“Terus gimana donk, Pa?”
“Apa kamu udah bener-bener yakin kalau kamu serius dengan Jill?”“Yakin donk! Papa nggak percaya sama aku?”“Tentu saja percaya. Lalu bagaimana dengan Jill sendiri? Apa kamu yakin kalau Jill juga serius sama kamu?” tanya Levin memastikan.“Papa nggak percaya sama Jill?”“No! Bukan begitu! Papa hanya ingin memastikan karena usia kalian berdua masih begitu muda. Papa cuma takut kalian belum yakin dengan perasaan masing-masing.”“Aku yakin Jill juga serius sama aku, Pa. Kalau tidak, Jill tidak mungkin mengejarku sampai ke Melbourne kan?” balas Revel. Levin hanya mengangkat bahu, enggan berkomentar lebih jauh tentang kenekatan Jill yang berani menyusul Revel beberapa waktu lalu.Pria paruh baya itu justru merespon hal lain.“Kalau begitu biar nanti Papa bahas masalah ini sama Mama kamu. Yang penting sejauh ini hubungan kamu dengan Jill baik-baik saja kan?”“Hmm… kami baik-baik aja kok, Pa,” ucap Revel yakin membuat Levin meng“Kamu kenapa, Levin?” tanya Claire heran saat melihat raut serius di wajah suaminya, tidak biasanya Levin seperti itu, kecuali jika berhubungan dengan masalah pekerjaan. Tapi sejak dulu Levin sebisa mungkin tidak membawa masalah pekerjaan ke rumah! Berarti yang terjadi sekarang bukanlah masalah kantor!“Nggak apa kok.”“Kamu itu sama banget kayak Revel sih? Udah jelas-jelas tampangnya suntuk begitu masih bilang nggak ada apa-apa!” Levin tersenyum mendengar ocehan istrinya. “Itu berarti namanya like father like son. Tandanya Revel benar-benar ngikutin sifat aku. Bagus kan?” balas Levin santai. “Mana ada bagus? Aku justru khawatir kalau dia ngikutin sifat kamu, apalagi soal sifat playboy kamu yang legendaris itu!” sungut Claire membuat Levin mengerang kesal dalam hati, tidak mengira kalau Claire akan kembali membahas dosanya di masa lalu. Susah memang kalau punya istri yang juga seorang ahli sejarah! Selalu mengingat masa lalu Levin yang menyebalkan itu!
Levin mencengkeram kedua tangan Claire dan menahannya di sisi kiri dan kanan hingga membuat istrinya tidak bisa berkutik. Claire memutar bola matanya dengan gemas, sadar kalau ada maksud terselubung dari suaminya. Otak Levin memang tidak jauh dari urusan selangkangan jika sedang berduaan dengan Claire! Otak mesum! “Kamu tuh modus banget sih!”“Modus apanya? Aku cuma mau minta jatah harian kok!”“Dua hari yang lalu kan udah!”“Itu kan udah lewat dua hari! Jadi sekarang aku mau minta jatah lagi. Aku harus sering charge biar nggak lemes, Claire! Ponsel aja harus di-charge setiap hari!”“Iya, kamu charge biar nggak lemes, tapi gantian nanti aku yang jadi lemes!” gerutu Claire membuat Levin tergelak kencang.Claire menikmati suara tawa suaminya yang terdengar begitu renyah.“I love you, My Husband,” ucap Claire tiba-tiba membuat gelak tawa Levin berhenti.“I know! Dan sekarang waktunya membuktikan seberapa besar cinta kamu sama aku!” ucap Levin sambil lan
Revel menatap gelisah pada ponselnya, sudah seharian Jill dan Jessie tidak bisa dihubungi membuat kecemasannya semakin menjadi-jadi. Dari kemarin lebih tepatnya. Nekat, Revel memutuskan datang ke rumah Jill yang langsung disambut oleh mama Lea. Rasa gugup terbayang cukup jelas di wajahnya.“Apa Jill ada di rumah, Tante?”“Sejak kemarin Jill menginap di rumah Gwen,” jawab mama Lea cepat.Dirinya tidak bohong, kemarin sore mama Lea sudah menghubungi Gwen dan gadis itu membenarkan dugaannya membuatnya lega karena setidaknya Jill berada di tempat yang tepat dan aman karena ada Gwen yang menjaganya. “Menginap sejak kemarin? Apa Jill tidak bawa ponsel?” tanya Revel penasaran, rasanya aneh karena kekasihnya itu mengabaikan semua panggilan teleponnya.“Sepertinya Jill lupa membawa ponselnya karena pergi terburu-buru.”Dan jawaban mama Lea malah semakin membuat Revel heran dan curiga, dirinya bukan orang bodoh, mana ada orang yang ingin menginap di rumah sahabatnya s
Pertanyaan Jill yang terdengar begitu berapi-api dan penuh dengan tuduhan membuat emosi Revel ikut tersulut. Sungguh, saat ini Revel hanya ingin memperjelas semuanya. Mengungkapkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Bukan ingin bertengkar. Tidak bisakah Jill bersikap dewasa dan tidak menuduhnya macam-macam?“Kamu jangan salah paham. Aku mohon, tolong kamu bertindak dewasa, jangan selalu merespon setiap masalah dengan emosi!” jawab Revel cepat, berusaha meredam emosinya yang sudah mulai berkobar. “Salah paham bagaimana? Atau kamu mau terima perjodohan kamu dengan Jessie? Maka dari itu kamu merasa bersyukur karena rencana perjodohan yang sudah Papaku lakukan? Dengan begitu kamu punya alasan buat ninggalin aku, begitu kan?!” lanjut Jill ketus dengan wajah marah.“Astaga, Jill! Bisa nggak sih pikiran kamu jangan melenceng jauh seperti itu? Kenapa jadi bawa-bawa soal Jessie? Sekalipun aku nggak pernah berpikir seperti apa yang kamu tuduhkan barusan!”“Karena si
“Thank you!” ucap Jessie tergesa, bahkan tanpa menatap wajah Revel.Revel hanya menggeleng kecil, sadar kalau Jessie tidak bisa berubah. Sejak dulu Revel selalu diperlakukan seperti abang gocar alias supir! Terkesan tidak sopan memang, tapi itu lebih baik daripada Jessie bersikap genit padanya kan? “Nggak sopan!” dumel Jill.“Udah biasa. Dia emang begitu. Aku berasa kayak abang gocar kalau sama dia,” jawab Revel sambil mengangkat bahu, tidak mempermasalahkan kelakuan ajaib Jessie yang sudah diketahuinya sejak awal.Jill terdiam, teringat kembali ucapan Revel dulu. Ucapan yang diragukan oleh Jill tapi hari ini Jill sudah melihatnya sendiri secara langsung kalau ucapan Revel memang benar, bukan sekedar alasan! Dirinya saja dulu yang terlalu cemburu hingga salah paham! Revel kembali fokus dengan setirnya, melajukannya ke rumah Jill.“Ingat, nanti jangan emosi ya? Bahas dengan kepala dingin,” ucap Revel khawatir saat mereka sudah tiba di depan rumah Jill. Apala
Gwen mengangkat telepon dari Jill sebelum wanita itu hilang kesabaran. Gwen sadar kalau Jill bisa menggerutu dari Sabang sampai Merauke hanya karena dirinya lama merespon teleponnya. Dan karena saat ini Gwen sedang tidak ingin mendengar ceramah dari siapapun, terlebih lagi ceramah dari Jill yang biasanya memang unfaedah sama sekali, jadi lebih baik mengangkatnya segera mungkin.“Halo, Jill?”Tidak ada jawaban, hanya ada isak tangis kecil yang Gwen dengar. Rasa cemas menyerbu hatinya, sadar kalau masalah yang Jill alami tidak dapat dilalui dengan mudah, bahkan perbincangannya dengan sang papa mungkin saja berlangsung panas. Mengingat ayah dan anak itu sama-sama keras kepala!“Jill? Are you okay?” Namun detik selanjutnya Gwen mengutuk pertanyaannya yang terdengar begitu bodoh. Orang lagi nangis gitu masa iya ditanya ‘are you okay?’ pasti jawabannya nggak okelah! Kalau oke nggak mungkin nangis kan? Dasar Gwen bodoh! Rasanya kecerdasan Gwen seolah lenyap karena seo
Gwen merasa dunia di sekitarnya hening atau hanya hatinya yang hening? Entah! Informasi yang baru saja disampaikan oleh Jill membuat Gwen membeku, tidak tau harus merespon apa. Sungguh, Gwen tidak menyangka kalau Matthew akan berangkat ke Amerika secepat ini. Gwen pikir dirinya masih memiliki kesempatan.Tapi ternyata benar kalau kesempatan memang tidak datang dua kali dan sayangnya Gwen telah mengabaikan kesempatan yang datang padanya. Mengabaikan usaha Matthew untuk menghubunginya. Bodoh!Ternyata ucapan Jill benar. Matthew memang pergi ke Amerika secepat ini! Harapan Gwen untuk dapat bertemu Matthew harus pupus! “Gwen?” panggil Jill cemas.Gwen tersentak kaget saat mendengar panggilan Jill. Pelan memang, tapi karena Gwen sedang memikirkan hal lain, memikirkan Matthew dan keberangkatannya lebih tepatnya, maka Gwen tetap terlonjak kaget.“Ya?” jawab Gwen linglung yang langsung disadari oleh Jill kalau sahabatnya pasti sedang shock akibat berita barusan.“Lo
Jill mematut diri di depan cermin, meski malas, tapi Jill tidak ingin membuat papanya malu. Jadi dirinya harus tetap tampil maksimal atau setidaknya jangan malu-maluin! Kasihan papanya nanti. Apalagi ini berhubungan dengan masalah bisnis yang bisa dibilang acara formal! Benarkan?“Sudah siap?”Jill mengangguk, malas menjawab, setelah perbincangan terakhir dengan papanya, Jill masih terlibat perang dingin. Enggan menjawab jika tidak terpaksa. Masih merasa kesal dengan keputusan sepihak yang diambil oleh papanya, padahal itu untuk masa depan Jill!Papa Edbert hanya bisa mendesah pelan, sadar kalau Jill masih begitu kesal padanya, tapi tidak berucap apapun, tidak ingin menyulut pertengkaran kembali. Tidak disaat mereka hendak menghadiri satu acara penting.Mereka tiba di lokasi acara beberapa waktu kemudian, Jill memandang sekeliling, ke area tempat diadakannya pesta sederhana. Tidak semegah rumah Revel pastinya, tapi tetap terasa cukup nyaman untuk pesta sederhana sepe