah cepat.Belum sempat Melissa bereaksi dengan kedatangannya yang tiba-tiba, pria itu sudah merebut ponsel dari tangan Melissa.Wajahnya terlihat sangat terganggu dengan kening berkerut dalam."Hendak menghubungi siapa, Istriku?" tanyanya dengan nada tajam, menahan amarah."K-kamu ... kenapa kembali ke sini, Ren?" tanya Melissa dengan ekspresi bingung menatap suaminya yang kini berdiri di depan Melissa.Tubuh suaminya tersebut saat ini sedikit basah karena air hujan, karena itu relfeks Melissa pun memayungi dirinya."Apakah ada sesuatu yang ketinggalan sampai kau kembali ke sini, Suamiku?"Darren tak segera menjawab, malah mengantongi ponsel milik Melissa di saku celananya."Rumahku bukan ke arah sini, kenapa kamu berjalan ke arah sini, Sayang? Apakah kamu berencana melarikan diri?"Dia menatap tajam padaku dengan kening yang terus berkerut dan bibir sedikit cemberut."Eh, itu ... itu ...."Bagaimana menjelaskan padanya kalau Melissa asal berjalan saja tadi? Dia bahkan tak tahu di mana arah rumah Darren!"Kamu hendak menelepon siapa tadi? Mau mencari bantuan pada siapa, Alice? Apakah itu Bastian?" tanyanya penuh selidik."Bastian?"Melissa benar-benar tak mengerti kenapa nama Bastian dibawa-bawa dalam masalah ini sementara Melissa sama sekali tidak mengenal adik iparnya itu."Tidak, aku tak sedang menelepon siapa pun, Ren. Dan kenapa dengan Bastian?""Aku tidak percaya, ponselmu aku sita dulu untuk membuktikannya," tukas Darren dengan gelengan tajam."Baiklah. Lalu kenapa kamu kembali?" tanya Melissa dengan keheranan.Sedikit kasar, Darren malah meraih pergelangan tangan Melissa dan menyeretnya tanpa menjawab pertanyaan dari istrinya tersebut."Ikut aku!"Pasrah, Melissa menuruti dirinya yang membawa Melissa kembali ke mobil dan segera masuk ke sana saat dia membukakan pintu tanpa banyak bicara, meski tak mengerti kenapa dia berpikir bahwa Melissa akan melarikan diri.Darren menutup payung yang dibawanya dan melempar payung tersebut ke kursi belakang sebelum kemudian mengemudikan mobilnya dengan cepat, kemeja putih yang dipakainya sedikit basah oleh air hujan, tapi sepertinya Darren sedang fokus dengan hal lain sampai tak memikirkan hal itu.Apakah mood-nya kacau karena Melissa telah menunda kepergiannya menemui Rania?Melissa melirik takut-takut kepada Darren yang kini mengemudi mobilnya.Suasana terasa canggung, entah kenapa Melissa merasa telah mengganggu pertemuan antara suami dan pacarnya tersebut.Dia ingin meminta maaf, tapi ... bagaimana memulai pembicaraan?Wajah Darren menatap lurus ke depan dengan kedua tangan menggenggam erat kemudi, Melissa yang benar-benar tak tahu kenapa dia berubah seperti ini, hanya diam dan ikut menatap ke depan sambil mengeratkan jas Darren yang membungkus tubuhnya.Mobil mereka meluncur mulus di jalanan yang basah, hujan mulai reda hanya tinggal rintik kecil sehingga suasana di depan terlihat mulai cerah dengan lampu-lampu jalanan yang berkelap-kelip indah.Melissa melirik Darren sekali lagi, tapi pria itu tak ada tanda-tanda akan berbicara.Haruskah dia bertanya apa alasan suaminya tersebut kembali alih-alih segera menemui Rania? Bukankah dia sedang mengalami suatu yang gawat darurat di rumah sakit?Melissa teringat black card di tasnya, merasa kecewa karena tidak jadi membelanjakan uang suaminya tersebut.Padahal dia ingin bersenang-senang sedikit sebagai istri orang kaya.Sudahlah."Alice."Panggilan Darren membuat Melissa tersadar dari lamunan, menoleh ke arah pria yang pandangannya lurus ke depan dengan ekspresi kusut tersebut.Entah kenapa, dia dari tadi seperti sedang memendam kemarahan, hal itu membuat Melissa sedikit bersungut-sungut dalam hati.Kalau dia marah dan terganggu karena menjemput Melissa, kenapa dia kembali?Pria yang aneh."Ada apa, Ren?"Melissa memberanikan diri bertanya karena suaminya tak kunjung angkat bicara.Darren melirik sekilas ke arah Melissa, lalu menarik napas panjang."Kamu tadi mau ke mana, Istriku?"Nada tajam dan curiga memenuhi suara Darren, entah kenapa tiba-tiba Melissa menjadi gugup."I-itu, aku tidak hafal alamat rumahmu, jadi berencana menginap di hotel di dekat sini," jawabnya.Namun, tatapan Darren malah berubah tajam, seakan menyiratkan bahwa dia sama sekali tak percaya ucapan Melissa tersebut."Lihat saja ponselku kalau tidak percaya, kau bisa mengeceknya bahwa saat itu aku sedang mencari hotel dekat sini," lanjut Melissa, pasrah.Tanpa berkata apa pun, Darren mengambil ponsel Melissa yang disita olehnya tanpa sebab dan mengetuk layarnya dua kali untuk mengecek apakah ucapan istrinya itu benar.Pandangannya berubah lega saat melihat isi ponsel yang menampilkan sebuah informasi tentang hotel yang hendak dituju oleh Alice alias Melissa."Kau benar-benar sedang mencari hotel," ucapnya."Aku tidak berbohong, bukan?"Melissa membalas dan menerima ponsel yang diulurkan oleh Darren."Jadi, kau tidak sedang marah karena kutinggalkan di pinggir jalan lalu berencana membalas dendam?"Melissa tertawa keras mendengar pertanyaan dari Darren yang menurutnya konyol tersebut
Namun, kali ini Darren bukannya luluh, justru menatap Rania dengan kening berkerut."Aku tidak marah padamu, tapi aku lelah dengan kecerobohan yang kau lakukan," dengus pria tersebut.Ucapannya itu seketika membuat Rania pucat, berpikir bahwa keputusannya membiarkan Darren menikah dengan orang lain adalah hal keliru.Sebelum menikahi Alice, Darren lebih dulu menawarkan pernikahan kepada Rania dan meminta dirinya mengandung buah hati mereka agar Darren bisa meng-klaim warisan keluarga besar Darren.Namun, Rania yang takut tubuhnya akan berubah jelek setelah melahirkan, menolak hal tersebut sehingga terjadilah pernikahan kontrak antara Darren dan Alice."Sayang, tolong jangan pergi, jangan tinggalkan aku," rengek Rania, memegang tangan Darren dengan tatapan memohon.Dia benar-benar merasakan perubahan Darren, pria itu bukan hanya membiarkan dirinya berada di ruangan umum tanpa memindahkan dirinya ke ruang VIP, tapi juga tampak tak peduli dengan sakit yang diderita Rania.Darren malah ber
Sambil menunggu sekretarisnya tersebut datang, Darren meminta Melissa untuk duduk santai di sofa, sementara dia mendapatkan telepon dari Rania sehingga agak menjauh dari Melissa yang juga sibuk dengan ponselnya.Ketika keduanya sedang sibuk dengan ponsel masing-masing itulah, terdengar bel dari pintu depan dan seseorang yang masuk ke dalam rumah dengan marah-marah."Tuan muda, aku memang bekerja sebagai sekretarismu, tapi ini sudah di luar jam kerja dan kau memerintah untuk membeli semua ini? Kalau kau tak memberiku gaji lembur, aku tak akan mau melakukan hal ini lagi!"Seorang pria muda yang usianya sedikit lebih banyak dari Melissa, berjalan mendekati mereka berdua.Darren hanya tertawa pelan saat petugas minimarket datang bersama Rafael dengan membaw dua kardus besar yang ditaruh di dekat pria itu."Terima kasih, kau boleh pergi sekarang," ucap Rafael sambil memberi uang lebih kepada petugas minimarket tersebut.Setelah kepergiannya, Rafael kembali mengajukan protes kepada Darren.
Dokter kandungan sudah selesai memeriksa Melissa, saat dia ingin memberitahu hasilnya, Darren yang kini duduk di sebelah Melissa, menoleh kepada istrinya tersebut."Aku tiba-tiba sangat haus, biasakah kau membelikan diriku minum, Sayang?"Melissa menatap bingung kepada suaminya yang menyuruh pergi di saat dia ingin mendengarkan hasil pemeriksaan dokter tentang kesehatan rahimnya."Kenapa tiba-tiba, Sayang?" sergahnya tak terima karena merasa sepertinya sang suami sengaja mengusir, agar dia tak mendengar apa kata dokter tentang hasil pemeriksaan tersebut.Darren justru mengelus lehernya dan memajukan sedikit bibir."Tolong, tenggorokanku rasanya sangat kering, tolong belikan aku minuman di kantin rumah sakit ini. Oke?""Tapi ...."Melissa terlihat ragu, jika dia pergi ke kantin rumah sakit dia akan melewatkan penjelasan dokter.Namun, dia juga tak mungkin bisa menolak perintah suaminya tersebut."Alice Sayang, apakah kau tega melihat suamimu kehausan?"Pertanyaan bernada ancaman terseb
Namun, Melissa tak langsung menerima tawaran itu. "T-tapi ...""Matamu mengatakan kau ingin memakainya di bibirmu. Hm, rasa stroberi? Wow, tidak disangka kamu punya sisi imut juga, Sayangku," potong Darren dengan tawa geli. Darren lantas membuka tutup pelembab bibir itu dan menyerahkannya pada Melissa."Tapi, Sayang. Harganya ....""Kenapa memang dengan harganya?"Darren bertanya dengan tatapan tak mengerti, hal itu membuat Melissa menarik napas panjang.Dia lupa, untuk orang sekaya Darren, mungkin ini harganya sangat murah."T-tidak. Bolehkah aku menerima semua ini, Sayang?"Melissa masih ragu-ragu, tapi Darren yang mengendikkan bahu.Suaminya itu mengambil kaca yang ada di sampingnya dan menjawab."Ini semua hadiah untukmu dariku, Sayang. Nah, sekarang, coba pelembab ini di bibirmu."Ragu, Melissa pun mengambil pelembab tersebut dari tangan Darren dan mulai mengoleskannya di bibir.Seketika kedua netra berbinar cerah saat pelembab tersebut teraplikasi sempurna di bibir, teksturnya
Segera Melissa menggelengkan kepala, menolak dengan tegas idenya tersebut."Tidak! Aku tak mau melakukannya lagi di dalam mobil, Sayang. Punggungku sakit," jawab Melissa dengan mata berkaca-kaca.Sebenarnya itu bukanlah alasan yang sebenarnya, tapi Melissa benar-benar khawatir saat melakukan di ronde kedua, ada orang lewat dan menegur mereka.Itu adalah hal yang memalukan!"Oh, jadi kalau kita sampai rumah, apakah itu artinya ada ronde kedua, Sayang?"Darren tak pernah puas jika hanya satu ronde, bermain bersama istrinya yang cantik adalah hiburan yang menyenangkan baginya.Namun, lagi-lagi Melissa menggeleng."Kau harus pergi ke kantor, Sayangku. Nanti malam mintalah lagi, aku akan sukarela menyerahkan tubuh ini padamu," ucapnya, dengan gelengan tegas.Mau tak mau Darren mengangguk karena istrinya itu benar, dia harus pergi bekerja sekarang.Toh dia bilang nanti malam akan bersedia dia apakan saja, jadi bersabar sedikit sepertinya bukan hal buruk."Baiklah. Kupegang janjimu ini, Saya
Darren terbangun karena suara alarm di ponselnya.Bersungut-sungut, dia menjulurkan tangan untuk mengambil ponsel yang tak jauh darinya tersebut dan mematikan alarm.Kepalanya terasa sangat pening, dia sepertinya minum banyak semalam, dia harus meminta pembantu untuk membuatkan sup anti pengar sebagai sarapan nanti.Darren duduk seraya memegangi sebagian sisi kepalanya dengan telapak tangan.Tangannya meraih segelas air putih di atas nakas lalu meminumnya sampai habis setengah.Di mana ini?Dengan mata sedikit menyipit, Darren memandang sekelilingDarren baru sadar jika sekarang dia terjaga di kamarnya sendiri, padahal pria itu tak ingat kapan dia pulang semalam?Apakah dia menyetir sambil mabuk? Sepertinya tidak. Itu tidak mungkin.Darren mengarahkan kepalanya ke sisi samping tempat tidur, mendapati seorang perempuan berbaring memunggunginya.Awalnya, Darren mengira bahwa itu Alice, istrinya. Namun, saat dia mengerjap beberapa kali untuk memastikan penglihatannya, kedua mata pria itu
Melissa bertanya dengan malu, meraba bagian bawah di antara paha Darren, saat mengetahui bahwa barang Darren sudah mengeras dengan sempurna, ada kepuasan di mata Melissa.Masih dengan terus tersenyum puas, Melissa melepas ikat pinggangnya dan menarik turun celana suaminya tersebut yang kini menarik napas kasar, lalu dengan gerakan tak sabar menarik turun celananya ke bawah.Melissa bisa merasakan tubuhnya yang menggeliat aneh karena kerinduan yang aneh, padahal baru kemarin mereka terlibat percintaan yang panas di dalam mobil.Melissa melupakan rasa malu dan mencium lehernya seraya menggerakkan tangan lebih cepat di barang milik Darren, seakan tak tahan lagi, Darren menarik pergi tangannya dan membuka paha sang istri lebar-lebar sebelum kemudian mendorong barangnya masuk dengan kuat.Rasa kepuasan yang aneh menjalari diri Melissa saat melihat Darren yang begitu tenggelam dalam permainan ini, bulir keringat menempel di alisnya sebelum jatuh ke kening, membuat penampilannya terlihat san
Dia bahkan berjanji akan melakukan yang terbaik untuk membuat Damian nyaman dengan dirinya."Sudah terlalu banyak rasa sakit, aku ingin melupakan semuanya dan bahagia hidup sendiri-sendiri," tutup Melissa.Dia benar-benar ingin melupakan segala hal tentang ibunya."Jadi? Kau pilih mana?""Tentu saja aku akan di sini, bersamamu. Bahkan jika tidak menjadi istrimu di masa depan, aku tetap akan memilih tinggal di sini."Melissa menjawab tanpa ragu, dalam hati, dia sudah mendedikasikan diri sebagai pembantu Damian yang paling setia, untuk membalas kebaikannya ini.Damian langsung memeluk dan mencium Melissa saat mendengar jawaban gadis tersebut."Terima kasih, aku benar-benar mengharapkan jawaban ini darimu, Melly."Kata-katanya terdengar begitu tulus. Damian lega karena Melissa lebih memilih berada di sisinya daripada pergi ke ibunya yang kini menjadi istri orang kaya setelah menjadi pelakor."Aku justru senang bisa mendapat tempat tinggal gratis, jangan khawatir, aku tidak akan merepotka
"T-tolong maafkan aku."Melissa segera menjatuhkan tubuhnya dan duduk bersimpuh di hadapan Damian, dia menunduk dalam menunjukkan bahwa sedang sangat menyesal atas nama ibunya.Namun, reaksi Damian di luar dugaan Melissa, dia yang tadi marah kini malah tertawa terbahak-bahak."Astaga, ekspresimu lucu sekali, Melly!" serunya dengan tatapan geli, membuat Melissa segera mendongak dengan pandangan bertanya.Tentu saja dia semakin kebingungan. Padahal beberapa detik lalu Damian terlihat marah, kenapa sekarang dia malah tertawa terbahak-bahak?"A-apa maksudmu? Kau sedang menculik dan menyekapku karena kesalahan yang dilakukan ibu, 'kan? Jadi, kumohon, beri aku keringanan atas hukuman ini," ucap Melissa dengan ekspresi memohon.Damian mengulurkan tangannya, meminta Melissa menyambut uluran tangan tersebut dan membuat Melissa bangkit dari duduknya di lantai.Kini Damian duduk dan Melissa berdiri, mereka saling berpegangan tangan."Hmmm, bagaimana, ya? Kalau aku tidak mau, kau akan melakukan a
Melissa menutup wajah Damian yang begitu tampan memesona dengan kedua tangan, agar dia tak semakin tenggelam dalam jerat ketampanan majikannya tersebut."Sudahlah. Jangan lanjutkan lagi omong kosong ini, ayo kita tidur," ucap Melissa mengalihkan pembicaraan.Damian tertawa dengan suara rendah, meraih tangan Melissa di mukanya dan menaruh tangan gadis itu di pinggang Damian."Baiklah ayo kita tidur, calon istriku."Kini gantian Melissa yang tertawa mendengar ucapan Damian, lalu mengikuti pria itu untuk memejamkan mata.Setelah badai yang terjadi tadi malam, ini adalah saat terbaik semasa hidupnya.Berpelukan dengan Damian adalah hal yang membuat dirinya tenang sehingga bisa tidur dengan nyenyak tanpa teringat lagi ketakutan akan peristiwa beberapa jam lalu.Hari ini ditutup dengan sebuah kebahagiaan. Melissa merasa seperti ada beban besar yang terangkat dari tubuhnya.Dia bukan bayang-bayang Bu Yuna. Di mata Damian, dia adalah Melissa, seseorang yang begitu istimewa.'Kalau ini mimpi,
"Damian, apa yang kau lakukan?"Melissa bertanya dengan tenggorokan tercekat saat Damian membelai lembut bagian sensitifnya tersebut.Meskipun rasanya sedikit nyaman saat telapak tangan yang besar itu membelai bulu-bulu halus di vagina Melissa, karena baru saja dicukur, bulu-bulu yang baru tumbuh itu rasanya gatal bukan main sehingga kadang-kadang Melissa diam-diam menggaruknya."Omong-omong ... gatal tidak rasanya?"Pertanyaan Damian, yang menggesek jari-jarinya di sana, membuat Melissa seketika kena mental."A-apanya?"Melissa masih tak mau mengakui bahwa rasanya nyaman sekali saat Damian menggaruk tempat yang ditumbuhi bulu-bulu halus tersebut.Damian menepuk bagian sensitif Melissa tersebut sebagai isyarat."Ini, kau baru mencukurnya beberapa hari lalu, 'kan? Biasanya selesai dicukur akan sangat gatal saat sedang tumbuh seperti ini. Bukankah begitu?"Melissa memejamkan mata, menyembunyikan debar yang menggila saat Damian dengan lembut menggaruk bagian tubuhnya yang memang terasa s
Damian melakukan sesuatu yang tak terduga di tengah situasi menegangkan tersebut.Dia tiba-tiba menyingkir dari atas tubuh Melissa dan mengulurkan tangan untuk membantu gadis itu berdiri."Aku sudah cukup puas dengan caramu berterima kasih, sekarang, ayo kita beristirahat."Damian mengatakan itu sambil berjalan menuju ranjangnya dan membaringkan tubuh di sana, meninggalkan Melissa yang terbengong-bengong dengan sikap Damian yang berubah-ubah dalam sekejap tersebut.Baru saja, baru beberapa menit, Melissa melihat dengan jelas hasrat yang begitu membara dari mata Damian saat tengah menatap dirinya.Remaja lelaki itu seakan bersiap untuk melahap tubuh Melissa sampai habis.Melissa begitu berdebar melihat tatapan penuh nafsu dari remaja tampan tersebut, entah kenapa ada sebuah kebanggaan saat tatapan tajamnya hanya tertuju pada Melissa.Namun, Melissa merasa seketika linglung saat menghadapi sikap Damian ini, dia tiba-tiba kembali dingin dan menjauh dari Melissa.Setelah terbengong-bengon
"Aku langsung datang mencarimu karena melihat postingan itu, tapi kau waktu itu sudah tak ada sehingga aku melakukan berbagai cara untuk menemukanmu. Kalau kau mau berpikir dengan kepala dingin, bukankah kemarahanku ini wajar?"Melissa mendongak dari layar ponsel, menatap Damian yang masih tanpa ekspresi dengan tatapan penuh permintaan maaf.Jika saja sebelum Damian menghukumnya tadi malam dia sudah menjelaskan apa saja yang sebenarnya terjadi, Melissa tak akan semarah tadi.Namun, nasi sudah menjadi bubur.Dia terlanjur memarahi seseorang yang telah menolong hidupnya.Melissa tak tahu bagaimana hancurnya dia seandainya tadi malam dia benar-benar diperkosa tiga pria itu.Dan dia juga tidak tahu apakah itu akan menjadi pengalaman pertama dan terakhirnya jika sana Damian tidak datang menolong, karena Melissa mungkin akan terus dijual oleh Julia."Siapa yang akan rela seseorang yang dekat dengannya disentuh pria lain?"Pertanyaan Damian seperti palu besar yang memukul kepala Melissa, gad
Melissa nekat meraih pergelangan tangan remaja tampan dengan rambut warna caramell yang mirip cokelat madu tersebut dengan jemari gemetar.Dia adalah gadis yang begitu takut ditinggalkan seseorang, sejak kecil, ibunya terus mengatakan bahwa ayahnya pergi karena Melissa yang nakal dan tak menjadi anak yang penurut.Itulah kenapa selama ini, meski sering dimarahi atau dipukuli, Melissa lebih memilih menjadi anak yang penurut agar sang ibu tak meninggalkan dirinya.Dan saat ini, perasaan itu muncul lagi, perasaan ketakutan karena ditinggalkan oleh seseorang yang begitu istimewa di hatinya.Ini pertama kali Melissa mengalami hal seperti ini selain kepada ayah dan ibunya.Dia tak menyangka bahwa akan begitu ketakutan saat Damian mengatakan bahwa dia boleh pergi dari kamar Damian.Melissa takut Damian membuangnya."Maafkan aku, jangan-jangan menyuruh aku pergi, Tuan Muda," ucapnya dengan nekat, berusaha menahan Damian agar tak pergi dan tak menyuruh dia keluar dari kamar ini."Kenapa memang
Melissa menampik obat penurun panas yang diberikan Damian padanya dengan kening berkerut tak suka."Lalu bagaimana setelah aku meminum obat ini? Apakah setelah aku sembuh kau akan tetap menyiksa aku lagi? Kau tahu? Kemarahanmu tadi malam itu sangat tidak wajar."Melissa kembali mengungkit tentang kejadian tadi malam."Bagiku wajar, minum obatnya."Damian menggeleng tak peduli, dia kembali mengulurkan obat ke arah Melissa."Tidak mau. Lebih baik aku demam dan sakit daripada mematuhimu," tolak Melissa sambil membuang obat yang diberikan Damian padanya.Damian menatap butiran pil yang berceceran di lantai karena sikap Melissa tersebut, menghela napas panjang dan menatap Melissa dengan mata menyipit."Kenapa kau berubah keras kepala sekarang? Aku tak suka kau yang begini, Mel," ucap Damian dengan suara dingin.Melissa membalas tatapan tajam Damian dengan kening berkerut tak suka."Kenapa? Kau tanya kenapa, Tuan Muda? Itu karena aku lelah dengan sikapmu. Kau bilang datang ke kamar itu tida
"T-Tuan Muda, bolehkah aku keluar dari bak mandi sekarang?"Melissa yang bibirnya sudah sedikit membiru dan telapak tangan keriput karena ber jam-jam disuruh Damian berendam dalam bak mandi setelah kepulangan mereka dari motel itu, bertanya dengan badan gemetar menahan dingin.Damian yang duduk di luar kamar mandi, hanya mengangkat dagunya tanpa menjawab."Kumohon, izinkan aku keluar, aku sangat kedinginan."Melissa memeluk tubuhnya sendiri sambil menahan dingin, tatapan begitu memelas untuk menarik simpati Damian.Damian memandang gadis yang sedang berendam di bathtub kamar mandi berisi air dingin atas perintahnya, dengan ekspresi yang sama sekali tak berubah.Dingin dan menakutkan.Dia merasa belum puas menghukum Melissa dengan berendam di bak mandi penuh air dingin tanpa sehelai benang pun, untuk menyingkirkan sentuhan para berengsek itu dari tubuhnya.Namun, melihat wajahnya yang pucat dengan bibir sedikit membiru membuat Damian lama-lama kasihan juga.Merendamnya di bak mandi sel