“Nathan!” teriak gadis itu, ia setengah berlari lalu memeluk Nathan. Bukan hanya Nina dan tante Sophia yang terkejut, tapi Nathan pun tidak kalah terkejutnya. “Christy?” tanya Nathan kaget, “bagaimana kamu bisa ada di sini?” Sontak Nathan menatap Mike, yang ditatap garuk-garuk kepala. “Sorry Tan, aku nggak bisa sembunyi dari bocah ini,” ujar Mike membela diri. “Sembarangan, aku bukan bocah, aku sudah dewasa,” sahut Christy sambil mendelik pada Mike. “Dewasa, tapi kelakuan kamu itu masih seperti bocah, main lari langsung peluk tanpa permisi, bikin orang kaget aja,” oceh Mike, “lihat tuh kakak ipar dan tante jadi bingung.” Saat itulah Christy menoleh pada Nina, mulut gadis itu pun membulat karena terkejut. “Oh, kamu ... Nina, kan?” “Hai Christy apa kabar? Kita ketemu lagi,” sapa Nina sambil tersenyum manis, sesungguhnya ia masih belum jelas siapa gadis remaja ini, tapi Nina bisa meraba sepertinya ia adalah dari keluarga Nathan. “Loh, kalian sudah saling kenal?” tanya Nathan bingun
“Maaf Nyonya, Anda tidak bisa main masuk begitu saja, sesuai aturan Anda harus menunggu sampai di izinkan masuk.” Petugas security berkeras menahan wanita itu.“Brengsek! aturan apa? aku tidak perlu izin, aturan itu tidak berlaku untukku, memangnya kalian tidak tahu siapa aku, hah?” bentak wanita itu dengan angkuh.“Maaf Nyonya, saya hanya menjalankan tugas. Jadi silahkan kami lihat identitas Anda untuk memastikan.”“Kurang ajar! baru jadi security rendahan saja sudah banyak tingkah, aku bahkan bisa memecat kalian!” hardik perempuan itu sambil berkacak pinggang. “Dengar! Aku adalah Sonya Carter, istri dari Nathan Wilson bos kalian.”Kedua security itu pun saling bertatapan, Sonya menyeringai merasa menang, namun salah satu security berkata yang membuat wanita itu naik pitam.“Maaf Nyonya, kami tidak pernah mendengar jika Pak Nathan mempunyai istri, jadi tolong Anda tunggu sebentar saya akan mengkonfirmasikan ke dalam.”“Lancang! kamu harus diberi pelajaran!” Sonya mengangkat tangannya
Sonya diseret ke luar dengan paksa, ia terus mengeluarkan sumpah serapah, hal itu kembali menarik perhatian para karyawan lain yang menatap Sonya sambil berbisik-bisik. “Lepasin! aku bisa jalan sendiri!” bentak Sonya, namun kedua security itu tidak menghiraukannya, mereka terus memegangi kedua tangan Sonya dan menariknya ke luar. Setelah berada di luar area kantor, barulah kedua security itu melepaskan tangan Sonya. “Brengsek! awas ya! kalian semua akan menyesal!” maki Sonya sambil berteriak, namun kedua security itu tidak menghiraukannya, mereka langsung balik badan kembali ke tempat tugas. Sonya sangat marah, ia menghentakan kakinya lalu menghempaskan tubuhnya masuk ke dalam mobilnya. Wanita itu merasa sangat putus asa, karena hari ini ia harus membayarkan hutangnya pada Nina atau ia akan kehilangan villa nya di NJ. “Nyonya kita akan ke mana?” tanya sopir. “Bar,” jawab Sonya singkat, ia memejamkan mata, memutar otak bagaimana caranya supaya tidak kehilangan villa miliknya. Villa
Nathan menghela napas sebelum akhirnya menerima panggilan itu dan menyapa si penelepon. “Halo, Nathan. Kamu lagi di mana?” terdengar suara seorang lelaki di ujung telepon ketika Nathan menerima panggilan itu. “Kenapa memangnya, Kek? kok pake nanya aku lagi di mana?” jawab Nathan balik bertanya. “Ini anak, nggak sopan sekali ditanya apa jawab apa,” gerutu Tuan Wilson, kakek Nathan. “Hehe sorry, Kek. Lagian nggak biasanya kakek menelponku di jam sibuk begini, ini hari Senin Kek, hari sibuk.” Nathan menjawab diplomatis. “Iya kakek tahu ini waktu sibuk, kalau kamu kapan nggak sibuknya? weekend aja masih sibuk, kan?” “Nah itu kakek tahu,” seloroh Nathan sambil tersenyum, “jadi hal penting apa yang mau kakek sampaikan?” “Hmh, kamu itu Tan, kapan bisa rileks sih? udah seperti robot saja.” terdengar helaan napas berat tuan Wison, jauh di hatinya ia merasa kasihan pada cucunya itu. “Loh, bukankah ini yang kakek inginkan? Kakek kan ingin Nathan membesarkan Wils? Sekarang cucumu ini sedan
Di depan pintu itu dihiasi dengan dekorasi mawar, ada juga karangan bunga cantik berisi ucapan selamat atas pernikahan, bersandar cantik di dekat lift. Bukan hanya Nina yang terkejut, Nathan juga heran, ini diluar rancangan dia. Nathan memang merancang kejutan untuk Nina, tapi di dalam lift dan dekorasi di kamarnya. Ia membaca ucapan dan pengirim flower board wedding itu, tertera dari staf dan manajemen appartemen. Nathan pun tersenyum, ternyata keberadaannya menjadi warga di appartemen itu cukup dihargai. Ketika Nathan akan menekan tombol lift, tiba-tiba datang dua orang membawa buket bunga dan lei, yaitu karangan bunga berbentuk lingkaran sebagai ucapan selamat. “Selamat Tuan dan Nyonya Wilson,” ucap seorang pria sambil menjabat tangan Nathan. “Selamat datang Nyonya Wilson, kami mewakili staf manajemen dan juga keamanan appartemen menyambut kedatangan Anda sebagai penghuni baru kami,” ucap seorang wanita seraya mengalungkan Lei ke leher Nina. “Terima kasih, kami menantikan kehadi
Semua yang hadir saat itu terkejut, ada yang mengira itu ayah Nina atau kerabat lainnya, namun tidak dengan tante Sophia, ia memperhatikan laki-laki itu, seketika matanya berkaca-kaca.“Selamat ya, Sayang. Maafkan Om tadi siang tidak bisa hadir, masih diperjalanan dari Sydney, ini baru tiba Om langsung ke sini.”“Ya ampun, Om. Pasti sangat lelah, setelah menempuh perjalanan jauh.”“Nggak apa-apa, Sayang. Om akan sangat menyesal jika tidak bisa hadir di hari spesialmu ini. Kamu sangat cantik, mirip sekali dengan Katy. Om sampai linglung, sungguh tadi Om kira kamu Katy.”Ada kesenduan pada kata-kata lelaki itu, kerinduannya pada Katherin Thompson ibu kandung Nina nyaris membuatnya lupa diri saat melihat Nina dalam balutan gaun pengantin, persis seperti ibunya dulu. Entah kebetulan atau apa, saat ibu Nina menikah dulu, juga mengenakan gaun pengantin dengan warna yang sama dengan yang dikenakan Nina sekarang.Nina memeluk erat Om Jhon, hatinya bergejolak, ia seolah merasakan kembali kehad
Nathan bingung dengan apa yang terjadi pada istrinya, ia menoleh mencari-cari Mike, karena Mike juga ikut terlibat pada acara malam ini, namun tidak menemukan. Ketika ia hendak menghubungi panitia acara, tiba-tiba kejutan lain terjadi. Tepat di tengah-tengah panggung acara utama terpampang sebuah layar, disana muncul berbagai foto-foto Nina bersama Laura, bersamaan dengan itu terdengar suara seorang gadis bernyanyi. Nathan menghela napas, kini ia mengerti mengapa istrinya menitikkan air mata, apalagi mendengar syair dari lagu yang berisi tentang ketulusan seorang sahabat itu. Nathan segera merengkuh istrinya dan mengajaknya untuk duduk, menikmati sajian spesial dari sahabat mereka. Nina tak berkedip menatap layar, ia tersenyum sambil ikut bernyanyi namun matanya sudah basah. Di bagian samping layar, tirai pun terbuka, seorang gadis dengan mengenakan gaun baby blue sedang memainkan piano sambil bernyanyi, kini semua yang hadir bisa melihat gadis itu, dan tahu bahwa ia adalah sahabat
Mike terkesiap, ia segera menoleh, seorang lelaki dengan wajah dingin berbisik di telinganya. Mike melirik Nathan yang masih dalam euforia di lantai dansa, diam-diam ia menyelinap mengikuti laki-laki tadi. “Bagaimana, Bill?” tanya Mike setelah berada diruang lain yang sepi. “Banyak paparazi dan pemburu berita berkeliaran di luar,” sahut Bill. “O, shit! Nathan dan Nina akan segera ke luar,” gerutu Mike kesal, “bagaimana mereka bisa tahu? apa ada info yang bocor?” “Mereka memang biasa berkeliaran di tempat-tempat seperti ini, tapi sepertinya mereka sudah mencium pesta ini.” Bill dan Mike terdiam, keduanya berusaha memutar otak dan mencari solusi bagaimana supaya Nathan dan Nina bisa keluar tanpa terlihat para pemburu foto dan berita itu. “Apa ada masalah?” tanya Nathan yang tiba-tiba masuk, sontak Mike dan Bill terkejut. Rupanya ketika Bill membisiki Mike tertangkap oleh mata tajam Nathan. Mike dan Bill pun tak bisa berkelit lagi, Mike menceritakan mengenai keberadaan para paparaz
Nathan tertegun, “Maaf, maksudnya bagaimana?” “Begini, Sir. Saya adalah president direktur di salah satu perusahaan di Belfast, jadi saya bisa dengan mudah memberikan Anda jabatan di perusahaan saya, sehingga Anda tidak menganggur di sini.” Pria itu berkata dengan bangga, ia adalah suami dari salah satu sepupu Nina yang tidak memiliki peranan di Kastil O’Meisceall, ia bisa hadir di acara itu karena sang istri mendapat undangan, sebab ayahnya adalah salah satu sepupu Lord Arthur. “Oh, terima kasih atas penawaran dan kebaikan Anda.” Nathan menjawab sambil tersenyum, meskipun jauh di hatinya ia kesal, karena secara tidak langsung mereka menuduh Nathan menumpang hidup pada keluarga istrinya. Secara kebetulan Aran mendengar pembicaraan lelaki itu, ia merasa berkewajiban meluruskan semuanya. “Haha, apa yang kau tawarkan pada Sir Nathan Wilson tadi?” Aran tertawa sambil mendekati Nathan dan pria tadi, tentu saja tawa Aran itu mengundang perhatian yang lain, sehingga mereka semua menoleh
“Tan, kamu harus segera kembali ke Philly.” Kakek Wilson meminta Nathan kembali. Nathan tertegun, mengapa kakeknya memintanya kembali. Sang kakek pun menjelaskan kalau ia sudah berunding dengan paman dan tante Nathan akan mengadakan perayaan atas kehamilan Nina. Karena ini adalah cicit pertamanya dan cucu pertama mereka. “Ya ampun aku kira ada apa, Kek.” Nathan tertawa mendengar penjelasan kakeknya. “Tapi maaf kek, aku dan istriku belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena saat-saat ini adalah saat-saat rawan untuk kehamilan istriku, ia akan kelelahan melakukan penerbangan jauh.” Terdengar helaan napas kakek Wilson. “Apa kondisi Nina kurang bagus?” “Oh, semuanya bagus, kek. Di sini aku tidak perlu khawatir, karena di Kastil ini ada dokter dan perawat keluarga yang mengawasi dengan ketat, termasuk makanan untuk istriku pun dibuat khusus dengan nutrisi yang tepat untuk usia kehamilan istriku. Selain itu, di sini juga aku tidak perlu khawatir ada orang-orang yang berniat tidak b
“Hal penting, hal penting apa Nathany?” tanya Nina bingung.“Sayang, sebulanan ini kita full bercinta, tidak ada libur semalam pun.”“Kamu bosan, Nathany? Atau lelah?” potong Nina cepat, keduanya adalah pasangan muda yang masih sangat bergairah dalam berhubungan intim.Nathan terkekeh mendengar komentar istrinya. “Bagaimana mungkin aku bosan, sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sering minta nambah.”“Hm, terus?” Nina bingung dengan sikap suaminya.“Aku hanya heran untuk bulan ini, buan-bulan sebelumnya aku biasa libur seminggu di awal bulan, menunggu tamu bulananmu selesai, tapi bulan ini ...”“Nathany.” Nina tersentak mendengar suaminya menyinggung soal tamu bulanan, ia segera bangun dan mengambil ponselnya untuk melihat kalender bulanannya.“Ya Tuhan! Nathany!” Nina terpekik seraya menutup mulutnya.“Kenapa, sayang?” Nathan bangun dan ikut tegang.“My Hubby Baby, aku sudah telat 6 hari,” ujar Nina gembira.“Oh, benarkah?” Nathan terkejut, Nina mengangguk sambil menunjukan jadwal kale
“Dad...” Aran bergumam, matanya berkaca-kaca melihat sang ayah terlihat gagah dan sehat. Sungguh suatu keajaiban. Sebelumnya, sang ayah terlihat tak berdaya, jangankan untuk bisa berjalan seperti itu, untuk bangun saja harus dipapah.Lord Arthur tersenyum pada Aran dan Nathan hangat, ia pun menuju kursi tempat duduknya di tengah-tengah, sedangkan Nina duduk di sebelah kanan di dekatnya, Nathan duduk di samping Nina. Aran duduk berseberangan dengan Nina, ia berada di sebelah kiri ayahnya.“Maaf ya kalau kalian lama menunggu, tadi babby Aliceku tertidur,” ucap Lord Arthur tersenyum sambil melihat Nina yang juga tersenyum malu.“Tidak apa-apa, Dad. Aku sangat bahagia melihat kondisi Daddy sekarang, sungguh suatu keajaiban.” Aran berkata dengan antusias.“Itu benar, Aran. Kita akan merayakan kedatangan Lady Maxwell, sekaligus pengukuhan gelarnya dan pencatatan namanya di daftar keluarga Maxwell.”Lord Arthur berkata dengan penuh semangat, ia memerintahkan Fred untuk mempersiapkan segala s
“Masalahnya, aku curiga dengan istriku, kak.” Nathan berujar sambil menatap kakak iparnya, wajah tampannya terlihat serius. Wajah Aran pun tak kalah serius melihat adik iparnya seperti itu, curiga? Curiga apa?“Maksudnya bagaimana? Curiga sama Alice? Curiga dalam hal apa?”Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut bangsawan muda itu. Nathan menghela napas, ia menjelaskan kalau Nina masih muda, energik dan bukan tipikal wanita manja yang suka mengeluh. Sejak kecil, ibunya telah melatihnya untuk bisa mandiri. Ia selalu tahan menghadapi kesulitan apa pun tanpa pernah mengeluh. Kalau hanya naik turun tangga, itu bukan hal yang bisa membuatnya mengeluh.Dari semenjak Nathan mengenal Nina, tidak pernah wanita itu mengeluh hal apa pun padanya, mereka memang suka mendiskusikan berbagai hal, namun bukan sebagai keluhan. Namun, Nathan ingat, Nina pernah mengeluh sering lelah, gampang merasa capek dan inginnya bermalas-malasan di kamar. Dan itu terjadi beberapa hari sebelum insiden penabrakan terj
Nina dan Nathan tertegun, berita penting? Berita penting apa? Bukankah jamuan makan malam masih akan berlangsung satu jam lagi? Nina dan Nathan segera menemui tuan Fred, lelaki itu diutus secara pribadi oleh Lord Arthur untuk menjemput Nina ke ruangan pribadinya. Nina tertegun, jantungnya berdetak tak menentu, hal yang telah lama ia nanti-nantikan, bertemu langsung dengan sang ayah sebagai anak dan ayah. Nathan bisa merasakan kegelisahan sang istri, ia menepuk bahu Nina dengan lembut, lalu menggenggam erat tangan Nina yang mulai terasa dingin. Nathan mengangguk sambil tersenyum untuk memberikan dukungan. “Ayo sayang, ini waktu yang sekian lama kamu tunggu-tunggu. Aku akan menggendongmu sampai ke bawah.” Nathan mengelus sang istri dengan lembut, Nina mengangguk, support dari sang suami telah membuatnya tenang. Nathan menggendong Nina menuruni anak tangga, meskipun Nina menolak namun Nathan langsung membopong sang istri. “Silahkan sayang, aku akan menungggumu di depan paviliun ini s
Tiba-tiba, Nina merapatkan tubuh pada suaminya. “Nathany, apa aku bermimpi?” bisik Nina. “Kenapa, sayang?” balas Nathan heran. “Bangunan di depan kita ini seperti ilustrasi di cerita-cerita dongeng.” Nina menatap bangunan tinggi yang berdiri di hadapannya, ada beberapa menara menjulang di tiga sisi. Cahaya terpancar dari setiap jendela yang terlihat di keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu alam yang kokoh itu. “Namanya kastil-kastil kuno Eropa ya begini, sayang. Para illustrator kan membuat gambar berdasarkan gambaran real yang pernah ada, lalu mereka menambahkan imajinasi untuk memperkaya kreasi mereka.” Nathan menjelaskan sambil ikut menatap bangunan kuno namun megah itu. “Lho kalian kenapa berdiri di sini?” Aran menghampiri mereka yang masih belum beranjak, padahal kendaraan yang mengantar mereka sudah pergi. “Kami takjub dengan pemandangan kastil ini, kak. Benar kan, sayang?” Nathan menjawab yang ditimpali dengan anggukan Nina. “Sepertinya, usia kastil ini sudah cukup t
“Takut? Takut kenapa, my love?” Nathan tertegun, ia menatap sang istri, dan terlihat kegugupan di wajah cantik itu. “Bukankah ini adalah saat-saat yang sudah lama kamu nantikan, bertemu dengan ayah kandungmu.” “Benar Nathany, aku memang sangat merindukan Daddy, tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan nanti, apa yang harus aku katakan? Aku takut nanti malah menjadi asing dengan ayahku sendiri.” Nina menghela napas pelan, pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya. “Kamu tahu kan, Nathany. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ayah, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi dan berbakti pada seorang ayah.” Nathan terdiam mendengar ucapan istrinya, bagaimanapun ia lebih beruntung dari Nina karena selama delapan belas tahun Nathan hidup dalam kasih sayang kedua orang tua lengkap, jadi ia bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Sedangkan Nina, ayahnya meninggalkannya saat ia baru berumur 1 tahun, belum ada memory yang tertinggal di ingatannya tentang sa
“Will, lihat itu!” tukas tuan Carter, matanya tak lepas dari sepasang anak muda yang sedang berdansa diantara pasangan-pasangan lainnya. Kakek Wilson pun mengikuti arah tatapan sahabatnya, kakek Nathan itu tertegun.“Christy? Siapa anak muda itu? Apa mungkin teman kuliahnya?” gumam kakek Wilson.“Itu cucu perempuanmu kan, Will?” tanya tuan Carter memastikan, kakek Wilson mengangguk.“Kamu tahu siapa pemuda yang sedang berdansa dengan cucumu?” tanya tuan Carter lagi, ada riak kegembiraan di wajahnya, sedangkan kakek Wilson hanya mengedikkan bahu.“Itu Bob, cucukku,” jawab tuan Carter sambil tersenyum.“Oh, itu yang namanya Bob?”“Yeah, benar Will. Aku memang belum sempat mengenalkan padamu, selama ini dia sibuk belajar di luar negeri, pas kembali langsung aku suruh memegang perusahaan dibawah bimbingan Nathan.”Kakek Wilson manggut-manggut, tapi bagaimana keduanya bisa saling mengenal dan terlihat langsung akrab begitu? Kedua kakek itu pun heran. Dulu mereka susah payah untuk menyatuka