“Apa? Pesta pernikahan si Nathan? Bagaimana kamu bisa tahu, Jen?” tanya Sonya heran.Terdengar helaan napas Jenny. “Berita itu sudah menyebar dan viral di kota ini, tuan besar Wilson akan merayakan secara besar-besaran pernikahan cucunya, Nathan Wilson. Hampir semua kalangan menengah ke atas diundang, dari mulai pengusaha hingga para selebritis. Bahkan akan diliput statsiun televisi terkemuka secara live.”Sonya tertegun, benarkah begitu? Tapi mengapa ia tidak dengar apa-apa? Mengapa kakeknya atau keluarganya tidak memberitahukannya?“Son, kakekmu adalah sahabat tuan besar Wilson, pastilah tahu akan hal itu. Apa kakekmu tidak memberitahumu?”Sonya menggeleng perlahan, ia merasa ada yang aneh dan nggak beres dengan kakek dan keluarganya.“Mungkin kakekmu sibuk, son. Jadi belum sempat memberitahumu, lagian acaranya masih dua mingguan lagi.” Jenny menghibur dan meyakinkan Sonya, ia seakan bisa merasakan kegelisahan sahabatnya itu.“Apa kamu akan datang, Jen?” tanya Sonya tibaa-tiba.“Yea
“Sonya, ada yang ingin aku katakan padamu.” Jenny berkata dengan bersungguh-sungguh.“Kenapa Jen? Apa kamu takut sama mereka?” Sonya tersenyum sinis.Jenny menghela napas panjang, “Ini bukan masalah takut atau tidak takut, Son. Masalahnya ini Philly, bukan New York, keluarga Wilson adalah keluarga berpengaruh dan berkuasa di sini, sedapat mungkin kita harus menghindari berurusan dengan mereka.”Sonya tertawa mendengar alasan Jenny, itu sama juga dengan takut. Sonya menegaskan kalau ia sama sekali tidak takut dengan keluarga Wilson, ia mengenal mereka lebih dari Jenny mengenalnya, keluarga Carter juga tidak kalah besarnya dari keluarga Wilson.“Itu salah satu alasan lainnya mengapa kamu harus bisa menjaga sikap, Son. Jaga nama baik kakekmu. Jika kakekmu tahu kamu membuat keributan dengan mereka, apalagi kamu sudah tidak punya ikatan kontrak dengan Nathan, aku bisa menebak, kakekmu pasti akan marah padamu.”Sonya tidak berkomentar atas ucapan Jenny yang terakhir, karena ia datang ke s
“Keputusan? Keputusan apa, Mom?” tanya Sonya terkejut, ada kekhawtiran di dalam hatinya. Nyonya Delilah tak serta merta menjawab, wanita itu bergeming di tempatnya, wajahnya datar seakan tak ada lagi emosi di wajah yang nampak lelah itu.“Mom, ada apa? Jangan bikin aku bingung.” Sonya kembali mendesak. Nyonya Delilah kembali menghela napas berat.“Sonya, mulai sekarang kamu tidak bisa menggunakan nama Carter sebagai nama belakangmu.” Nyonya Delilah bergumam, namun suaranya cukup jelas terdengar di telinga Sonya.“Apa? Apa maksudnya, Mom? Lelucon macam apa ini?”Nyonya Delilah menatap putrinya sambil menggeleng lemah, “tidak, Sonya. Ini bukan lelucon.”“Maksudnya bagaimana, Mom? Aku adalah cucu sah di keluarga Carter, aku anak sah Daddy, putra tuan Carter, mengapa aku tidak bisa mengggunakan nama Carter?”“Benar, Sonya. Kamu memang putri sah ayahmu, tapi kakekmu telah mencoret namamu sebagai ahli warisnya.”“Apa?!” pekik Sonya, apa yang dikatakan ibunya bagaikan petir di siang bolong.
“Apa-apaan ini? Apa yang kalian lakukan?” Sonya berteriak sambil meronta, namun kedua pelayan itu mencekalnya dengan kuat.“Maaf Nona, Anda tidak diperkenankan mendekati tuan,” ujar salah satu dari pelayan itu. Sonya tertegun, ia menatap kakeknya seakan tak percaya dengan semua itu.“Kakek ...” ucap Sonya lirih.“Untuk apa kau datang ke mari, pintu rumah ini sudah tertutup untukmu.”Kata-kata tuan Carter diucapkan dengan datar, namun terdengar sangat tajam di telinga Sonya. Seketika air mata tumpah di wajah wanita yang selama ini terlihat keras dan angkuh.“Kakek ... Mengapa kau tega mengatakan itu pada cucu kandungmu sendiri,” ucap Sonya lirih, suaranya terbata-bata disela isak yang mulai merangsek.“Cucu?” ulang tuan Carter, “Aku tidak mempunyai cucu seorang pelacur, keturunanku adalah orang baik-baik dan terhormat.”Seketika Sonya merasakan tubuhnya lemas, perlahan ia berlutut, tubuhnya bergetar.“Maafkan aku, kek. Aku terpaksa melakukannya, kakek tahu kan, biaya hidup di New York
“Mengenaskan? Mengenaskan bagaimana?” tanya kakek Wilson penasaran.“Penampilannya mengenaskan, Dad. Rambutnya acak-acakan, dia duduk di pinggir jalan sambil menangis, pokoknya beda jauh dari penampilannya sebelumnya yang sombong dan angkuh.” Nyonya Barbara mendeskripsikan kondisi Sonya yang dilihatnya.“Ah masa sih, Auntie? Apa Auntie yakin itu si nenek sihir Sonya? soalnya aku dan Mom serta kakak ipar baru bertemu dia bebebrapa waktu sebelumnya, saat kami di mall.” Christy menyela penjelasan tantenya.“Benar lah Chris, mata auntie mu ini belum rabun, uncle kamu juga lihat.” Nyonya Barbara menoleh pada suaminya yang direspond dengaan anggukan, mengiyakan ucapan istrinya. “Tadi, aku hampir turun untuk menyapanya, tapi manakala aku ingat kelakuan dia selama ini, terutama sama kamu Tan, aku jadi muak. Mungkin itu hukuman Tuhan buat dia.”“Hm, mungkin dia sudah bertemu kakeknya.” Tuan Wilson mengomentari.“Loh, memang kenapa, Dad? Harusnya kalau habis bertemu kakeknya dia senang, kan?”
“Tante ...” terdengar suara gadis kecil yang menggemaskan. Sonya tertegun, ditatapnya wajah imut itu, sepasang mata kecil itu begitu jernih, bersih dan damai. “Tante kenapa menangis?”Terdengar kembali suara kecil itu, Sonya tersenyum, digenggamnya kedua tangan mungil yang sedang menghapus air matanya. Sonya mencium kedua tangan mungil itu.“Hai sweetie, siapa namamu?” tanya Sonya dengan suara serak, ia segera meraih gadis cilik itu ke pangkuannya.“Aku Lily, tante.” Gadis itu menyebutkan namanya.“Lily, nama yang manis, melambangkan kesucian dan ketulusan.”“Semua orang bilang begitu, tapi kata Mom aku adalah lambang ketulusan dan kesucian cinta Mom dan Dad.”“Hm, benarkah? Itu artinya kamu memang sangat spesial.”“Itu benar, Tante. Aku memang spesial buat Mom dan Dad. Dan karena aku adalah lambang cinta Mom dan Dad, maka aku akan selalu memberikan cinta dan kasih sayang pada semua orang, meskipun mereka tidak menyukaiku.”“Oh begitu? kamu akan tetap menyayangi orang yang tidak menyu
“Tamu? Siapa?” Nathan bertanya pada Jim, pelayan kepercayaan kakek Wilson. “Tuan Daniel Carter,” jawab Jim. Sontak semua yang ada di ruangan itu tertegun, Daniel Carter adalah putera kedua tuan Carter, ayah kandung Sonya dan Bob, mau apa dia menemui tuan Wilson malam-malam begini. “Ya sudah, aku akan menemuinya.” Kakek Wilson segera berdiri, lalu melangkah menuju ruang tamu diikuti oleh Jim. “Kek, jangan terlalu lama ya, kakek harus segera beristirahat.” Nathan mengingatkan kakeknya, kakek Wilson tersenyum sambil mengangguk. “Kira-kira mau ngapain ya bapaknya Sonya menemui kakek, malam-malam begini lagi.” Mike tidak bisa lagi menyembunyikan penasarannya. “Sepertinya sangat penting, kalau tidak dia bisa menundanya besok, kan?” Chris ikut berkomentar. “Hmm, lumayan pinter juga adikku ini, tapi kira-kira masalah penting apa?” cecar Mike, Chris hanya mengedikkan bahu. “Yang pasti, ini berkaitan dengan tuan Carter.” Nathan menimpali. “Apa mungkin ada kaitannya dengan Sonya?” Kali i
“Terima kasih, Dad. Tapi aku sudah punya rencana sendiri.” Sonya berkata dengan lembut sambil tersenyum pada ayahnya.“Rencana apa, sayang? Apa kamu ... akan kembali ke New York?” tanya tuan Daniel dengan hati-hati, namun Sonya menggelang sambil tersenyum.“Tidak, Dad. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, aku akan meninggalkan dunia glamour yang selama ini sudah membutakan mata dan hatiku, aku akan memulai dengan kehidupan yang lebih sederhana yang lebih dekat dengan alam.”“Maksudnya, bagaimana, Son?”“Tadi, aku disaat aku benar-benar merasa putus asa, aku bertemu dengan malaikat kecil, yang sudah merubah pandanganku tentang hidup ini, lalu aku berdiskusi panjang lebar dengan sahabatku, Jenny.Akhirnya kami sepakat, aku dan Jenny akan membuka sebuah usaha peternakan, sebelumnya aku akan belajar dulu pada pamannya Jenny yang sudah menjadi pengusaha peternakan yang sukses di Texas, Jenny sudah menghubungi pamannya dan beliau welcome, beliau akan membantu, tinggal menunggu kapan aku
Nathan tertegun, “Maaf, maksudnya bagaimana?” “Begini, Sir. Saya adalah president direktur di salah satu perusahaan di Belfast, jadi saya bisa dengan mudah memberikan Anda jabatan di perusahaan saya, sehingga Anda tidak menganggur di sini.” Pria itu berkata dengan bangga, ia adalah suami dari salah satu sepupu Nina yang tidak memiliki peranan di Kastil O’Meisceall, ia bisa hadir di acara itu karena sang istri mendapat undangan, sebab ayahnya adalah salah satu sepupu Lord Arthur. “Oh, terima kasih atas penawaran dan kebaikan Anda.” Nathan menjawab sambil tersenyum, meskipun jauh di hatinya ia kesal, karena secara tidak langsung mereka menuduh Nathan menumpang hidup pada keluarga istrinya. Secara kebetulan Aran mendengar pembicaraan lelaki itu, ia merasa berkewajiban meluruskan semuanya. “Haha, apa yang kau tawarkan pada Sir Nathan Wilson tadi?” Aran tertawa sambil mendekati Nathan dan pria tadi, tentu saja tawa Aran itu mengundang perhatian yang lain, sehingga mereka semua menoleh
“Tan, kamu harus segera kembali ke Philly.” Kakek Wilson meminta Nathan kembali. Nathan tertegun, mengapa kakeknya memintanya kembali. Sang kakek pun menjelaskan kalau ia sudah berunding dengan paman dan tante Nathan akan mengadakan perayaan atas kehamilan Nina. Karena ini adalah cicit pertamanya dan cucu pertama mereka. “Ya ampun aku kira ada apa, Kek.” Nathan tertawa mendengar penjelasan kakeknya. “Tapi maaf kek, aku dan istriku belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena saat-saat ini adalah saat-saat rawan untuk kehamilan istriku, ia akan kelelahan melakukan penerbangan jauh.” Terdengar helaan napas kakek Wilson. “Apa kondisi Nina kurang bagus?” “Oh, semuanya bagus, kek. Di sini aku tidak perlu khawatir, karena di Kastil ini ada dokter dan perawat keluarga yang mengawasi dengan ketat, termasuk makanan untuk istriku pun dibuat khusus dengan nutrisi yang tepat untuk usia kehamilan istriku. Selain itu, di sini juga aku tidak perlu khawatir ada orang-orang yang berniat tidak b
“Hal penting, hal penting apa Nathany?” tanya Nina bingung.“Sayang, sebulanan ini kita full bercinta, tidak ada libur semalam pun.”“Kamu bosan, Nathany? Atau lelah?” potong Nina cepat, keduanya adalah pasangan muda yang masih sangat bergairah dalam berhubungan intim.Nathan terkekeh mendengar komentar istrinya. “Bagaimana mungkin aku bosan, sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sering minta nambah.”“Hm, terus?” Nina bingung dengan sikap suaminya.“Aku hanya heran untuk bulan ini, buan-bulan sebelumnya aku biasa libur seminggu di awal bulan, menunggu tamu bulananmu selesai, tapi bulan ini ...”“Nathany.” Nina tersentak mendengar suaminya menyinggung soal tamu bulanan, ia segera bangun dan mengambil ponselnya untuk melihat kalender bulanannya.“Ya Tuhan! Nathany!” Nina terpekik seraya menutup mulutnya.“Kenapa, sayang?” Nathan bangun dan ikut tegang.“My Hubby Baby, aku sudah telat 6 hari,” ujar Nina gembira.“Oh, benarkah?” Nathan terkejut, Nina mengangguk sambil menunjukan jadwal kale
“Dad...” Aran bergumam, matanya berkaca-kaca melihat sang ayah terlihat gagah dan sehat. Sungguh suatu keajaiban. Sebelumnya, sang ayah terlihat tak berdaya, jangankan untuk bisa berjalan seperti itu, untuk bangun saja harus dipapah.Lord Arthur tersenyum pada Aran dan Nathan hangat, ia pun menuju kursi tempat duduknya di tengah-tengah, sedangkan Nina duduk di sebelah kanan di dekatnya, Nathan duduk di samping Nina. Aran duduk berseberangan dengan Nina, ia berada di sebelah kiri ayahnya.“Maaf ya kalau kalian lama menunggu, tadi babby Aliceku tertidur,” ucap Lord Arthur tersenyum sambil melihat Nina yang juga tersenyum malu.“Tidak apa-apa, Dad. Aku sangat bahagia melihat kondisi Daddy sekarang, sungguh suatu keajaiban.” Aran berkata dengan antusias.“Itu benar, Aran. Kita akan merayakan kedatangan Lady Maxwell, sekaligus pengukuhan gelarnya dan pencatatan namanya di daftar keluarga Maxwell.”Lord Arthur berkata dengan penuh semangat, ia memerintahkan Fred untuk mempersiapkan segala s
“Masalahnya, aku curiga dengan istriku, kak.” Nathan berujar sambil menatap kakak iparnya, wajah tampannya terlihat serius. Wajah Aran pun tak kalah serius melihat adik iparnya seperti itu, curiga? Curiga apa?“Maksudnya bagaimana? Curiga sama Alice? Curiga dalam hal apa?”Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut bangsawan muda itu. Nathan menghela napas, ia menjelaskan kalau Nina masih muda, energik dan bukan tipikal wanita manja yang suka mengeluh. Sejak kecil, ibunya telah melatihnya untuk bisa mandiri. Ia selalu tahan menghadapi kesulitan apa pun tanpa pernah mengeluh. Kalau hanya naik turun tangga, itu bukan hal yang bisa membuatnya mengeluh.Dari semenjak Nathan mengenal Nina, tidak pernah wanita itu mengeluh hal apa pun padanya, mereka memang suka mendiskusikan berbagai hal, namun bukan sebagai keluhan. Namun, Nathan ingat, Nina pernah mengeluh sering lelah, gampang merasa capek dan inginnya bermalas-malasan di kamar. Dan itu terjadi beberapa hari sebelum insiden penabrakan terj
Nina dan Nathan tertegun, berita penting? Berita penting apa? Bukankah jamuan makan malam masih akan berlangsung satu jam lagi? Nina dan Nathan segera menemui tuan Fred, lelaki itu diutus secara pribadi oleh Lord Arthur untuk menjemput Nina ke ruangan pribadinya. Nina tertegun, jantungnya berdetak tak menentu, hal yang telah lama ia nanti-nantikan, bertemu langsung dengan sang ayah sebagai anak dan ayah. Nathan bisa merasakan kegelisahan sang istri, ia menepuk bahu Nina dengan lembut, lalu menggenggam erat tangan Nina yang mulai terasa dingin. Nathan mengangguk sambil tersenyum untuk memberikan dukungan. “Ayo sayang, ini waktu yang sekian lama kamu tunggu-tunggu. Aku akan menggendongmu sampai ke bawah.” Nathan mengelus sang istri dengan lembut, Nina mengangguk, support dari sang suami telah membuatnya tenang. Nathan menggendong Nina menuruni anak tangga, meskipun Nina menolak namun Nathan langsung membopong sang istri. “Silahkan sayang, aku akan menungggumu di depan paviliun ini s
Tiba-tiba, Nina merapatkan tubuh pada suaminya. “Nathany, apa aku bermimpi?” bisik Nina. “Kenapa, sayang?” balas Nathan heran. “Bangunan di depan kita ini seperti ilustrasi di cerita-cerita dongeng.” Nina menatap bangunan tinggi yang berdiri di hadapannya, ada beberapa menara menjulang di tiga sisi. Cahaya terpancar dari setiap jendela yang terlihat di keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu alam yang kokoh itu. “Namanya kastil-kastil kuno Eropa ya begini, sayang. Para illustrator kan membuat gambar berdasarkan gambaran real yang pernah ada, lalu mereka menambahkan imajinasi untuk memperkaya kreasi mereka.” Nathan menjelaskan sambil ikut menatap bangunan kuno namun megah itu. “Lho kalian kenapa berdiri di sini?” Aran menghampiri mereka yang masih belum beranjak, padahal kendaraan yang mengantar mereka sudah pergi. “Kami takjub dengan pemandangan kastil ini, kak. Benar kan, sayang?” Nathan menjawab yang ditimpali dengan anggukan Nina. “Sepertinya, usia kastil ini sudah cukup t
“Takut? Takut kenapa, my love?” Nathan tertegun, ia menatap sang istri, dan terlihat kegugupan di wajah cantik itu. “Bukankah ini adalah saat-saat yang sudah lama kamu nantikan, bertemu dengan ayah kandungmu.” “Benar Nathany, aku memang sangat merindukan Daddy, tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan nanti, apa yang harus aku katakan? Aku takut nanti malah menjadi asing dengan ayahku sendiri.” Nina menghela napas pelan, pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya. “Kamu tahu kan, Nathany. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ayah, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi dan berbakti pada seorang ayah.” Nathan terdiam mendengar ucapan istrinya, bagaimanapun ia lebih beruntung dari Nina karena selama delapan belas tahun Nathan hidup dalam kasih sayang kedua orang tua lengkap, jadi ia bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Sedangkan Nina, ayahnya meninggalkannya saat ia baru berumur 1 tahun, belum ada memory yang tertinggal di ingatannya tentang sa
“Will, lihat itu!” tukas tuan Carter, matanya tak lepas dari sepasang anak muda yang sedang berdansa diantara pasangan-pasangan lainnya. Kakek Wilson pun mengikuti arah tatapan sahabatnya, kakek Nathan itu tertegun.“Christy? Siapa anak muda itu? Apa mungkin teman kuliahnya?” gumam kakek Wilson.“Itu cucu perempuanmu kan, Will?” tanya tuan Carter memastikan, kakek Wilson mengangguk.“Kamu tahu siapa pemuda yang sedang berdansa dengan cucumu?” tanya tuan Carter lagi, ada riak kegembiraan di wajahnya, sedangkan kakek Wilson hanya mengedikkan bahu.“Itu Bob, cucukku,” jawab tuan Carter sambil tersenyum.“Oh, itu yang namanya Bob?”“Yeah, benar Will. Aku memang belum sempat mengenalkan padamu, selama ini dia sibuk belajar di luar negeri, pas kembali langsung aku suruh memegang perusahaan dibawah bimbingan Nathan.”Kakek Wilson manggut-manggut, tapi bagaimana keduanya bisa saling mengenal dan terlihat langsung akrab begitu? Kedua kakek itu pun heran. Dulu mereka susah payah untuk menyatuka