Darren terbangun karena suara alarm di ponselnya.Bersungut-sungut, dia menjulurkan tangan untuk mengambil ponsel yang tak jauh darinya tersebut dan mematikan alarm.Kepalanya terasa sangat pening, dia sepertinya minum banyak semalam, dia harus meminta pembantu untuk membuatkan sup anti pengar sebagai sarapan nanti.Darren duduk seraya memegangi sebagian sisi kepalanya dengan telapak tangan.Tangannya meraih segelas air putih di atas nakas lalu meminumnya sampai habis setengah.Di mana ini?Dengan mata sedikit menyipit, Darren memandang sekelilingDarren baru sadar jika sekarang dia terjaga di kamarnya sendiri, padahal pria itu tak ingat kapan dia pulang semalam?Apakah dia menyetir sambil mabuk? Sepertinya tidak. Itu tidak mungkin.Darren mengarahkan kepalanya ke sisi samping tempat tidur, mendapati seorang perempuan berbaring memunggunginya.Awalnya, Darren mengira bahwa itu Alice, istrinya. Namun, saat dia mengerjap beberapa kali untuk memastikan penglihatannya, kedua mata pria itu
Melissa bertanya dengan malu, meraba bagian bawah di antara paha Darren, saat mengetahui bahwa barang Darren sudah mengeras dengan sempurna, ada kepuasan di mata Melissa.Masih dengan terus tersenyum puas, Melissa melepas ikat pinggangnya dan menarik turun celana suaminya tersebut yang kini menarik napas kasar, lalu dengan gerakan tak sabar menarik turun celananya ke bawah.Melissa bisa merasakan tubuhnya yang menggeliat aneh karena kerinduan yang aneh, padahal baru kemarin mereka terlibat percintaan yang panas di dalam mobil.Melissa melupakan rasa malu dan mencium lehernya seraya menggerakkan tangan lebih cepat di barang milik Darren, seakan tak tahan lagi, Darren menarik pergi tangannya dan membuka paha sang istri lebar-lebar sebelum kemudian mendorong barangnya masuk dengan kuat.Rasa kepuasan yang aneh menjalari diri Melissa saat melihat Darren yang begitu tenggelam dalam permainan ini, bulir keringat menempel di alisnya sebelum jatuh ke kening, membuat penampilannya terlihat san
"Haaa ...."Darren mengeluarkan desah panjang, dengan memejamkan mata dia menikmati saat benda besar miliknya tersebut keluar masuk di mulut Melissa.Rasanya benar-benar luar biasa!Wanita ini tidak hanya cantik, tapi dia pengulum yang handal padahal terlihat jelas bahwa sepertinya ini pengalaman pertama perempuan itu, tapi hisapannya benar-benar gila.Darren benar-benar tak salah memilih orang menjadi istrinya.Sementara Melissa hanya meringis saat merasakan panjang benda yang hampir mencapai pangkal tenggorokan tersebut.Beberapa air liur menetes dari ujung bibir yang segera diseka Melissa dengan punggung tangan."Hisap terus, Alice."Sambil menghisap, mata Melissa memandang wajah putih Darren yang terlihat menikmati kegiatan ini dengan mata terpejam, beberapa kali dia berkedip cepat karena sensasi aneh sesuatu yang sekarang berada dalam mulut.Air liur kembali menetes di ujung bibir Melissa, sementara itu dia terus berusaha mengulum sebaik yang dia bisa meski dengan susah payah, ag
"Kau tahu? Menunggu seharian di sini pun akan percuma, pria tua itu sedang menghukum kita karena datang sangat terlambat, jadi ... saranku, kita langsung pergi saja," bisik Darren di sebelah telinga Melissa sebelum wanita itu membuat keputusan."Sungguh?"Melissa benar-benar tak tahu jika kakek Darren yang merupakan konglomerat ternama itu, ternyata mempunyai sisi lain seperti ini.Darren mengendikkan bahu sebelum kemudian mengangguk dengan bibir mencibir."Aku sangat hafal dengan tingkahnya ini.""Hmmm, berarti kita datang lagi besok, atau bagaimana?"Melissa bertanya sambil memandang sekeliling.Rumah ini benar-benar mewah, Melissa sampai berpikir kalau dia tidak berada di dunia nyata.Pikirannya tersebut membuat senyum melengkung di bibir, bukankah ini memang bukan dunia nyata? Dia sedang berada di dunia novel, jadi kenapa dia berpikir terlalu dalam?"Tidak, kita tidak bisa datang seenaknya tanpa panggilan darinya atau akan mengalami hal ini lagi, kita hanya bisa menunggu sampai pr
Blam.Darren yang sudah kembali, masuk menutup pintu mobil dengan penuh emosi, duduk di kursi depan kemudi tanpa mengatakan apa pun.Dia seperti menganggap Melissa yang duduk di sampingnya, seakan-akan tidak ada, itu membuat Melissa tak enak hati.Dia tahu bahwa dirinya salah karena telah membiarkan laki-laki lain mencium dirinya padahal Melissa sudah menikah, tapi mengucapkan kata maaf di saat seperti ini sepertinya bukan hal yang tepat.Oleh karena itu, Melissa memilih untuk menutup mulutnya.Keheningan menyelimuti mereka berdua sementara mobil Darren berjalan mulus di atas aspal."Ren, m-maaf."Akhirnya, kata-kata itu keluar dari mulut Melissa yang tak tahan saling diam seperti ini dalam satu ruang."Diam, Alice," sergah Darren dengan cepat.Dia menggeleng-geleng dengan kedua tangan mencengkeram kemudi sampai buku-buku jarinya memutih.Sepertinya dia saat ini benar-benar sedang diliputi kemarahan yang membara, entah pembicaraan apa yang terjadi antara dirinya dan Bastian, tapi begi
Dia meraih tas untuk menutupi paha, di dalam kamar dia merasa tidak keberatan tapi begitu di mobil dalam ruangan terbuka seperti ini, itu adalah hal yang sangat memalukan!Bagaimana kalau setelah merobek pakaiannya seperti ini, Darren melemparkannya keluar dari dalam mobil?Wajah Melissa memucat seperti mayat hidup."Tolong, tolong maafkan aku! Aku janji tidak akan mengulanginya lagi, sungguh!" jerit Melissa sambil menangis histeris.Darren tetap tak menjawab dan mengabaikan Melissa seakan-akan jeritannya tersebut sama sekali mengganggu dirinya.Untunglah, Darren menyalakan mesin mobil dan mulai menjalankan mobilnya kembali.Hal itu membuat Melissa lega luar biasa."Kau tahu kenapa aku merobek bajumu?"Darren bertanya dengan dingin, yang dijawab Melissa dengan gelengan cepat."T-tidak tahu.""Karena sangat menggganggu pemandangan. Baju yang kau pakai itu sudah bersentuhan dengan Bastian. Aku jijik melihatnya," ucapnya dengan ketus dan dingin.Melissa hanya bisa diam dan menyeka air ma
Melissa secara refleks memegang pergelangan tangan Darren, hatinya yang lembut itu benar-benar tersentuh dengan apa yang diucapkan oleh ibu Darren.Dia seakan ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh sang ibu, jika benar GD grup diserahkan ayahnya kenapa cucu tiri, alih-alih putra kandung dari putrinya sendiri.Melissa bisa merasakan betapa sakitnya, jika dirinya mengalami hal itu.Pasti sangat menyedihkan dan mengenaskan.Darren melirik istrinya, yang sepertinya terbawa oleh drama yang diciptakan sang ibu, lalu mencibir sambil mengendikkan bahu.Ibu Darren tetua mengulangi kalimat bagaimana kalau dia kehilangan semuanya, dan anak sahnya malah mendapat sisa-sisa dari anak tiri."Ini rasanya seperti menginjak-injak harga diriku, Sayang. Aku tak mau dipermalukan seperti ini, Darren. Lalu, apa kau sanggup membayangkan, semua harta turun temurun kita, ternyata diambil alih oleh anak hasil perselingkuhan ayahmu? Bagaimana nasibku jika hal itu terjadi? Bagaimana jika Bastian ... Bastian
Dia tak melanjutkan ucapannya, menatap Bastian yang terlihat begitu rapuh, lalu menarik napas panjang."Umm, oke. Ini mungkin aneh, tapi ... boleh aku memelukmu? Tidak, bukan apa apa ... anggap saja yang memelukmu ini fans yang sangat peduli padamu, yang tidak ingin melihatmu menangis seperti ini, yang tidak kuat saat lihat kamu–"Rachel memukul mulutnya sendiri."Sial. Apakah aku sok tahu? Maafkan aku!"Dia kembali membungkuk berkali-kali karena telah lancang berbicara panjang lebar pada seseorang yang tak mengenalnya."Bodoh, bodoh!" rutuk Rachel pada dirinya sendiri.Namun, setelah beberapa detik dia membungkuk dan tak ada respons apa pun dari Bastian, Rachel pun mengangkat kepalanya.Matanya yang terlihat sipit saat menangis dan berkaca-kaca itu tak merespons saat mata mereka saling bersitatap, hanya memandang Rachel dengan tatapan kosong dan bahu melorot.Refleks, tanpa menunggu persetujuan Bastian, Rachel merengkuh pundaknya, karena tingginya yang jauh lebih tinggi dariku, memel
Dia bahkan berjanji akan melakukan yang terbaik untuk membuat Damian nyaman dengan dirinya."Sudah terlalu banyak rasa sakit, aku ingin melupakan semuanya dan bahagia hidup sendiri-sendiri," tutup Melissa.Dia benar-benar ingin melupakan segala hal tentang ibunya."Jadi? Kau pilih mana?""Tentu saja aku akan di sini, bersamamu. Bahkan jika tidak menjadi istrimu di masa depan, aku tetap akan memilih tinggal di sini."Melissa menjawab tanpa ragu, dalam hati, dia sudah mendedikasikan diri sebagai pembantu Damian yang paling setia, untuk membalas kebaikannya ini.Damian langsung memeluk dan mencium Melissa saat mendengar jawaban gadis tersebut."Terima kasih, aku benar-benar mengharapkan jawaban ini darimu, Melly."Kata-katanya terdengar begitu tulus. Damian lega karena Melissa lebih memilih berada di sisinya daripada pergi ke ibunya yang kini menjadi istri orang kaya setelah menjadi pelakor."Aku justru senang bisa mendapat tempat tinggal gratis, jangan khawatir, aku tidak akan merepotka
"T-tolong maafkan aku."Melissa segera menjatuhkan tubuhnya dan duduk bersimpuh di hadapan Damian, dia menunduk dalam menunjukkan bahwa sedang sangat menyesal atas nama ibunya.Namun, reaksi Damian di luar dugaan Melissa, dia yang tadi marah kini malah tertawa terbahak-bahak."Astaga, ekspresimu lucu sekali, Melly!" serunya dengan tatapan geli, membuat Melissa segera mendongak dengan pandangan bertanya.Tentu saja dia semakin kebingungan. Padahal beberapa detik lalu Damian terlihat marah, kenapa sekarang dia malah tertawa terbahak-bahak?"A-apa maksudmu? Kau sedang menculik dan menyekapku karena kesalahan yang dilakukan ibu, 'kan? Jadi, kumohon, beri aku keringanan atas hukuman ini," ucap Melissa dengan ekspresi memohon.Damian mengulurkan tangannya, meminta Melissa menyambut uluran tangan tersebut dan membuat Melissa bangkit dari duduknya di lantai.Kini Damian duduk dan Melissa berdiri, mereka saling berpegangan tangan."Hmmm, bagaimana, ya? Kalau aku tidak mau, kau akan melakukan a
Melissa menutup wajah Damian yang begitu tampan memesona dengan kedua tangan, agar dia tak semakin tenggelam dalam jerat ketampanan majikannya tersebut."Sudahlah. Jangan lanjutkan lagi omong kosong ini, ayo kita tidur," ucap Melissa mengalihkan pembicaraan.Damian tertawa dengan suara rendah, meraih tangan Melissa di mukanya dan menaruh tangan gadis itu di pinggang Damian."Baiklah ayo kita tidur, calon istriku."Kini gantian Melissa yang tertawa mendengar ucapan Damian, lalu mengikuti pria itu untuk memejamkan mata.Setelah badai yang terjadi tadi malam, ini adalah saat terbaik semasa hidupnya.Berpelukan dengan Damian adalah hal yang membuat dirinya tenang sehingga bisa tidur dengan nyenyak tanpa teringat lagi ketakutan akan peristiwa beberapa jam lalu.Hari ini ditutup dengan sebuah kebahagiaan. Melissa merasa seperti ada beban besar yang terangkat dari tubuhnya.Dia bukan bayang-bayang Bu Yuna. Di mata Damian, dia adalah Melissa, seseorang yang begitu istimewa.'Kalau ini mimpi,
"Damian, apa yang kau lakukan?"Melissa bertanya dengan tenggorokan tercekat saat Damian membelai lembut bagian sensitifnya tersebut.Meskipun rasanya sedikit nyaman saat telapak tangan yang besar itu membelai bulu-bulu halus di vagina Melissa, karena baru saja dicukur, bulu-bulu yang baru tumbuh itu rasanya gatal bukan main sehingga kadang-kadang Melissa diam-diam menggaruknya."Omong-omong ... gatal tidak rasanya?"Pertanyaan Damian, yang menggesek jari-jarinya di sana, membuat Melissa seketika kena mental."A-apanya?"Melissa masih tak mau mengakui bahwa rasanya nyaman sekali saat Damian menggaruk tempat yang ditumbuhi bulu-bulu halus tersebut.Damian menepuk bagian sensitif Melissa tersebut sebagai isyarat."Ini, kau baru mencukurnya beberapa hari lalu, 'kan? Biasanya selesai dicukur akan sangat gatal saat sedang tumbuh seperti ini. Bukankah begitu?"Melissa memejamkan mata, menyembunyikan debar yang menggila saat Damian dengan lembut menggaruk bagian tubuhnya yang memang terasa s
Damian melakukan sesuatu yang tak terduga di tengah situasi menegangkan tersebut.Dia tiba-tiba menyingkir dari atas tubuh Melissa dan mengulurkan tangan untuk membantu gadis itu berdiri."Aku sudah cukup puas dengan caramu berterima kasih, sekarang, ayo kita beristirahat."Damian mengatakan itu sambil berjalan menuju ranjangnya dan membaringkan tubuh di sana, meninggalkan Melissa yang terbengong-bengong dengan sikap Damian yang berubah-ubah dalam sekejap tersebut.Baru saja, baru beberapa menit, Melissa melihat dengan jelas hasrat yang begitu membara dari mata Damian saat tengah menatap dirinya.Remaja lelaki itu seakan bersiap untuk melahap tubuh Melissa sampai habis.Melissa begitu berdebar melihat tatapan penuh nafsu dari remaja tampan tersebut, entah kenapa ada sebuah kebanggaan saat tatapan tajamnya hanya tertuju pada Melissa.Namun, Melissa merasa seketika linglung saat menghadapi sikap Damian ini, dia tiba-tiba kembali dingin dan menjauh dari Melissa.Setelah terbengong-bengon
"Aku langsung datang mencarimu karena melihat postingan itu, tapi kau waktu itu sudah tak ada sehingga aku melakukan berbagai cara untuk menemukanmu. Kalau kau mau berpikir dengan kepala dingin, bukankah kemarahanku ini wajar?"Melissa mendongak dari layar ponsel, menatap Damian yang masih tanpa ekspresi dengan tatapan penuh permintaan maaf.Jika saja sebelum Damian menghukumnya tadi malam dia sudah menjelaskan apa saja yang sebenarnya terjadi, Melissa tak akan semarah tadi.Namun, nasi sudah menjadi bubur.Dia terlanjur memarahi seseorang yang telah menolong hidupnya.Melissa tak tahu bagaimana hancurnya dia seandainya tadi malam dia benar-benar diperkosa tiga pria itu.Dan dia juga tidak tahu apakah itu akan menjadi pengalaman pertama dan terakhirnya jika sana Damian tidak datang menolong, karena Melissa mungkin akan terus dijual oleh Julia."Siapa yang akan rela seseorang yang dekat dengannya disentuh pria lain?"Pertanyaan Damian seperti palu besar yang memukul kepala Melissa, gad
Melissa nekat meraih pergelangan tangan remaja tampan dengan rambut warna caramell yang mirip cokelat madu tersebut dengan jemari gemetar.Dia adalah gadis yang begitu takut ditinggalkan seseorang, sejak kecil, ibunya terus mengatakan bahwa ayahnya pergi karena Melissa yang nakal dan tak menjadi anak yang penurut.Itulah kenapa selama ini, meski sering dimarahi atau dipukuli, Melissa lebih memilih menjadi anak yang penurut agar sang ibu tak meninggalkan dirinya.Dan saat ini, perasaan itu muncul lagi, perasaan ketakutan karena ditinggalkan oleh seseorang yang begitu istimewa di hatinya.Ini pertama kali Melissa mengalami hal seperti ini selain kepada ayah dan ibunya.Dia tak menyangka bahwa akan begitu ketakutan saat Damian mengatakan bahwa dia boleh pergi dari kamar Damian.Melissa takut Damian membuangnya."Maafkan aku, jangan-jangan menyuruh aku pergi, Tuan Muda," ucapnya dengan nekat, berusaha menahan Damian agar tak pergi dan tak menyuruh dia keluar dari kamar ini."Kenapa memang
Melissa menampik obat penurun panas yang diberikan Damian padanya dengan kening berkerut tak suka."Lalu bagaimana setelah aku meminum obat ini? Apakah setelah aku sembuh kau akan tetap menyiksa aku lagi? Kau tahu? Kemarahanmu tadi malam itu sangat tidak wajar."Melissa kembali mengungkit tentang kejadian tadi malam."Bagiku wajar, minum obatnya."Damian menggeleng tak peduli, dia kembali mengulurkan obat ke arah Melissa."Tidak mau. Lebih baik aku demam dan sakit daripada mematuhimu," tolak Melissa sambil membuang obat yang diberikan Damian padanya.Damian menatap butiran pil yang berceceran di lantai karena sikap Melissa tersebut, menghela napas panjang dan menatap Melissa dengan mata menyipit."Kenapa kau berubah keras kepala sekarang? Aku tak suka kau yang begini, Mel," ucap Damian dengan suara dingin.Melissa membalas tatapan tajam Damian dengan kening berkerut tak suka."Kenapa? Kau tanya kenapa, Tuan Muda? Itu karena aku lelah dengan sikapmu. Kau bilang datang ke kamar itu tida
"T-Tuan Muda, bolehkah aku keluar dari bak mandi sekarang?"Melissa yang bibirnya sudah sedikit membiru dan telapak tangan keriput karena ber jam-jam disuruh Damian berendam dalam bak mandi setelah kepulangan mereka dari motel itu, bertanya dengan badan gemetar menahan dingin.Damian yang duduk di luar kamar mandi, hanya mengangkat dagunya tanpa menjawab."Kumohon, izinkan aku keluar, aku sangat kedinginan."Melissa memeluk tubuhnya sendiri sambil menahan dingin, tatapan begitu memelas untuk menarik simpati Damian.Damian memandang gadis yang sedang berendam di bathtub kamar mandi berisi air dingin atas perintahnya, dengan ekspresi yang sama sekali tak berubah.Dingin dan menakutkan.Dia merasa belum puas menghukum Melissa dengan berendam di bak mandi penuh air dingin tanpa sehelai benang pun, untuk menyingkirkan sentuhan para berengsek itu dari tubuhnya.Namun, melihat wajahnya yang pucat dengan bibir sedikit membiru membuat Damian lama-lama kasihan juga.Merendamnya di bak mandi sel