Revel terdiam sejenak mendengar pertanyaan sang mama. Pertanyaan yang terdengar seperti angin segar di telinga Revel karena mama Claire tampak welcome dengan hubungan Revel dan Jill, tidak seperti awal!
“Mau sih, Ma. Tapi aku belum tanya dia. Kalau besok malam aku ajak gimana, Ma?”“Boleh. Mama setuju aja. Menurut kamu gimana, Levin?”“Papa juga nggak masalah. Lagipula Papa ingin tau seberapa serius hubungan kalian.”Revel mengulum senyum, pertanyaan papa Levin dan undangan tidak langsung mama Claire membuat Revel semakin yakin, dan Claire yang peka langsung bertanya,“Apa ada yang ingin kamu bicarakan dengan kami, Revel?”“Iya, Ma. Nanti setelah makan malam ada yang ingin aku bahas.”“Okay. Kita ngobrol di ruang kerja Papa nanti.”Ruang kerja Levin…..“Jadi apa yang mau kamu bicarakan dengan kami, Revel?” tanya Claire tidak sabar. Apalagi waktu mereka sudah berada di ruang kerja Levin, sikap Revel menjadi mendadak gelisah, seperti cacing kepanaRevel bersandar lemah di sofa, pupus sudah harapannya untuk mengantongi restu dari orangtuanya. Jangankan restu, yang Revel dapatkan malah ceramah panjang lebar yang membuat kepalanya pusing!“Jadi Papa dan Mama tidak merestui rencanaku untuk menikahi Jill?”“Kami akan merestui rencana pernikahan kalian kalau waktunya sudah tepat, Revel. Dan ya, untuk saat ini kami tidak dapat merestui keinginan kamu,” tegas Claire.Revel tertunduk lesu mendengar ucapan mamanya.“Kami tau kalau kamu pasti kecewa dengan ucapan Mama dan Papa sekarang, tapi Mama mengatakan hal ini untuk kebaikan kamu. Untuk kebaikan masa depan kalian berdua. Mama tidak ingin kamu salah melangkah hanya karena terburu-buru mengambil keputusan. Apa kamu paham maksud Mama?” tanya Claire kembali lembut, berharap Revel benar-benar dapat memahami maksud baiknya. Tidak salah paham.“Paham, Ma,” pasrah Revel, tidak ingin membantah lagi. Lagipula Revel sadar kalau selama ini apapun yang diperbuat oleh or
Gwen meremas tangannya dengan gelisah saat waktu sudah bergulir selama 20 menit dan belum ada tanda-tanda sahabatnya akan selesai. Saking fokusnya, Gwen tidak menyadari kalau ada seseorang yang duduk di sampingnya. Pikirannya hanya tertuju pada Jill seorang! Ibaratnya Gwen sekarang sedang memakai kacamata kuda dan tidak bisa menoleh kemanapun. Tidak peduli pada siapapun. Pokoknya cuma ada Jill di otaknya! “Sahabat kamu yang lagi sidang, tapi kenapa kamu yang segugup ini, Gwen?” tanya Matthew tiba-tiba membuat Gwen tersentak kaget, tidak menduga kalau Matthew akan kembali mendekatinya padahal sudah punya pacar! Dasar pria menyebalkan!Serius, padahal selama beberapa bulan ini Gwen sudah berusaha keras melupakan Matthew meski usahanya belum sepenuhnya berhasil, tapi setidaknya hatinya tidak sesakit saat pertama kali mengetahui kabar kencan Matthew! “Emangnya kenapa? Nggak boleh? Atau ada yang larang?” ketus Gwen berusaha tidak mempedulikan debar jantungnya yang kemb
“Beb?” panggil Revel karena Jill tampak jelas sedang tidak fokus.“Ya?”“Mikirin apa? Kok malah ngelamun gitu?”“Paling juga mikirin soal baju! Cewek kan biasa gitu,” sela Gwen membantu Jill yang tampak jelas begitu galau. Sebagai sahabat yang sudah mengenal selama bertahun-tahun, Gwen paham kalau Jill pasti mengkhawatirkan sikap dari tante Claire nanti malam! Revel tersenyum kecil dan mengusap rambut panjang kekasihnya. Mencoba menenangkan.“Tenang aja, kamu pakai baju apapun cantik kok! Serius!” ucap Revel sambil menampilkan senyum menawannya. Dan pria itu mencondongkan bibirnya ke telinga Jill, hendak mengatakan sesuatu yang tampak jelas begitu rahasia. Tidak ingin Gwen ikut mendengar ucapannya.“Tapi lebih cantik lagi pas nggak pake baju alias naked!” bisik Revel dengan nada super lirih, agar hanya Jill saja yang dapat mendengar kata-katanya. Tak urung ucapan Revel membuat Jill merona dan hanya bisa mendelik kesal akibat ucapan mesum sang kekas
Jill melambaikan tangan pada Gwen saat sang sahabat ingin langsung pulang setelah acara makan siang mereka usai. Jill mendongak menatap Revel.“Jadi kamu mau anterin aku pulang?”“Iya donk. Masa iya kamu pulang sendiri? Apa fungsinya pacar?”“Terus mobil kamu gimana?”“Supirku nanti ambil kesini,” ucap Revel santai, tidak pusing meski mobil mahalnya harus terlantar karena nekat mengantar Jill pulang.“Terus nanti kamu pulang dari rumahku gimana?” tanya Jill lagi.“Taksi masih banyak, Beb! Udah deh kamu jangan pusingin hal nggak penting kayak gitu. Pokoknya sekarang aku anterin kamu pulang! Jangan bawel! Lagian selagi aku ada di Jakarta, boleh donk jadi pacar yang baik? Jadi jangan tolak niat baikku ini, okay?” cerocos Revel setengah menggoda. Jill terbahak mendengar pertanyaan Revel. Beberapa kali pacaran rasanya tidak pernah Jill dimanja sampai seperti ini oleh kekasihnya. Dan itu membuat Jill semakin tidak bisa melepaskan diri dari Revel, tampak jelas
Makan malam berlangsung dengan santai, kekhawatiran Jill menguap tak bersisa saat melihat sikap orangtua Revel yang bisa dibilang menerima kehadirannya. Dari sini Jill mulai menyadari kalau ternyata sikap tante Claire memang ceplas ceplos, tampak jelas saat dirinya terlibat pembicaraan di meja makan, seperti sekarang contohnya.“Jadi sidang skripsi kamu tadi lancar kan?”“Lancar, Tante. Tinggal tunggu waktu wisuda aja.”“Syukurlah. Terus setelah ini mau langsung kerja atau lanjut kuliah?”“Sepertinya kerja aja, Tante. Capek juga belajar terus, aku mau coba langsung praktekkan apa yang udah aku dapat selama kuliah empat tahun ini,” jawab Jill bijak, mengungkapkan apa yang hatinya inginkan.“Bagus! Jangan kayak Revel. Maunya kuliah terus! Bagus sih sebenarnya, tapi Tante pusing kalau ngeliat dia belajar terus,” balas Claire dan pandangannya beralih ke Revel yang sedang menggaruk kepalanya, mulai pusing karena sepertinya ocehan mamanya akan dimulai sejak saat ini. D
Claire sedang menyeka wajahnya yang masih basah setelah baru saja mencuci muka saat Levin menyergap tubuhnya begitu saja dan membenamkan wajahnya ke ceruk leher jenjang milik Claire hingga membuat wanita itu terpekik kaget.“Aduh! Kamu ngapain sih? Bikin kaget aja!” sentak Claire gemas dengan kelakuan suaminya yang sering kali membuatnya spot jantung begini. Untung jantungnya masih kuat, coba kalo nggak? Claire pasti udah masuk UGD, ICU, atau apapun itu namanya!“Biarin! Siapa suruh tadi kamu bikin aku kesal?” balas Levin tanpa berniat melepaskan pelukannya pada pinggang ramping istrinya.“Kapan aku bikin kamu kesal?” tanya Claire sok polos.“Beneran nggak inget? Atau pura-pura nggak inget? Mau aku ingetin?” cecar Levin.Claire tertawa geli mendengar ucapan suaminya yang tampak jelas begitu tidak terima, tapi gimana ya? Claire paling suka kalau bisa menjahili suaminya!“Iya deh, maaf!”“Nggak bisa! Aku akan hukum kamu malam ini! Nggak ada ampun!” tegas Le
Revel mengangguk pelan, memahami keinginan kekasihnya. Ya, semenjak mendengar nasehat panjang lebar dari mama dan papanya, Revel tidak ingin terlalu mendesak lagi soal pernikahan. Meski kecewa, tapi Revel sadar kalau orangtuanya hanya ingin yang terbaik untuk dirinya dan juga Jill, terlebih lagi mereka sudah memiliki pengalaman, jadi lebih baik menurutinya kan? Apalagi Revel sudah membuktikan sendiri kalau saran kedua orangtuanya memang manjur! Contohnya saat mereka menyarankan Revel untuk melepaskan Jill sementara waktu agar wanita itu menyadari perasaannya sendiri, dan terbukti benar kan? Karena tidak lama setelah ‘melepaskan’ Jill, wanita itu berbalik mengejarnya hingga ke Melbourne! Meski Revel sempat heran karena mamanya tidak langsung merestui hubungannya dengan Jill. Padahal Revel ingat kalau dulu mamanya meminta dirinya untuk menikahi Jill karena takut ada calon cucunya yang terlanjur hadir lebih awal. ‘Hmmm…. Nanti sampai di rumah aku harus tanya langsun
Gwen terpekik kaget saat Matthew mencium bibirnya begitu saja. Tanpa izin! Otaknya terasa lumpuh, tidak menyangka kalau ciuman pertamanya akan diambil secara tiba-tiba begini oleh pria yang tidak pernah diduganya. Pria yang tidak memiliki status hubungan apapun dengannya! Pria yang meski disukai Gwen tapi tetap saja tidak memiliki hak untuk melakukan hal ini!Sialan! Brengsek!Gwen langsung mendorong tubuh Matthew setelah rasa kagetnya mereda, refleks tangannya berayun mengenai pipi kiri pria itu. Matthew hanya bisa terpaku saat tangan kanan Gwen mendarat mulus di pipinya. Meninggalkan tanda merah.“Kurang ajar! Berani banget lo cium gue? Lo pikir gue cewek gampangan?! Brengsek!” umpat Gwen kesal. Meski dirinya menyukai Matthew, tapi bukan berarti bisa asal nyosor gitu aja kan? Matthew pikir Gwen cewek apaan? Cewek murahan yang bisa asal dicium begitu aja? Kurang ajar!“Sorry,” lirih Matthew, sadar kalau dirinya sudah melakukan kesalahan. Tidak seharus
Satu tahun kemudian…Di salah satu hotel bintang lima terlihat dekorasi yang begitu mewah namun terkesan elegan, tidak norak. Jill memasuki ballroom sambil menggandeng lengan Revel yang sedang menggendong baby Luiz. Di umur yang hampir menginjak tiga tahun, baby Luiz terlihat semakin tampan, mengikuti wajah Revel.Di belakang mereka ada seorang baby sitter sambil mendorong stroller kosong, untuk jaga-jaga jika Luiz mengantuk di tengah acara pesta. Sejak beberapa bulan yang lalu, Jill akhirnya menyerah pada bujukan Revel dan mengikuti keinginan suaminya yang tidak tega melihatnya kelelahan jika harus mengurus Luiz sendirian.‘Aku nggak mau kamu terlalu capek dan jatuh sakit, Baby. Apalagi selain mengurus Luiz, kamu juga masih harus mengurusku.’Ya, sejak menikah dengan Revel, Jill memang ingin mengurus keperluan suami dan anaknya sendiri, bahkan dirinya sampai rela berhenti kerja hanya untuk mengurus rumah tangganya. Jill lebih memilih menjadi ibu rumah tangga daripad
Beberapa bulan kemudian….Revel menatap bangga pada putranya yang semakin pintar, lucu dan menggemaskan. Disela-sela kesibukannya sebagai seorang pengusaha, bermain dengan buah hatinya merupakan kebahagiaan tersendiri untuk Revel. Dan sekarang di waktu santai, itulah yang dirinya lakukan.Bermain dengan Luiz sepuasnya sekalian menggantikan tugas Jill menjaga anak meski hanya sementara. Perhatian Revel beralih dari Luiz kepada Jill yang baru saja memasuki ruang keluarga dengan piring buah di tangannya. Hal yang memang biasa dilakukan setiap hari. Makan buah agar sehat.Senyum lebar mengembang di wajah cantik Jill yang tampak polos, tanpa adanya jejak make up sama sekali, namun tidak menutupi kecantikan alami yang terpancar jelas. Kecantikan yang membuat Revel tidak bisa mengalihkan pandangan barang sedetik pun dari istrinya. Dari dulu.“Hei, kamu lagi main apa sama Papa? Kok senang banget sih?” tanya Jill sambil menggoyangkan tangan kecil Luiz. Tidak ada jawaban
“Jadi siapa nama cowok yang kemarin, Jill?” cecar Jessie tidak sabar saat datang ke rumah Jill pagi-pagi, persis dengan gaya ibu-ibu komplek yang begitu penasaran akan gossip terbaru! Tidak ingin ketinggalan berita! “Cowok? Oh yang itu! Masa lo nggak kenal sih? Bukannya udah pernah ketemu ya pas pergi sama gue?” tanya Jill masih tidak percaya kalau Jessie tidak mengenal pria yang kemarin membuat gadis itu sampai ternganga takjub!“Mana ada? Belom lah! Kalau udah gue nggak mungkin lupa sama cowok ganteng begitu!” sanggah Jessie yakin, mengulang ucapannya kemarin.“Masa iya sih?” tanya Jill sambil mengusap dagunya pelan, berpikir keras.“Jangan kebanyakan mikir! Cepet kasih tau gue siapa namanya? Gue udah penasaran dari kemarin tau!” cecar Jessie lagi membuat Jill berdecak sebal karena seperti sedang dikejar oleh debt collector!“Tuh cowok namanya Jayden! Dia temen gue yang kerja sebagai bartender!”“Bartender?” ulang Jessie lemas. Seolah harapannya untuk
Matthew menatap Gwen yang baru saja selesai mandi. Akhirnya malam ini mereka resmi menjadi sepasang suami istri. Hal yang tidak berani Matthew bayangkan sebelumnya, terlebih saat mengingat waktu Gwen menjauhinya dulu, begitu membuatnya frustasi. Apalagi istrinya itu sangat sulit dibujuk!Hati Matthew menghangat saat melafalkan kata ‘istri’ meski hanya dalam hati. Dadanya bergemuruh dipenuhi euphoria yang bernama kebahagiaan. Matthew masih asyik dengan pikirannya saat Gwen bertanya dengan nada heran,“Kamu belum mau mandi?”“Ini aku baru mau mandi,” jawab Matthew agak kikuk, belum terbiasa berada berduaan dengan wanita yang telah resmi menjadi istrinya hari ini dalam satu kamar. Gwen mengambil hairdryer dan mengeringkan rambut, tidak ingin tidur dalam keadaan rambut basah karena bisa bikin kepalanya sakit nanti. Gwen sedang fokus dengan rambut dan hairdryer di tangannya saat tangan Matthew memeluk pinggangnya dari belakang. Refleks wanita itu memekik kaget!“Asta
Lamunan Revel mengenai perusahaan pupus saat melihat Jill menggeliat dan membuka matanya perlahan, berusaha menyesuaikan matanya dengan cahaya matahari sore yang menerpa indera penglihatannya. “Hei, kamu udah pulang dari tadi?”“Nggak kok, baru aja. Kamu pasti capek banget sampe ketiduran gini.”“Nggak juga kok, cuma anginnya enak aja bikin aku ngantuk dan ketiduran,” kilah Jill tidak ingin membuat Revel khawatir dan malah menambah beban pikiran sang suami yang pasti sudah begitu banyak, apalagi dengan masalah perusahaan yang pasti tidak akan pernah ada habisnya.Revel hanya mengangguk, sadar kalau Jill tidak ingin membuatnya khawatir.“Jadi gimana kantor hari ini? Banyak kerjaan?”“Ya begitulah, setiap hari pasti ada aja.”“Tapi nggak ada masalah kan?”“Nggak kok, semuanya aman. Kamu tenang aja, okay?”Jill mengangguk, menggendong baby Luiz perlahan agar tidak membuatnya terbangun dan membaringkannya di baby box.Beberapa bulan kemudian…
Dokter dan suster yang melihat kejadian itu tidak urung menatap Revel dengan raut kasihan tapi juga geli. Revel yang menyadari kalau mereka hampir terbahak melihat apa yang terjadi barusan hanya bisa menunduk, karena lagi-lagi harus menahan malu akibat ulah istrinya! Nasib!Sejak dulu Jill memang sudah menjadi titik kelemahannya. Begitu juga kali ini, Revel harus rela menurunkan wibawanya di depan dokter dan suster yang bertugas. Revel sadar kalau sebentar lagi cerita mengenai dirinya yang dianiaya oleh Jill pasti akan tersebar luas! Tapi ya sudahlah, terima nasib aja! Siapa yang menyangka kalau Revel akan cinta mati pada wanita sebar-bar ini? Iya kan?“Selamat ya, Pak. Bayinya laki-laki dan terlahir sehat,” ucap dokter.Dengan penuh haru Revel menatap bayinya. Bayi yang merupakan perpaduan antara dirinya dengan Jill! Astaga! Bagaimana bisa Tuhan menciptakan bayi setampan ini? Memang sih, Revel sadar kalau dirinya tampan dan Jill juga cantik, tapi tetap saja dirinya
Revel berdecak gemas karena pertanyaannya malah dijawab asal-asalan oleh Jill! Padahal dirinya sedang bertanya serius! Sangat amat serius! Revel ingin segera tau hasil testnya! Revel ingin tau apakah usahanya hampir setiap malam sudah membuahkan hasil atau belum! Jika belum, Revel tidak akan bosan untuk terus berusaha sampai Jill positif hamil! Usaha yang akan Revel lakukan dengan senang hati karena sama-sama dapat enak! “Aku serius, Jill!” sergah Revel menahan sabar. Jill meringis saat Revel sudah memanggil namanya dengan nada seperti itu, tanda kalau pria itu sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya. “Itu kan yang muncul garis dua, yang artinya aku positif. Dan karena ini testpack kehamilan, berarti tandanya aku positif hamil, Revel. Bukan positif covid,” jelas Jill, tidak ingin diomeli oleh suaminya yang terkadang bisa bersikap menyebalkan juga. “Serius?” lirih Revel dengan suara tercekat, tidak percaya kalau akhirnya Tuhan ke
“Hmm…. Matthew kemarin ngajakin gue merit,” aku Gwen dengan suara lirih. Jill ternganga sejenak sebelum akhirnya memekik kaget.“What?! Lo serius?!” “Seriuslah!”“Brengsek juga tuh cowok!” omel Jill membuat Gwen mengernyit bingung. “Kenapa jadi brengsek, Jill?”“Ya brengsek lah! Masa ngomong soal pernikahan melalui video call sih? Itu kan hal serius, Gwen! Harusnya Matthew bahas soal itu face to face sama lo!” sungut Jill tidak terima. Untung Revel tidak melakukan hal itu, jika tidak, Jill pasti akan kesal!“Tapi lo tau sendiri kalau Matthew kan nggak mungkin datang ke Jakarta cuma buat ngajakin gue merit!” bantah Gwen membela kekasihnya. Gwen tidak terima waktu Jill mengatai Matthew brengsek. Enak aja!“Cuma lo bilang? Ngajakin lo merit bukan sekedar ‘cuma’, Gwen! Itu hal serius! Mana ada sih cowok yang ngelamar ceweknya melalui video call? Lagian dia bisa aja bahas soal itu langsung pas datang ke acara resepsi pernikahan gue sama Revel! Padahal dia ka
Dua bulan kemudian…..Revel memijat keningnya yang terasa pusing, sudah dua minggu terakhir ini pekerjaannya begitu menumpuk. Siapa yang mengira kalau mengurus perusahaan akan jauh lebih melelahkan dan memusingkan daripada kuliah? Tidak heran kalau papanya ingin pensiun dini dan memilih menikmati hari tua bersama mamanya!Tentunya saat Revel sudah bisa mengurus perusahaan sendiri nantinya! Bukan sekarang! Untung sampai saat ini papanya dan uncle Nick selalu membantunya, tidak membiarkan Revel melangkah seperti anak hilang sendirian! Revel berhenti memijat keningnya saat mendengar pintu ruangannya diketuk dan muncul wajah papanya.“Kamu kenapa, Revel? Kok keliatannya pusing banget?” “Emang aku lagi pusing, Pa!”“Kenapa? Ada masalah pekerjaan?”“Nggak sih, cuma kayaknya aku kebanyakan lembur jadinya agak drop,” jelas Revel.“Ya udah, malam ini jangan lembur dulu. Maksud Papa jangan lembur di kantor ataupun di rumah. Paham maksud Papa kan?” tanya Levin