“Nathanny ...” panggil Nina dengan lembut, ia menyentuh lengan Nathan dengan perlahan. Nathan menoleh, lelaki itu terkejut melihat sang istri yang sedang dipikirkannya berdiri di sampingnya.“Oh, sayang. Kenapa bangun?” spontan ia memeluk sang istri yang hanya mengenakan baju tidur tipis.“Habis, Nathannyku nggak ada, diam-diam pergi, jadi aku terbangun.” Nina bergumam sambil membenamkan wajahnya di dada sang suami.“Iya maaf, sayang. Tadi aku juga terbangun dan nggak bisa tidur lagi, jadi ke sini mau menikmati suasana malam.” Nathan mencium pucuk kepala istrinya, “ya sudah masuk lagi yuk, di sini anginnya kencang.”Tanpa menunggu jawaban Nina, Nathan langsung menggendong istrinya dan membawanya kembali ke tempat tidur.“My king, sebenarnya ada masalah apa? apa yang Nathanny sembunyikan dari Nina?”Nina menatap wajah suaminya dengan lekat, ditatapnya wajah tampan yang menyimpan berbagai ragam kekhawatiran di sana.“Jangan sembunyikan apa pun dariku, Nathanny ...” suara Nina terdengar
Victoria sudah benar-benar berubah, setelah ia tahu mengenai kejadian yang sebenarnya tentang hubungan Sonya dan Nathan, paling tidak ia paham bahwa Sonya banyak memanipulasinya. Selain itu ia juga mengerti kalau Nathan dan Nina memang pasangan sejati, cinta keduanya sangat dalam dan kuat. Maka Victoria pun mengubur dalam-dalam segala keinginannya untuk bisa mendapatkan sang bos, kini dia sadar kalau dia bukanlah apa-apa, apalagi jika dibandingkan Nina.Istri sang bos itu memang luar biasa, selain cantik yang pari purna, cerdas juga memiliki hati yang bersih, ia selalu lapang dada memaafkan. Kalau bukan karena Nina, mungkin sekarang Victoria sudah menjadi pengangguran.Karena ambisinya dan pergaulannya yang salah dengan Sonya, Victoria terlibat membantu Richard, yang terbukti bersalah karena memanipulasi data. Ia juga bekerjasama dengan Richard untuk menyingkirkan Nina, dengan menyebarkan fitnah dan berbagai isu dilingkungan kantor.Ketika semua bukti kecurangan Richard terbongkar, l
“Bekerjasama?” Victoria menatap Nina dengan bingung, “maksudnya bagaimana, Bu?”Nina tersenyum, lalu duduk di samping Victoria.“Kamu masih ingat kan, ketika kamu memohon maaf padaku?”Victoria mengangguk. “Ibu meminta saya supaya menjauhi Sonya.”“Yeah, benar.” Nina menimpali, “tapi kata suamiku, kamu bilang kalau kamu melaporkan mengenai Sonya bersama Rebecca.”Victoria tertegun, dengan cepat ia menjelaskan, “saya hanya kebetulan melihat mereka, Bu. Dan mereka pun tidak melihat saya.”“Oke, aku percaya padamu,” jawab Nina sambil tersenyum, “itu sebabnya aku mengajakmu untuk bekerjasama.“Maaf, Bu. Saya masih belum mengerti, kerjasama seperti apa yang ibu maksud?”“Begini, aku ingin kamu dekat kembali dengan Sonya dan Rebecca, awasi pergerakan mereka lalu laporkan padaku.”“Maksudnya saya harus berpura-pura dekat dengan Sonya?”“Yup, tepatnya jadi mata-mataku.” Nina menatap Victoria yang terdiam, wanita itu nampak sedang mempertimbangkan. “Bagaimana?”“Baiklah, Bu. Saya akan coba, m
“Apa?” spontan Rebecca terkejut, dikenalkan dengan Nathan? apa nggak bakalan runyam nantinya. Dia memang sangat ingin ketemu Nathan, tapi bukan bersama Bob.“Kenapa, Bec? Kamu kok terkejut gitu.” Bob menatap Rebecca dengan bingung, mengapa perempuan ini begitu terkejut, seharusnya dia senang bukan.“Ya, aku merasa nervous aja, karena mereka kan orang-orang hebat, orang-orang terkemuka.” Rebecca memberikan alasan.“Oh, kamu tenang aja, Bec. Pak Nathan dan istrinya sangat ramah, mereka selalu welcome dengan orang-orang baru.”Rebecca tersenyum, jauh di dalam hatinya ia merasa ini kesempatan untuk bisa mendekati Nathan. Ia jadi penasaran, bagaimana sikap Nathan saat melihat Rebecca bersama Bob.“Baiklah, Bob. Aku akan melakukan yang terbaik untuk tidak mengecewakanmu.” Rebecca tersenyum penuh arti, ia akan memanfaatkan adik Sonya ini untuk mendapatkan tujuannya.Sementara itu, Nathan sedang sibuk mempersiapkan diri untuk meeting dengan para pimpinan perusahaan yang berada di bawahnya. Se
[Hallo Nathan, apa kabar?]Nathan tertegun, nomor siapa itu yang masuk ke nomor pribadinya? Padahal Nathan sangat ketat menjaga privasi nomor pribadinya. Dan jika diperhatikan isi pesan itu, terlihat akrab, seolah pengirim sudah mengenal Nathan lama. Apa salah seorang keluarganya? Tapi Nathan sudah menyimpan semua nomor anggota keluarganya.[Ini dengan siapa?] balas Nathan penasaran.[Yang pasti, seseorang yang sangat mengenalmu][Tolong jangan main-main, saya tidak punya waktu meladeni orang asing][Ya ampun Nathan, aku bukan orang asing]Nathan tidak membalas, namun ia segera memblokir nomor itu sebagai reaksinya. Nathan paling benci orang yang bermain-main seperti itu, bahkan jika itu anggota keluarganya sendiri pun pasti bakalan dia blokir.Selang beberapa saat kemudian, Nina pun masuk ke ruangan Nathan. Lalu sepasang bos muda itu bergegas, berangkat bersama ke tempat meeting.Pertemuan itu diadakan di sebuah meeting room di salah satu hotel mewah, rencananya mereka juga akan mak
Meeting berjalan dengan lancar, sesuai dengan yang direncanakan. Nathan maupun Nina adalah orang-orang yang profesional, mereka selalu dapat memilah antara urusan pribadi dengan pekerjaan. Meeting berlangsung hingga malam, namun begitu banyak keputusan penting yang diambil pada meeting hari itu. Juga dibahas persiapan acara peresmian.“Akhirnya selesai juga,” ujar Mike sambil meregangkan tubuhnya. “Nggak sekalian makan malam aja, Tan?”“Bebas aja, yang mau makan malam bareng di sini, silahkan. Yang mau pulang, atau acara sendiri juga silahkan.”“Saya balik duluan ya, Pak. Mau balik ke kantor dulu,” ucap Bob.“Wah semangat sekali kamu, Bob. Nggak mau makan malam bareng dulu?” sela Mike.“Nanti saja, Pak Mike. Sekarang saya masih kenyang.”“Oke, Bob. Good luck ya!” Nathan menepuk bahu Bob.“Baik, Pak. Terima kasih. Saya permisi Pak Nathan, bu Nina, semuanya, sampai jumpa.”“Sampai nanti Bob,” sahut Mike.Bob segera keluar ruangan meeting itu, beberapa orang lainnya juga ada yang pulang
“Akhirnya kau datang juga ke tempat ini, Nona Brown. Aku kira sudah lupa.”Sonya duduk di samping kanan Victoria disusul Richard yang duduk di sebelah kirinya.“Sonya? Richard?” ujar Victoria sambil menoleh ke kanan dan kirinya.“Apa kabar, Vic?” tanya Sonya sambil tersenyum.“Buruk...” sahut Victoria lirih, ia kembali meneguk minuman di gelasnya, wajahnya terlihat sangat mengenaskan.“Apa kamu dipecat juga, Vic?” tanya Richard menimpali.Victoria menghela napas, ia menggeleng lemah. “Mereka tidak memecatku, tapi mengambil jabatanku dan semua fasilitas milikku, sekarang aku hanya karyawan biasa yang lebih buruk dari OB, semua gara-gara perempuan sialan itu!”Victoria memaki dan merutuki Nina, ia kembali menuang minuman ke gelasnya, dan meneguknya dengan cepat.“Masih sukur nggak dipecat, Vic. Berarti masih ada kerjaan,” sela Sonya sambil meneguk wisky di gelasnya. “Terus kenapa kamu nggak pernah ke mari?”“Aku hampir nggak ada waktu luang, mereka memberikan pekerjaan yang nggak kira-k
“Aku ingin menanyakan sesuatu Nathany ...” ucap Nina dengan lembut. “Boleh, tapi bayarannya double, ya.” Nathan tersenyum sambil menggoda istrinya. “Uh, Nathany, aku serius,” rengek Nina sambil cemberut. “Uhuhu, iya-iya sayang... Memangnya mau tanya apa my love?” Nathan memeluk Nina dan mencium pucuk kepala wanita yang sangat dicintainya itu. “Tadi siang saat kita akan makan siang, kamu ke luar seperti tergesa-gesa, memangnya mau menemui siapa?” Nathan terdiam sesaat, ia tidak serta merta menjawab pertanyaan Nina, wajahnya yang tenang berubah menjadi gelisah. “Ada yang meneror aku, sayang.” Nathan menghela napas panjang, lalu mengambil ponselnya dan menyerahkan pada istrinya, ia memperlihatkan pesan-pesan dari nomor tak dikenal yang ternyata adalah Rebecca. “Jadi, kamu sudah bertemu dengan Rebecca, Nathany?” “Yeah,” jawab Nathan singkat. “Terus, bagaimana perasaanmu?” tanya Nina menggoda suaminya. “Apanya yang bagaimana?” jawab Nathan kesal, “aku hanya melihat orang asing y
Nathan tertegun, “Maaf, maksudnya bagaimana?” “Begini, Sir. Saya adalah president direktur di salah satu perusahaan di Belfast, jadi saya bisa dengan mudah memberikan Anda jabatan di perusahaan saya, sehingga Anda tidak menganggur di sini.” Pria itu berkata dengan bangga, ia adalah suami dari salah satu sepupu Nina yang tidak memiliki peranan di Kastil O’Meisceall, ia bisa hadir di acara itu karena sang istri mendapat undangan, sebab ayahnya adalah salah satu sepupu Lord Arthur. “Oh, terima kasih atas penawaran dan kebaikan Anda.” Nathan menjawab sambil tersenyum, meskipun jauh di hatinya ia kesal, karena secara tidak langsung mereka menuduh Nathan menumpang hidup pada keluarga istrinya. Secara kebetulan Aran mendengar pembicaraan lelaki itu, ia merasa berkewajiban meluruskan semuanya. “Haha, apa yang kau tawarkan pada Sir Nathan Wilson tadi?” Aran tertawa sambil mendekati Nathan dan pria tadi, tentu saja tawa Aran itu mengundang perhatian yang lain, sehingga mereka semua menoleh
“Tan, kamu harus segera kembali ke Philly.” Kakek Wilson meminta Nathan kembali. Nathan tertegun, mengapa kakeknya memintanya kembali. Sang kakek pun menjelaskan kalau ia sudah berunding dengan paman dan tante Nathan akan mengadakan perayaan atas kehamilan Nina. Karena ini adalah cicit pertamanya dan cucu pertama mereka. “Ya ampun aku kira ada apa, Kek.” Nathan tertawa mendengar penjelasan kakeknya. “Tapi maaf kek, aku dan istriku belum bisa kembali dalam waktu dekat ini, karena saat-saat ini adalah saat-saat rawan untuk kehamilan istriku, ia akan kelelahan melakukan penerbangan jauh.” Terdengar helaan napas kakek Wilson. “Apa kondisi Nina kurang bagus?” “Oh, semuanya bagus, kek. Di sini aku tidak perlu khawatir, karena di Kastil ini ada dokter dan perawat keluarga yang mengawasi dengan ketat, termasuk makanan untuk istriku pun dibuat khusus dengan nutrisi yang tepat untuk usia kehamilan istriku. Selain itu, di sini juga aku tidak perlu khawatir ada orang-orang yang berniat tidak b
“Hal penting, hal penting apa Nathany?” tanya Nina bingung.“Sayang, sebulanan ini kita full bercinta, tidak ada libur semalam pun.”“Kamu bosan, Nathany? Atau lelah?” potong Nina cepat, keduanya adalah pasangan muda yang masih sangat bergairah dalam berhubungan intim.Nathan terkekeh mendengar komentar istrinya. “Bagaimana mungkin aku bosan, sayang. Kamu tahu sendiri kan, aku sering minta nambah.”“Hm, terus?” Nina bingung dengan sikap suaminya.“Aku hanya heran untuk bulan ini, buan-bulan sebelumnya aku biasa libur seminggu di awal bulan, menunggu tamu bulananmu selesai, tapi bulan ini ...”“Nathany.” Nina tersentak mendengar suaminya menyinggung soal tamu bulanan, ia segera bangun dan mengambil ponselnya untuk melihat kalender bulanannya.“Ya Tuhan! Nathany!” Nina terpekik seraya menutup mulutnya.“Kenapa, sayang?” Nathan bangun dan ikut tegang.“My Hubby Baby, aku sudah telat 6 hari,” ujar Nina gembira.“Oh, benarkah?” Nathan terkejut, Nina mengangguk sambil menunjukan jadwal kale
“Dad...” Aran bergumam, matanya berkaca-kaca melihat sang ayah terlihat gagah dan sehat. Sungguh suatu keajaiban. Sebelumnya, sang ayah terlihat tak berdaya, jangankan untuk bisa berjalan seperti itu, untuk bangun saja harus dipapah.Lord Arthur tersenyum pada Aran dan Nathan hangat, ia pun menuju kursi tempat duduknya di tengah-tengah, sedangkan Nina duduk di sebelah kanan di dekatnya, Nathan duduk di samping Nina. Aran duduk berseberangan dengan Nina, ia berada di sebelah kiri ayahnya.“Maaf ya kalau kalian lama menunggu, tadi babby Aliceku tertidur,” ucap Lord Arthur tersenyum sambil melihat Nina yang juga tersenyum malu.“Tidak apa-apa, Dad. Aku sangat bahagia melihat kondisi Daddy sekarang, sungguh suatu keajaiban.” Aran berkata dengan antusias.“Itu benar, Aran. Kita akan merayakan kedatangan Lady Maxwell, sekaligus pengukuhan gelarnya dan pencatatan namanya di daftar keluarga Maxwell.”Lord Arthur berkata dengan penuh semangat, ia memerintahkan Fred untuk mempersiapkan segala s
“Masalahnya, aku curiga dengan istriku, kak.” Nathan berujar sambil menatap kakak iparnya, wajah tampannya terlihat serius. Wajah Aran pun tak kalah serius melihat adik iparnya seperti itu, curiga? Curiga apa?“Maksudnya bagaimana? Curiga sama Alice? Curiga dalam hal apa?”Rentetan pertanyaan meluncur dari mulut bangsawan muda itu. Nathan menghela napas, ia menjelaskan kalau Nina masih muda, energik dan bukan tipikal wanita manja yang suka mengeluh. Sejak kecil, ibunya telah melatihnya untuk bisa mandiri. Ia selalu tahan menghadapi kesulitan apa pun tanpa pernah mengeluh. Kalau hanya naik turun tangga, itu bukan hal yang bisa membuatnya mengeluh.Dari semenjak Nathan mengenal Nina, tidak pernah wanita itu mengeluh hal apa pun padanya, mereka memang suka mendiskusikan berbagai hal, namun bukan sebagai keluhan. Namun, Nathan ingat, Nina pernah mengeluh sering lelah, gampang merasa capek dan inginnya bermalas-malasan di kamar. Dan itu terjadi beberapa hari sebelum insiden penabrakan terj
Nina dan Nathan tertegun, berita penting? Berita penting apa? Bukankah jamuan makan malam masih akan berlangsung satu jam lagi? Nina dan Nathan segera menemui tuan Fred, lelaki itu diutus secara pribadi oleh Lord Arthur untuk menjemput Nina ke ruangan pribadinya. Nina tertegun, jantungnya berdetak tak menentu, hal yang telah lama ia nanti-nantikan, bertemu langsung dengan sang ayah sebagai anak dan ayah. Nathan bisa merasakan kegelisahan sang istri, ia menepuk bahu Nina dengan lembut, lalu menggenggam erat tangan Nina yang mulai terasa dingin. Nathan mengangguk sambil tersenyum untuk memberikan dukungan. “Ayo sayang, ini waktu yang sekian lama kamu tunggu-tunggu. Aku akan menggendongmu sampai ke bawah.” Nathan mengelus sang istri dengan lembut, Nina mengangguk, support dari sang suami telah membuatnya tenang. Nathan menggendong Nina menuruni anak tangga, meskipun Nina menolak namun Nathan langsung membopong sang istri. “Silahkan sayang, aku akan menungggumu di depan paviliun ini s
Tiba-tiba, Nina merapatkan tubuh pada suaminya. “Nathany, apa aku bermimpi?” bisik Nina. “Kenapa, sayang?” balas Nathan heran. “Bangunan di depan kita ini seperti ilustrasi di cerita-cerita dongeng.” Nina menatap bangunan tinggi yang berdiri di hadapannya, ada beberapa menara menjulang di tiga sisi. Cahaya terpancar dari setiap jendela yang terlihat di keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu alam yang kokoh itu. “Namanya kastil-kastil kuno Eropa ya begini, sayang. Para illustrator kan membuat gambar berdasarkan gambaran real yang pernah ada, lalu mereka menambahkan imajinasi untuk memperkaya kreasi mereka.” Nathan menjelaskan sambil ikut menatap bangunan kuno namun megah itu. “Lho kalian kenapa berdiri di sini?” Aran menghampiri mereka yang masih belum beranjak, padahal kendaraan yang mengantar mereka sudah pergi. “Kami takjub dengan pemandangan kastil ini, kak. Benar kan, sayang?” Nathan menjawab yang ditimpali dengan anggukan Nina. “Sepertinya, usia kastil ini sudah cukup t
“Takut? Takut kenapa, my love?” Nathan tertegun, ia menatap sang istri, dan terlihat kegugupan di wajah cantik itu. “Bukankah ini adalah saat-saat yang sudah lama kamu nantikan, bertemu dengan ayah kandungmu.” “Benar Nathany, aku memang sangat merindukan Daddy, tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan nanti, apa yang harus aku katakan? Aku takut nanti malah menjadi asing dengan ayahku sendiri.” Nina menghela napas pelan, pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya. “Kamu tahu kan, Nathany. Aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya pelukan seorang ayah, aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi dan berbakti pada seorang ayah.” Nathan terdiam mendengar ucapan istrinya, bagaimanapun ia lebih beruntung dari Nina karena selama delapan belas tahun Nathan hidup dalam kasih sayang kedua orang tua lengkap, jadi ia bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Sedangkan Nina, ayahnya meninggalkannya saat ia baru berumur 1 tahun, belum ada memory yang tertinggal di ingatannya tentang sa
“Will, lihat itu!” tukas tuan Carter, matanya tak lepas dari sepasang anak muda yang sedang berdansa diantara pasangan-pasangan lainnya. Kakek Wilson pun mengikuti arah tatapan sahabatnya, kakek Nathan itu tertegun.“Christy? Siapa anak muda itu? Apa mungkin teman kuliahnya?” gumam kakek Wilson.“Itu cucu perempuanmu kan, Will?” tanya tuan Carter memastikan, kakek Wilson mengangguk.“Kamu tahu siapa pemuda yang sedang berdansa dengan cucumu?” tanya tuan Carter lagi, ada riak kegembiraan di wajahnya, sedangkan kakek Wilson hanya mengedikkan bahu.“Itu Bob, cucukku,” jawab tuan Carter sambil tersenyum.“Oh, itu yang namanya Bob?”“Yeah, benar Will. Aku memang belum sempat mengenalkan padamu, selama ini dia sibuk belajar di luar negeri, pas kembali langsung aku suruh memegang perusahaan dibawah bimbingan Nathan.”Kakek Wilson manggut-manggut, tapi bagaimana keduanya bisa saling mengenal dan terlihat langsung akrab begitu? Kedua kakek itu pun heran. Dulu mereka susah payah untuk menyatuka